F. Marhaenisme Sebagai Ideologi Perjuangan
Secara etimologi sejarah kata, ideologi berasal dari kata idea yang berarti pikiran, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara tertulis, ideologi berarti studi
tentang gagasan, pengetahuan kolektif, pemahaman-pemahaman, pendapat- pendapat, nilai-nilai, prakonsepsi-prakonsepsi, pengalaman-pengalaman, dan atau
ingatan tentang informasi sebuah kebudayaan dan juga rakyat individual.
78
Ideologi-ideologi dapat dipandang sebagai artikulasi konseptual dan sikap pro dan kontra terhadap perubahan dalam proses modernisasi tersebut. Istilah
ideologi pertama kali diperkenalkan oleh Destutt de Tracy 1754-1836 yang mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang idea. Ilmu pengetahuan ini memiliki
garapan pada upaya penetapan asal mulanya ide-ide, dalam hal ini ilmu pengetahuan tersebut harus mengesampingkan prasangka-prasangka metafisika
dan agama. Kemajuan ilmiah hanya dapat dicapai jika ide-ide palsu dapat dihindarkan. Aliran ideologues dari de Tracy mengikuti tradisi pencerahan Prancis
dalam kepercayaannya bahwa akal adalah alat kebahagiaan yang utama. Di sini asal mula ideologi mempunyai konotasi positif, yaitu ilmu pengetahuan yang tepat
mengenai, yang mengatasi prasangka-prasangka agama dan metafisika, yang dapat berguna sebagai basis baru pendidikan rakyat.
79
Penilaian negatif terhadap ideologi diluncurkan oleh Vilfredo Pareto 1848-1923, mengkritik tentang apa yang dimaksud dengan cita-cita luhur atau
78
Admin, “Tentang Ideologi” artikel diakses tanggal 7 Februari 2007 dari Http:www.marhaenis.orgarticle.php?story=20060719094154537query=stratifikasi2Bmasyar
akat
79
Wibowo, Marhaenisme; Ideologi Perjuangan Soekarno, h. 57.
ideologi adalah sekedar alat perjuangan politik dan sosial yang dalam kenyataannya tidak lebih dari rasionalisasi pengakuan-pengakuan kekuasaan.
Namun tidak hanya penilaian negatif saja yang melekat pada ideologi, Karl Mannheim 1893-1947 berpendapat positif, menurutnya wajar jika pemikiran
mengenai realitas sosial bergantung dari kontek sosial dan ditentukan oleh harapan, kepentingan, dan cita-cita masing-masing kelompok sosial.
80
Mannheim menyatakan, jika terjadi krisis dalam masyarakat, maka muncul dua kekuatan saling bertentangan, yaitu kelompok yang memerintah dan
kelompok yang tertindas. Masing-masing kelompok mempunyai ideologi yang berbeda, seperti kelompok penguasa mencoba mengurangi konflik dengan
memelihara status quo, perkembangan pemikiran yang selalu sesuai dengan segala zaman dan selalu sesuai dengan interest unsur yang berkuasa. Sedangkan
kelompok yang tertindas bersifat utopia, di mana selalu tak puas dengan keadaan, mencari ide baru. Pemikiran selalu terikat kepada orang-orang tertindas.
81
Marhaenisme digunakan sebagai azas atau ideologi perjuangan dipengaruhi oleh marxisme dengan tema perjuangan kelas sebagai aspeknya.
Marxisme dalam perjuangan kelasnya hanya dalam ruang lingkup tertentu saja, yaitu perjuangan kelas antara kelas proletar dengan kelas kapitalis, sedangkan
dalam Marhaenisme perjuangan kelasnya dalam lingkup yang luas yaitu perjuangan bangsa, perjuangan terjadi antara bangsa yang terjajah dengan bangsa
yang menjajah. Menurut Soekarno perjuangan kelas yang terjadi di negara yang terjajah tetap ada namun perjuangan kelas tersebut tertutup dengan perjuangan
80
Frans Magnis Suseno, Filsafat Sebagai Ilmu Kritis Yogyakarta: Kanisius, 1992, h. 229.
81
Syahrial Syarbaini, M.A., dkk, Sosiologi dan Politik Jakarta; Ghalia Indonesia, 2002, h. 106.
nasional yang lebih penting dan lebih besar.
82
Dalam artikelnya “Kapitalis Bangsa Sendiri” Soekarno menjelaskan bahwa perjuangan yang dilakukan perjuangan
yang mengutamakan perjuangan nasional, perjuangan bangsa.
83
Marhaenisme sebagai sebuah dasar gerakan politik yang memuat konsep masyarakat telah memenuhi syarat untuk disamakan dengan sebuah ideologi.
Sebagai sebuah ideologi, Marhaenisme tak lepas dari kecenderungan yang dialami oleh setiap ideologi, bahwa suatu saat Marhaenisme akan menghasilkan suatu
kesadaran palsu dan hal itu tidak dapat dihindari. Marhaenisme sebagai ideologi progresif merupakan suatu ideologi perlawanan terhadap ideologi reaksioner yang
direpresentasikan oleh imperialisme Belanda di Indonesia. Marhaenisme sebagai sebuah ideologi memuat semangat pembebasan
segala proses dehumanisasi dalam sejarah kemanusiaan dan penindasan dalam struktur sosial kemasyarakatan. Selain itu, Marhaenisme telah memiliki
seperangkat tatanan lain yang disyaratkan bagi keabsahan sebuah ideologi, yaitu ajaran dan cara-cara pencapaian.
Cita-cita Marhaenisme bukan hanya sekedar untuk mengusir penjajah Belanda, tetapi juga menghilangkan ideologi kapitalisme secara keseluruhan baik
itu kapitalisme asing maupun kapitalisme bangsa sendiri. Dalam Marhaenisme, kapitalisme adalah penyebar kesengsaraan, kemiskinan, peperangan, dan rusaknya
susunan dunia.
84
Penolakan terhadap ideologi kapitalisme merupakan hal yang wajar untuk hampir keseluruhan negara baru. Menurut Lyman Tower Sargent
1986 alasan penolakan disebabkan pada identifikasi dengan kolonialisme dan
82
Hadi H.R., Sembilan Tesis Marhaenisme, h. 6.
83
Asmara Hadi H.R., Marhaenisme Adjaran Bung Karno Jakarta: Partai Nasional Indonesia, 1961, h. 53.
84
Soekarno, Di Bawah Bendera Revolusi, h. 181.
neokolonialisme. Identifikasi seperti ini mengakibatkan ketakutan yang mendalam dan negara baru dan negara berkembang cenderung menerima sosialisme.
85
Dari pernyataan Sargent bahwa negara baru lebih memilih ideologi sosialisme dikarenakan banyak negera-negara baru terlahir dari perlawanan
terhadap kolonialisme dan imperialisme yang merupakan turunan dari kapitalisme. Sosialisme dalam hal ini dianggap sebagai ideologi pembebas dari
belenggu kapitalisme, maka wajar jika Marhaenisme lebih condong ke ideologi sosialisme.
Marhaenisme sebagai ideologi sosialis diharapkan menjadi pembebas dari segala kesengsaraan rakyat Indonesia yang diakibatkan oleh imperialisme Belanda
dan Marhaenisme harus mampu menjembatani kesenjangan sosial yang terjadi serta menjelaskan kondisi sosial masyarakat agar tidak menjadi suatu kesadaran
palsu.
86
G. Pola Perjuangan Marhaenisme