65
BAB IV PENGALIHAN PENGELOLAAN BANK DALAM RANGKA
PENYEHATAN BANK OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN
A. Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Sektor Perbankan
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial yang menciptakan
suatu sistem keuangan yang kompleks, dinamis, dan saling terkait, serta hubungan kepemilikan di berbagai sub-sektor keuangan konglomerasi semakin menambah
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan.
85
Sejalan dengan amanat Pasal 34 UU BI adalah dibentuknya lembaga pengawas jasa keuangan dengan lahirnya UU OJK yang akan diikuti dengan
pembentukan lembaganya. Dengan lahirnya OJK maka peran serta BI sebagai pengawas bank akan hilang dan BI akan fokus sebagai regulator pada bidang
moneter. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik yang meliputi independensi, akuntabilitas, responsibilitas, transparansi dan adil.
Oleh karena itu OJK harus memiliki unsur check and balances.
86
Awal pembentukan OJK berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan BI. Ada 3 hal yang melatarbelakangi
pembentukan OJK yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan dan amanat UU BI.
85
Zulkarnain Sitompul, Op.Cit.,hlm. 2.
86
Dahlan Siamat, Op. Cit., hlm. 158.
Pasal 34 Undang-undang BI merupakan respon dari krisis Asia yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia, khususnya
pada sektor perbankan. Krisis pada tahun 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyak melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya bank-bank
yang mengalami koleps sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan BI terhadap bank-bank.
87
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil,
transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan, sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan
konsumen dan masyarakat. Dengan demikian, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya
saing nasional. Selain itu, OJK harus mampu menjaga kepentingan nasional, antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan
kepemilikan di sektor jasa keuangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek globalisasi.
88
Lebih dari itu, OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
transparansi, dan kewajaran fairness. Secara kelembagaan, OJK berada di luar pemerintah, yang dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan
pemerintah. Namun, tidak menutup kemungkinan adanya unsur-unsur perwakilan pemerintah karena pada hakikatnya OJK merupakan otoritas di sektor jasa
87
Wahyudi, Yasinta, “Rencana Pemisahan Fungsi Pengawasan Bank dari BI Suatu Analisis”, Wacana Agustus 2001, hlm. 51.
88
Hermansyah, Op. Cit., hlm. 217.
keuangan yang memiliki relasi dan keterkaitan yang kuat dengan otoritas lain, dalam hal ini otoritas fiskal dan moneter. Oleh sebab itu, lembaga ini juga
melibatkan keterwakilan unsur-unsur dari kedua otoritas tersebut secara ex-officio. Keberadaan ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan
harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan. Ini diperlukan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka
persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem
keuangan.
89
Hamud M. Balfas mengemukakan bahwa alasan didirikannya OJKdisebabkan pengawasan atas industri jasa keuangan dengan struktur
sepertisekarang dianggap sudah tidak memadai. Dengan adanya OJK, pengawasan atassemua industri jasa keuangan akan disatukan ke dalam satu atap, yaitu
perbankan,pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga keuangan non bank. Undang-undang hanya mengecualikan industri perdagangan berjangka saja
daripengawasan OJK. Selain itu, latar belakang didirikannya OJK ini juga karenamakin rumitnya produk keuangan serta pemasaran atas produk ini
dilakukan lintasindustri seperti produk pasar modal seperti reksadana ditawarkan juga oleh bank atau produk asuransi juga ditawarkan oleh bank bank
assurance.
90
89
Ibid., hlm. 217-218.
90
Wawancara Hamud M. Balfas dengan medianotaris.com yang dimuat dalam http:www.medianotaris.comotoritas_jasa_keuangan_hatihati_investasi_bodong_berita155.html
diakses pada tanggal 29 september 2015.
Pasal 6 UU OJK menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga
pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,
OJK mempunyai wewenang yang diatur dalam Pasal 9 UU OJK : a.
menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif; c.
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
danatau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
d. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan danatau
pihak tertentu; e.
melakukan penunjukan pengelola statuter; f.
menetapkanpenggunaan pengelola statuter; g.
menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadapperaturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
h. memberikan danatau mencabut:
1 izin usaha;
2 izin orang perseorangan;
3 efektifnya pernyataan pendaftaran;
4 surat tanda terdaftar;
5 persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6 pengesahan;
7 persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8 penetapan lain,sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-
undangan di sektor jasa keuangan.
Mengenai tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, OJK mempunyai wewenang:
91
1. pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank meliputi :
a. perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar,
rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank;
dan b.
kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;
2. pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi :
a. likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal
minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank;
b. laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank;
c. sistem informasi debitur;
d. pengujian kredit credit testing ; dan
e. standar akuntansi bank;
3. pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi :
a. manajemen risiko;
b. tata kelola bank;
c. prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan
d. pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan
91
Pasal 7 Undang-undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
e. pemeriksaan bank.
Otoritas Jasa Keuangan dalam hal melakukan pengawasan perbankan tetap melakukankoordinasi dan kerja sama dengan BI yang merupakan Bank Sentraldi
Indonesia yang tata cara koordinasinya diatur bersama antara OJK dan BI.
92
B. Fungsi Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penyehatan Bank