Teori Regional Security Complex Strategi

persenjataan, sumberdaya organisasi seperti NATO dan Palang Merah Internasional. Means merupakan hal-hal yang tidak terlihat seperti keinginan, kapasitas industri dan intelektual. Keseimbangan antara tujuan, konsep dan sumberdaya akan meminimalisir resiko, sedangkan ketidak-seimbangan antara ketiganya akan mengakibatkan resiko kegagalan sebuat strategi semakin besar Bartholomees 2010:49-50. Kalkulasi yang baik antara ends, ways dan means hanya bisa diperoleh melalui strategic appraisal taksiran strategi. Fungsi strategic appraisal adalah untuk menghitung secara kuantitas dan menilai secara kualitas apa yang diketahui, apa yang tidak diketahui dan apa yang penting bagi AS Bartholomees 2010:53. Model Strategi Art Lykke dan strategic appraisal inilah yang akan digunakan untuk menganalisa alasan AS dalam memilih strategi tertentu dalam merespon Konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008.

1.5.3 Kepentingan Nasional

Menurut Morgenthau dalam Roskin 1994:5-6 kepentingan nasional menurut kepentingannya terdiri dari vital dan sekunder. Kepentingan Vital adalah kepentingan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup suatu negara, contohnya usaha negara untuk menjaga kedaulatan wilayahnya. Kepentingan sekunder adalah kepentingan yang tidak menjadi ancaman bagi kelangsungan hidup suatu negara jika tidak tercapai contohnya ekspansi sumberdaya alam yang dilakukan suatu negara terhadap negara lain. Berdasarkan durasinya, kepentingan nasional terbagi menjadi temporer dan permanen. Kepentingan nasional temporer adalah yang bersifat sementara, contohnya dukungan AS terhadap Suriah dalam isu teorisme. Sedangkan kepentingan permanen adalah kepentingan yang berlangsung dalam jang waktu yang lama seperti kepentingan AS untuk beraliansi dengan Israel. Berdasarkan kekhususannya, kepentingan nasional terbagi menjadi kepentingan nasional yang bersifat umum dan khusus. Contoh kepentingan yang bersifat umum adalah penerapan nilai-nilai AS seperti demokrasi secara universal. Contoh kepentingan yang bersifat khusus adalah meredam aliansi Iran – Suriah. Menurut kesesuaiannya, kepentingan nasional terbagi menjadi yang komplementer dan konfliktual. Kepentingan nasional komplementer adalah kepentingan yang saling melengkapi, contohnya kerjasama AS dengan Suriah dan Israel dalam isu kontraterorisme. Sedangkan kepentingan konfliktual adalah kepentingan nasional yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya contohnya AS menginginkan perdamaian Suriah – Israel namun disisi lain AS ingin mengamankan eksistensi negara sekutunya yaitu Israel Roskin 1994:5-6. Menurut U.S. Army War College kepentingan nasional terdiri dari keamanan nasional, promosi nilai-nilai nasional, kepentingan ekonomi dan menciptakan tatanan negara yang menguntungkan bagi negara tersebut Bartholomees 2010:56. Definisi kepentingan menurut U.S Army War College inilah yang akan digunakan untuk memahami alasan AS memilih strategi tertentu dalam merespon konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008. Konsep kepentingan nasional digunakan untuk menjelaskan dua hal yang saling berhubungan. Di satu sisi, kata kepentingan interest mengimplementasikan kebutuhan yang sesuai dengan suatu standar yang telah disahkan, kemudian diklaim mengatasnamakan negara. Disisi lain, kepentingan nasional juga digunakan untuk menjelaskan dan mendukung suatu kebijakan. Kepentingan nasional bisa bersifat inklusif yaitu mengakomodir semua kelompok kepentingan atau setidaknya kelompok kepentingan terbesar yang ada di AS, contohnya kelompok neokonservatif. Selain itu kepentingan nasional juga bisa bersifat eksklusif yaitu tidak mempertimbangkan rekomendasi dari kelompok kepentingan di AS Griffiths dan O’callaghan 2007:216-217.

1.5.4 Balance of Power Perimbangan Kekuatan

Menurut Hans J. Morgenthau Balance of Power atau yang selanjutnya disebut sebagai BoP adalah aspirasi negara-negara untuk memperoleh power, mempertahankan atau menumbangkan status quo dan membuat konfigurasi power . Tujuan BoP menurut Morgenthau adalah untuk mencapai stabilitas sistem Morgenthau 2010:199-200. Power menurut Gilpin dalam Sheehan 1996:15 adalah kemampuan aktor dalam mempengaruhi perilaku aktor lain. Menurut Paul, Wirtz dan Fortman 2004:2 BoP berasal dari strategi balancing yang dilakukan negara-negara di level sistemik internasional atau subsistemik regional sebagai hasil dari equilibrium power di antara negara- negara kunci. Tujuan dari balancing adalah untuk mencegah hegemon negara lain dan jika usaha pencegahan ini sukses artinya BoP telah tercipta dalam sistem internasional atau regional. Menurut Miller dalam Paul, Wirtz dan Fortman 2004:240 BoP regional berdasarkan pada logika: pertama, BoP regional bergantung pada bagaimana great power berhubungan dengan sistem regional. Great Power mempengaruhi sistem regional karena kapabilitasnya yang superior dan memiliki sekutu yang kuat di regional. Great Power melakukan BoP dengan cara mendukungmengembargo aktor di regional, memberikan bantuan ekonomi, investasi, sanksi dan transfer teknologi. BoP regional kemudian dapat mempengaruhi BoP global sehingga negara-negara great power berlomba untuk melalukan BoP regional untuk mencapai hegemoni global. Kedua, setelah kompetisi BoP regional yang dilakukan para great power, BoP regional akan terbentuk di antara negara-negara kawasan yang memiliki power lebih rendah dari great power dan usaha hegemoni global yang ingin dicapai sebuah negara great power akan gagal. Hasilnya tidak ada satupun great power yang menjadi hegemoni global namun hanya menjadi hegemoni regional. Ketiga, negara-negara yang tidak menjadi hegemon regional akan melakukan bandwagon dan negara yang menjadi hegemon regional akan melakukan balancing dari ancaman revisionis untuk menjaga status quo. Keempat, dalam konflik regional seperti ini negara-negara cenderung melakukan balancing kepada aktor lokal, khususnya negara revisionis. BoP menurut Paul et al. 2004:2 terbagi menjadi tiga, yaitu hard balancing, soft balancing dan assymetric balancing. Hard balancing adalah strategi yang menunjukan adanya rivalitas yang tinggi antar negara-negara dengan cara berlomba-lomba meningkatkan kapabilitas militernya dan membentuk aliansi formal serta aliansi perlawanan untuk mengimbangi kapabilitas negara lawan. Soft