Pengujian Kuat Tekan Pengujian Penyerapan Air Pengujian Termal dengan

24

2.6 Karakterisasi Modifikasi Aspal Polimer

Karakteristik dari modifikasi aspal polimer yang diukur dengan pengujian sifat mekanik, sifat fisik dan analisis dengan FTIR. Dimana untuk pengujian sifat mekanis yaitu dengan uji kuat tekan. Sedangkan pengujian sifat fisik yaitu dengan uji penyerapan air, uji sifat termal material dengan DTA, dan uji morfologi dengan SEM. Untuk analisis gugus fungsi dengan Spektroskopi FT-IR.

2.6.1 Pengujian Kuat Tekan

Untuk pengujian kuat tekan berdasarkan ASTM D 1559-76. Prinsip dasar metode ini adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan flow , serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-6758-2002, atau ASTM D 1559-76. Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum. Pengukuran kuat tekan compressive strength aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : A P F c  ..................................2.1 Dengan : P = Gaya maksimum dari mesin tekan, kgf A = Luas permukaan yang diberi tekanan, mm 2 F c = Nilai kuat tekan, kgfmm 2 MPa Nilai P yang merupakan gaya maksimum dari hasil pengujian dimasukkan ke dalam persamaan diatas untuk memperoleh nilai kuat tekan dari masing-masing material yang diuji Newdesnetty, 2009. Universitas Sumatera Utara 25

2.6.2 Pengujian Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005. Dimana untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut Newdesnetty, 2009 :   100 x B B B PA Air Penyer apan Nilai k k j   .................................. 2.2 Dengan : PA = persentase penyerapan air B k = berat sampel kering kg B j = berat jenuh air kg

2.6.3 Pengujian Termal dengan

Differential Thermal Analysis Differential Thermal Analysis DTA yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat termal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. DTA digunakan untuk menentukan temperatur kitis atau transisi gelas T g , temperatur maksimum T m dan perubahan temperatur ∆T, dengan ukuran sampel berkisar 30 mg Stevens, 2001. Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel misalnya titik leleh dan penguapan, tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer poliblen pengamatan suhu transisi kaca T g sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer. Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak T g eksotermis yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. T g campuran biasanya berada diantara T g dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan T g , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair. Universitas Sumatera Utara 26 Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak T g , karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan T g yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal Wirjosentono, 1995. Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas T g , namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh T m . Gambar 2.9 berikut merupakan pola kuva umum DTA. Gambar 2.9 Pola Umum Kurva DTA Universitas Sumatera Utara 27 Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagian amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan lunak dan elastis menjadi keadaan keras, rapuh dan mirip getas. Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekuatan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh kemudahan gugus – gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya – gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama. Gugus – gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga T g meningkat. Penamabahan gugus samping yang fleksibel menghsilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan aditif lainnya Kristian, 2008.

2.6.4 Pengujian Morfologi dengan