Pembagian Kekayaan Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau dari

atas, maka orang yang bersangkutan tidak dapat lagi menguasai benda tersebut, karena hak miliknya sudah beralih kepada orang lain. Oleh karena itu untuk memperjelas status hak milik, maka seseorang harus mengurus sertifikat hak milik tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila seseorang memiliki sesuatu benda yang tidak jelas status kepemilikannya, maka dapat saja benda atau harta itu jatuh ke tangan orang lain melalui pengurusan sertifikat kepemilikan tersebut. Dengan demikian, maka penguasaan terhadap hak miik terhadap sesuatu benda harus mempunyai alas hak yang jelas yakni berupa surat atau sertifikat hak milik. Apabila sertifikat hak milik tersebut sudah berganti nama, maka kepemilikan terhadap benda atau harta tersebut sudah berpindah kepada orang lain, dan penguasaan terhadap benda tersebut tidak dapat lagi dilakukan oleh orang yang kepemilikan sudah berganti dengan orang lain.

C. Pembagian Kekayaan Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau dari

Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Pembagian berasal dari kata “bagi” yang mempunyai arti yaitu pecahan dari sesuatu yang utuh atau penggal atau pecah. Secara umum pengertian pembagian merupakan proses mengurai suatu hal menjadi berbagai unsur yang terpisah untuk memahami sifat, hubungan, dan peranan masing-masing unsur. Dalam ilmu pengetahuan bidang logika, pembagian berarti pemecah belahan atau penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu keseluruhan. 72 72 Jadi pembagian kekayaan yayasan dapat diartikan yaitu sebagai suatu proses, cara, http:fadhilahaqiqi.blogspot.com201211pembagian-dan-klasifikasi.html diakses pada tanggal 8 April 2015. perbuatan membagi, memenggal, memecah atas kekayaan yang berbentuk barang atau uang yayasan kepada seseorang atau suatu badan hukum dengan maksud dan tujuan tertentu baik yang diatur maupun tidak diatur oleh suatu Undang-Undang Yayasan. Pembagian mempunyai aturan-aturan tertentu yang menjadi petunjuk untuk mengadakan pembagian secara ideal supaya hasilnya tidak menimbulkan kesalahan, yaitu pembagian harus berjalan menurut sebuah asas tertentu, pembagian harus lengkap dan tuntas, pembagian harus jelas terpisah antar bagiannya. Dan pembagian lebih erat hubungannya dengan proses yang semata- mata bersifat formal. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembagian: 73 a. Setiap pembagian harus konsisten. Artinya, setiap pembagian harus bertolak dari basis atau dasar yang sama. b. Pembagian harus meyakinkan dan lengkap. Artinya, setiap upaya pembagian harus tuntas. Semua bagian dari keseluruhan yang dapat dibagi-bagi harus dapat dijumlahkan kembali tanpa ada yang tersisa. c. Pembagian harus tegas dan jelas. Artinya, setiap pembagian harus tertata, jumlah bagian-bagiannya harus masuk akal. Maka, bila kita membagi-bagi sesuatu, kita dapat menghimpun bagian-bagian tersebut, misalnya ke dalam kelas, subkelas, golongan, dan sebagainya. d. Setiap pembagian harus berdasarkan satu dasar saja. Pembagian yang berlandaskan lebih dari satu dasar akan menghasilkan spesia yang simpang siur. 73 Zoelnayaris, “Makalah Logika”, http:zoelnayaries.blogspot.com201105makalah- logika.html diakses pada tanggal 8 April 2015. e. Pembagian harus sungguh-sungguh memisahkan. Artinya, bagian yang satu tidak boleh memuat bagian yang lain. Tidak boleh terjadi adanya tumpang tindih antara bagian-bagian yang akan diperincikan itu terdapat suatu ‘perlawanan’. f. Pembagian harus sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. g. Pembagian harus dilakukan secara sistematis. Hukum ini lebih-lebih harus diperhatikan, apabila kita hendak mengadakan sub-pembagian. Setiap pembagian dari sub-pembagian harus hanya mencakup bagian-bagian yang langsung menyusun suatu keseluruhan atau bagian yang dibagi lebih jauh. “substansi” tidak dapat dibagi dalam “yang hidup dan yang tidak hidup”, sebab pertama-tama “substansi” adalah materiil dan tidak materiil; lalu substansi materiil dapat dibagi dalam “yang hidup dan yang tidak hidup”. Pembagian kekayaan yayasan haruslah memperhatikan syarat-syarat formal dari pembagian itu dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku baik sesuai dengan syarat-syarat dari pembagian itu sendiri ataupun menurut undang-undang serta anggaran dasar yang mengatur yayasan tersebut. Kekayaan dan juga harta yang diperoleh dari hasil usaha dari kegiatan yayasan yang diperoleh dan diberikan kepada yayasan menjadi milik yayasan sepenuhnya. Oleh karena menjadi milik yayasan, maka sejalan dengan itu Undang-Undang Yayasan Pasal 3 ayat 2 menyebutkan bahwa yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha dan Pasal 5 ayat 1 menyebutkan kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus dan pengawas. Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dapat ditentukan dalam anggaran dasar yayasan bahwa pengurus menerima gaji, upah, atau honorarium, dalam hal pengurus yayasan yaitu bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina dan pengawas; dan 74 yang melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh. 75 Makna pembagian dengan pengalihan yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Yayasan merupakan sama pengertiannya antara satu dengan yang lain. Meskipun secara umum telah disebutkan antara pengertian pengalihan dan pembagian memiliki perbedaan, akan tetapi secara hukum pengertian antara pembagian dengan pengalihan tidak ada bedanya, hanya saja pengalihan merupakan bahasa hukum dari pembagian. Dimana kata pembagian sering digunakan dalam kegiatan praktek. Makna dari pembagian dan pengalihan Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Yayasan, ditetapkan oleh pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan yayasan. Yayasan hanya berkewajiban untuk menanggung segala biaya dan ongkos yang mereka keluarkan dalam rangka menjalankan kepentingan dan kegiatan usaha yayasan. Dengan melihat ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Yayasan tersebut maka kekayaan yayasan dalam bentuk apapun dilarang untuk dialihkan atau dibagikan kepada pembina, pengurus dan pengawas yayasan. Dan dalam pembahasan ini difokuskan terhadap “dilarangnya pembagian kekayaan yayasan”. 74 Penjelasan huruf a, yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah hubungan keluarga karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara horizontal maupun vertikal. 75 Penjelasan huruf b, yang dimaksud dengan “secara langsung dan penuh” adalah melaksanakan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan hari dan jam kerja Yayasan bukan bekerja paruh waktu part time. merupakan sama-sama mempunyai arti “memberi”. Pembagian yang tidak diperbolehkan dalam Undang-Undang Yayasan diartikan manakala ternyata hal pembagian tersebut dilakukan dengan maksud dan tujuan tertentu demi kepentingan pribadi organ dan dengan cara melawan hukum dan juga mengadakan perjanjian dengan terafiliasi, maka perbuatan hukum tersebut batal demi hukum nietig. Pembagian kekayaan yayasan berdampak pada kepemilikan awal yang dimiliki yayasan, dimana pembagian merupakan cara untuk melepas hak milik dari yayasan kepada pihak yang akan menerima pembagian kekayaan tersebut. Karena pembagian merupakan cara melepas hak maka terdapat kemungkinan beberapa macam cara melepas hak tersebut oleh organ yayasan, seperti: a. Dengan perjanjian Pasal 1233 KUH Perdata menentukan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian maupun karena undang-undang. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikanmenyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu sesuai Pasal 1234 KUH Perdata. 76 b. Dengan pewarisan Dalam kegiatan organ khususnya pengurus untuk mengelola yayasan, tidak terlepas dari perjanjian yang dibuatnya atas nama dan untuk tujuan yayasan. Seseorang dapat memperoleh hak milik atas benda warisan jika ia bertindak sebagai ahli waris. Dalam hukum perdata, pewarisan diterima 76 Elisabeth Nurhaini Butar-Butar, Op.Cit., hlm. 113. sebagai titel umum yang sah atas peralihan hak dan kewajiban mengenai harta kekayaan warisan. c. Hibah Menurut Pasal 1666 ayat 1 KUH Perdata menyebutkan hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. d. Penyerahan Seseorang dapat memperoleh hak milik atas benda-benda yang diserahkan kepadanya oleh orang lain. Dasar penyerahan itu haruslah melalui suatu peristiwa hukum yang bermaksud memindahkan hak milik atas kekayaan itu. Peristiwa hukum adalah perikatan atau perjanjian pemindahan hak, seperti jual, hibah, hadiah dan sebagainya. Dalam hal ini perlu diperhatikan asas nemo plus juris transfere potast op ipsohahet, yang mengatakan bahwa penyerahan itu hendaknya dilakukan oleh seorang yang berwenang melakukannya. Penyerahan harus pula dilakukan menurut cara-cara yang diatur di dalam undnag-undang. 77 Perubahan dalam Pasal 5 Undang-Undang Yayasan tersebut, dimana larangan pembagian kekayaan yayasan yang semula dilarang membagikan kekayaan yayasan kepada pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan, kemudian larangan tersebut telah dihapus. Dengan tidak terdapatnya ketentuan mengenai larangan pembagian kekayaan yayasan kepada pihak lain 77 Ibid., hlm. 44-45. khususnya pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan, menimbulkan pertanyaan bilamana kekayaan yayasan boleh dibagi-bagikan kepada pihak lain, karena tidak terdapat larangan untuk membagikan kekayaan yayasan kepada pihak lain maka pada prinsipnya hal tersebut boleh dilakukan. Akan tetapi pembagian kekayaan yayasan kepada pihak lain tersebut disamping harus memperhatikan syarat formalitas yang ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan dan anggaran dasar yayasan, misalnya harus meperoleh persetujuan dari dewan pembina. Larangan ini ditujukan untuk menerima kekayaan atau hasil kegiatan usaha, gaji, upah, honor tetap dan tunjangan dari yayasan kepada pembina, pengurus dan pengawas maka sebaiknya perlu dipikirkan suatu mekanisme agar tidak mengganggu kekayaan yayasan. Para organ yayasan diharapkan telah hidup layak mengingat mereka menjalankan pekerjaan dan tugas mulia di yayasan. Maksudnya adalah jangan sampai para organ yayasan adalah organ-organ yang sama sekali tidak mempunyai sumber penghasilan atau mempunyai sumber penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sehingga mereka diharapkan benar-benar dapat menjalankan tugas mulia di yayasan dengan tenang dan dapat menghindarkan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak terpuji berkaitan dengan kekayaan yang dibina atau diawasi atau diurusnya. Akan tetapi dalam Undang-Undang Yayasan memberi peluang bagi anggota pengurus untuk menerima kekayaan yang berasal dari hasil usaha kegiatan yayasan yang berupa upah, gaji, honor tetap adalah karyawan yang diperkerjakan untuk mengerjakan tugas-tugas operasional yayasan diluar dari pembina, pengurus dan pengawas. Pemberian gaji, honor dan tunjangan ini disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur ketenagakerjaan dan disesuaikan dengan lamanya karyawan itu bekerja di yayasan. Tetapi karyawan yayasan juga dilarang untuk membagikan kekayaan yayasan baik berupa uang atau barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Bila melihat ketentuan mengenai isi aturan larangan pembagian kekayaan yayasan oleh Undang-Undang Yayasan yang menjadi fokus adalah pengurus yayasan saja. Undang-Undang Yayasan hanya menjawab tentang dilarangnya pembagian kekayaan yayasan hanya kepada pengurus saja yaitu melihat perubahan Undang-Undang Yayasan pada Pasal 5 ayat 2. Dalam perubahan Undang-Undang Yayasan tersebut tidak disebutkan bahwa pembina dan pengawas juga dapat memperoleh gaji, upah atau honorarium. Padahal bila dicermati pembina sebagai organ yang mendirikan yayasan dan organ tertinggi di yayasan lebih mempunyai wewenang untuk menyalahgunakan kekayaan yayasan. Apabila pembina dan pengawas melakukan penyelewengan terhadap kekayaan yayasan, gugatan yang dituduhkan kepadanya selalu dikaitkan dengan undang-undang lain seperti KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Untuk ketentuan mengenai yayasan yang bubar, kekayaan yayasan dilarang untuk dibagikan dan dikuasai oleh seluruh organ yaitu baik pendiri, pembina, pengurus, pengawas, karyawan serta pihak-pihak yang berkaitan dengan yayasan yang bubar tersebut. Pengaturan ini diatur dalam Pasal 68 Undang- Undang Yayasan yang menyebutkan sisa kekayaan yayasan likuidasi yang bubar diserahkan kepada yayasan lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar dan dapat diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan kegiatan dengan yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam undang-undang mengenai badan hukum tersebut. Serta jika tidak diserahkan kepada yayasan lain atau badan hukum maka kekayaan yayasan dapat diserahkan kepada negara. Bilamana suatu yayasan yang bubar, maka disitu ada suatu penggabungan diri terhadap yayasan lain yang masih eksis yang mempunyai kesamaan kegiatan terhadap yayasan yang menggabungkan dirinya kepada yayasan lain. Yayasan yang bubar dapat terjadi karena alasan yang telah ditentukan dalam Pasal 62 Undang-Undang Yayasan yang menyebutkan yayasan dapat bubar karena jangka waktu yang ditetapkan anggaran dasar telah berakhir, tujuan dari yayasan tersebut telah tercapai atau tidak tercapai dan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum. Penyerahan kekayaan sisa hasil likuidasi kepada Yayasan lain dengan maksud dan tujuan yang sama ataupun kepada negara disebabkan karena pada dasarnya kekayaan yayasan sebenarnya dimiliki oleh maksud dan tujuan misi dari yayasan tersebut. Pendiri dari yayasan telah bersepakat untuk mendirikan yayasan dengan memisahkan sebagian hartanya untuk maksud dan tujuan tertentu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa maksud dan tujuan yayasan tidak boleh diubah. Jadi, pengurus yayasan dapat bertindak sebagai likuidator apabila tidak ditunjuk likuidator khusus dalam hal pembubaran yayasan dan hakim juga dapat menunjuk likuidator untuk mengurus harta kekayaan yayasan. Sisa harta kekayaan setelah likuidasi tidak untuk dibagikan kepada pembina, pengurus, atau pengawas yayasan tetapi diserahkan pada pihak sebagaimana diatur Pasal 68 Undang-Undang Yayasan. Pengurus sebagai likuidator berwenang melakukan pemberesan hak dan kewajiban terhadap harta kekayaan yayasan yang bubar, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 65 Undang-Undang Yayasan. Dengan demikian, jika pengurus selaku likuidator hendak menjual rumah dan tanah aset yayasan dalam rangka likuidasi, maka hal tersebut diperbolehkan sepanjang memenuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlu diketahui bahwa dalam hal jual beli tanah, perbuatan hukum jual beli tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Undang-Undang Yayasan tidak ada mengatur dengan tegas bahwa pembagian kekayaan yayasan dapat juga diberi kepada pembina dan pengawas. Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Yayasan menegaskan bahwa kekayaan yayasan dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus, dan pengawas. Namun untuk pengurus terdapat pengecualian dalam Pasal 5 ayat 2 yang memperbolehkan pengurus menerima kekayaan yayasan dalam bentuk gaji, upah, atau honorarium yang ditetapkan oleh pembina sesuai dengan kemampuan kekayaan yayasan. Jadi dalam Undang- Undang Yayasan tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan pembagian kekayaan yayasan kepada pembina maupun pengawas. Berbeda dengan UUPT bahwa pembagian kekayaan perseroan terbatas yang pailit atau bubar dapat diberi kepada pemegang saham yang dimilikinya dalam perseroan tersebut. Sedangkan bagi yayasan, karena kekayaan awalnya berasal dari harta pendiri yang dipisahkan dari kekayaan yayasan maka pendiri atau pembina tidak dibenarkan mendapat bagian dari kekayaan yayasan yang bubar. Karena dengan pemisahan kekayaan dalam yayasan ini sifatnya mutlak, maka hubungan antara pendiri atau dapat selaku pembina dengan kekayaannya terputus. Oleh karena itu, pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan yang didirikan, dan dalam Undang-Undang Yayasan tidak dikenal istilah pemilik ownership. Berbeda dengan pemisahan kekayaan dalam pendirian perseroan terbatas, pemisahan ini sekaligus mengandung penyertaan dalam perseroan selaku persekutuan modal. Persekutuan ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. 78 1. Kasus posisi Mahkamah Agung Nomor 2896 KPdt2009 tertanggal 28 Oktober 2010 tentang penyelewengan dana Yayasan Supersemar yang dilakukan oleh Soeharto selaku organ yayasan. Adapun contoh kasus dalam pembagian kekayaan yayasan adalah sebagai berikut : Putusan Mahkamah Agung Nomor 2896 KPdt2009 tentang kasus Yayasan Supersemar dan Soeharto sebagai pembina dimulai ketika Kejaksaan Agung Republik Indonesia mendaftarkan kasus tersbut sebagai kasus korupsi Soeharto melalui jalur hukum perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan dalil Soeharto dan Yayasan Supersemar diduga melakukan penyelewengan terhadap dana yayasan. 79 78 Anwar Borahima, Op.Cit., hlm. 40 Yayasan Supersemar ini pada awalnya 79 http:politik.kompasiana.com20091230yayasan-alat-korupsi-paling-canggih- 45622.html diakses pada tanggal 1 April 2015. bertujuan untuk menyalurkan beasiswa kepada pelajar dan mahasiswa kurang mampu sejak tahun 1978. Yayasan Supersemar ini menghimpun dana negara melalui bank-bank pemerintah BUMN dan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1976 tentang penetapan penggunaan sisa laba keuntungan bersih bank-bank milik pemerintah, yang kemudian diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 333KMK 0111978 tentang pengaturan lebih lanjut penggunaan 5 lima persen dari laba bersih bank-bank milik pemerintah serta Pasal 3 anggaran dasar Yayasan Supersemar. Seharusnya uang yang diterima yayasan tersebut diterima dan disalurkan untuk beasiswa pelajar dan mahasiswa, namun pada praktiknya tidak demikian dan telah terjadi penyelewengan. Penyelewengan dana itu menurut kejaksaan merupakan perbuatan melawan hukum sesuai Pasal 1365 KUH Perdata. Kejaksaan menuntut Soeharto dan Yayasan Supersemar yang menyalahgunakan uang yayasan senilai US 420 juta dan Rp. 185,92 miliar ditambah ganti rugi immateriil Rp. 10 triliun. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan menolak gugatan negara terhadap mantan presiden Soeharto dalam kasus dugaan penyelewengan dana Yayasan Supersemar. Soeharto dinyatakan tak terbukti bersalah. Namun gugatan terhadap Yayasan Supersemar telah terbukti salah dalam pembagian dan penyaluran dana yayasan untuk pinjaman atau penyertaan modal yang ditujukan kepada keluarga Soeharto. Maka yayasan diwajibkan mengganti kerugian sebesar 25 dua puluh lima persen dari tuntutan ganti rugi yang diajukan negara sebesar US 105 juta dan Rp. 46 miliar. Dan Hakim juga memerintahkan yayasan menagih dana negara yang telah diselewengkan kepada sejumlah perusahaan kroni Soeharto. Dana tersebut akan digunakan untuk keperluan pemberian beasiswa. 80 Kasus Yayasan Supersemar tentang penyelewengan dana Yayasan Supersemar yang dilakukan oleh Soeharto selaku organ yayasan menurut Putusan Mahkamah Agung Nomor 2896 KPdt2009 tertanggal 28 Oktober 2010 bertentangan apabila dikaji terhadap Undang-Undang Yayasan. Kasus penyelewengan dana Yayasan Supersemar ini sudah berlangsung lama bahkan belum adanya Undang-Undang Yayasan yang mengatur. Oleh sebab itu, Kejaksaan Agung Republik Indonesia menggugat Soeharto selaku organ dan juga Yayasan Supersemar itu sendiri dengan memakai dalil awal Pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa Ciri umum sumber pendanaan yayasan Soeharto adalah adanya pungutan yang pada hakikatnya adalah sukarela, namun kadangkala terkadang menjadi “kewajiban”. Keputusan Presiden dan peraturan lainnya pada saat itu membebani masyarakat dengan berbagai sumbangan yang bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 yang menyebutkan bahwa setiap tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat sebagai pajak dan lain-lain harus ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan DPR. Disamping itu, terdapat indikasi Soeharto, selaku ketua yayasan tidak mematuhi sepenuhnya anggaran dasar yayasan dalam penggunaan dana-dana tersebut. 80 http:politik.news.viva.co.idnewsread33102kronologi_kasus_yayasan_supersemar diakses pada tanggal 1 April 2015. kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang tersebut mengganti kerugian. Setelah lahirnya Undang-Undang Yayasan, seharusnya Kejaksaan dapat memakai dalil yang berasal dari Undang-Undang Yayasan yang pada Pasal 5 ayat 1 bahwa kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas. Dan mengenai ketentuan pidana yang diatur Pasal 70 menyebutkan setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun, dan selain pidana penjara juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan. Kasus Yayasan Supersemar ini bila ditinjau dari Undang-Undang Yayasan sudah mempunyai unsur kesalahan dimana Soeharto selaku organ yayasan yang menjabat sebagai pembina telah menyalahgunakan kedudukannya untuk memperkaya diri pribadi dengan berkedok pada “yayasan”. Soeharto selaku organ yayasan memenuhi unsur kesalahan berupa kesengajaan dengan sadar menyalahgunakan kedudukannya untuk memperkaya diri dan membagi-bagikan dana yayasan kepada keluarga dan kerabat-kerabatnya yang merupakan ihak yang terafiliasi dengan pendiri yayasan yang berupa dana beasiswa untuk pelajar dan mahasiswa. Akibat perbuatan yang dilakukan tergugat yaitu Soeharto dan Yayasan Supersemar tersebut merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1,2 trilyun. Unsur-unsur kesalahan yang dilakukan Soeharto sudah terpenuhi dalam Undang-Undang Yayasan, oleh karena itu dia selaku pendiri sekaligus pembina dan menjabat sebagai ketua yayasan seharusnya dapat dijatuhi hukuman pidana yang diatur dalam ketentuan pidana Pasal 70 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Yayasan. Bahwa Soeharto telah melanggar ketentuan Pasal 5, maka dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 lima tahun. Selain itu juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan. Tetapi bila melihat hasil putusan yang diputus oleh Hakim menyatakan bahwa Soeharto tidak dapat dikenai pertanggungjawaban. Majelis Hakim mengakui penyaluran dana itu melanggar aturan. Namun majelis tidak menemukan kesalahan Soeharto. Majelis beranggapan selaku pendiri yang menjabat sebagai pembina dan merangkap sebagai ketua yayasan, Soeharto mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada organ lain yaitu pengurus yayasan. Oleh sebab itu Majelis Hakim membebankan kesalahan itu kepada Yayasan Supersemar saja. Seharusnya dengan adanya Undang-Undang Yayasan, Majelis Hakim menggunakan undang-undang tersebut untuk menghukum Soeharto. Karena aturan dalam Undang-Undang Yayasan tersebut berlaku bagi seluruh yayasan-yayasan di Indonesia baik sebelum adanya Undang-Undang Yayasan. Bagi yayasan yang tidak mematuhi aturan dalam Undang-Undang Yayasan, maka dapat dicabut status badan hukumnya begitu juga anggaran dasar yayasan tersebut harus diperbaharui dengan Undang-Undang Yayasan yang ada. Terkait penegakkan hukum pada kasus Yayasan Supersemar dan Soeharto, jika tersangkaterdakwa meninggal dunia pada saat persidangan masih berlangsung atau karena bebas dari segala tuntutan sementara nyata telah ada kerugian negara yang diakibatkan perbuatan tersangkaterdakwa walaupun putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi Pasal 32, 33, 34 dan 38 c mengatur mengenai mekanisme gugatan perdata dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara yang terjadi, yang mana gugatan diajukan terhadap ahli waris bila tersangkaterdakwa meninggal dunia. 82 BAB IV AKIBAT HUKUM DARI PEMBAGIAN KEKAYAAN YAYASAN KEPADA ORGAN YAYASAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 jo UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004

A. Gugatan Terhadap Yayasan dalam Pembagian Harta Kekayaan Yayasan

Dokumen yang terkait

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Suatu Tinjauan Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Oleh Yayasan AFTA sebagai Badan Hukum.

0 0 6

undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas uu nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan

0 0 22

PELAKSANAAN PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR YAYASAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DI KOTA PADANG (KHUSUS YAYASAN DIBIDANG PENDIDIKAN

0 0 20

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 26