Pengertian Strategi Signing Strategi Signing, Framing, Priming, dan Faktor Internal-Eksternal

Menurut Pierce, sebuah tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu ke sesuatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan. Tanda baru berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda. Artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi. 38 Dengan demikian, sebuah tanda memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan dan objeknya. 39

2. Pengertian Strategi Framing

Strategi Framing adalah strategi pemilahan dan pemilihan fakta yang tidak akan dimasukkan kedalam wacana. Penyebabnya, karena fakta yang terkait dengan realitas sering lebih banyak dibandingkan dengan tempat dan waktu yang tersedia. Karena itu fakta harus dipilah dan dipilih mana yang akan dimasukkan kedalam wacana dan mana yang dikeluarkan dari wacana. Pemilahan dan pemilihan itu dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu yang digunakan oleh si pembuat wacana, baik faktor internal maupun eksternal. 40 Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, wacana, serta 38 Sumbo Tinarbuko, Semiotika Komunikasi Visual, Yogyakarta: Jalasutra, 2008, hlm. 11. 39 Kris Budiman, Semiotika Visual, Yogyakarta: Penerbit Buku Baik, 2004, hlm. 26. 40 Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, hlm. 62-63. yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasikan realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku strips of behavior yang membimbing individu dalam membaca realitas. Framing merupakan pendekatan untuk mengetahui bagimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut. 41 Salah satu aspek dalam framing adalah memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih included dan apa yang dibuang exluded. Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu, dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Dari aspek teknis, di dunia media massa, pemilahan dan pemilihan fakta dilandasi oleh pertimbangan waktu dan tempat. Media cetak memiliki keterbatasan-keterbatasan kolom dan halaman; sementara pada media elektronik terbatas dalam durasi dan jadwal siaran. Karena itu jarang ada 41 Alex Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis wacana, Analisis semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, Cet. Ke-5, hlm. 161- 162. media yang mewacanakan peristiwa secara utuh mulai dari detik pertama kejadian hingga ke detik paling akhir. 42 Terdapat dua model realitas media realitas yang dikonstruksi oleh media yakni, model peta analog dan model refleksi realitas. Model peta analog yaitu model di mana realitas sosial dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu realitas itu terjadi secara rasional. Realitas peta analog adalah suatu konstruksi realitas yang dibangun berdasarkan konstruksi sosial media massa, seperti sebuah analogi kejadian yang seharusnya terjadi, bersifat rasional, dan dramatis. Realitas terkonstruksi itu begitu dahsyat, karena pemberitaan itu Lebih Cepat diterima masyarakat luas, Lebih Luas jangkauan pemberitaannya, Sebaran Merata, karena media massa dapat ditangkap oleh masyarakat luas secara merata dan di mana-mana, Membentuk Opini Massa, karena merangsang masyarakat untuk beropini atas kejadian tersebut, Massa Cenderung Terkonstruksi, karena masyarakat mudah terkonstruksi dengan pemberitaan-pemberitaan yang sensitif, bahkan Opini Masyarakat Cenderung Apriori sehingga mudah menyelahkan berbagai pihak yang bertangggung jawab atas musibah tersebut, serta Opini Massa Cenderung Sinis, karena peritiwa bencana amat tragis dan sering terjadi di Indonesia. Sedangkan model refleksi realitas yaitu model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi di dalam masyarakat. 43 Sebagaimana penelitian ini, strategi framing buku tersebut menggunakan model refleksi realitas. Kisah 42 Ibnu Hamad, Komunikasi Sebagai Wacana, hlm. 63. 43 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Jakarta: Kencana, 2008, Cet. Ke-1, hlm. 201-203.