tersebut tercapai dengan lahirnya Marhaenisme dan Partai Nasional Indonesia PNI.
51
Tuntutan perbaikan nasib rakyat menggerakkan hatinya. Dalam karangannya yang berjudul Mencapai Indonesia Merdeka, Soekarno berkata:
“Kita bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup yang lebih layak dan sempurna. Kita bergerak tidak karena “ideal” saja, kita
bergerak karena ingin cukup makanan,ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup minimum seni dan kultur, -pendek kata kita
bergerak karena ingin perbaikan nasib di dalam segala bagian-bagian dan cabang-cabangnya.”
52
1. Marhaenisme dan Pancasila
Formulasi tentang Marhaenisme selanjutnya mendapat penjelasan secara detail dan luas dalam konsep ideologi yang kemudian dinamakan oleh Soekarno
sebagai Pancasila. Dalam pidatonya di hadapan BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menawarkan gagasan ideologi yang berisi lima prinsip dasar yaitu:
1. Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme Peri kemanusiaan
3. Mufakat Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Menyusun Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
53
Dalam perumusan Pancasila, Soekarno dipengaruhi oleh banyak tokoh dan diantaranya adalah A. Baars, seorang sosialis yang ditemui Soekarno pada saat
51
Sastroamidjojo, Dasar-Dasar Pokok Marhaenisme, h. 24.
52
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 280.
53
Soekarno, “Lahirnya Pancasila” dalam Pancasila dan Perdamaian Dunia Jakarta: Idayu Press, 1985, h. 19.
masih sekolah HBS di Surabaya. Baars menyarankan agar tidak berpaham kebangsaan, tetapi berpaham rasa kemanusiaan sedunia. Pertemuan itu terjadi
pada tahun 1917. Namun pada tahun 1918, Soekarno terpengaruh –diperingatkan- oleh Dr. Sun Yat Sen dalam tulisannya “San Min Chu I” atau “The Three
People’s Principles”, yang membongkar saran dari A. Baars mengenai untuk tidak berpaham kebangsaan.
54
Pada sila Kebangsaan Indonesia berarti suatu kebangsaan yang luas, bukan kebangsaan yang chauvinisme, melainkan kebangsaan yang menuju persatuan
dunia dan persaudaraan dunia. Peri kemanusiaan dalam sila kedua mengandung arti bahwa bangsa Indonesia hendak hidup berdampingan dengan seluruh bangsa
di dunia atau internasionalisme. Internasionalisme ini akan hidup jika bersandarkan nasionalisme yang luas dan berdasarkan peri kemanusiaan.
55
Pada sila ketiga yaitu demokrasi berarti demokrasi dalam segala bidang kehidupan rakyat dan tidak berdasarkan keputusan mayoritas melainkan
musyawarah untuk mufakat. mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan. Bangsa Indonesia bukan negara untuk satu golongan. Dengan cara mufakat, kita
memperbaiki segala hal, juga kselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam badan perwakilan rakyat.
56
Prinsip ketiga, permufakatan, perwakilan, di situlah kita mempropagandakan ide kita masing-
masing dengan cara yang tidak onverdraagzaam, yaitu cara yang berkebudayaan. Sila keempat merupakan tujuan dari sila ketiga yaitu untuk kesejahteraan
sosial. prinsip tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia Merdeka. Untuk
54
Soekarno, Pancasila dan Pedamaian Dunia, h. 14.
55
Sastroamidjojo, Dasar-Dasar Pokok Marhaenisme, h. 40.
56
Soekarno, Pancasila dan Pedamaian Dunia, h. 15.
menuju kesejahteraan perlu adanya dewan pewakilan. Di Eropa ada demokrasi
parlementer. Menurut Jean Jaures; di dalam Parlementaire Democratie, tiap-tiap
orang mempunyai hak yang sama. Hak politik yang sama, tiap orang dapat memilih, dan dapat masuk dalam parlemen. Tetapi tidak ada Sociale
Rechtvaardigheid –kesejahteraan sosial-. Jika kita mencari demokrasi, jangan demokrasi barat. Tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politiek-
ekonomische democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.
57
Dan yang terakhir sila ketuhanan menghendaki tiap-tiap warga menyembah Tuhan-nya
dengan leluasa dan tidak ada paksaan. hendaknya menyusun Indonesia Merdeka dengan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Negara yang tiap-tiap orangnya
dapat menyembah Tuhannya dengan leluasa. Prinsip yang kelima ialah ketuhanan yang berkebudayaan –ketuhanan yang berbudi pekerti yang luhur, ketuhanan
yang menghormati satu sama lain-.
58
Kelima prinsip di atas kemudian dinamakan sebagai Pancasila. Namun dalam kesempatan tersebut, Soekarno tidak menawarkan permanen. Konsep ini
masih terbuka untuk dirubah, dan untuk perubahan tersebut Soekarno menawarkan konsep Trisila yang secara substansial merupakan kristalisasi dari
konsep Pancasila, yakni sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan.
59
Menurut Soekarno, prinsip kebangsaan Indonesia dan internasionalisme bisa disatukan menjadi konsep sosio-nasionalisme, prinsip mufakat dan
kesejahteraan bisa disatukan menjadi konsep sosio-demokrasi, sedangkan prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa berdiri sendiri. Konsep trisila ini sama dengan konsep
Marhaenisme – sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi - yang ditambah dengan
57
Soekarno, Pancasila dan Pedamaian Dunia, h. 17-18.
58
Soekarno, Pancasila dan Pedamaian Dunia, h. 19.
59
Soekarno, Pancasila dan Pedamaian Dunia, h. 21.
Ketuhanan Yang Maha Esa.
60
Konsep ini diungkapkan oleh Soekarno dalam pernyataannya:
“atau barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka akan bilangan lima itu? Saya boleh peras sehingga tinggal tiga saja..... Dua dasar yang pertama,
kebangsaan dan internasionalisme, kebangsaan dan peri kemanusiaan, saya peras menjadi satu: itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme.....
Demokrasi dengan kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu. Inilah yang dahulu saya namakan sosio-demokrasi...... Tinggal lagi ketuhanan yang
menghormati satu sama lain. Jadi yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi dan ketuhanan.”
61
Tawaran Soekarno tersebut selanjutnya dibahas oleh ‘Panitia Sembilan’ yang terdiri dari Soekarno, Moh. Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso,
Abdul Kahar Muzzakir, Haji Agus Salim, Ahmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Muh. Yamin. Hasil pembahasan ini kemudian dikenal dengan sebutan Piagam
Jakarta yang diselesaikan pada tanggal 22 Juni 1945. dalam dokumen ini ditetapkan sebagai berikut:
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya 2.
Menurut dasarkemanusiaan yang adil dan beradab 3.
Persatuan Indonesia 4.
Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
62
Dalam perkembangannya rumusan Piagam Jakarta tersebut mengalami perubahan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI
60
Wibowo, Marhaenisme; Ideologi Perjuangan Soekarno, h. 67.
61
Sastroamidjojo, Dasar-Dasar Pokok Marhaenisme, h. 41.
62
Wibowo, Marhaenisme; Ideologi Perjuangan Soekarno, h. 68.
pada tanggal 18 Agusus 2006 sebagai dasar negara Republik Indonesia yang diproklamasikan kemerdekaannya oleh Soekarno dan Moh. Hatta. Rumusan
tersebut yang tetap bernama Pancasila itu adalah: 1.
Ketuhanan Yang Maha Esa 2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab 3.
Persatuan Indonesia 4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah melalui pergulatan pemikiran yang panjang dan lama dari sejak lahirnya Marhaenisme pada 4 Juli 1927, serta didiskusikan secara panjang dan
lebar, jelaslah bahwa gagasan tentang pokok-pokok dasar Pancasila sudah ada.
BAB IV PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG MARHAENISME
D. Sembilan Tesis Marhaenisme