Universitas Sumatera Utara BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Variabel Bebas Variabel bebas pada penelitian ini adalah luas lesi penderita bekas
tuberkulosis yang melakukan check-up di Poliklinik Rawat Jalan TB di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUP H. Adam
Malik Medan. 3.2.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah faal paru penderita bekas tuberkulosis paru yang melakukan check-up di Poliklinik Rawat Jalan TB
Penderita Bekas Tuberkulosis
Uji Faal Paru Foto Toraks
Luas Lesi : • Lesi Minimal Minimal
lesion • Lesi Sedang
Moderately advanced lesion
• Lesi Luas Far- advanced lesion
Faal Paru : • Normal
• Restriktif • Obstruktif
• Campuran Restriktif-
Obstruktif
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
di Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi RSUP H. Adam Malik Medan.
3.3 Definisi Operasional
1. Bekas tuberkulosis paru adalah penyakit tuberkulosis yang telah mendapat pengobatan OAT secara lengkap selama 6 bulan dan
menunjukkan hasil BTA negatif pada pemeriksaan sputum. Cara ukur
: survei rekam medis Alat ukur
: rekam medis Hasil ukur
: ya tidak
Skala ukur : skala nominal
2. Luas lesi tuberkulosis adalah luasnya kerusakan jaringan paru yang dideteksi melalui foto toraks.
Cara ukur : interpretasi foto toraks
Alat ukur : foto toraks
Hasil ukur :
a. lesi minimal minimal lesion:
Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau kedua paru dengan luas tidak
lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis ke-4
atau korpus vertebra torakalis ke-5 dan tidak dijumpai kavitas
b. lesi lanjut advanced : b.1. lesi sedang moderate-advanced lesion: Bila proses
tuberkulosis paru lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas prosesnya
tidak boleh lebih dari luas satu paru. Atau bila proses tuberkulosis mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal
confluent, maka luas lesi tersebut tidak boleh lebih dari sepertiga luas satu paru. Bila disetai kavitas, maka
diameter semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b.2. lesi luas far-advance lesion:
Bila proses tuberkulosis paru lebih luas dari lesi sedang
Skala ukur : skala ordinal
3. Faal paru adalah fungsi paru dalam melakukan proses respirasi. Cara ukur
: interpretasi hasil uji spirometri Alat ukur
: spirometer Hasil ukur
: normal FVC ≥ 80 dan FEV
1
≥ 70 gangguan faal paru :
Restriksi FVC 80 dan FEV
1
≥ 70 Obstruksi FVC
≥ 80 dan FEV
1
70 Campuran obstruksi-restriksi FVC
80 dan FEV
1
70 Skala ukur
: skala nominal 4. Usia adalah lama hidup penderita bekas tuberkulosis yang dihitung
berdasarkan tahun sejak penderita lahir. Cara ukur
: wawancara Alat ukur
: kuesioner Hasil ukur
: usia 20-29 tahun usia 30-39 tahun
usia 40-49 tahun usia 50-59 tahun
usia ≥ 60 tahun
Skala ukur : skala interval
5. Jenis kelamin adalah jenis kelamin penderita bekas tuberkulosis. Cara ukur
: wawancara Alat ukur
: kuesioner Hasil ukur
: laki-laki perempuan
Skala ukur : skala nominal
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
6. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan tertinggi yang diikuti oleh penderita bekas tuberkulosis dan dinyatakan lulus.
Cara ukur : wawancara
Alat ukur : kuesioner
Hasil ukur : tidak sekolah
SD SMP
SMU Diploma
Sarjana Skala ukur
: skala ordinal 7. Kategori pengobatan adalah pengelompokan penderita sesuai dengan
kasus TB yang pernah dideritanya dan paduan pengobatannya. Cara ukur
: survei rekam medis Alat ukur
: rekam medis Hasil ukur
: b. Kategori I
a.1. TB paru kasus baru, BTA positif atau pada foto toraks terdapat lesi luas.
a.2. Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZE 4 RH atau 2 RHZE6HE atau 2 RHZE 4R3H3.
b. Kategori II b.1. TB paru kasus kambuh.
Paduan obat yang dianjurkan adalah 2 RHZES 1 RHZE sebelum ada hasil uji resistensi. Bila hasil uji resistensi
telah ada, berikan obat sesuai dengan hasil uji resistensi. b.2. TB paru kasus gagal pengobatan
b.2.1. Paduan obat yang dianjurkan adalah obat lini 2 sebelum ada hasil uji resistensi contoh: 3-6 bulan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid,
sikloserin. b.2.2. Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal
dapat diberikan 2 RHZES 1 RHZE. b.2.3. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi.
b.2.4. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi, dapat diberikan 5 RHE.
b.3. TB Paru kasus putus berobat. b.3.1. Berobat
≥ 4 bulan b.3.1.1. BTA saat ini negatif. Klinis dan radiologi tidak
aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif,
lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga
kemungkinan panyakit paru lain. Bila terbukti TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama 2 RHZES 1
RHZE 5 R3H3E3. b.3.1.2. BTA saat ini positif. Pengobatan dimulai dari
awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
b.3.2. Berobat ≤ 4 bulan
b.3.2.1. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka
waktu pengobatan yang lebih lama 2 RHZES 1 RHZE 5 R3H3E3
b.3.2.2. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif, pengobatan diteruskan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
b. Kategori III c.1. TB paru kasus baru, BTA negatif atau pada foto toraks
terdapat lesi minimal c.2. Paduan obat yang diberikan adalah 2RHZE 4 R3H3
d. Kategori IV d.1. TB paru kasus kronik. Paduan obat yang dianjurkan bila
belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Bila telah ada hasil uji resistensi, berikan sesuai hasil uji resistensi
minimal OAT yang sensitif ditambah obat lini 2 pengobatan minimal 18 bulan.
d.2. MDR TB, paduan obat yang dianjurkan sesuai dengan uji resistensi ditambah OAT lini 2 atau H seumur hidup.
Skala ukur : skala nominal
3.4 Hipotesis