Pengalihan Pengelolaan Bank Dalam Rangka Penyehatan Bank Oleh

d. Otoritas Jasa Keuangan segera menginformasikan ke BI terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan likuidasi atau kondisi memburuk untuk dilakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI lender of last resort. e. Otoritas Jasa Keuangan, Kementrian Keuangan, BI dan LPS bekerja sama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan dalam pencegahan serta penanganan krisis. f. Otoritas Jasa Keuangan bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi lain, termasuk penegakan hukum dalam rangka penyidikan dan perlindungan konsumen. g. Otoritas Jasa Keuangan OJK bekerja dan berkoordinasi dengan instansi lain nasional maupun internasional berdasarkan asas timbal balik yang seimbang.

C. Pengalihan Pengelolaan Bank Dalam Rangka Penyehatan Bank Oleh

OJK Penyehatan bank dilakukan oleh OJK dengan melakukan koordinasi dengan BI dan LPS. Pasal 37 ayat 1 UU Perbankan menjelaskan bahwa dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, BI dapat melakukan tindakan agar: 1. pemegang saham menambah modal; 2. pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank; 3. bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya; 4. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; 5. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban; 6. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain; 7. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau pihak lain. Pasal 37 angka 6 di atas menjelaskan bahwa salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh BI untuk menyelamatkan suatu bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya adalah bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain. Yang dimaksud dengan pihak lain dalam ayat ini adalah pihak-pihak di luar bank yang bersangkutan, baik bank lain, badan usaha lain maupun individu yang memenuhi persyaratan. 103 Tindakan BI dimaksudkan dilakukan dengan menerbitkan Surat Keputusan Direksi BI tentang antara lain penguasaan sementara terhadap bank, pembekuan dewan komisaris danatau direksi bank, dan pengangkatan dewan komisaris danatau direksi sementara oleh BI serta disampaikan secara tertulis kepada bank Mengenai pengalihan pengelolaan bank telah diatur sebelumnya berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2876KEPDIR tanggal 3 Oktober 1995, yang menjelaskan BI dapat mengambil tindakan lain antara lain penguasaan sementara terhadap bank yang bermasalah sudah cenderung membahayakan sistem perbankan. Tindakan tersebut tidak dimaksudkan untuk dan tidak dapat diartikan sebagai mengambil alih tanggung jawab perbuatan-perbuatan penyimpangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh dewan komisaris danatau direksi lama atau mengambil alih hak dan kewajiban bank. 103 Penjelasan Pasal 37 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. yang bersangkutan. Usaha-usaha yang dilakukan BI dalam penguasaan sementara terhadap bank antara lain: 104 a. melakukan upaya tindakan penyelamatan bank, termasuk mengalihkan sebagian atau seluruh kepemilikan bank kepada investor baru; b. mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang melakukan penyimpangan dengan menjatuhkan sanksi administratif danatau melaporkan kepada pihak yang berwajib; c. apabila tindakan sementara oleh BI tidak dapat memulihkan kesehatan bank yang bersangkutan, maka BI menyerahkan pengelolaannya kepada dewan komisaris danatau direksi yang diangkat oleh para pemegang saham yang telah disetujui oleh BI; d. apabila menurut penilaian BI keadaan suatu bank telah sangat parah dan tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan penyelamatannya, BI akan mencabut izin usahanya. Pasal 37 A ayat 1 dan 2 UU Perbankan menjelaskan bahwa apabila menurut penilaian BI terjadi kesulitan yang membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan BI, pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Badan khusus sebagaimana dimaksud melakukan program penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh BI kepada badan dimaksud. 104 Rachmadi Usman, Op. Cit., hlm. 146. Badan khusus yang bersifat sementara yang dimaksud memiliki wewenang yang dijelaskan dalam Pasal 37 A ayat 3antara lain: 1 mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham; 2 mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris bank; 3 menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri; 4 meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ; 5 menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum; 6 menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur; 7 mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain; 8 melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank; 9 melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat Paksa; 10 melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang; 11 melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut; 12 menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan; 13 menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan; 14 melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m. Dikeluarkannnya Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan Badan Penyehatan Perbankan Nasional selanjutnya disebut dengan BPPN membuat indonesia memiliki badan khusus yang bersifat sementara dalam melakukan penyehatan perbankan seperti yang dimaksud dalam Pasal 37 A ayat 1. BPPN adalah badan pemerintah yang melaksanakan tugas restrukturisasi bank yang oleh BI dinyatakan sebagai bank dalam penyehatan. Pasal 43 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 Tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2001 menjelaskan bahwa dalam melaksanakan program penyehatan BPPN berhak dan berwenang untuk antara lain: 1. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan; 2. mewajibkan bank dalam penyehatan untuk melakukan penghapusan atas kredit macet; 3. mewajibkan bank dalam penyehatan untuk mengalihkan sebagian atau seluruh aset dan atau kewajiban bank dalam penyehatan kepada BPPN dengan nilai buku bersih, atau nilai lain dan atau kepada pihak ketiga dengan nilai pasar; 4. mewajibkan bank dalam penyehatan untuk mengajukan rencana perbaikan, yang meliputi antara lain perbaikan kualitas aktiva produktif, posisi likuiditas, struktur permodalan dan manajemen dengan mengikuti persyaratan, ketentuan dan pengaturan BPPN termasuk mengenai jadwal, tindakan yang akan dilakukan, serta hal-hal lain yang perlu dilakukan; 5. menetapkan jumlah tambahan modal yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat kesehatan yang sama atau lebih dari yang dipersyaratkan oleh BI; 6. melakukan penyertaan modal sementara pada bank dalam penyehatan dengan atau tanpakeikutsertaan pemegang saham lama; 7. menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank dalam penyehatan kepada pihak lain baik melalui penunjukan maupun kontrak manajemen; 8. mewajibkan bank dalam penyehatan untuk menyiapkan laporan evaluasi perkembangan bank dalam penyehatan; dan atau 9. mewajibkan bank dalam penyehatan untuk melakukan merger atau konsolidasi, peleburan dengan bank lain, restrukturisasi organisasi dan atau pegawai. Badan Penyehatan Perbankan Nasional hanya bersifat sementara, seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 37 ayat 1 UU Perbankan. Hal ini diperkuat dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pengakhiran Tugas dan PembubaranBadan Penyehatan Perbankan Nasional. Pasal 1Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pengakhiran Tugas dan PembubaranBadan Penyehatan Perbankan Nasional menyatakan bahwa: a. Badan Penyehatan Perbankan Nasional atau BPPN yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 dan yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 tentang Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2001, terhitung mulai tanggal 27 Pebruari 2004 dinyatakan berakhir tugasnya. b. Dikecualikan dari ketentuan ayat 1, adalah tugas BPPN yang berkaitan dengan penyelesaian: 1 likuidasi Bank Beku OperasiBank Beku Kegiatan usaha; 2 kewajiban pemegang saham; 3 audit; 4 transaksi; yang telah terjadi sebelum ditetapkannya Keputusan Presiden ini. c. Penyelesaian tugas BPPN sebagaimana dimaksud dalam ayat 2, dilakukan oleh BPPN sampai dengan paling lambat tanggal 30 April 2004. Pasal 2 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pengakhiran Tugas dan PembubaranBadan Penyehatan Perbankan Nasional menyatakan lebih jelas bahwa dengan selesainya tugas BPPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat 3, BPPN dinyatakan bubar. Bubarnya BPPN diikuti dengan lahirnya UU LPS. Dalam Pasal 5 UU LPS dijelaskan bahwa LPS mempunyai tugas antara lain: 1 merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangkaturut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan; 2 merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal bank resolution yang tidak berdampak sistemik; dan 3 melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik. Lembaga Penjamin Simpanan melakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut Indonesia Financial Safety Net IFSN. Bersama dengan Menteri Keuangan, BI, OJK,dan LPS menjadi anggota komite koordinasi. 105 Tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan oleh LPS didahului berbagai tindakan lain oleh BI dan OJK sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BI, melalui mekanisme sistem pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan keuangan dan dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of last resort dengan memberikan fasilitas pendanaan jangka pendek atau fasilitas pendanaan khusus. OJK juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya mengatasi dengan menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasannya, antara lain berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain. 106 105 Penjelasan umum Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 106 Ibid. Kondisi bank yang mengalami kesulitan keuangan tersebut semakin memburuk, antara lain ditandai dengan menurunnya tingkat solvabilitas bank, tindakan penyelesaian dan penanganan lain harus segera dilakukan. Dalam keadaan ini, penyelesaian dan penanganan bank bermasalah diserahkan kepada LPS yang akan bekerja setelah terlebih dahulu dipertimbangkan perkiraan dampak penutupan bank terhadap perekonomian nasional. Dalam hal penutupan bank diperkirakan memiliki dampak terhadap perekonomian nasional, tindakan penanganan yang dilakukan LPS yang didasarkan pada keputusan-keputusan komite koordinasi yang beranggotakan Menteri Keuangan, BI, OJK, dan LPS. Mengingat fungsinya yang sangat penting, LPS harus independen, transparan, dan akuntabel. Oleh karena itu, Undang-undang ini juga mengatur secara jelas status hukum, governance, pengelolaan kekayaan dan kewajiban, pelaporan dan akuntabilitas LPS serta hubungannya dengan organisasi lain, terutama dengan komite koordinasi dan anggota-anggotanya. 107 Lembaga Penjamin Simpanan menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bankbermasalah yang sedang dalam upaya penyehatansebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangandi bidang perbankan. LPS melakukan penyelesaian bank gagal yang tidakberdampak sistemik setelah LPP atau komite koordinasimenyerahkan penyelesaiannya kepada LPS.LPS melakukan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik setelah komite koordinasi menyerahkanpenanganannya kepada LPS. 108 107 Ibid. 108 Pasal 21 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Lembaga Penjamin Simpanan akan melakukan penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik apabila syarat-syarat telah terpenuhi, salah satunya antara lain ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnyamemuat kesediaan untuk: 109 1. menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS; 2. menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan 3. tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rapat Umum Pemegang Saham menyerahkan hak dan wewenang sebagaimana dimaksud, LPS dapat melakukan tindakansebagai berikut: 110 a. menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas aset milik atau yang menjadi hak-hakbank danatau kewajiban bank; b. melakukan penyertaan modal sementara; c. menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan Nasabah Debitur danatau kewajiban bank tanpapersetujuan Nasabah Kreditur; d. mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain; e. melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; f. melakukan pengalihan kepemilikan bank; dan 109 Pasal 24 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 110 Pasal 26 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. g. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, danatau mengubah kontrak bank yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut LPS merugikanbank. Otoritas Jasa Keuangan membangun, memelihara, dan mengembangkan sistem informasi sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Yang dimaksud dengan “terintegrasi” adalah bahwa sistem yang dibangun oleh OJK, BI, dan LPS saling terhubung satu sama lain, sehingga setiap institusi dapat saling bertukar informasi dan mengakses informasi perbankan yang dibutuhkan setiap saat timely basis. Informasi tersebut meliputi informasi umum dan khusus tentang bank, laporan keuangan bank, laporan hasil pemeriksaan bank yang dilakukan BI, LPS atau oleh OJK, dan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 111 Kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal BI melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, BI dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu yang masuk systemically important bank danatau bank lainya sesuai dengan kewenangan BI di bidang macroprudential. 112 111 Penjelasan Pasal 43 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. 112 Penjelasan Pasal 40 ayat 1 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Untuk kelancaran kegiatan pemeriksaan oleh BI, pemberitahuan secara tertulis dimaksud paling sedikit memuat tujuan, ruang lingkup, jangka waktu, dan mekanisme pemeriksaan. Banyaknya tugas OJK yang berkaitan dengan institusi lain menyebabkan OJK harus melaksanakan koordinasi yang baik supaya tidak terjadi tumpang tindih overlapping kewenangan atau saling lempar tanggung jawab diantara institusi. Adapun koordinasi dengan institusi lain berbentuk: 113 1. Koordinasi dengan BI dan LPS dalam hal: a. Membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terpadu b. Berbagai seluruh informasi tentang perbankan dan menjaga kerahasiaan c. Kegiatan pemeriksaan bank, dalam hal ini OJK segera menginformasikan ke BI apabila menemukan bank yang mengalami kesulitan likuiditas atau memiliki kondisi yang memburuk untuk dilakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan kewenangan BI. 2. Koordinasi dengan BI, LPS, dan kementrian keuangan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan untuk mencegah serta menangani krisis keuangan. 3. Bekerja sama serta ber koordinasi dengan lain, termasuk aparat penegak hukum untuk kepentingan penyidikan dan perlindungan konsumen. 4. Bekerja sama dan berkoordinasi dengan instansi nasional maupun internasional lain berdasarkan asas resiprositas yang seimbang. e. Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank badan khusus sebagaimana dimaksud mempunyai wewenang antara lain: 1. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang RUPS ; 113 Laporan Sosialisasi OJK oleh Kementerian Keuangan, 2013. 2. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang direksi dan komisaris bank ; 3. menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik atau yang menjadi hak-hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ; 4. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan bank ; 5. menjual atau mengalihkan kekayaan bank, direksi, komisaris, dan pemegang saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui penawaran umum ; 6. menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur ; 7. mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain ; 8. melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank ; 9. melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan menerbitkan Surat paksa ; 10. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang ; 11. melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang terlibat atau patut terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut ; 12. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan ; 13. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank dalam program penyehatan ; 14. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m. Dilakukannya pengambilalihan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk hak dan wewenang RUPS, badan khusus dapat melakukan pengelolaan dan pengurusan bank dalam program penyehatan, selanjutnya segala hak dan wewenang pemegang saham termasuh hak dan wewenang RUPS bank dalam program penyehatan menjadi beralih kepada badan khusus. 114 114 Penjelasan Pasal 37 ayat 3 huruf a Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Munculnya UU OJK, BI tidak berwenang menentukan sehat atau tidak sehatnya bank dimaksud tersebut. Sebab kewenangan BI sebagai Bank Sentral berhenti pada tahap memberikan penilaian dan penghentian sementara kegiatan transaksi tertentu, kemudian selanjutnya dialihkan menurut ketentuan Pasal 40 Undang-undang OJK yang menentukan: 1. Dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK. 2. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank. 3. Laporan hasil pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disampaikan kepada OJK paling lama 1 satu bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. 115 Terhadap bank yang mengalami kesulitan keuangan dilakukan upaya untuk mengatasi kesulitan tersebut baik oleh BI melalui fungsinya sebagai lender of last resort maupun oleh OJK melalui kewenangan pengawasannya seperti melakukan tindakan agar pemegang saham menambah modal atau menjual bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain. Dalam hal upaya tersebut tidak membuahkan hasil sehingga kelangsungan usaha bank dimaksud semakin terganggu dan tingkat solvabilitas bank semakin menurun, 115 Ibid., Pasal 40. untuk melindungi kepentingan nasabah dan memelihara stabilitas sistem perbankan harus segera diputuskan penyelesaiannya. Pengalihan kewenangan untuk menentukan tingkat kesehatan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat 2, tidak ditujukan kepada OJK dan OJK sekalipun juga tidak berwenang menentukan sehat atau tidaknya bank dimaksud. Dalam rangka meningkatkan kinerja lembaga keuangan yang ada di Indonesia, dan untuk tetap menjaga stabilitas sistem perbankan, maka didalam Undang-undang OJK mengatur harus adanya hubungan kerjasama ataupun koordinasi dengan lembaga lain. Sistem koordinasi yang dapat dilakukan diantaranya koordinasi antara BI dengan OJK serta koordinasi antara OJK dengan LPS. Berdasarkan Pasal 41 UU OJK, dikatakan bahwa : 1. OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagai mana dimaksud didalam peraturan perundang-undangan. 2. Dalam hal OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas danatau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke BI untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan BI. Otoritas Jasa Keuangan hanya diberi kewenangan melakukan upaya penyehatan terhadap bank dan menginformasikannya kepadaLPS mengenai bank bermasalah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 92 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan