Seratus lima puluh tahunnya Belanda menjalankan kekejaman dan kekerasan terhadap rakyat Indonesia. Untuk menjalankannya, Belanda
menggunakan kaum feodal Indonesia, dari yang paling tinggi sampai paling rendah diikutsertakan sebagai kaki tangan Belanda untuk menindas dan memeras
rakyat. Oleh karena itulah, di Indonesia tidak tumbuh suatu kelas borjuis yang berkuasa, kekuasaan feodal pun sudah lumpuh dan dijadikan kaki tangan
Belanda.
34
Di masa penjajahan Belanda dan dari pemerasan yang sangat kejam maka lahirlah suatu kelas yang pada awalnya tidak ada di Indonesia, yakni kelas proletar
yang berasal dari petani yang sama sekali tidak punya tanah. Kaum proletar, kaum tani melarat dan golongan melarat yang lain itulah yang oleh Soekarno disebut
dengan satu nama kolektif marhaen, yakni kelas yang diperas pada masa Belanda, oleh imperialisme dan kapitalisme.
35
Selama kaum penjajah bersama kaum feodal berkuasa, kehidupan rakyat akan hidup dengan rasa takut dan menderita.
Sepanjang masa rakyat ditindas dari satu generasi ke generasi berikutnya tanpa perubahan hidup.
B. Pengertian dan Konsep Dasar Marhaenisme
1. Asal Kata Marhaenisme
Asal kata Marhaenisme berawal pada saat Soekarno merasa perlu mencari kata pemersatu rakyat. Karena dalam propaganda PKI istilah “orang kecil”
seringkali dipakai untuk mengacu kepada kaum proletar. Menurut Soekarno di
34
Sastroamidjojo, Dasar-Dasar Pokok Marhaenisme, h. 13.
35
Hadi H.R., Marhaenisme Adjaran Bung Karno Jakarta: Partai Nasional Indonesia, 1961, h. 50-51.
Indonesia yang miskin bukan hanya golongan proletar tetapi hampir keseluruhan rakyat Indonesia dalam kemiskinan akibat kapitalisme.
Soekarno mendapat istilah Marhaenisme berawal ketika pada suatu hari saat sedang jalan-jalan di desa Kiduleun Cigereleng, Bandung.
36
Ia berjumpa dengan seorang petani yang sedang mengerjakan sawah kepunyaannya sendiri,
dengan menggunakan alatnya sendiri. Dalam benak Soekarno terbesit jelas bahwa ia bukan proletar karena tidak menjual tenaganya, walau demikian petani tersebut
hidup dalam kemiskinan. Soekarno menanyakan namanya? Marhaen, jawab si petani. Setelah peristiwa tersebut, Soekarno mendapatkan ilham untuk
menggunakan namanya untuk menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia.
37
Dari asal perkataan ini sudah jelas dan nyata bahwa Marhaen adalah kata pemersatu. Karena di Indonesia yang miskin bukan hanya proletar -yang hanya
menjual tenaga atau jasanya- tetapi orang yang memiliki tempat pun termasuk. Entah ia sebagai petani, buruh, nelayan, pegawai, sarjana, maupun dokter, selama
ia dalam keadaan miskin maka ia adalah marhaen. Dalam pembelaannya, Soekarno memakai istilah Marhaenisme dengan makna yang lebih luas.
Marhaenisme disamakan dengan “massaisme” atau kekuatan massa, meski mereka kecil dalam status dan kepemilikan, namun mereka besar dalam jumlah
yang bila disatukan bisa menjadi kekuatan besar melawan kolonialisme. “Pergaulan hidup merk marhaen, - pergaulan hidup yang sebagian besar
sekali adalah terdiri kaum tani kecil, kaum buruh kecil, kaum pedagang
36
Herbert Feith dan Lance Castles ed, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965 Jakarta: LP3ES, 1988, h. 143. Ada pula yang mengatakan percakapan ini tidak pernah terjadi. Lihat John
D. Legge, Sukarno; Sebuah Biografi Politik, penterjemah; tim PSH Jakarta: Sinar Agape Press, 1985, h. 90.
37
Bernhard Dahm, Soekarno dan Perjuangan Kemerdekaan, penerjemah; Hasan Basari Jakarta: LP3ES, 1987, h.175.
kecil, kaum pelajar kecil, pendek kata : . . . . kaum kromo dan kaum marhaen yang apa-apanya semua kecil.”
38
Kaum marhaen bukan hanya kaum buruh, melainkan juga petani kecil,
pedagang kecil dan pelajar kecil. Bahkan, dalam perkembangannya kaum marhaen bukan hanya kaum kecil atau kaum melarat saja. Setelah Marhaenisme
dijadikan asas oleh Partindo, orang yang disebut marhaenis adalah tiap-tiap orang bangsa Indonseia yang menjalankan Marhaenisme.
2. Konsep Dasar Marhaenisme