Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

ideologis, Suriah adalah penyeru Pan Arabisme bersama Mesir sehingga menjadi inisiator bagi negara-negara Arab saat berperang melawan Israel. Pan Arabisme menurut Adeed Dawisha dalam Danielson 2007:18 adalah kesatuan politik di antara negara-negara Arab yang berada di Timur Tengah. Maksud kesatuan politik ini adalah adanya hubungan politik-budaya yang membuat negara-negara Arab saling bekerjasama di bidang ekonomi, sosial, politik serta dalam hal mendukung atau menolak suatu isu di kawasan. Arti penting Suriah membuat AS berusaha terus memimpin proses perdamaian Suriah – Israel dengan meletakkan dasar perdamaian Suriah – Israel pada Konferensi Madrid 1991. Presiden AS saat itu, Presiden George H.W Bush menyusun kerangka perdamaian berdasarkan Resolusi DK PBB Nomor 232 dan 338 dan prinsip land for peace tanah untuk perdamaian Migdalovitz 2010:5. Proses ini terus berlanjut dan menemui titik terangnya pada Pertemuan Oslo tahun 1993 ketika Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin berjanji untuk mematuhi resolusi tersebut dengan menyerahkan Dataran Tinggi Golan kepada Suriah sesuai dengan garis batas 1967. Janji PM Rabin ini dikenal dengan istilah Rabin Deposit Daoudy 2008:1. Pembicaraan damai selanjutnya membahas implementasi Rabin Deposit namun terdapat sebuah tantangan dalam perkembangan implementasi Rabin Deposit karena PM Rabin dibunuh pada tahun 1995. PM Shimon Peres yang menggantikan PM Rabin menolak merealisasikan Rabin Deposit namun tetap ingin melanjutkan proses perdamaian. Proses perdamaian terus dilanjutkan sampai tahun 2000 namun tidak mencapai titik temu dalam hal perbatasan dan pengaturan keamanan Daoudy 2008:14. Pasca terhentinya proses perdamaian Suriah – Israel pada tahun 2000, AS tidak melanjutkan proses perdamaian sampai terjadi peristiwa 911 tahun 2001. Pasca 911 AS mengeluarkan National Security Strategy tahun 2002 yang berisi landasan strategi AS dalam memandang dinamika hubungan internasional. Salah satu isinya adalah tentang bagaimana AS merespon konflik regional untuk mencapai perdamaian US National Security Strategy 2002. Landasan strategi ini berbeda dengan strategi yang sebelumnya diterapkan oleh Presiden Bill Clinton yang selalu bersifat kooperatif dalam merespon konflik Suriah – Israel yaitu melalui pembicaraan damai. Amerika Serikat pada periode 2002 – 2008 menerapkan strategi yang terkadang kooperatif dan terkadang bersifat konfrontatif dalam merespon Konflik Suriah – Israel. Contohnya pada tahun 2003 dan 2007 AS mengadakan pembicaraan damai namun pada tahun yang sama 2003 mendukung serangan Israel ke penampungan pengungsi Palestina di Suriah. Pada tahun 2007 Israel melakukan serangan ke lokasi yang diduga pengembangan reaktor nuklir Suriah www.bbc.com edisi 16 september 2014. Strategi AS yang terkadang kooperatif dan terkadang konfrontatif dalam merespon konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008 menyebabkan tidak ada perkembangan berarti dalam proses perdamaian Suriah – Israel. Strategi kontradiktif seperti apa yang digunakan AS dalam merespon konflik Suriah – Israel dan mengapa AS memilih strategi tersebut merupakan permasalahan yang menarik untuk diteliti. Periode 2002 - 2008 dipilih pasca kegagalan AS dalam memimpin diplomasi perdamaian Suriah – Israel sejak Konferensi Madrid tahun 1991 sampai Inisiasi Jenewa tahun 2000. Penelitian ini dimulai pada tahun 2002 karena AS mengeluarkan National Security Strategy sebagai landasan baru kebijakan luar negerinya. Penelitian ini tidak mengambil periode kontemporer karena diplomasi perdamaian Suriah – Israel mulai ditangani Turki pada akhir 2008. Adapun peran AS pada masa kontemporer hanya menangani konflik domestik Suriah.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan menjawab pertanyaan penelitian: Mengapa AS memilih menggunakan beberapa strategi dalam merespon Konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui strategi yang dilakukan AS dalam merespon konflik Suriah – Israel periode 2002 – 2008 2. Untuk mengetahui mengapa AS melakukan strategi yang kontradiktif dalam merespon Konflik Suriah – Israel periode 2002 - 2008 Sedangkan manfaat penelitian ini adalah sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan strategi AS dalam merespon konflik Suriah dan Israel.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai strategi Amerika Serikat dalam merespon konflik Suriah - Israel telah dilakukan oleh Windratmo Suwarno dalam sebuah artikel di Jurnal CMES Volume V Nomor 1 Edisi Juli-Desember 2012, Pusat Studi Timur Tengah, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Artikel ini berjudul Mediasi dalam Hukum Internasional Studi Kasus: Mediasi AS dalam kasus Suriah – Israel tahun 1991-2000. Menurut Suwarno 2011:2 perundingan yang dimulai sejak tahun 1991 hingga tahun 2000 yang dilakukan melalui mediasi AS tidak dapat mencairkan ketegangan hubungan antara kedua negara. Suwarno menggambarkan peran mediasi AS dalam perundingan damai Suriah – Israel dan menjelaskan konsensi-konsensi yang diberikan kedua belah pihak dalam mencapai kesepakatan sesuai dengan hukum internasional Suwarno 2012:18. Pembeda antara penelitian Suwarno dan penelitian ini adalah dari segi tahun penelitian dan kerangka pemikiran yang digunakan. Penelitian Suwarno periode 1991 – 2000 sedangkan penelitian ini mengambil rentan waktu 2002 – 2008. Suwarno menggunakan konsep mediasi, sedangkan skripsi ini menggunakan teori strategi, konsep balance of power dan konsep kepentingan nasional. Selanjutnya penelitian tentang Konflik Israel – Suriah juga dilakukan oleh Ruth Silaen dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” tahun 2011. Skripsi ini berjudul “Latar Belakang Israel mempertahankan Dataran Tinggi Golan pada masa pemerintahan Perdana Menteri PM Benyamin Netanyahu ”. Skripsi ini menggunakan teori pembuatan keputusan dan konsep geopolitik. Kesimpulan penelitian tersebut adalah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu menunjukkan respon yang berbeda dengan pendahulunya. Jika Perdana Menteri PM Israel sebelumnya menerima tawaran untuk melepaskan Dataran Tinggi Golan, PM Benjamin Netanyahu menolak untuk melepaskan Dataran Tinggi Golan Silaen 2011:11. Pembeda penelitian Ruth Silaen dengan penelitian ini adalah subjek penelitian. Subjek penelitian Ruth Silaen adalah Israel pada masa PM Netanyahu sedangkan subjek penelitian ini adalah Amerika Serikat tahun 2002-2008. Selain itu penelitian Ruth Silaen menggunakan teori pembuatan keputusan dan konsep geostrategis sedangkan penulis menggunakan teori strategi, konsep balance of power dan konsep kepentingan nasional untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian tentang Dataran Tinggi Golan juga dilakukan oleh Stale Bie dalam disertasinya di Universitetet I Oslo tahun 2012. Disertasi ini berjudul “Analisa Komparatif Negosiasi Israel dari Sinai ke Dataran Tinggi Golan”. Penelitian ini menganalisa mengapa Semenanjung Sinai bisa dikembalikan kepada Mesir melalui perjanjian damai sedangkan Suriah yang tidak membuat perjanjian damai mengklaim memiliki Dataran Tinggi Golan. Hasilnya adalah tiga faktor penjelas dari hasil perundingan damai Israel – Suriah tahun 1991 -2000. Pertama mengenai taktik negosiasi; kedua, peran mediator; dan ketiga, opini publik Israel Bie 2012:5. Pembeda penelitian Bie dengan penelitian ini adalah secara objek penelitian, Bie mengambil studi komparasi antara negosiasi Israel – Mesir dengan negosiasi Israel – Suriah. Sedangkan objek penelitian ini adalah strategi AS dalam merespon konflik Suriah – Israel. Selanjutnya penelitian Bie menggunakan teori negosiasi untuk menjelaskan hasil negosiasi melalui tiga faktor: pertama, taktik negosiasi; kedua, peran AS sebagai mediator; ketiga, opini publik Israel. Sedangkan skripsi ini menggunakan teori regional security complex, strategi, konsep balance of power dan konsep kepentingan nasional.

1.5 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan mengeksplorasi strategi yang dilakukan oleh AS dalam merespon konflik Suriah – Israel dan mengapa AS melakukan strategi tersebut. Oleh karena itu penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran: 1 teori regional security complex ; 2 strategi; 3 balance of power dan 4 kepentingan nasional.

1.5.1 Teori Regional Security Complex

Menurut Buzan dan Waever 2003:40-44 security complex adalah kelompok negara-negara yang memiliki fokus isu keamanan yang sama sehingga kepentingan nasional di bidang keamanannya tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Teori ini memiliki akar konstruktivis karena mengamati pola pertemanan amity dan permusuhan enmity dalam sistem regional. Teori ini menunjukan bahwa sistem regional bergantung pada aksi dan interpretasi aktor tidak hanya sekedar refleksi dari balance of power.

1.5.2 Strategi

Menurut Harry R. Yarger 2006:1 strategi adalah seni dan ilmu dalam membangun dan menggunakan power di bidang politik, ekonomi, sosio- psikologis dan militer. Strategi diimplementasikan melalui arah kebijakan untuk