Faktor Internal dan Eksternal

BAB III GAMBARAN UMUM

A. Profil Mujahidin Nur

1. Riwayat Hidup

Mujahidin Nur atau lebih dikenal dengan Iding adalah seorang penulis buku inspiratif yang berbakat. Ia lahir di Indramayu, 11 November 1978. Beliau adalah anak ke-11 dari 12 bersaudara pasangan Alm. H. Nuryadi dan Almh. Subaechah. Sang ayah pergi saat Iding duduk di bangku Sekolah Dasar SD menginjak MTsN. Sejak kepergiannya, ia pun selalu menuruti apa yang diinginkan oleh ibunya walaupun harus bertentangan dengan keinginannya. Ketika Iding menginjakkan kaki di MTsN yang berjarak cukup jauh dari rumahnya, ia berkeinginan untuk mempunyai sepeda seperti teman-teman sebayanya. Namun, Iding hanya bisa menumpang dengan teman-temannya atau menaiki kendaraan umum dikarenakan sang ibu tidak memiliki cukup uang untuk membelikannya sepeda. Iding pun berinisiatif agar ia mempunyai uang untuk membeli sepeda, sampai akhirnya beliau bekerja menjadi kuli kasar, buruh tani, mencabuti rumput di sawah, mengalirkan air ke kebun dan lahan-lahan pertanian. Iding termasuk orang yang beruntung. Walaupun ia tidak memiliki ayah, beliau masih bisa melanjutkan sekolahnya hingga menjadi seorang sarjana luar negeri. Sejak kuliah, Iding bertekat untuk membiayai diri sendiri dari hasil keringatnya. Ia pun berdagang tempe, tiket, sampai akhirnya beliau mendapat beasiswa dari Islamic Brotherhood. Iding mempunyai pengalaman yang kurang baik dalam perjalanan kuliahnya. Karena ambisinya yang tidak dapat ditahan, ia pun harus merasakan kekecewaan yang sangat dalam. Dari kejadian yang menimpa dirinya, Iding pun pergi ke Tanah Suci untuk melakukan Ibadah Haji dan Umroh. Ia pergi ke sana dengan biaya yang terbatas, hingga akhirnya beliau menaik kapal laut selama tiga hari tiga malam. Di Tanah Suci, Iding banyak merenung akan kehidupan yang telah dijalaninya. Ia merasa bingung dengan pilihan hatinya. Apakah ia akan mempertahankan keinginannya dengan mengejar cita-citanya ataukah beliau harus mencintai apa yang telah dimilikinya. “Mencintai apa yang telah dimiliki, mencintai apa yang telah Allah berikan itu lebih baik daripada mengharapkan yang lebih dan merusak yang telah dijalani”. 47 Berangan-angan yang lebih dapat pula menghancurkan kehidupan sendiri, karena lupa dengan rasa bersyukur atas takdir Allah. Beliau pun mengambil hikmah dari kejadian yang menimpanya dan bertekat untuk menjadi orang yang lebih bijak dalam mengambil keputusan. Setelah kekecewaan yang Iding rasakan mulai pudar sedikit demi sedikit, ia pun mendapat kenang-kenangan dari seorang pengusaha asal Meuretania. Kenang-kenangan yang beliau dapat bukanlah sebuah barang atau pun benda- benda yang dapat dilihat dengan mata, akan tetapi ia mendapatkan sebuah nama panggilan yang bermakna bagi pemberinya. Saat itu Iding telah melakukan ibadah Dhuha di Masjidil Haram. Ketika beliau sedang membaca al-Qur ’an terjemahan Bahasa Perancis, datanglah seorang laki-laki. Ia 47 Wawancara Pribadi, pada 1 Februari 2013 dengan Mujahidin Nur, Penulis Buku Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang mengajak Iding berbicara Bahasa Perancis dan memintanya untuk menjelaskan mengenai sejarah kenabian berkaitan dengan Makkah dan Madinah. Setelah panjang lebar mendiskusikan hal tersebut, pengusaha itu pun memangilnya dengan sebutan Nabiel. Sejak itu teman-teman kuliah Iding memanggilnya Nabiel. Saat ini Iding bertempat tinggal di Bandung bersama seorang istri dan kedua buah hatinya. Sang istri adalah seorang Embriologis di RS. Hasan Sadikin Bandung. Dari pernikahannya, ia dikarunia seorang anak perempuan dan laki-laki. Putri pertamanya diberi nama Hanna Aulia Melvana yang berumur 7 tahun. Sedangkan putra keduanya diberi nama Alfian Muhammad yang berumur 6 tahun. Mereka selalu mendukung kegiatan-kegiatan yang dilakukan Iding, hingga ia pun merasa ringan dan senang di setiap pekerjaannya. Iding memiliki aktivitas yang cukup padat. Disela-sela kegiatan menulis dan menjadi peneliti, ia pun aktif di International Conference of Islamic Scholars ICIS yakni sebuah organisasi yang fokus menyelesaikan konflik- konflik yang terjadi di berbagai negara dunia. Organisasi tersebut dimiliki oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama PBNU yang bertempat di Matraman. Beliau telah aktif di ICIS selama 3 tahun. Selain itu, ia mengkader anak-anak SMA melalui dunia maya untuk menjadi penulis. Iding mengajarkan mereka pada levelnya masing-masing. Muridnya pun berasal dari berbagai kota, mulai dari Cirebon, Bandung, Jombang, Tangerang, dan lain-lain. Itulah yang menjadi alasannya untuk mengkader anak-anak SMA melalui dunia maya. Iding mengaku tidak dapat