BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Karsinoma nasofaring merupakan jenis karsinoma mukosa nasofaring yang ditandai dengan adanya perubahan epitel pada pemeriksaan
mikroskopis. Penyakit ini merupakan jenis tumor ganas terbanyak pada daerah kepala dan leher dengan insiden sekitar 60 di Indonesia.
Karsinoma nasofaring menduduki urutan ke-5 dari seluruh jenis keganasan, selain karsinoma serviks, payudara, kulit dan limfoma.
1,3,19,33
Karsinoma nasofaring sudah dikenal sejak lama, namun para ahli sulit menentukan siapa sebenarnya pertama kali yang melaporkan penyakit ini
dalam dunia kedokteran. Walaupun demikian, dapat dikatakan bahwa Durant-Fardel 1837 merupakan penulis yang pertama kali melaporkan
karsinoma nasofaring ini. Sedangkan Schmid 1881 dan Beswort 1889, juga pernah mengemukakan penyakit ini dalam tulisannya.
19,30
Kesulitan diagnosa dini pada karsinoma nasofaring sampai sekarang masih menjadi masalah oleh karena gejala dini penyakit ini tidak khas dan
letak tumor yang tersembunyi sehingga sulit diperiksa. Disamping itu pemeriksaan serologi dan histopatologi yang belum memadai, seperti
pewarnaan immunohistokimia. Hampir seluruh penderita datang dengan stadium lanjut, bahkan sering
datang dengan keadaan umum yang jelek.
Yayan Andrianto : Peranan pemeriksaan imunohistokimia cox-2 Pada karsinoma nasofaring, 2008. USU Repository©2008
Karsinoma nasofaring dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastase regional maupun jauh. Hal ini
menyebabkan penatalaksanaan karsinoma nasofaring menjadi sulit dan belum memberi hasil yang memuaskan.
Walaupun sekarang ini deteksi dini dari karsinoma nasofaring dimulai dari stadium dini atau prakanker, dengan tersedianya dukungan kedokteran
berteknologi maju seperti aspirasi biopsi, pemeriksaan rhinoskopi, nasofaringoskopi dan histopatologi yang merupakan suatu upaya
pencegahan terhadap karsinoma nasofaring tersebut, namun keberhasilan pengobatan masih jauh dari yang diharapkan.
Seperti diketahui bahwa enzim Cyclooxygenase
- 2
Cox-2 merupakan suatu sintesa prostaglandin yang terinduksi bila terdapat radang serta
terlibat dalam proses peradangan dan neoplasma. Ini tertampil pada berbagai macam tumor dan turut menimbulkan karsinogenesis.
Cyclooxygenase -2
inhibitor tampak mempunyai efek supresor terhadap
pertumbuhan tumor.
1
Shigeyuki Murono dkk, menunjukkan bahwa induksi dari Cyclooxygenase-2
oleh Laten Membran Protein-1 dari Epstein Barr Virus EBV menyebabkan produksi
Vascular Endothelial Growth Factor
VEGF pada sel-sel karsinoma nasofaring.
21
K.B.Tan dkk, menyatakan bahwa ekspresi Cyclooxygenase-2
sangat sering terlihat pada epitel nasofaring dari sel normal yang progesif, displasia
dan karsinoma. Sedangkan Chan dkk, menyatakan bahwa peranan ekspresi Cyclooxygenase-2
dapat digunakan untuk mengevaluasi prognosa pada Vascular Endothelial Growth Factor
VEGF.
8
Yayan Andrianto : Peranan pemeriksaan imunohistokimia cox-2 Pada karsinoma nasofaring, 2008. USU Repository©2008
Akhir-akhir ini Cox-2 inhibitor telah disetujui oleh the Food and Drug Administration di Amerika Serikat sebagai pengobatan adjuvant untuk
pengobatan familial adenomatous polypposis.
20
Bila Cox-2 inhibitor telah dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk penyakit lain, peneliti menilai logis bila pengobatan karsinoma nasofaring
yang rumit, dapat juga ditanggulangi dengan Cox-2 inhibitor ini. Pengobatan dengan Cox-2 inhibitor ini dapat dilakukan bila dalam jaringan dijumpai
tampilan Cox-2 dalam jaringan. Dalam tulisan ini, penulis mengemukakan beberapa aspek patologi
karsinoma nasofaring terutama gambaran histopatologi yang dikaitkan dengan tampilan
over- ekspresi dari
Cyclooxygenase-2 pada sel-sel epitel
karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi menurut histopatologi dari WHO, dan dikaitkan dengan menilai tampilan Cox-2 pada epitel normal dan
epitel displasia yang berdampingan dengan sel-sel epitel ganas apabila dijumpai, dan densiti dari pembuluh darah.
1.2. Perumusan Masalah