Sembilan Tesis Marhaenisme Pemikiran Soekarno tentang marhaenisme

BAB IV PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG MARHAENISME

D. Sembilan Tesis Marhaenisme

Dalam menjelaskan Marhaen dan Marhaenisme, Sukarno membuat tesis- tesis yang kemudian dalam konferensi Partindo di Jogjakarta pada awal tahun 1933 menetapkan dan mendeklarasikannya. Tesis-tesis yang ditetapkan dan dideklarasikan antara lain sebagai berikut: 63 1. Marhaenisme, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Dalam kalimat tesis pertama dapat dijelaskan bahwa Marhaenisme terjadi dari dua bagian tersebut, yaitu sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi. Kedua bagian tersebut dapat dibeda-bedakan, tetapi tidak dapat dipisah-pisahkan. Kedua bagian tersebut menunjukkan bahwa untuk melaksanakan Marhaenisme harus melalui dua fase, yaitu fase sosio-nasionalisme, yang berlaku dalam zaman penjajahan. Sedangkan fase sosio-demokrasi, adalah teori perjuangan yang harus dilaksanakan setelah zaman penjajahan berakhir, dan kaum Marhaen telah berada dalam keadaan merdeka, untuk membangun masyarakat yang bebas dari kesengsaraan lahir dan bathin. 64 Sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi, seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya merupakan konsep dasar dari Marhaenisme. Sosio-nasionalisme adalah nasionalisme kaum Marhaen yang tujuannya tidak hanya mencapai Indonesia Merdeka, tetapi juga agar di dalam Indonesia 63 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi Panitya Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi, 1963, h. 253. 64 Asmara Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme dan Penjelasan Singkatnya Jakarta: P.B. Partindo, 1958, h. 4. Merdeka itu disusun masyarakat sosialis. Sosio-demokrasi dibuat untuk membedakan dengan demokrasi borjuis atau demokrasi liberal yang hanya berlaku di dalam politik tetapi tidak berlaku di dalam ekonomi. Sosio-demokrasi menghendaki demokrasi politik dan demokrasi ekonomi, yakni saat kaum Marhaen berkuasa tidak hanya mengatur undang-undang pemerintahan melainkan juga harus berkuasa mengatur ekonomi, produksi dan distribusi. Sosio-demokrasi menginginkan tiap-tiap pergaulan hidup itu harus tumbuh menurut keadaannya. Tiap-tiap orang — menurut kaum sosial-demokrat — yang hidup di dalam suatu masyarakat itu adalah jadi anggota masyarakat itu dan oleh karena itu ia berhak mengeluarkan pikirannya, kemauannya dan cita-citanya tentang cara-cara masyarakat itu diatur. 65 2. Marhaen yaitu kaum proletar Indonesia, kaum tani Indonesia yang melarat dan kaum melarat Indonesia yang lain-lain. Dari kalimat tesis kedua dapat kita ketahui bahwa Marhaen adalah nama kolektif yang diberikan oleh Sukarno untuk menyatukan rakyat yang sengsara akibat kapitalisme. Dan dari kalimat di atas dapat dijelaskan bahwa Marhaen itu terdiri dari tiga elemen, yaitu: a. Kaum proletar atau biasa disebut kaum buruh, yaitu orang yang tidak memiliki alat produksi atau alat lainnya untuk bekerja. Mereka hanya menjual tenaganya untuk mendapatkan upah. b. Kaum tani melarat, mereka adalah petani-petani Indonesia yang mempunyai sedikit tanah, memiliki alat produksi dan bekerja pada 65 Soekarno, “Tulisan Soekarno: Perbedaan Asas Sosio-Demokrat dan Komunis” artikel diakses tanggal 7 Februari 2007 dari Http:id.wikisource.orgwikiTulisan Soekarno: Perbedaan Asas Sosio-Demokrat dan Komunis tanahnya sendiri, namun hasil dari pertanian tersebut tidak dapat mencukupi keperluannya. Posisi kaum tani melarat ini adalah semi proletar. c. Kaum melarat yang lain, mereka adalah orang yang tidak menjadi buruh dan tidak pula memiliki tanah untuk dikerjakan. Mereka adalah para nelayan, pedagang, dan sebagainya. 66 Pada awalnya kaum proletar yang dibutuhkan oleh imperialisme dan kapitalisme di Indonesia adalah kaum proletar kasar yang hanya mengandalkan otot atau tenaga saja. Kemudian setelah kapitalisme internasional memerlukan tenaga yang bekerja dengan otak, maka timbullah kaum proletar baru, yaitu proletar intelek yang bekerja dengan pena, dan kertas. Kaum ini berasal dari golongan feodal dan borjuis, karena hanya kedua golongan tersebut saja yang sanggup menyekolahkan anak-anaknya sampai sekolah tinggi. 67 3. Partindo memakai perkataan Marhaen, dan tidak proletar, oleh karena perkataan proletar sudah termaktub di dalam perkataan Marhaen, dan oleh karena perkataan proletar itu bisa juga diartikan bahwa kaum tani dan lain-lain kaum yang melarat tidak termaktub di dalamnya. 4. Karena Partindo berkeyakinan bahwa di dalam perjuangan, kaum melarat Indonesia lain-lain itu yang harus menjadi elemen-elemennya bagian- bagiannya, maka Partindo memakai perkataan Marhaen itu. Dalam kalimat dalam tesis ketiga dan keempat menjelaskan bahwa Partindo sebagai partai yang menjadikan Marhaenisme sebagai asasnya. 66 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 10-11. 67 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 13. 5. Di dalam pejuangan Marhaen itu maka Partindo berkeyakinan, bahwa kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali. Tentang kalimat pada tesis kelima Sukarno menjelaskan sebagai berikut: “Kalimat ini saja sudahlah membuktikan, bahwa cara perjuangan yang dimaksud adalah cara perjuangan yang tidak ngalamun, cara perjuangan yang rasional, cara pejuangan yang ‘menurut kenyataan’, cara perjuangan yang modern. Sebab apa yang dikatakan disitu? Yang dikatakan disitu ialah, bahwa di dalam perjuangan Marhaen, kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali” 68 Kata kaum proletar mengambil bagian yang besar sekali inilah yang menunjukkan kemodernan dan kerasionalan tesis kelima, karena kaum proletarlah yang lebih hidup dalam ideologi modern, kaum proletar adalah kelas yang lahir dari kapitalisme. Mereka lebih jelas pikirannya dan nilai perlawanannya terhadap kapitalisme dan imperialisme lebih besar daripada perlawanan dari golongan- golongan yang lain. Oleh karena berdasarkan kuantitas kaum tani lebih besar jumlahnya, namun pada umumnya sebagian dari diri kaum tani masih berada pada ideologi feodalisme, kaum tani kita masih mengagung-agungkan ningratisme, masih mengandalkan kekuatan gaib. Sedangkan untuk menjatuhkan imperialisme dan kapitalisme ideologi modern sangat dibutuhkan. 69 Dari tesis ini dapat dikatakan bahwa kaum proletar sebagai pelopor revolusioner atau pemimpin sedangkan kaum yang lain sebagai grassroot. 6. Marhaenisme adalah azas yang menghendaki susunan masyarakat dan susunan negeri yang di dalam segala halnya menyelamatkan Marhaen. Dari tesis keenam dapat dijelaskan bahwa Marhaenisme adalah azas untuk menyusun masyarakat dan negara. Azas atau prinsip adalah pegangan yang terus 68 Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 254. 69 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 14-15. menentukan sikap dan perbuatan. Azas tidak boleh dilepas, azas tidak boleh dilepas walau telah sampai pada Indonesia Merdeka. Justru pada saat di dalam Indonesia Merdeka itulah azas harus dilaksanakan, karena azaslah yang akan menjawab setiap pertanyaan bagaimana seharusnya pemerintahan, susunan ekonomi di dalam Indonesia Merdeka. 70 Azas Marhaenisme tersebut adalah apa yang telah disebutkan dalam tesis pertama yaitu sosio-nasionalisme dan sosio- demokrasi. 7. Marhaenisme adalah pula cara perjuangan untuk mencapai susunan masyarakat dan susunan negeri yang demikian itu, yang oleh karenanya, harus dengan cara perjuangan revolusioner. Dari tesis ketujuh mengandung pengertian bahwa Marhaenisme bukan hanya azas untuk menyusun tatanan masyarakat dan negara, melainkan juga sebagai azas perjuangan. Untuk menjatuhkan imperialisme internasional yang menguasai Indonesia diperlukannya azas perjuangan, dan azas perjuangan yang ditetapkan adalah: pertama, nonkooperasi, yakni tidak ikut serta dalam segala aktifitas yang membantu pemerintahan Belanda. Kedua, penyusunan kekuasaan, penyusunan kekuasaan atau kekuatan untuk dihadapkan kepada kekuatan imperialisme. Dan ketiga, massa aksi, perlunya massa aksi untuk meruntuhkan imperialisme. 71 Setelah imperialisme dan kapitalisme internasional runtuh dan telah mencapai Indonesia Merdeka, maka sebagian azas perjuangan tidak diperlukan lagi yaitu nonkooperasi. Tetapi kedua azas lainnya tetap harus dilaksanakan, karena dengan kedua azas perjuangan tersebut yaitu penyusunan kekuasaan dan 70 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 18. 71 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 19. massa aksi digunakan untuk mencegah tumbuhnya sistem kapitalisme di dalam Indonesia Merdeka. 72 8. Jadi Marhaenisme adalah; cara perjuangan dan azas yang menghendaki hilangnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme. Pada tesis kedelapan dijelaskan bahwa Marhaenisme menghendaki runtuhnya tiap-tiap kapitalisme dan imperialisme. Jadi Marhaenisme menghendaki segala bentuk kapitalisme, baik itu kapitalisme internasional maupun kapitalisme bangsa sendiri. 9. Marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonesia yang menjalankan Marhaenisme. Tesis yang terakhir adalah tentang marhaenis, dijelaskan bahwa marhaenis adalah tiap orang warga Indonesia yang menjalankan Marhaenisme. Jadi bukan keadaan atau situasi yang membuat seorang dianggap sebagai marhaenis. Banyak kaum marhaen yang bukan marhaenis, karena tidak menjalankan Marhaenisme. Dan sebaliknya ada pula dari kelas borjuis yang meninggalkan kelasnya dan masuk ke dalam kelas marhaenis. Mereka yang menjadi marhaenis dilihat dari faktor karakter dan moral, sebab tanpa karakter dan moral orang dapat dengan mudah menyimpang dari jalan dan cita-cita yang tadi dijunjung tinggi. 73 Faktor karakter membuat seorang setia kepada cita-cita idealnya walau dihadapkan dengan segala situasi. Dan faktor moral yang merupakan kekuatan bathin yang membuat kita bersatu dengan anggota masyarakat dan mendorong kita melakukan perbuatan demi kepentingan umum. 72 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 22. 73 Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 30.

E. Marhaenisme Sebagai Kategori Kelas