Macam-Macam Kecemasan Penanggulangan Kecemasan

pengalaman atau situasi tertentu, yang akan tampak dari pembicaraan, tindakan, atau perubahan fisiknya denyut jantung, tekanan darah, pernafasan dan lain-lain. Kecemasan sebagai variabel intervening, maksudnya adalah kecemasan yang disebabkan oleh kondisi tertentu dan mempunyai pengaruh atau konsekuensi tertentu juga. Kecemasan ini akan menimbulkan aplikasi lain, yaitu munculnya penyesuaian-penyesuaian yang menimbulkan kecemasan tertentu untuk memindahkan ancaman Lazarus, 1969. Calhoun dan Acocella 1990 mendefinisikan kecemasan sebagai perasaan takut disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis. Dari berbagai macam pengertian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kecemasan adalah perasaan takut mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus dalam tingkat yang berbeda-beda disertai dengan perubahan keadaan emosi, kognitif, dan fisiologis.

2.1.2 Macam-Macam Kecemasan

Menurut Freud dalam Musthafa Fahmi, 1977 berpendapat bahwa cemas ada tiga macam : 1. Cemas objektif obyektive anxiety, yaitu reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi. 2. Cemas penyakit neurotic anxiety, yang tampak dalam 3 bentuk, yakni : a. Cemas umum yaitu individu merasa takut yang samar dan umum serta tidak menentu. b. Cemas penyakit, yang mencakup pengenalan terhadap objek atau situasi tertentu, sebagai penyebab dari cemas, misalnya takut akan darah atau serangga. c. Cemas dalam bentuk ancaman, yaitu cemas yang menyertai gejala gangguan jiwa, seperti hysteria, dan lain-lain 3. Cemas moral dan rasa berdosa, cemas jenis ini timbul akibat tekanan dan dorongan yang tinggi.

2.1.3 Komponen kecemasan

Menurut Maher dalam CalhounAcocella, 1990 reaksi kecemasan memiliki tiga komponen yaitu :

1. Emosional : Individu yang memiliki rasa kesadaran yang kuat akan rasa cemas

seperti sangat takut, serasa akan terjadi bahaya atau penyakit, selalu merasa akan terjadi kesuraman, kelemahan dan kemurungan, hilang kepercayaan diri dan ketenangan, dan mudah marah.

2. Kognitif

: kecemasan yang berlebihan pada akhirnya mengganggu kemampuan seseorang dalam berfikir jernih, memecahkan masalah dalam menangani tuntutan lingkungan, dan tidak mampu memusatkan perhatian.

3. Fisiologis : Respons tubuh terhadap rasa cemas adalah untuk mengarahkan diri

dalam bertindak, baik atau tidak tindakan tersebut. Respons tubuh ini, yaitu ujung-ujung anggota badan terasa dingin kaki dan tangan, keringat bermunculan, detak jantung meningkat, tidur terganggu, hilang nafsu makan.

2.1.4 Penanggulangan Kecemasan

Menurut Atkison 1996, ada dua cara utama untuk menanggulangi kecemasan yaitu : a. Menitik beratkan masalahnya : Individu menilai situasi yang menimbulkan kecemasan dan kemudian melakukan sesuatu untuk mengubah atau menghindarinya. Bagaimana individu menerapkan strategi tersebut tergantung pada pengalamannya dan kapasitasnya untuk mengontrol diri self control. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mencari informasi apakah kecemasan tersebut berasal dari keluarga, pekerjaan, hubungan interpersonal yang buruk, atau aturan- aturan yang harus ditaati agar kecemasan dapat ditanggulangi. b. Menitik beratkan emosinya : individu berusaha mereduksi perasaan cemas melalui berbagai macam cara dan tidak secara langsung menghadapi masalah yang menimbulkan kecemasan itu, seperti melakukan self control dengan cara relaksasi, desensitiasi, perencanaan lingkungan, dan self talk. Hal ini bisa dilakukan agar dapat memberikan ketenangan, meredakan ketegangan, dan dengan beberapa tindakan ini individu mampu menyesuaikan diri, dan mampu menghadapinya.

2.2 Self Control

2.2.1 Definisi Self Control

Dalam Chaplin 2000, dikatakan bahwa self control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif. Calhoun dan Acocella 1990, mendefinisikan self control sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Goldfried dan Merbaum dalam Kazdin, 1980, mendefinisikan self control sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa self control adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang tertuang dalam perilaku, kognitif dan pengambilan keputusan. Calhoun dan Acocella 1990, mengemukakan dua alasan yang mengharuskan individu untuk mengontrol diri secara kontinyu, yaitu Pertama, individu hidup bersama kelompok sehingga dalam memuaskan keinginannya individu harus mengontrol perilakunya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain.