92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. pengelolaan bank menurut UU Perbankan, mengatur mengenai izin pendirian
bank, bentuk hukum bank, kegiatan usaha bank, kepemilikan bank dan tingkat kesehatan bank. Mengenai izin pendirian bank diatur dalam Pasal 16 UU
Perbankan. Bentuk hukum bank dapat berupa perseroan terbatas, koperasi, perusahaan daerah, atau bentuk lain yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah
sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Perbankan.Kegiatan usaha bank telah dirinci dan di batasi sesuai dengan Pasal 6 sampai Pasal 15 UU Perbankan.
Kepemilikan bank diatur dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 28 UU Perbankan. Tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan CAMEL
capital, asset quality, management quality, earnings, and liquidity. Kemudian ada aspek penilaian tambahan yang disebut sensitivitas Sensitivity.
2. Bank bermasalah adalah bank yang mengalami kesulitan yang bisa
membahayakan kesulitan yang bisa membahayakan kelangsungan usahanya, yakni kondisi usaha bank semakin memburuk, yang antara lain ditandai dengan
menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan rentabilitas serta pengelolaan bank yang tidak dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian
dan asas perbankan yang sehat. Pasal 37 UU Perbankan menjelaskan salah satu
upaya penyelesaian terhadap bank yang bermasalah adalah dengan melakukan merger, konsolidai, akuisisi, dan pengalihan pengelolaan bank. Mengenai tata
cara merger, konsolidasi, dan akuisisi bank diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi
Bank.. Dalam proses penyehatan bank tercipta sebuah sistem koordinasi antara OJK, BI, dan LPS.
3. Pengalihan pengelolaan bank dalam rangka penyehatan bank diatur dalam
Pasal 37 UU Perbankan. Mengenai usaha-usaha yang dilakuan BI dalam pengalihan pengelolaan bank diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 2876KEPDIR antara lain; melakukan upaya tindakan penyelamatan bank, termasuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan
bank kepada investor baru; mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyimpangan dengan menjatuhkan sanksi administratif danatau
melaporkan kepada pihak yang berwajib; apabila tindakan sementara oleh BI tidak dapat memulihkan kesehatan bank yang bersangkutan, maka BI
menyerahkan pengelolaannya kepada dewan komisaris danatau direksi yang diangkat oleh para pemegang saham yang telah disetujui oleh BI;apabila
menurut penilaian BI keadaan suatu bank telah sangat parah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan penyelamatannya, BI akan mencabut
izin usahanya. Pasal 37 A ayat 1 UU Perbankan menjelaskan bahwa apabila menurut
penilaian BI terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan BI, pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan.
Dengan lahirnya UU OJK, OJK berkoordinasi dengan BI dan LPS. Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas danatau
kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI. Untuk
melakukan tindakan selanjutnya, BI tidak berwenang menentukan sehat atau tidak sehatnya bank dimaksud tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 40 UU
OJK. Pengalihan kewenangan untuk menentukan tingkat kesehatan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2, tidak ditujukan kepada OJK
dan OJK sekalipun juga tidak berwenang menentukan sehat atau tidaknya bank dimaksud.OJK hanya diberi kewenangan melakukan upaya penyehatan
terhadap bank dan menginformasikannya kepada LPS mengenai bank bermasalah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
B. Saran