mengajak Iding berbicara Bahasa Perancis dan memintanya untuk menjelaskan mengenai sejarah kenabian berkaitan dengan Makkah dan
Madinah. Setelah panjang lebar mendiskusikan hal tersebut, pengusaha itu pun memangilnya dengan sebutan Nabiel. Sejak itu teman-teman kuliah Iding
memanggilnya Nabiel. Saat ini Iding bertempat tinggal di Bandung bersama seorang istri dan
kedua buah hatinya. Sang istri adalah seorang Embriologis di RS. Hasan Sadikin Bandung. Dari pernikahannya, ia dikarunia seorang anak perempuan
dan laki-laki. Putri pertamanya diberi nama Hanna Aulia Melvana yang berumur 7 tahun. Sedangkan putra keduanya diberi nama Alfian Muhammad
yang berumur 6 tahun. Mereka selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan Iding, hingga ia pun merasa ringan dan senang di setiap
pekerjaannya. Iding memiliki aktivitas yang cukup padat. Disela-sela kegiatan menulis
dan menjadi peneliti, ia pun aktif di International Conference of Islamic Scholars ICIS yakni sebuah organisasi yang fokus menyelesaikan konflik-
konflik yang terjadi di berbagai negara dunia. Organisasi tersebut dimiliki oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU yang bertempat di Matraman.
Beliau telah aktif di ICIS selama 3 tahun. Selain itu, ia mengkader anak-anak SMA melalui dunia maya untuk
menjadi penulis. Iding mengajarkan mereka pada levelnya masing-masing. Muridnya pun berasal dari berbagai kota, mulai dari Cirebon, Bandung,
Jombang, Tangerang, dan lain-lain. Itulah yang menjadi alasannya untuk mengkader anak-anak SMA melalui dunia maya. Iding mengaku tidak dapat
mengkader anak-anak hanya pada satu titik tempat. Paling tidak beliau mengkader anak-anak di sekolahnya yang biasa disebut writing academy.
Ia bersama anak-anak The London School For Public Relations LSPR Jakarta, mendirikan Melvana For Translating and Publishing Agency yang
bertempat di Duren Sawit, Jakarta Timur. Iding dan kawan-kawan mendirikan Melvana untuk memayungi para penerjemah, akuisator naskah, dan penulis
pemula. Mereka melakukan akuisasi naskah di Eropa, Amerika, Australia dan menawarkan naskah tersebut ke publishing-publishing di Jakarta, Kuala
Lumpur, Bandung, tepatnya publishing semua negara. Di samping mengurus Melvana, beliau juga tercatat sebagai Chief Editor di Aura Pustaka, Jakarta.
2. Latar Belakang Pendidikan
Iding menempuh pendidikan SD dan MTsN di Sliyeg Indramayu. Sedangkan pendidikan Aliyahnya di MAN Babakan sambil mengaji di
Pondok Pesantren Miftahul Muta’alimin dan Pondok Pesantren Assanusi
Ciwaringin Cirebon. Setelah tamat Aliyah, ia pun melanjutkan ke Perguruan Tinggi International Islamic University Islamabad IIUI, Pakistan. Beliau
masuk ke Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi Islam. Iding sendiri mempunyai
cita-cita menjadi
Diploma dengan
menekuni Jurusan
Internasional Law. Namun, ia harus mengikuti kemauan sang ibu yang ketika itu menjadi ibu-ayah untuknya.
Saat terjadi krisis-moneter di Pakistan, Iding pun pindah belajar ke al- Azhar University, Kairo-Mesir. Di sana ia menekuni Jurusan Islamic Law
yang merupakan keinginan sang ibu. Ibunda Iding berharap agar kelak ia
menjadi seorang Ustadz dan guru ngaji. Beliau pun kurang berminat dan tertarik untuk belajar di Universitas al-Azhar. Bukan karena keilmuan yang
diajarkan di Universitas tersebut, melainkan karena cita-citanya yang ingin menjadi seorang Diploma.
Saat di Kairo-Mesir, Iding pun banyak melakukan aktivitas di American University. Ia masih memimpikan belajar Hubungan Internasional. Di situ
pula beliau mengenal dunia tulis-menulis secara real dalam arti mulai berinteraksi dengan media massa lokal dan media massa di Indonesia.
Iding sempat meninggalkan al-Azhar dan tidak mengikuti satu semester. Obsesinya untuk masuk ke Jurusan Internasional Law sangat mantap,
sehingga ia pun mengirim aplikasi ke Catan University di Afrika. Perjuangan Iding tidak sia-sia karena ia berhasil masuk di Universitas tersebut. Akan
tetapi, Allah belum mengizinkan niatnya untuk belajar di Afrika karena kepergiannya terhalang oleh biaya. Setelah itu, beliau meninggalkan Afrika
dan pergi ke Arab Saudi untuk melakukan Ibadah Haji dan Umroh sekaligus merenungkan kehidupan untuk ke depannya. Akhirnya, Iding memutuskan
untuk kembali belajar di al-Azhar. Ia pun menerima segala kehendak Allah dengan hati yang ikhlas.
“Manusia memang hanya bisa berencana dan memimpikan apa pun yang ia inginkan, tetapi Allahlah yang menentukan segalanya. Keputusan yang
diambil tanpa dipikirkan dengan matang dapat menggagalkan sesuatu yang sudah
dijalani”.
48
Dari kejadian yang menimpanya, beliau berjanji akan menjadi orang yang
lebih bijak dalam memutuskan segala sesuatu. Tahun ke-2 setelah Iding gagal kuliah di Afrika, ia pun sudah mulai melakukan penulisan-penulisan artikel
48
Wawancara Pribadi
dan opini di berbagai media di Indonesia. Sejak Aliyah, beliau sudah senang dengan kegiatan tulis-menulis. Iding pun tidak menyadari bahwa ia
mempunyai talenta itu. Beliau sering membuat buletin sekolah dan mading. Iding sudah lama mencintai dunia sastra. Saat Aliyah, ia pun mengambil
Jurusan Bahasa. Iding sangat terkesima bila mendengarkan seseorang membaca puisi dan
menarasikan sesuatu dengan baik. Beliau menyadari bahwa keindahan bahasalah yang menggerakkan hatinya.
“Segala sesuatu, baik itu masalah atau lain hal yang apabila dinarasikan dengan baik akan mempunyai kesan yang lebih dalam”.
49
Ia pun sudah lama mengagumi karya-karya pujangga, seperti Hamka, A.
Nafis, Simatupang, dan lain-lain. Ia sangat gemar membaca novel dan ingin menjadi novelis. Di setiap karyanya, ia selalu menulis seperti novel. Karya
beliau selanjutnya pun kemungkinan besar adalah novel dan biografi.
3. Karya-karya
Karya-karya Iding sudah banyak diterbitkan di Jakarta dan Kuala Lumpur. Berikut ini adalah karya-karya beliau:
20 Bidadari Surga diterbitkan oleh Gramedia Jakarta Selingkuh Club diterbitkan oleh Violet Publishing
The Miracle Of ASI Medina diterbitkan oleh Media Utama Pelukan Terakhir Ibunda Aminah diterbitkan oleh Ufuk Publishing
Husnudzan Agar Kesedihan Menjadi Kebahagiaan diterbitkan oleh Ufuk Publishing
49
Wawancara Pribadi