Konflik Perbatasan KONFLIK SURIAH

Ilustrasi 3.3 Pembagian Wilayah Suriah – Israel sesuai Resolusi DK PBB Nomor 350 Tahun 1974 Sumber: UNDOF Website www.undof.unmission.org diakses pada 4 September 2014 UNDOF berfungsi sebagai pengawas gencatan senjata antara Suriah dan Israel, mengawasi pemisahan kekuatan militer antara Suriah dan Israel serta mengawasi daerah pemisahan dan pembatasan sesuai dengan kesepakatan pasca Perang 1974 www.undof.unmission.org. Area yang diawasi UNDOF panjangnya 75 kilometer dengan lebar sekitar 10 km dan pusatnya 200 meter di bagian paling selatan mengarah ke Gunung Hermon. Kekuatan UNDOF berjumlah 1.250 personil yang berasal dari enam negara yang berasal dari negara-negara anggota PBB yang diperbaharui setiap enam bulan sekali www.undof.unmission.org Pada periode 2002-2008 konfigurasi pengaturan keamanan di perbatasan Suriah – Israel masih bergantung pada UNDOF. Sedangkan untuk proses diplomasi penyelesaian sengketa perbatasan masih terkendala di perbedaaan perspektif dasar penentuan garis batas. Suriah menginginkan penetapan perbatasan sesuai dengan garis batas tahun 1967, yaitu seluruh daerah yang dikuasai Suriah sampai pada tahun tersebut, yang kemudian diokupasi Israel harus dikembalikan kepada Suriah Nejad 2004:207. Sedangkan Israel memberikan prasyarat untuk pengembalian daerah tersebut yaitu dengan membuat konservasi alam di daerah-daerah okupasi yang kelak akan dikembalikan Israel kepada Suriah. Strategi ini dipakai Israel agar daerah okupasi seperti Dataran Tinggi Golan yang kaya akan sumber daya alam tidak digunakan Suriah untuk mengancam Israel misalnya dengan melakukan embargo air atau aktivitas militer dan spionase Hof 2009:6.

3.4 Aliansi Suriah dengan Iran dan Hizbullah

Aliansi Suriah dan Iran mulai terbentuk pada tahun 1979 ketika Suriah menjadi Negara Arab pertama yang mengakui kedaulatan Republik Iran yang dipelopori oleh Ayatullah Khomeini Trombetta 2007:2. Aliansi ini terus bertahan sampai periode penelitian 2002-2008. Aliansi Suriah - Israel memiliki dua konotasi: secara ideologis dan secara fisik. Secara ideologis aliansi ini merupakan kekuatan aktif yang berusaha mengubah keadaan di Timur Tengah dan berkonfrontasi dengan kepentingan Barat yang disimbolkan oleh AS dan Israel. Kedua, secara fisik aliansi ini dimulai dari Iran, melewati Irak ketika AS keluar dari Irak, aliansi ini akan berusaha melebarkan pengaruhnya ke Irak dan terus berlanjut sampai ke Suriah, Lebanon dan Palestina Amidror 2007:1. Oleh karena itu AS memberikan label Axis of Resistance kepada aliansi Suriah, Iran dan Hizbullah Olmert 2011:208. Istilah yang paling tepat untuk menggambarkan hubungan dalam aliansi Suriah, Iran dan Hizbullah adalah proxy wakil dan client klien. Hizbullah merupakan klien yang mewakili Suriah – Iran untuk berhadapan dengan Israel di Lebanon El- Hokayem 2007:1. Presiden Bashar Al-Assad dalam sebuah interview 19122007 dengan Koran Austria Die Presse dalam website resmi Presiden Assad pressidentassad.net menggambarkan aliansinya dengan Iran: “Iran adalah negara yang sangat penting di Timur Tengah dan Damaskus tidak ingin kehilangan aliansi dengan Iran. AS mencoba mengisolasi Suriah karena menolak kebijakannya seperti dalam invasi Irak, namun hal ini tidak akan sukses mengisolasi Suriah karena Suriah memiliki hubungan yang baik dengan Iran”. Lebih jauh mengenai Hizbullah, Presiden Assad menilai: “Hizbullah adalah pergerakan yang kuat di Lebanon. Tanpa Hizbullah, perdamaian dan kestabilan tidak akan tercipta di Lebanon.” Hizbullah adalah organisasi Islam Syiah sekaligus partai politik dan organisasi kesejahteraan sosial yang didirikan pada tahun 1982. Hizbullah didirikan oleh para pelajar yang pulang dari kota Najaf Iran yang dibimbing oleh Ayatulloh Khomeini pemimpin Revolusi Islam Iran dengan Hussein al-Musawi sebagai pemimpinnya Addis dan Blanchard 2011:1. Pendirian Hizbullah merupakan respon dari okupasi Israel di Lebanon tahun 1982. Markas Hizbullah berpusat di Lebanon, namun aktivitas pergerakannya berskala regional bahkan internasional Addis dan Blanchard 2011:1. Aliansi Suriah dengan Iran dan Hizbullah memperuncing konfliknya dengan Israel. Hal ini terlihat dalam perang antara Israel dan Hizbullah yang terjadi pada tahun 2006 Goodarzi 2013:48. Menurut Israel, perang ini dipicu oleh penculikan dua tentara Israel oleh Hizbullah. Israel kemudian mulai melakukan serangan udara sejak tanggal 12 sampai 16 Juli 2006 Matthews 2008:33-36. Tujuan serangan ini adalah untuk memaksa Hizbullah keluar dari Lebanon Selatan. Hasan Nasrullah pemimpin Hizbullah mengatakan bahwa Israel telah memulai perang terbuka, maka Hizbullah membalasnya dengan mengirimkan roket ke Israel Matthews 2008:33-36. Serangan udara berbalas ini kemudian dilanjutkan dengan perang secara langsung mulai 17 Juli – 14 Agustus 2006. Israel merasa tersudut di Maroun al Ras dan Bint Jbeil dan memilih untuk mundur yang menandai kemenangan Hizbullah dalam perang ini Matthews 2008:49-50. Kemenangan Hizbullah dalam perang melawan Israel tidak terlepas dari bantuan Suriah dan Iran. Iran menyerahkan persediaan senjata untuk Hizbullah di bandara Suriah kemudian Suriah mengirimnya ke Lebanon untuk menyuplai Hizbullah melalui Lembah Beeka G.Sullivan dan W. Sullivan 2006:61. Iran yang mengatur target roket dan misil atau menjadi pusat kontrol bagi Hizbullah dan menjaga agar Israel tidak sampai menembakkan nuklir dengan menyiapkan Zelzal roket jarak jauh. Sedangkan Suriah berperan sebagai pusat intelijen bagi Hizbullah dengan mengumpulkan informasi terkait pergerakan Israel G.Sullivan dan W. Sullivan 2006:61. Israel merespon keterlibatan Suriah dalam Perang Israel – Hizbullah dengan mengirimkan pesawat tempur untuk menyerang Istana Presiden Suriah di Latakia pada 2006. Serangan ini merupakan peringatan untuk menghentikan dukungan Suriah terhadap Hizbullah Salem 2008:5. Pasca Perang Israel – Hizbullah tahun 2006 potensi konflik Suriah – Israel makin meningkat. Hal ini dikarenakan, kemenangan Hizbullah membuat mindset yang telah dibangun pasca Perang Arab – Israel bahwa militer Israel tidak terkalahkan telah terbantahkan. Asumsi ini dibuktikan oleh pernyataan Kepala Intelijen Militer Israel AMAN Mayor Jendral Amos Yadin kepada Majalah Jane’s Defence Weekly dalam Cordesman 2007:12 sebagai berikut : “Suriah akan mengambil hikmah dari perang Israel – Hizbullah 2006, yaitu tentang efektivitas advanced anti-tank weapons dalam melawan pertahanan baja Israel dan keterbatasan Angkatan Udara Israel dalam menghadapi roket api di area yang dekat dengan permukiman penduduk. Sebelum Perang Israel – Hizbullah 2006, Suriah tidak memikirkan opsi untuk berkonfrontasi secara militer dengan Israel, namun dengan kemenangan Hizbullah maka opsi tersebut akan sangat dipertimbangkan oleh Suriah. ” Implementasi dari asumsi ini adalah adanya pengembangan senjata yang dilakukan aliansi Suriah – Iran untuk meningkatkan kemampuan misil untuk Hizbullah. Contohnya pada tahun 2006 jangkauan misil Hizbullah hanya mampu mencapai kota Haifa di Israel dan pada 2008 misil Hizbullah telah mampu mencapai pusat Israel yaitu kota Tel Aviv Ospina dan Gray 2014:4. Lebih jauh lagi menurut Israel dan AS, aliansi Iran dan Suriah juga berusaha mengembangkan nuklir sejak tahun 2004 dengan bantuan dari Rusia dan Korea Utara world-nuclear.org. Untuk merespon kerjasama pengembangan senjata Suriah – Iran ini maka pada September 2007, Israel menyerang Al Kibar yaitu suatu daerah di Suriah bagian utara. Israel menyatakan bahwa serangan itu untuk menghentikan pembangunan fasilitas nuklir Suriah www.bbc.com diakses pada 4 Juli 2014.