Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

163 Dalam konteks ini, nilai pribadi ternyata tidak bermakna. Artinya keputusan ternyata mengabaikan nilai pribadi yang dimiliki oleh anggota DPRD, dan melepaskan rasionalitas keputusan.

4.4 Pembahasan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa keputusan politik tentang rencana pembentukan Provisi Tapanuli oleh DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan sangat tekait dengan dimensi-dimensi sosial politik yang diwanai oleh aspek – aspek budaya, sejarah dan psikologis pada ke dua Kabupaten tersebut. Pada tabel 42 terlihat bahwa 75 anggota DPRD Kabupaten Nias menyatakan bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli hanyalah merupakan keinginan politik sekolompok masyarakat yang mengatasnakamakan masyarakat eks kerisidenan Tapanuli. Secara psikologis, ini berarti bahwa anggota DPRD Kabupaten Nias memiliki sikap apatis dan apriori terhadap ide pembetukan Provinsi Tapanuli . Bahkan tidak berlebihan kalau hal ini telah menjadi faktor yang dominan di dalam diri setiap anggota Dewan pada DPRD kabupaten Nias dalam membuat keputusan politiknya untuk tidak mendukung terbentuknya Provinsi Tapanuli. Sebaliknya dalam tabel 62 terlihat bahwa 46,7 dan ini merupakan persentase tertinggi dalam tabel tersebut, dimana Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan menyatakan bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli tidak benar bila Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 164 dikatakan hanya oleh kepentingan sekelompok elit masyarakat yang mengatasnamakan masyarakat eks keresidenan Tapanuli. Perbedaan kedua lembaga dewan ini menurut penulis merupakan fenomena dimana individu tidak dapat dilepaskan dari lingkungannya. Secara teoritis, ide bahwa setiap individu tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sekitarnya, disebutkan oleh Firmanzah 2007 : 128 dengan teori perspektifnya yang disebut environment – determinist dimana individu dianggap sebagai produk masyarakat. Dijelaskan bahwa faktor eksternal individu secara simultan akan mempengaruhi cara individu dalam berfikir dan membuat keputusan politik. Dari penelitian yang penulis lakukan ditemukan bahwa masyarakat, baik elit politik maupun elemen-elemen masyarakat tidak satu pun yang setuju Kabupaten Nias bergabung pada pembentukan Provinsi Tapanuli. DPRD Kabupaten Nias sangat banyak menerima surat-surat penolakan dari masyarakat dan menyatakan kepada DPRD supaya paripurna penolakan segera dilakukan. Inilah yang terjadi dilingkungan DPRD Kabupaten Nias. Memenuhi teori tadi, anggota DPRD Kabupaten Nias jelas sangat menyerap dengan baik pendapat masyarakat. Dalam penelitian ini memang tidak diteliti latar belakang pendapat masyarakat yang diperkirakan dibawa oleh anggota DPRD Kabupaten Nias, tetapi kalau kita melihat paralelismenya dengan pendapat masyarakat, maka kita patut menduga adanya pendapat yang sifatnya hanya apriori semata. Sebaliknya, fenomena yang berbanding terbalik terlihat pada data penelitian yang penulis lakukan di DPRD Kabupaten Nias Selatan. Di wilayah ini, elit politik Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 165 dan elemen masyarakat menyampaikan surat – surat kepada DPRD, yang hampir semuanya berisi dukungan untuk bergabung dan mendukung pembentukan Provinsi Tapanuli. Berkaitan dengan teori tadi, jelas secara otomatis, anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan yang secara politis merepresentasikan keinginan masyarakat, akan memilih untuk meneruskan dukungan masyarakat mengenai pembentukan Provinsi Tapanuli, dan meneruskannya dalam bentuk dukungan. Kalau kita perhatikan, kondisi lingkungan masyarakat Nias Selatan kelihatannya memberikan pengaruh lain terhadap dukungan masyarakat yang pada gilirannya turut mempengaruhi keputusan politik DPRD Kabupaten Nias Selatan. Adalah perkiraan bahwa dukungan masyarakat Kabupaten Nias Selatan terhadap Provinsi Tapanuli didasarkan pada fakta masyarakat Kabupaten Nias Selatan yang telah merasakan manfaat dari pemekaran daerah. Jadi, sekali lagi, sikap kedua lembaga Dewan di Pulau Nias ini sangat dipengaruhi oleh perspektif environment – determinist. Keputusan kedua lembaga DPRD tersebut di Pulau Nias memang memenuhi apa yang diisyaratkan oleh Richardson 2002 mengenai pentingnya kepercayaan masyarakat kepada wakil rakyat. Mandat yang diberikan melalui mekanisme popular voice oleh masyarakat pemilih dijadikan sebagai pegangan untuk mengambil keputusan di lembaga legislatif. Mirip dengan apa yang disebut sebagai ”agency” di Amerika Serikat, maka dalam penelitian ini peran tersebut telah dilakukan oleh para elit politik dan tokoh-tokoh masyarakat yang telah menyampaikan pesan politik Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 166 masyarakat secara umum kepada DPRD melalui surat-surat dukungan kepada DPRD Kabupaten Nias Selatan dan surat-surat penolakan ke DPRD Kabupaten Nias. Sebagai penelitian komparatif, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa 55 tabel 83 Anggota DPRD Kabupaten Nias dan 76,7 tabel 99 Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan, sama-sama menyatakan bahwa kehadiran dan sosialisasi dari Panitia Pemekaran Pembentukan Provinsi Tapanuli kepada masyarakat di Pulau Nias sesungguhnya sangat diharapkan selama ini. Padahal menurut penulis sosialisasi atas rencana pembentukan Provinsi Tapanuli ini mengenai latar belakang, tujuan yang akan dicapai dan tahapan yang harus dilalui harus disampaikan kepada masyarakat di Pulau Nias sehingga terdapat pemahaman dan pengetahuan yang tepat. Meskipun sama-sama mengakui minimnya sosialisasi namun Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan tidak terlalu mempersoalkan kehadiran sosialisasi dimaksud karena telah membuktikan akan fakta dan manfaat pemekaran daerah. Perbedaan pemahaman ditengah-tengah masyarakat Pulau Nias tentu saja mempengaruhi perbedaan keputusan yang diambil oleh DPRD di Pulau Nias. Menurut pendapat George Carslake Thomson Harun, 2006: 152 bahwa ada tiga sebab utama yang melatarbelakangi perbedaan pendapat khususnya terhadap peristiwa-peristiwa politik yang terjadi, yakni: Pertama, perbedaan pendapat terhadap fakta. Kedua, perbedaan estimasi tentang cara mencapai tujuan yang lebih baik. Ketiga, penghayatan yang berbeda tentang tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian Kabupaten Nias Selatan lebih mengkedepankan sebab yang pertama diatas yakni perbedaan pendapat karena fakta manfaat pemekaran daerah telah dirasakan Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 167 bila dibandingkan dengan Kabupaten Nias yang belum melihat fakta atas manfaat pemekaran daerah sehingga keputusan kedua lembaga inipun tetap berbeda. Dalam hubungannya dengan konteks kepartaian dan pertimbangan politik, ternyata kedua lembaga DPRD di Pulau Nias ini tetap loyal dan patuh pada arahan dan keputusan partai politiknya. Tabel 69 dan tabel 85 menunjukkan bahwa mayoritas Anggota DPRD Kabupaten Nias dan Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan membenarkan bahwa keputusan partai merupakan otoritas yang harus dijalankan, termasuk dalam keputusannya terhadap Provinsi Tapanuli. Keberadaan partai politik tentu merupakan bagian dari environment – determinist dari setiap Anggota DPRD pada lembaga Dewan di Pulau Nias tersebut. Hasil penelitian yang dilakuan pada Anggota DPRD Kabupaten Nias dan Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan ini ternyata membenarkan apa yang dinyatakan oleh Burn dalam Paimin Napitupulu 2005 : 55 – 57 bahwa keputusan seorang Anggota Dewan dalam memberikan suara tergantung pada banyak faktor, diantaranya adalah pengeruh partai politik. Partai politik seringkali memberikan tekanan berupa garis partai yang harus dilaksanakan oleh setiap Anggota Dewan. Hal ini jugalah yang terjadi pada Anggota DPRD Kabupaten Nias dan Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan. Hasil uji statistik yang penulis lakukan memperlihatkan bahwa nilai kesukuan ternyata masih mendominasi keputusan DPRD Kabupaten Nias dalam mengambil keputusan tentang rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Tabel 104 dan tabel 106 memperlihatkan bahwa anggota DPRD Kabupaten Nias menyatakan bahwa rencana Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 168 pembentukan Provinsi Tapanuli merupakan inisiatif yang tidak berakar pada budaya masyarakat Nias atau suku Nias serta suku Nias memiliki posisi yang sejajar dengan suku lainnya di Indonesia. Sementara itu, tabel 119 dan tabel 121 pada DPRD Kabupaten Nias Selatan, Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan menganggap bahwa persoalan suku tidak benar sebagai hal yang harus dipersoalkan dalam rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Bahkan pada tabel 120 terlihat bahwa Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan berpendapat bahwa bila Provinsi Tapanuli terbentuk, budaya pada suku Nias akan lebih berkembang lagi. Dalam menganalisa hasil penelitian ini, penulis menggunakan konsep etnisitas, dimana dalam konsep etnisitas, terdapat tiga ciri yang dicakup. Pertama, ada kesadaran kolektif. Kedua, didasarkan pada garis keturunan afinitas, dan. Ketiga, memberi dampak pada prilaku. Kesadaran kolektif pada ciri pertama datang dari adanya persamaan kesamaan identitas yang sama – sama dimiliki sekelompok orang atau masyarakat yang membuat mereka merasa berbeda dari orang lain atau masyarakat lain. Ciri kedua tentang afinitas terkait dengan latar belakang, primordial seseorang, seperti kesamaan bahasa, agama, adat istiadat, tradisi dan sebagainya. Faktor pimordial ini merupakan ciri objektif yang mendasari identitas etnis atau suku. Dalam hubungannya dengan ciri ketiga, yakni dampak terhadap prilaku mengacu pada ciri pertama dan kedua tadinya yang memunculkan perilaku suatu etnis yang sadar secara politis, memberikan kepuasan – kepuasan solidaritas simbolis sehingga dapat mempengaruhi keputusan politik. Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 169 Bila dimaknai mengenai nilai kesukuan yang menonjol pada DPRD Kabupaten Nias dalam rencana pembentukan Provinsi Tapanuli maka konsep etnisitas ini dapat dibuktikan dalam diri masyarakat di Kabupaten Nias saat ini dalam menyikapi rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Suku Nias selama ini memandang bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli akan memperkuat dominasi suku Batak dalam diri masyarakat Nias atau suku Nias setelah terjadi pemekaran nantinya. Memang dilihat dari pengalaman sebelumnya, suku Nias dan suku Batak tidak pernah terjadi bentrokan. Tetapi ketika penulis masih sekolah di Pulau Nias masih sering terdengar ungkapan para pejabat pemerintah, berupa stereotipe tertentu mengenai suku lain, dalam hal ini suku Batak. Ada pameo yang populer di sana yaitu akronim GBHN yang sering diartikan sebagai ”Gara – gara Batak Hancur Nias”. Pameo ini sampai sekarang masih belum hilang sama sekali. Selain itu, benturan antar perbedaan budaya menyebabkan masyarakat sering memandang suku Batak sebagai suku yang ”berbeda” dibandingkan dengan suku Nias sendiri, sehingga dengan asumsi demikian, manakala Provinsi Tapanuli yang identik baik namanya yang berbau Batak maupun komunikasi yang banyak dilakukan dengan menggunakan bahasa Batak, jelas menyebabkan masyarakat Nias justru semakin meninggikan ide kesukuannya sendiri. Inilah menurut penulis yang mendominasi sikap suku Nias yang dipresentasikan melalui lembaga DPRD Kabupaten Nias sehingga mereka tidak mau bergabung atau digabungkan dengan rencana pembentukan Provinsi Tapanuli. Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 170 Kondisi di Kabupaten Nias Selatan agak lebih kompromistis dalam hal kesukuan ini. Penulis berpendapat bahwa hal ini berhubungan dengan keberadaan Kabupaten Nias Selatan yang selama puluhan tahun menjadi daerah tujuan wisata domestik, nasional bahkan internasional. Tingkat kontak dan persentuhan yang tinggi dengan dunia luar dan dengan suku di luar suku Nias telah membuat masyarakat di Kabupaten Nias Selatan sudah sejak lama mudah menerima sesuatu yang sifatnya dari luar diri masyarakatnya, bila dibandingkan dengan masyarakat di Kabupaten Nias, sehingga ide yang sifatnya dari luar dan berbeda dengan kesukuan pun tidak ditanggapi dengan meninggikan sifat kesukuannya sendiri sebagaimana sudah dijelaskan di depan tadi. Ide mengenai pembentukan Provinsi Tapanuli bahkan direspon dengan positif yaitu dengan menganggapnya sebagai pemicu pengembangan suku Nias di masa mendatang. Cara pandang masyarakat Nias Selatan atas wacana pembentukan Provinsi Tapanuli lebih berorientasi ke depan, sementara cara pandang masyarakat Nias mengenai hal ini lebih berorientasi ke masa lalu. Cara pandang DPRD Kabupaten Nias Selatan ini sesungguhnya telah menjadi investasi politik bagi pembentukan sebuah Provinsi Nias kedepan. Tabel 123 menunjukkan bahwa 53,3 Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan menyatakan bahwa sangat benar bila suku Nias dibangun secara independen untuk kelak menjadi provinsi. Tentu saja, pembentukan Provinsi Tapanuli merupakan pintu masuk menuju cita-cita yang lebih jauh kedepan di Pulau Nias. Demikian juga halnya dengan DPRD Kabupaten Nias. Tabel 108 memperlihatkan 42,5 Anggota DPRD Kabupaten Nias menyatakan sangat benar Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 171 dan 45 menyatakan benar bila Nias harus dibangun untuk kelak menjadi satu provinsi di wilayah Sumatera Utara. Perbedaannya, Anggota DPRD Kabupaten Nias dalam penelitian ini terlihat bahwa bagi mereka untuk mencapai cita-cita tersebut mereka lebih memilih untuk langsung dimekarkan dari Provinsi Sumatera Utara tanpa harus melalui pembentukan Provinsi Tapanuli terlebih dahulu. Pada data dalam tabel 47 menunjukkan bahwa 67,5 Anggota DPRD Kabupaten Nias berpendangan bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli sebagai suatu daerah otonomi baru tidak akan memberi manfaat yang besar bagi pengembangan birokrasi, penampungan tenaga kerja maupun pembangunan infrastuktur yang lebih baik di Kabupaten Nias. Bahkan dalam hal penambahan alokasi APBD untuk Kabupaten Nias bila Provinsi Tapanuli disahkan menurut 55 Anggota DPRD Kabupaten Nias tidak akan terjadi penambahan yang signifikan. Hal yang sebaliknya, bila dilihat dalam tabel 67 bahwa 76,7 Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan berpandangan bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli menjadi daerah otonom baru akan memberikan manfaat yang besar bagi pengembangan birokrasi, pembukaan lapangan pekerjaan dan pembangunan infrastuktur. Termasuk keyakinan 50 Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan bahwa APBD Kabupaten Nias Selatan akan bertambah bila Provinsi Tapanuli dibentuk. Kondisi ini tentu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan setiap Anggota DPRD, baik di DPRD Kabupaten Nias maupun di Kabupaten Nias Selatan tentang konsep otonomi daerah. Pengetahuan, pengalaman dan informasi – informasi yang dimiliki Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 172 tentang otonomi daerah tidak bisa dipungkiri sangat mempengaruhi pola pikir dan keputusan politik seorang Anggota Dewan dalam menyikapi setiap hal yang berkaitan dengan otonomi daerah. Fenomena ini dapat dianalisis dengan menggunakan rujukan teori Weber Rush, 2007 : 179 tentang rasionalitas nilai value rational dengan rasionalitas tujuan goal rational. Rasionalitas nilai diartikan sebagai orientasi aksi berdasarkan suatu nilai apakah itu etika, moralitas, agama, hal-hal yang bersifat estetika, kesukaan atau asal-usul. Rasionalitas seorang individu dinilai sejauh mana individu tersebut mengambil keputusan atas nilai-nilai yang dia pegang, dan bukan dari tujuan yang hendak dicapai. Rasionalitas tujuan, di sisi lain, diartikan sebagai orientasi keputusan dan aksi berdasarkan kesesuaian dengan tujuan akhir, metode pencapaiannya, dan konsekuensinya. Individu akan dinilai rasional ketika keputusan dan aksinya mendukung tujuan akhir. Anggota DPRD Kabupaten Nias lebih menonjolkan rasionalitas tujuan dimana keputusan disesuaikan dengan tujuan akhir dari keinginan masyarakat Nias yang bedomisili di Kabupaten Nias adalah menolak penggabungan dalam pembentukan Provinsi Tapanuli. Kondisi ini menurut penulis juga dipengaruhi dari fakta di lapangan bahwa sebelum penelitian ini dilakukan, keputusan DPRD Kabupaten Nias tentang pemekaran sudah ada sehingga pada saat dilakukan penelitian, rasionalitas tujuanlah yang digunakan. Artinya tidak tertutup kemungkinan apabila penelitian ini dilakukan sebelum surat – surat penolakan pembentukan Provinsi Tapanuli dari elemen masyarakat Kabupaten Nias disampaikan kepada Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 173 DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias belum melakukan paripurna hasilnya bisa saja berbeda. Sebaliknya, pada DPRD Kabupaten Nias Selatan, rasionalitas nilailah value rational yang mereka gunakan. Individu – individu Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan menyadari bahwa pembentukan daerah otonomi baru membawa banyak hal positif bagi dirinya dan masyarakat. Tentu saja hal ini telah mereka buktikan langsung di daerah Kabupaten Nias Selatan sebagai daerah yang baru dimekarkan pada tahun 2003. Pengetahuan Anggota DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan mengenai rencana pembentukan Provinsi Tapanuli juga terdapat perbedaan. Tabel 29 menunjukkan sebanyak 52,5 Anggota DPRD Kabupaten Nias tidak memberi pendapat ketika diminta pendapatnya bahwa pembentukan Provinsi Tapanuli erat kaitannya dengan masalah sejarah dimasa lalu yang melibatkan peristiwa pembentukan keresidenan. Demikian juga halnya pada tabel 31, dimana hanya sebanyak 37,5 Anggota DPRD Kabupaten Nias menyatakan bahwa tidak benar bila dilakukan pembentukan Provinsi Tapanuli didorong oleh adanya keinginan percepatan pembangunan Pantai Barat yag lebih lambat pertumbuhan pembangunannya dibandingkan dengan kawasan Pantai Timur. Bila dilihat pada tabel 49 dan tabel 51, kodisi yang terjadi di DPRD Kabupaten Nias justru bertolak belakang dengan apa yang diungkapkan oleh Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan. Sebanyak 83 Anggota DPRD Kabupaten Nias Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 174 Selatan mengetahui dan mengakui bahwa rencana pembentukan Provinsi Tapanuli ini didasari oleh sejarah masa lalu, yakni Keresidenan Tapanuli. Demikian juga halnya dengan tujuan Provisi Tapanuli adalah untuk percepatan pembangunan di Pantai Barat, seluruh Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan 100 membenarkannya. Bila melihat perbedaan pandangan dan pemahaman kedua lembaga DPRD tersebut di atas, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pengetahuan di antara kedua lembaga yang berada dalam satu kawasan tersebut. Untuk menjawabnya, hal ini dapat dianalisis seperti apa yang dikatakan oleh Chapman dan Palda Firmanzah, 2007: 130 yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan ekonomi memiliki hubungan dalam pengambilan keputusan politik. Menurut Chapman dan Palda, individu yang tidak memiliki tingkat pendidikan tinggi akan cenderung menggunakan non-rasional dalam pengambilan keputusan. Faktor-faktor emosional, rumor, isu, stereotipe dan pendapat umum merupakan hal penting dalam proses pengambilan keputusan politik. Sementara itu, orang-orang yang memiliki tingkat pendidikan relatif tinggi akan cenderung lebih berhati-hati dalam proses pengambilan keputusan. Kebenaran informasi yang diperoleh tidak begitu saja diterima. Secara teoritis, informasi memang biasanya diolah dibawah alam sadar seorang individu untuk kemudian ditransmisikan menjadi informasi yang kemudian digunakan sebagai respons atas rangsangan yang diterima oleh seseorang individu. Di dalam alam bawah sadar, informasi tersebut kemudian disintesa dengan berbagai pengetahuan lainnya termasuk pendidikan tadi. Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. 175 Dari gambaran perbedaan tingkat pendidikan dan pengetahuan Anggota DPRD Kabupaten Nias dan Kabupaten Nias Selatan, terutama pengetahuan tentang pembentukan Provinsi Tapanuli sangat mempengaruhi keputusan politik yang diambil oleh kedua lembaga DPRD tersebut di Pulau Nias. Bila dibandingkan karakteristik tingkat pendidikan kedua lembaga Dewan ini dengan melihat tabel 3 dan tabel 4 diketahui bahwa terdapat perbedaan tingkat pendidikan yang cukup signifikan. Anggota DPRD Kabupaten Nias sebanyak 52 ternyata lulusan dari tingkat pendidikan menengah atas dan hanya 47,5 lulusan perguruan tinggi. Sebaliknya, Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan hanya 43,3 lulusan dari tingkat pendidikan menengah atas dan sebanyak 56,7 merupakan lulusan perguruan tinggi, bahkan sebanyak 3,3 di antaranya lulusan S2. Jadi, dapat dikatakan bahwa secara rata – rata tingkat pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata – rata pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Nias. Bila dikaitkan dengan apa yang dikatakan oleh Chapman dan Palda di atas maka terbukti bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan dalam pengambilan keputusan politik. Termasuk dalam pemahaman dan pengetahuan tentang pembentukan Provinsi Tapanuli Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan berbeda dengan Anggota DPRD Kabupaten Nias. Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008. clxxvi clxxvi

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Nilai kesukuan ternyata masih mendominasi keputusan DPRD Kabupaten Nias untuk tidak mendukung pemekaran Provinsi Tapanuli. Hal itu berhubungan dengan euforia kesukuan yang terlihat secara spontan karena identifikasi Provinsi Tapanuli dengan suku Batak. 2. Pengetahuan tentang rencana pembentukan Provinsi Tapanuli di DPRD Kabupaten Nias juga terlihat rendah. Hal ini disebabkan oleh tingkat pendidikan rata – rata tingkat menengah atas, berbeda dengan Anggota DPRD Kabupaten Nias Selatan yang rata – rata lulusan tingkat perguruan tinggi. 3. Pengetahuan mengenai konsep otonomi daerah juga sangat menentukan perbedaan keputusan. Pengetahuan tentang otonomi daerah yang kurang dimengerti secara baik dan benar ternyata memberikan kontribusi negatif terhadap penolakan dimaksud hal ini terjadi pada DPRD Kabupaten Nias. 4. Dalam konteks penelitian ini, nilai pribadi ternyata tidak bermakna. Artinya keputusan yang diambil ternyata mengabaikan nilai pribadi yang dimiliki oleh Anggota DPRD, tetapi lebih didominasi oleh perspektif environment determinis yakni keputusan yang diambil oleh individu merupakan cerminan dari kehendak masyarakat dan lingkungan dimana individu tersebut berdomisili. Analisman Zalukhu : Kajian Dimensi Sosial Politik Terhadap Rencana Pembentukan Provinsi Tapanuli di Pulau Nias Studi Kompratif pada DPRD Kabupaten Nias dan DPRD Kabupaten Nias Selatan. USU e-Repository © 2008.