Ikatan Obat Protein Penepatan kadar medroksiprogesteron asetat (MPA) dalam plasma secara in vitro dengan kroma tografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Sebaliknya di dalam plasma masih tetap terdapat fibrinogen, yang tidak dapat berubah menjadi fibrin karena adanya antikoagulan yang ditambahkan. Sel-sel yang menyusun unsur figuratif dari darah berada dalam keadaan berbeda setelah pemisahan dengan kedua cara tersebut. Dalam pembuatan serum, sel-sel darah menggumpal secara baur dan terjebak dalam suatu anyaman yang luas dan kontraktif dari jaring serat-serat fibrin. Sel-sel ini tidak dapat lagi dilihat secara terpisah-pisah melalui mikroskop. Sebaliknya, dalam penyiapan plasma, sel-sel darah terendapkan dengan jelas di dasar tabung, seperti pengendapan suspensi partikel lain. Bahkan dengan jelas sekali pengendapan sel-sel darah pada pembuatan plasma tersebut menghasilkan pemisahan sel berdasarkan massa jenis menjadi 2 bagian. Sel- sel darah dengan cara ini akan terpisah menjadi lapisan eritrosit atau sel darah merah yang merupakan lapisan tebal yang dapat mencapai hampir separuh volume darah. Selain itu, adapula lapisan yang tipis dan putih di atas lapisan eritrosit buffy coat, yang terdiri atas sel-sel leukosit dan sejumlah trombosit atau keping darah platelet Sadikin, 2001.

C. Ikatan Obat Protein

Banyak obat berinteraksi dengan protein plasma, jaringan atau makromolekul lain seperti melanin dan DNA membentuk suatu kompleks obat-makromolekul. Pembentukan kompleks ini sering disebut ikatan obat protein . Ikatan obat protein dapat merupakan proses reversibel atau irreversibel. Ikatan obat protein yang reversibel umumnya merupakan hasil aktivasi kimia obat yang kemudian berikatan kuat dengan protein atau makromolekul dengan ikatan kimia kovalen. Ikatan obat protein yang irreversibel terdapat pada jenis tertentu dari toksisitas obat yang dapat terjadi dalam jangka waktu panjang, seperti dalam kasus karsinogenik-kimia, atau dalam jangka waktu relatif pendek, seperti dalam kasus obat-obat yang membentuk produk antar kimia yang reaktif. Sebagai contoh, hepatotoksisitas dari asetaminofen dosis tinggi disebabkan oleh pembentukan metabolit-antara yang reaktif yang berinteraksi dengan protein hati. Sebagian obat berikatan atau membentuk komplek dengan protein dengan proses reversibel. Ikatan obat protein yang reversibel ini menunjukkan bahwa obat mengikat protein dengan ikatan kimia yang lebih lemah, seperti ikatan hidrogen atau gaya van der waals. Asam-asam amino yang menyusun rantai protein mempunyai gugus hidroksil, karboksil, atau gugus lain yang tersedia untuk berinteraksi dengan obat secara reversibel. Komponen utama protein plasma yang bertanggung jawab terhadap ikatan obat adalah albumin. Protein lain seperti globulin yang dapat berikatan dengan obat-obat hanya merupakan bagian terkecil dari keseluruhan ikatan protein plasma. Ikatan obat protein yang reversibel merupakan hal yang sangat menarik dalam farmakokinetik. Obat yang terikat protein merupakan suatu kompleks sangat besar yang tidak dapat melewati membran sel dengan mudah, oleh karena itu mempunyai distribusi yang terbatas. Ikatan obat protein dipengaruhi oleh sejumlah faktor penting yang meliputi hal berikut: 1. Obat a. Sifat fisikokimia obat b. Konsentrasi total obat dalam tubuh 2. Protein a. Jumlah protein yang tersedia untuk ikatan obat protein b. Kualitas atau sifat fisikokimia protein yang disintesis 3. Afinitas antara obat dan protein meliputi besarnya tetapan asosiasi 4. Interaksi obat a. Kompetisi obat dengan zat lain pada tempat ikatan protein b. Perubahan protein oleh substansi yang memodifikasi afinitas obat terhadap protein, sebagai contoh aspirin mengasetilasi residu lisin dari albumin. 5. Kondisi patofisiologik dari penderita, sebagai contoh ikatan obat protein dapat menurun pada penderita uremia dan penderita dengan penyakit hepatik. Shargel Andrew, 1985

D. Analisis Obat dalam Plasma