Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya menginginkan selalu dalam kondisi yang sehat, baik sehat secara fisik ataupun sehat secara psikis, karena hanya dalam kondisi sehatlah manusia akan dapat melakukan segala sesuatu secara optimal. Tetapi pada kenyataannya selama rentang kehidupannya, manusia selalu dihadapkan pada permasalahan kesehatan dan salah satunya berupa penyakit yang diderita. Jenis penyakit yang diderita bentuknya beraneka ragam, ada yang tergolong penyakit ringan dimana dalam proses pengobatannya relatif mudah dan tidak terlalu menimbulkan tekanan psikologis pada penderita. Tetapi ada juga yang tergolong penyakit berat yang dianggap sebagai penyakit yang berbahaya dan dapat mengganggu kondisi emosional. Adapun salah satu penyakit yang tergolong berat adalah penyakit gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal adalah penyakit yang terjadi ketika kedua ginjal gagal menjalankan fungsinya. Adapun fungsi ginjal adalah sebagai tempat membersihkan darah dari berbagai zat hasil metabolisme tubuh dan berbagai racun yang tidak diperlukan oleh tubuh dalam bentuk produksi urine air seni. Hal ini disebabkan oleh gangguan imunologis yang terjadi akibat penurunan kekebalan tubuh, gangguan metabolik akibat dari Diabetes melitus, hipertensi, infeksi terhadap organ ginjal, prostat, dan lain-lain medicastore, 2008. Diperkirakan 20 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Data tahun 1995-1999 menunjukkan insiden penyakit gagal ginjal mencapai 100 kasus perjuta penduduk per tahun di Amerika Serikat. Pravalensi penyakit gagal ginjal meningkat setiap tahunnya. CDC Centers for Disease Control melaporkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, terdapat 16.8 dari populasi penduduk usia di atas 20 tahun, mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Persentase ini meningkat bila dibandingkan data pada 6 tahun sebelumnya, yakni 14.5. Di negara-negara berkembang, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun Firmansyah,2010. Di Indonesia, dari data di beberapa bagian nefrologi ilmu yang mempelajari bagian ginjal, diperkirakan insiden penyakit gagal ginjal berkisar 100-150 per 1 juta penduduk dan prevalensi mencapai 200-250 kasus per juta penduduk Firmansyah, 2010. Sedangkan, menurut data dari Yadugi yayasan peduli ginjal di Indonesia kini terdapat sekitar 40.000 penderita gagal ginjal kronik, hanya 3.000 diantaranya yang memiliki akses pengobatan. Dari angka yang cukup banyak tersebut, Jawa Barat menduduki urutan pertama dengan jumlah penderita sebanyak 3.000 orang dan disusul DKI Jakarta di tempat kedua Republika, 2001. Penyakit gagal ginjal termasuk masalah yang sangat penting. Penyakit gagal ginjal yang tidak di tatalaksana dengan baik dapat memperburuk kearah penyakit ginjal stadium akhir yang membutuhkan terapi pengganti ginjal permanen berupa hemodialisis atau transplantasi ginjal. Di seluruh dunia, terdapat sekitar satu juta orang penderita penyakit gagal ginjal kronik yang menjalani terapi pengganti ginjal dialisis atau transplantasi pada tahun 1996 jumlah ini akan meningkat menjadi dua juta orang pada tahun 2010 Firmansyah, 2010. Akan tetapi, karena mahalnya biaya operasi transplantasi ginjal dan susahnya mencari donor ginjal, maka cara yang paling banyak digunakan adalah hemodialisis. Hemodialisis adalah proses pemisahan cairan yang berlebihan dengan retensi zat-zat sisa metabolisme dari dalam darah ke cairan dialisa melalui membran semi permiabel yang ada dalam mesin dialisa dengan cara difusi, ultrafiltrasi dan konveksi sehingga komposisi zat-zat dan cairan dalam darah mendekati normal. Proses pengobatan tersebut dapat membantu memperbaiki homeostasis tubuh, namun tidak mengganti fungsi ginjal yang lainnya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya pasien harus melakukan minimal dua kali seminggu sepanjang hidupnya Iskandarsyah, 2006. Penyakit gagal ginjal kronik menyebabkan pasien mengalami permasalahan-permasalahan yang bersifat fisik, psikologis, dan sosial yang dirasakan sebagai kondisi yang menekan. Permasalahan fisik yang dialami pasien gagal ginjal kronik yaitu berupa adanya perubahan pada tubuh seperti kelebihan cairan, anemia, tulang mudah rapuh dan penurunan masa otot. Selain itu keluhan fisik lainnya berupa kesemutan, warna kulit hitam kekuningan, perut buncit, kurang gizi, pada beberapa pasien mengalami kelumpuhan, mual, tidak nafsu makan dan penurunan fungsi seksual. Permasalahan psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronis ditujukan dari semenjak pertama kali pasien divonis mengalami gagal ginjal. Beberapa pasien merasa frustasi, putus asa, marah, dan adanya perasaan tidak percaya akan hasil diagnosa dokter, bahkan ada seorang pasien yang menjadi marah pada dokter dan mogok makan ketika dia diberitahu bahwa dia mengalami gagal ginjal dan harus menjalani hemodialisis. Pada beberapa pasien mengaku dirinya diliputi oleh perasaan cemas, khawatir, dan adanya perasaan takut mati dikarenakan kondisi sakitnya yang tidak diramalkan. Mereka enggan untuk melakukan aktivitas dikarenakan adanya anggapan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi karena penyakit yang dideritanya, sehingga mereka lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, mengalami gangguan tidur, penurunan nafsu makan dan penurunan minat seksual. Mereka menilai bahwa dari semenjak menderita penyakit, hidupnya selalu dalam keadaan ketidak beruntungan, tidak memiliki harapan dan sangat sensitif terhadap kritik dan saran. Selain itu adanya prognosa yang negatif menyebabkan pada beberapa pasien mengaku dirinya pesimis akan kesembuhannya, bahkan beberapa orang mengaku dirinya sempat berusaha bunuh diri dengan makan berlebihan atau dengan memotong nadi tangannya dikarenakan merasa putus asa dan lelah melakukan hemodialisis Iskandarsyah, 2006. Adapula penelitian yang meneliti kecemasan pasien dialisis dengan pasien transplantasi ginjal, penelitian tersebut menyatakan bahwa pasien dialisis secara signifikan lebih tinggi mengalami kecemasan daripada kelompok pasien transplantasi ginjal dan kelompok kontrol Kalay, Raluca, Balazsi, 2009. Dari hasil penelitian tentang pengalaman hidup pasien gagal ginjal kronis yang melakukan hemodialisis, terdapat enam tema utama muncul, yaitu: kemarahan karena penyakitnya telah membuat dirinya menderita, keputusasaan, ketidak berdayaan, merasa lelah menjalani hemodialisis, merasa lebih baik dengan dukungan keluarga, dan pasrah pada Tuhan yang memberi kekuatan untuk menghadapi penyakitnya Iskandarsyah, 2006. Adapun dengan adanya dampak dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya, menyebabkan para pasien akan berusaha untuk melakukan penilaian terhadap situasi yang menekan dan akan berupaya untuk menanggulanginya. Adanya diagnosa yang negatif, kondisi yang memburuk, dan mengetahui ketidak efektifan terapi yang dijalaninya merupakan suatu stressor. Hal ini akan menimbulkan suatu keyakinan kendali pada diri pasien terhadap kesehatannya. Pada sebagian orang menampilkan perilaku yang lebih positif, dimana mereka termotivasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dengan melakukan hemodialisis secara teratur dan mengikuti prosedur pengobatan yang telah ditentukan. Ada pula pasien yang menderita gagal ginjal kronik merasa bahwa kondisi kesehatannya ditentukan oleh dirinya sendiri, tetapi pada sebagian pasien menampilkan perilaku yang lain, dimana mereka merasa pesimis akan kondisi kesehatannya, sehingga dalam menjalani hemodialisis dan prosedur pengobatan pun harus didorong oleh orang lain karena mereka beranggapan bahwa kondisi kesehatannya sekarang tergantung pada dokter, perawat dan keluarganya ataupun dia beranggapan bahwa dia sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi karena itu telah ditentukan oleh Tuhan. Hal ini sebenarnya bisa diatasi ketika seseorang mampu menggunakan self control dalam merespon semua stimulus-stimulus yang hadir berupa ketidakmampuan menghadapi situasi yang akan membahayakan dirinya selama proses kehidupan berlangsung Wahidin, 2007. Self control dapat dijadikan sebagai pengatur proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang. Dengan kata lain, serangkaian yang membentuk proses dirinya sendiri. Dengan begitu individu dengan self control yang tinggi akan sangat memperhatikan cara-cara yang tepat untuk bagaimana berperilaku dalam situasi yang bervariasi. Ia cenderung untuk mengubah perilakunya sesuai dengan permintaan situasi sosial yang kemudian dapat mengatur kesan yang dibuat Calhoun dan Acocella,1990. Self control bisa muncul karena adanya perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya motivasi, dan kemampuan mengolah segala potensi dan pengembangan kompetensinya. Self control sendiri berkaitan dengan bagaimana individu mampu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya Hurlock,1980. Ketika seseorang mampu melakukan self control atau self control tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akan peran, nilai, dan pola hidup yang baru, maka kemungkinan individu berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi lingkungan sekitar, dan mengembalikan kebermaknaan hidup pada diri individu tersebut. Namun sebaliknya, bila individu memiliki self control-nya rendah bahkan gagal dalam melakukan self control terhadap ketidakmampuan melakukan penyesuaian akan perubahan-perubahan yang terjadi, dapat menyebabkan hilangnya kendali emosi, ketergantungan, ketidakberdayaan menjaga diri, emosi yang tidak sehat, dan histeris dalam Wahidin,2007. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel penelitian di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia yang di singkat YDGI sebuah yayasan yang didirikan oleh Perhimpunan pasien Dialisis dan Transplantasi Perdiatrin. Tujuannya adalah untuk meringankan beban penderita gagal ginjal kronik serta meningkatkan kualitas hidup dari para penderita gagal ginjal tersebut dan membantu Pemerintah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, bagi peneliti sangatlah menarik untuk meneliti self control para pasien gagal ginjal kronik yang berada di Yayasan Ginjal Diatrans Indonesia. Walaupun demikian, masih sedikit perhatian yang difokuskan untuk memperdalam pengetahuan mengenai pasien gagal ginjal kronik. Selain itu, mengingat keterkaitan antara fungsi-fungsi mental dengan kesehatan tubuh, peneliti merasa perlu meneliti faktor-faktor self control apa saja yang bisa mengurangi kecemasan pasien gagal ginjal kronik, dan juga apakah ada hubungan self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Alasan yang paling utama diadakan penelitian ini adalah pengalaman pribadi peneliti, yang memiliki orang tua penderita gagal ginjal kronik dan telah meninggal dunia, sehingga peneliti tergerak untuk melakukan penelitian yang dapat membantu pasien tersebut dalam menghadapi penyakitnya. Berdasarkan uraian diatas, maka penting untuk diadakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan self control dengan kecemasan pasien gagal ginjal kronik. Rumusan judul penelitian yang dilakukan adalah “Hubungan Self Control dengan Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronik di Yayasan Ginjal Diantrans Indonesia” .

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah