2.5 Kerangka Berfikir
Gagal ginjal kronik adalah satu penyakit kronis dimana fungsi ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali
dalam hal penyaringan pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau
produksi urine. Menurut data dari Yadugi yayasan peduli ginjal di Indonesia kini
terdapat sekitar 40.000 penderita gagal ginjal kronik, hanya 3.000 diantaranya yang memiliki akses pengobatan Republika,09 Oktober 2001.
Penyakit gagal ginjal termasuk masalah yang sangat penting. Penyakit gagal ginjal yang tidak di tatalaksana dengan baik dapat memperburuk kearah
penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen.
Oleh karena itu, ada beberapa permasalahan yang dialami pasien gagal ginjal kronik. Permasalahan tersebut meliputi dua faktor yaitu, faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi komplikasi proses hemodialisa, aturan diet ketat dan pengurangan asupan cairan, serta harapan patah ditengah jalan.
Sedangkan faktor eksternal meliputi ketergantungan terhadap mesin, beban ekonomi, mobilitas yang terbatas, serta stressor-stressor lainnya. Kedua faktor ini,
apabila tidak diperhatikan bisa menimbulkan kecemasan yang luar biasa dan depresi yang dalam jangka panjang bisa mengakibatkan stress.
Agar kondisi diatas tidak membuat emosi menjadi takut serta berbuah kecemasan, maka individu perlu mengontrol emosinya sendiri ketika suatu situasi
yang tidak menyenangkan mendekat dengan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah dari munculnya reaksi yang berlebihan. Proses
mengontrol emosi sendiri dapat dilakukan dengan self control karena self control sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dari dalam dirinya Hurlock, 1980. Self control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik,
psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan begitu individu dengan self control baik akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana
berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Individu cenderung untuk merubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat
mengatur kesan yang dibuat. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa semakin buruk self control
pasien maka semakin cemaslah ia dalam menghadapi penyakit dan proses penyembuhannya. Dan sebaliknya, semakin baik self control pasien maka
semakin ringan kecemasan yang dialami pasien tersebut, atau bahkan tidak mengalami kecemasan sama sekali. Jadi, diantara kedua variabel tersebut terdapat
atau ada hubungan terbalik.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema di bawah ini,
Bagan 2.1 Bagan Kerangka Berfikir
Pasien gagal ginjal kronik
Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia
Self Control pasien gagal ginjal kronik
Buruk Baik
Kecemasan Tinggi
Kecemasan Rendah
2.6 HIPOTESIS PENELITIAN