infeksi primer dan menetap sebagai latent maka ekspresi gen EBV
terbatas, dan yang pasti hanya terdapat LMP-2A yaitu suatu protein laten yang
memberikan signal kehidupan dan menginhibisi aktivitas sel B dan pintu masuk siklus litik. Ketika reaktif terjadi, litik yang berat pada protein viral
akan diekspresikan dengan aktifasi inhibisi mekanisme immun. Termasuk Interleukin 10 homolog yang menginhibisi co-stimular antigen presenting
fungsi dari monosit, makrofag dan beberapa interferon yang mengurangi pelepasan sitokin, Interferon
α dan . Sebagai tambahan bcl-2 homolog prolog sel dari survival untuk inhibisi apoptosis.
1,4,5,13,14,15,18,21,28
2.6.3. Patogenesis EBV pada Karsinoma Nasofaring
Keganasan seperti karsinoma nasofaring dapat muncul dari klon sel terinfeksi
EBV setelah beberapa tahun. Pada klonal,
EBV dapat
menetapkan derajat dari perkembangan tumor. Genom EBV
merupakan monoklonal yang alami dan menunjukkan bahwa infeksi
EBV pada
karsinoma nasofaring terjadi lebih dulu oleh ekspansi dari klon yang malignansi, spesifik kesalahan dari imun, stimulasi proliferasi sel B oleh
infeksi lain dan abrasi genetik sekunder atau mutasi merupakan faktor tambahan dari karsinogenesis.
Pada undifferentiated
nasopharynx carcinoma
, EBV
menginfeksi sel epitel nasofaring bagian posterior fossa Rosenmuller’s di Waldeyer’s ring.
Walaupun hubungan reseptor EBV
pada sel epitel tidak tampak, tetapi permukaan protein mengandung antigen yang dihubungkan dengan sel B.
Reseptor CD21 dapat diuraikan dan EBV
banyak masuk ke sel nasofaring berupa IgA-mediated endocytosis.
EBV dapat juga dideteksi pada
karsinoma insitu, suatu prekursor undifferentiated
nasopharyngeal carcinoma. Infeksi
EBV dapat terjadi sebelum neoplasma dan berkembang
menjadi fenotip keganansan. EBV
-1 dan 2 dapat diimplikasikan di karsinoma nasofaring.
EBV mengalami ekspresi II laten di
undifferentiated
Yayan Andrianto : Peranan pemeriksaan imunohistokimia cox-2 Pada karsinoma nasofaring, 2008. USU Repository©2008
nasopharyngeal carcinoma
. Sangat umum dan jelas gambaran genetik yaitu kehilangan kromosom 9p21 p16, p15 dan p14 dan 3p rassf1a yang
timbul pada awal perkembangan tumor ini. Sering delesi meningkat pada kromosom 3p 95 dan 9p 85 pada invasi tumor. Gen target yang
menyimpang ialah p16 dan rassf1a
, gambaran genetik abnormal pada kromosom 3p dan 9p yang timbul sebagai predisposisi sel nasofaring
menahan infeksi EBV
laten. Perubahan genetik dideteksi pada epitel nasofaring mendahului infeksi
EBV . Umumnya infeksi
EBV di epitel
premalignant nasofaring mendorong ekspansi klonal dari perubahan sel nasofaring dan berubah menjadi sel malignant. Gambaran yang luas dari
undifferentiated cancer berhubungan secara universal dengan EBV
yang ada didalam bentuk laten pada sel kanker dan tidak terbatas pada sekitar
jaringan. Titer antibodi EBV
yang meningkat terutama klas Ig A terjadi pada karsinoma nasofaring yang kemudian dikontrol. Level antibodi bertambah
dengan tidak memperdulikan geografis atau etnik. Kekuatan hubungan dari virus ini pada karsinoma nasofaring dengan ditemukannya serum
EBV -DNA
sebagai deteksi awal kanker, monitoring penyakit, respon tumor untuk penanganan dan berulang. Analisa kwantitatif dari sel
EBV -DNA yang
bebas pada plasma pasien karsinoma nasofaring mempunyai sensitif yang meninggi dan spesifik 96 dan 93 respektif, merupakan tumor marker
yang baik pada kanker. Walaupun sel karsinoma nasofaring mempunyai antigen normal untuk jalannya reaksi tetapi dikenal sesuai juga untuk
EBV -
spesifik CTLs namun sel tersebut tidak rusak. EBV
encode viral IL
-10 bertambah pada karsinoma nasofaring dan dihubungkan dengan
penambahan hasil dari IL
-1 α dan
IL -1
β oleh sel epitel dan CD4+ sel T yang mengubah konstribusi pertumbuhan tumor dan imunitas. Over-
ekspresi dari Bcl-2 juga ada pada oncogenesis untuk menjadi apoptosis.
1,5,10,13,14,21,28
Yayan Andrianto : Peranan pemeriksaan imunohistokimia cox-2 Pada karsinoma nasofaring, 2008. USU Repository©2008
2.6.4. Hubungan EBV dengan Cox-2