Sanksi Pidana dalam Pembagian Harta Kekayaan Yayasan

dan mahasiswa yang cukup cakap tetapi tidak dapat melanjutkan pelajarannya vide Pasal 3 ayat 2 anggaran dasar yayasan yang mencantumkan kewajiban pengumpulan dana pada Yayasan Supersemar. Bila ditelusuri, bahwa pada dasarnya Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan Mantan Presiden Soeharto bertentangan dengan UUD 1945 sebelum diamandemen. Soeharto dan Yayasan Supersemar dituntut pengembalian kekayaan yayasan yang telah dialihkan atau dibagikan. Berdasarkan KUH Perdata yang berdasarkan Pasal 1359, 1360, 1362, 1363, Yayasan Supersemar dan Soeharto diwajibkan mengembalikannya, jika tidak dituntut telah melakukan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam 1365 KUH Perdata. Pengembalian terhadap dana yang sudah dibayarkan tersebut didasarkan pada tidak adanya kewajiban dari bank-bank Pemerintah tersebut melakukan penyisihan sebagian labanya untuk disetorkan atau dibayarkan kepada Yayasan Supersemar.

B. Sanksi Pidana dalam Pembagian Harta Kekayaan Yayasan

Subjek perbuatan pidana yang diakui oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana selanjutnya disebut KUH Pidana adalah manusia natuurlijk person. Konsekuensinya, yang dapat menjadi pelaku perbuatan pidana adalah manusia. Hal ini dapat dilihat dari pada rumusan delik dalam KUH Pidana yang dimulai dengan kata-kata “barang siapa…”. Kata “barang siapa” jelas menunjukkan pada orang atau manusia, bukan badan hukum. Sehingga kita dapat disimpulkan bahwa dalam ketentuan umum KUH Pidana yang digunakan sampai saat ini, Indonesia masih menganut bahwa suatu delik hanya dapat dilakukan oleh manusia. 88 Sanksi pidana diartikan sebagai suatu nestapa atau penderitaan yang ditimpakan kepada seseorang yang bersalah melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana, dengan adanya sanksi tersebut diharapkan orang tidak akan melakukan tindak pidana. 89 Menurut Black’s Law Dictionary Henry Campbell Black memberikan pengertian sanksi pidana sebagai: 90 Berdasarkan deskripsi pengertian sanksi pidana diatas dapat diartikan, bahwa pada dasarnya sanksi pidana merupakan suatu pengenaan suatu derita kepada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan suatu kejahatan perbuatan pidana melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh kekuasaan hukum yang secara khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan pengenaan sanksi pidana tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak pidana lagi dalam hal ini ditujukan khusus bagi para organ yayasan yaitu pembina, pengurus dan pengawas yang bertanggung jawab secara pribadi karena kelalaiannya. “punishment attached to conviction at crimes such fines, probation and sentences” suatu pidana yang dijatuhkan untuk menghukum suatu penjahat kejahatan seperti dengan pidana denda, pidana pengawasan dan pidana penjara”. 91 Tugas dan wewenangnya organ yayasan seperti pembina, pengurus dan pengawas sangatlah rentan dikenai sanksi pidana dalam penyalahgunaan kekayaan yayasan seperti pembagian kekayaan kepada kerabat keluarga, pihak yang 88 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 111. 89 Ibid., hlm 194. 90 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary St. Paul Minim: West Publishing CO, 1979, hlm. 337. 91 Ibid., hlm 195. terafilasi dengan organ yayasan atau pihak-pihak yang berkaitan. Jika melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 5 Undang-Undang Yayasan, dapat dijatuhi sanksi pidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun. Sanksi Pidana dalam penyalahgunaan kekayaan yayasan diatur dalam Undang-Undang Yayasan Pasal 70 ayat 1 dan ayat 2 yang menyebutkan setiap anggota organ yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun. Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Yayasan juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan. Yayasan dapat dijadikan alat untuk mencari keuntungan, bahkan lebih jauh lagi yayasan dapat dijadikan tandem untuk melakukan tindak pidana khususnya untuk pencucian uang haram money loundring dan korupsi oleh organnya yang merupakan akibat hukum dari sanksi pidana dalam pembagian kekayaan yayasan. 92 Sistem KUH Pidana masih menganut prinsip bahwa suatu tindak pidana hanya dapat dilakukan oleh manusia. Hal ini disebabkan oleh suasana pada saat penyusunan KUH Pidana masih dipengaruhi pemikiran bahwa pidana bersifat personal, dan berfungsi sebagai pencegahan hanya jika dijatuhkan kepada manusia. Agustinus pohan menguraikan korporasi diakui dapat melakukan tindak pidana, tetapi pertanggung jawaban pidana masih dibebankan pada pengurus 92 Anwar Borahima, Op.cit., hlm. 281. korporasi. 93 Tanggung jawab suatu korporasi atas deliknya sendiri, yakni delik yang dituduhkan kepada korporasi jangan dikaburkan dengan tanggung jawab korporasi atas delik yang dilakukan oleh para anggotanya dan tidak dituduhkan kepada korporasi. Sangat dimungkinkan untuk membuat korporasi bertanggung jawab, dengan menjatuhkan kepadanya suatu denda atau melaksanakan suatu sanksi perdata terhadap kekayaannya, atas suatu selik yang telah dilakukan oleh salah seorang anggotanya, sekalipun saat itu dia tidak bertindak dalam kapasitasnya sebagai organ korporasi. Ini adalah tanggung jawab atas delik yang dilakukan oleh orang lain. 94 Yayasan sebagai lembaga yang bergerak di bidang sosial, kesehatan dan kemanusiaan sangatlah rentan untuk dijadikan alat untuk mencari keuntungan, bahkan lebih jauh lagi yayasan dapat dijadikan tandem untuk melakukan tindak pidana khususnya untuk pencucian uang haram money laundering dan korupsi oleh organnya. Modus yang sering dilakukan organ yayasan selalu dikaitkan dengan pencucian uang, yaitu dengan mendirikan yayasan yang akan menampung kekayaan pribadinya yang ditanamkan pada yayasan seolah-olah sumbangan yang didapat yayasan berasal dari seseorang dengan dalih untuk kepentingan sosial. 95 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di Indonesia memiliki konsep vicorious liability tanggung jawab yang dialihkan: imputed liability. Dalam ajaran ini, pertanggung jawaban pidana dialihkan kepada orang lain manusiaorgan korporasi oleh pelaku fisik., karena adanya hubungan antara orang yang dipertanggungjawabkan dengan pelaku fisik. Pengalihan tanggung 93 Ibid., hlm. 306. 94 Ibid., hlm. 314. 95 Ibid., hlm. 281. jawab ini penting, justru karena dalam korporasi yang besar dengan struktur organisasi yang rumit, tidak selalu jelas hubungan antara pelaku fisik dengan korporasi yang bersangkutan. Yang penting dalam konstruksi hukum tanggung jawab yang dialihkan ini adalah bahwa tidak perlu terdapat kesalahan pada pelaku fisik dan tidak perlu pula ada kewajiban hukum, karena yang menentukan adalah adanya kewajiban hukum yang dilanggar pada korporasi. Sanksi pidana yang dijatuhi karena alasan pembagian kekayaan yayasan untuk memperkaya diri seharusnya dapat dilihat pada kasus Yayasan Supersemar. Soeharto seharusnya mempertanggungjawabkan perbuatannya karena nyata telah korupsi dan membagi-bagikan kekayaan Yayasan Supersemar sehingga merugikan negara. Tetapi putusan Majelis Hakim memutuskan bahwa Soeharto tidak bersalah dan tidak dapat dijatuhi hukuman pidana penjara. Majelis tidak menemukan kesalahan Soeharto. Majelis beranggapan selaku pendiri yang menjabat sebagai pembina dan merangkap sebagai ketua yayasan, Soeharto mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada organ lain yaitu pengurus yayasan. Oleh sebab itu Majelis Hakim membebankan kesalahan itu kepada Yayasan Supersemar saja. Kesalahan dari Soeharto bila ditinjau dari Undang-Undang Yayasan seharusnya dapat dijatuhi sanksi pidana. Karena atas perbuatan hukum yang dilakukannya, telah nyata merugikan keuangan negara. Dan sesuai dengan ketentuan pidana dalam Undang-Undang Yayasan berdasarkan Pasal 70 menyebutkan “setiap organ yayasan tanpa terkecuali yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 5 dipidana penjara 5 lima tahun”. Dan Pasal 5 yang dimaksudkan itu adalah kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan berdasarkan undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang.

C. Perubahan Kepemilikan Harta Kekayaan Yayasan

Dokumen yang terkait

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

1 41 100

Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Kekayaan Yayasan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

0 60 257

Suatu Tinjauan Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan Oleh Yayasan AFTA sebagai Badan Hukum.

0 0 6

undang undang nomor 28 tahun 2004 tentang perubahan atas uu nomor 16 tahun 2001 tentang yayasan

0 0 22

PELAKSANAAN PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR YAYASAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG YAYASAN DI KOTA PADANG (KHUSUS YAYASAN DIBIDANG PENDIDIKAN

0 0 20

BAB II PENGELOLAAN YAYASAN OLEH ORGAN YAYASAN A. Keberadaan Yayasan Menurut Undang-Undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang

0 0 31

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 19

Tinjauan Yuridis Tentang Pembagian Kekayaan Dari Yayasan Kepada Organ Yayasan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004

0 0 11

Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 39

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pemindahan Hak Atas Kekayaan Yayasan Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 JO Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Yayasan

0 0 26