Konflik Pengaruh antara Suriah dan Israel di Lebanon

Tabel 3.1 Perbandingan Perolehan Suara Koalisi March 8 dan March 14 Sumber: Chambers 2009:2 Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi kompetisi yang dinamis antara koalisi March 8 yang pro terhadap Suriah dengan koalisi March 14 yang pro terhadap Israel. Pada Pemilu Parlemen tahun 2005 koalisi March 14 unggul dengan perolehan 72 kursi sedangkan koalisi March 8 hanya memperoleh 56 kursi. Sedangkan pada tahun 2009, koalisi March 8 unggul dengan perolehan 71 kursi sedangkan koalisi March 14 hanya memperoleh 57 kursi. Siapapun yang memenangkan pemilu di Lebanon akan memberikan dampak yang signifikan pada hubungan Lebanon – Suriah dan Lebanon – Israel melalui proses legislasi di Kongres. Kemenangan kelompok March 8 pro Suriah di Kongres Lebanon akan melanggengkan hubungan Suriah – Lebanon dan membatasi hubungan Lebanon dengan Israel. Dari segi ekonomi, Lebanon memberikan kesempatan pada 300.000 warga Suriah yang tidak mendapatkan lapangan pekerjaan di Suriah. Jumlah ini bisa meningkat sampai satu juta jiwa pekerja saat musim panen pertanian dan pembanguna gedung-gedung baru seperti revitalisasi pasca Perang Israel – Hizbullah 2006. Perputaran pembayaran di bidang tenaga kerja antara Suriah – Lebanon bisa mencapai satu milyar dollar AS pertahunnya. Dalam bidang perdagangan, 35 ekspor Lebanon bergantung pada jasa transit yang di sediakan Suriah. Hal ini tentu mendapatkan keuntungan bagi Suriah karena jumlah perputaran uangnya mencapai 600-700 juta dollar AS pertahun. Selain itu dalam kebijakan finansial, pasca diberlakukannya sanksi ekonomi AS kepada Suriah melalui Syrian Accountability Act maka aktivitas finansial Suriah bergantung pada Bank Lebanon yang banyak membuka cabang di Suriah. Terakhir yang terpenting, jika partai Pro-Suriah memenangkan pemilihan umum di Kongres Lebanon, maka aliansi Suriah – Hizbullah – Iran dapat terus terjaga sebagai senjata saat berkonflik dengan Israel Yacoubian 2006:3-4. Sedangkan jika partai Pro Israel March 14 yang memenangkan pemilihan umum di Lebanon, maka Israel dapat mempengaruhi pemerintah Lebanon untuk memutuskan hubungan dengan Suriah. Israel juga bisa mempengaruhi pemerintah untuk membatasi aktivitas Hizbullah yang dianggap sebagai kelompok revisionis yang beraliansi dengan Suriah dalam berkonflik dengan Israel. Dari segi legislasi, contoh nyata kompetisi March 8 dan March 14 terjadi saat dialog nasional tahun 2006. Saat itu PBB merekomendasikan agar Pemerintah Lebanon meratifikasi Resolusi DK PBB nomor 1595 tentang pembentukan tim pencari fakta untuk mengusut pembunuhan PM Rafiq Hariri. Koalisi March 14 mengajukan rancangan perundang- undangan yang pada poin ketiga berbunyi “jika pelaku pembunuhan telah ditemukan maka tidak hanya pelaku tersebut yang bertanggung jawab namun juga otoritas yang menaungi pelaku tersebut serta negara lain yang berafiliasi dengan otoritas tersebut”. Koalis March 8 merasa keberatan dengan draft poin ketiga ini karena merasa, perundang-undangan ini merupakan usaha March 14 yang di back-up oleh AS dan Israel untuk mengintervensi tim pencari fakta yang akan dibuat pasca ratifikasi dengan tujuan akhir menjadikan Hizbullah dan Suriah sebagai terdakwa dalam pembunuhan PM Rafik Hariri Salem 2006:2. Perbedaan antara March 8 dan March 14 juga terlihat saat ratifikasi Resolusi DK PBB nomor 1701 tentang gencatan senjata Israel- Hizbullah dan Resolusi DK PBB nomor 425 tentang invasi Suriah di Israel Salem 2006:4. 62

BAB IV ALASAN PEMILIHAN STRATEGI AS DALAM MERESPON KONFLIK

SURIAH – ISRAEL PERIODE 2002 -2008 AS telah memimpin usaha perdamaian Suriah – Israel selama lima puluh tahun. Presiden George W. Bush membuat strategi yang sangat berbeda dibandingkan dengan pendahulunya dalam merespon Konflik Suriah dan Israel. Presiden Nixon sampai Presiden Clinton lebih menggunakan strategi persuasif dengan cara mengadakan diplomasi damai untuk membujuk Suriah dan Israel ke meja perundingan, sedangkan Presiden George W. Bush menggunakan strategi yang terkadang kooperatif terkadang konfrontatif. Menteri Keuangan AS Paul O’Neill menyampaikan pendapat Presiden Bush mengenai konflik Suriah – Israel: “Kita akan memperbaiki ketimpangan yang terjadi dalam periode Presiden Clinton. Kita akan lebih cenderung memihak Israel dan kita akan konsisten. Presiden Clinton telah melampaui batas oleh karena itu AS dalam masalah. Jika kedua belah pihak tidak menginginkan perdamaian maka tidak ada cara untuk memaksa mereka berdamai. Usaha-usaha yang dilakukan oleh AS untuk mewujudkan perdamaian Timur Tengah adalah kegagalan sejarah. Presiden Bush tidak ingin mengulangi kegagalan dari pendahulunya yang terlalu menfokuskan diri pada konflik Timur Tengah namun tidak kunjung berhasil mencapai perdamaian” Foundation for Middle East Peace 2002:5. Presiden George W. Bush sebagai pembuat strategi strategist memiliki pilihan untuk menggunakan power secara koersif atau persuasif untuk mencapai tujuan Bartholomees 2010:45. Presiden George W. Bush juga bisa memilih apakah AS mau merespon konflik Suriah – Israel atau menolak meresponnya. Walaupun telah mengeluarkan penyataan demikian, AS sebagai great power tetap merespon dinamika konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008. Untuk memahami proses pemilihan strategi AS penulis akan mengelaborasi tahapan pembuatan strategi Strategic Appraisal agar terlihat jelas mengapa strategi tersebut diambil. Pertama, AS menentukan level pembuatan strategi yaitu National Security Strategy tahun 2002 sebagai landasan pemilihan kebijakan tertinggi Amerika Serikat. Kedua, AS menentukan kepentingan nasionalnya. Menurut U.S. Army War College, AS memiliki tiga kepentingan utama yaitu keamanan fisik, promosi nilai- nilai AS dan kemakmuran ekonomi. Tiga kepentingan ini kemudian menghasilkan tiga grand strategy yaitu memelihara keamanan AS, mendukung perekonomian AS dan mempromosikan nilai-nilai AS. Donald E. Nuechterlein memberikan dua tambahan kepentingan utama lagi yaitu keamanan dalam negeri dan membuat tatanan dunia yang menguntungkan bagi AS dan sekutunya Bartholomees 2010:56. Langkah ketiga adalah menentukan intensitas kepentingan. Intensitas kepentingan dalam teori strategi menurut U.S Army War College dan Neuchterlein dalam Bartholomees 2010:56 terbagi menjadi empat yaitu survival, vital, penting dan peripheral. Intensitas Kepentingan AS dalam merespon konflik Suriah – Israel periode 2002 - 2008 tergolong dalam kepentingan nasional yang penting karena bila tidak dipenuhi akan menyebabkan kerusakan dengan cepat dan akan berimbas pada kepentingan nasional yang utama. Keempat, Pemerintah AS mengumpulkan informasi secara komprehensif mengenai dinamika konflik Suriah Israel beserta potensi konflik dan perdamaian di antara kedua negara Bartholomees 2010:56. Informasi yang dikumpulkan oleh pemerintah AS mengenai konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008 seperti yang terangkum dalam laporan Carol Migdalovitz 2010:52 seorang ahli Timur Tengah dalam lembaga penelitian Kongres AS Congressional Research Service. Salah satu informasi yang dibahas dalam laporan ini terkait dengan alasan dukungan AS pada serangan Israel ke reaktor nuklir Suriah pada 6 September 2007. Laporan ini menyebutkan bahwa pada 24 April 2008, Penasehat Kebijakan Keamanan Nasional Stephen Hadley dan Direktur Central Inteligent Agency CIA Michael Hayden dan Direktur Federal Bureau Intelligence FBI Mike McConnel hadir di Kongres AS. Mereka melaporkan bahwa target serangan Israel ke Suriah tanggal 6 September 2007 adalah reaktor nuklir Suriah di daerah Deir ez-Zor yang pembangunannya didukung oleh Korea Utara. Menurut Hayden reaktor tersebut mampu memproduksi satu senjata pemusnah masal jika tidak segera dihancurkan oleh Israel Migdalovitz 2010: 53. Informasi lainnya berasal dari laporan Iraq Study Group, yaitu sebuah kelompok yang dibentuk oleh Kongres AS pada Maret 2006. Iraq Study Group diketuai oleh Mantan Menteri Luar Negeri AS James A. Baker dan mantan anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Lee H. Hamilton sebagai wakil ketuanya, bersama 10 orang anggota kongres aktif yang terdiri dari lima orang Anggota Kongres dari Partai Republik dan lima orang dari Partai Demokrat. Tujuan pembentukannya adalah untuk mencari solusi bagi konflik Irak Beehner 2006 dalam cfr.org. Iraq Study Group menyimpulkan bahwa Irak akan stabil dan kepentingan nasional AS di Timur Tengah dapat terpenuhi jika AS memiliki komitmen yang kuat dan komprehensif dalam memimpin perdamaian di semua lini khusunya Suriah dan Israel. Iraq Study Group membuat laporan 2007:39 yang memberikan rekomendasi agar AS bersikap kooperatif dalam merespon Konflik Suriah - Israel karena: 1. Tidak ada solusi militer yang bisa menyelesaikan konflik di Timur Tengah; 2. Adanya aksioma yang berbunyi jika proses politik berhenti maka akan terjadi kekerasan pada level realitas; 3. Kepedulian AS kepada Israel sebagai sekutu, agar tidak terus berada dalam situasi perang abadi; 4. Satu-satunya basis untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah adalah Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 242 dan 338 dengan prinsip land for peace; 5. Perdamaian abadi hanya bisa dicapai melalui negosiasi perdamaian seperti yang terjadi pada Israel – Mesir dan Israel – Yordania;