Pemanfaatan Karet Ban Bekas (Ground Rubber) Dan Polistirena Bekas Sebagai Bahan Aditif Dalam Pembuatan Aspal Polimer

(1)

PEMANFAATAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER)

DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF

DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER

TESIS

Oleh

AHMAD HAFIZULLAH RITONGA 097006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PEMANFAATAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER)

DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF

DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

AHMAD HAFIZULLAH RITONGA 097006001/KIM

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul : PEMANFAATAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER) DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM PEMBUATAN ASPAL POLIMER

Nama Mahasiswa : AHMAD HAFIZULLAH RITONGA Nomor Pokok : 097006001

Program Studi : Magister Ilmu Kimia

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. DR. Tamrin, M.Sc Eddiyanto, Ph.D

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 20 Juni 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tamrin, M.Sc Anggota : 1. Eddiyanto, Ph.D

2. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D 3. Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc 4. Dr. Darwin Yunus, MS


(5)

PERNYATAAN

PEMANFATAAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER) DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM

PEMBUATAN ASPAL POLIMER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar

Medan, 20 Juni 2011


(6)

PEMANFAATAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER) DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM

PEMBUATAN ASPAL POLIMER

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan karet ban bekas dan polistirena bekas sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer. Aspal polimer dibuat dengan cara mencampurkan karet ban bekas, polistirena bekas, agregat pasir, DCP, DVB, dan di proses dalam ekstruder pada suhu 170 oC. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa yang paling optimum yaitu pada campuran aspal variasi karet ban bekas dan polistirena bekas (5:35), dimana untuk pengujian mekanis, kuat tekan yang dihasilkan sebesar 2,92 MPa akan tetapi hal ini belum memenuhi SNI 08-1991-03 (kuat tekan 15-40 MPa). Untuk pengujian sifat fisis, penyerapan air yang dihasilkan sebesar 0,23% dan telah memenuhi SNI-03-1969-1990 (maksimum penyerapan air sebesar 3%), sifat termal tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dimana dihasilkan suhu dekomposisi 500 oC, analisis morfologi dengan SEM memperlihatkan adanya perubahan struktur dari campuran aspal. Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan silang yang terjadi melalui gugus hidroksil dari aspal dengan polistirena, karet ban, dan DVB melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP.


(7)

UTILIZATION OF GROUND RUBBER AND POST CONSUMER POLYSTYRENE AS ADDITIVES IN MANUFACTURING OF

ASPHALT POLYMER

ABSTRACT

The aims of this research is to utilise ground rubber, post consumer polystyrene as additives in modified asphalt polymers. Asphalt polymer was prepared by mixing ground rubber, post cunsumer polystyrene, sand aggregate, DCP, DVB, and processing in a extruder which temperature were fixed at 170 oC. The result of characterization showed that the most optimum variation of the asphalt mix ground rubber and post consumer polystyrene (5:35), which for mechanical testing, compressive strength of 2,92 MPa, but this not met SNI 08-1991-03 (compressive strength of 15-40 MPa). For the testing of physical properties, water asorption 0,23% and has met SNI 03-1969-1990 (maximum water absorption of 3%), thermal properties didn’t show better results, in which the resulting decomposition temperature of 500 oC, and morphological analysis by SEM showed changes in the structure of asphalt mixtures. FTIR spectra showed that the crosslinking occurs through the hydroxyl group of asphalt with polystyrene, ground rubber, and DVB through radical reactions initiated by the peroxide DCP


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmad dan karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “ Pemanfaatan Karet Ban Bekas (Ground Rubber) dan Polistirena Bekas Sebagai Bahan Aditif Dalam Pembuatan Aspal Polimer” ini dapat diselesaikan.

Dengan diselesaikannya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Dr. Sutarman, M.Sc, Ketua Program Studi Magister Ilmu Kimia Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, dan Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kimia Dr. Hamonangan, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya ditujukan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Tamrin, M.Sc selaku Pembimbing Utama dan Bapak Eddiyanto, Ph.D selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan perhatian, dorongan, bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing penulis hingga selesainya penelitian ini.

2. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D, Bapak Dr. Hamonangan, M.Sc, Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS, dan Bapak Prof. Dr. Yunazar Manjang selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk menyelesaikan tesis ini.

3. Ibu Dr. Yugia Muis, M.Sc selaku Kepala Laboratoium Polimer FMIPA USU beserta staf atas fasilitas dan sarana yang diberikan selama penelitian.


(9)

4. Kepala Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Kepala Laboratorium PTKI Medan, Kepala Laboratorium Bea dan Cukai, dan Kepala Laboratorium Geologi Kuarter PPGL dalam bantuannya menganalisa sampel.

5. Ayahanda Almarhum Hafzon Malik Ritonga dan Ibunda Syafirida, serta adik-adik yang telah memberikan do’a restu serta dorongan moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

6. Adinda Rizky Adriani yang sangat spesial dihati penulis yang telah meluangkan banyak waktunya untuk membantu menyelesaikan penulisan tesis ini.

7. Rekan-rekan seangkatan 2009 atas kekompakan dan kerjasamanya yang baik selama perkuliahan maupun selama penelitian.

8. Teman-teman di kompleks pamen yang telah banyak membantu memberikan dorongan moril selama menyelesaikan pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan untuk masa yang akan datang.

Hormat Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap berikut gelar : Ahmad Hafizullah Ritonga, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 13 Mei 1981

Alamat Rumah : Jl. Coklat 10 No. 04 P. Simalingkar Medan

Telepon/HP : 061-8365562/082165570555

Email : hafizullahahmad@yahoo.co.id

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Muhammadiyah 01 Medan Tamat : 1994

SMP : SLTP Negeri 14 Medan Tamat : 1997

SMU : SMU Negeri 7 Medan Tamat : 2000

Strata-1 : Kimia FMIPA USU Tamat : 2005


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

KATA PENGANTAR iii

RIWAYAT HIDUP v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR ISTILAH xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Lokasi Penelitian 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Aspal 7

2.1.1 Jenis-Jenis Aspal 7

2.1.2 Sifat Kimiawi Aspal 10

2.1.3 Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan 13

2.2 Modifikasi Polimer Aspal 13

2.2.1 Pemanfaatan Karet Ban 15


(12)

2.3 Agregat 19 2.3.1 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat 20

2.4 Inisiator Dikumil Peroksida 21

2.5 Divenil Benzena (DVB) 22

2.5.1 Grafting Divenil Benzena Pada Polistirena 23 2.6 Karakterisasi Modifikasi Aspal Polimer 24

2.6.1 Pengujian Kuat Tekan 24

2.6.2 Pengujian Penyerapan Air 25

2.6.3 Pengujian Termal dengan Differential Thermal

Analysis 25

2.6.4 Pengujian Morfologi dengan Scanning Electron

Microscopy 27

2.6.5 Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi

Fourier Transform Infra Red 28

BAB 3 METODE PENELITIAN 29

3.1 Bahan-Bahan 29

3.2 Alat-Alat 29

3.3 Prosedur Penelitian 29

3.3.1 Persiapan Agregat dan Bahan Polimer 29

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Polimer 30

3.3.3 Karakterisasi Aspal Polimer 31

3.3.3.1 Proses Pengujian Kuat Tekan 31 3.3.3.2 Proses Pengujian Penyerapan Air 31 3.3.3.3 Proses Pengujian Dengan DTA 32 3.3.3.4 Proses Pengujian Dengan SEM 33 3.3.3.5 Proses Analisis Dengan FT-IR 33


(13)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4.1 Hasil dan Analisis Pengujian Kuat Tekan 35 4.2 Hasil dan Analisis Pengujian Penyerapan Air 38 4.3 Hasil dan Analisis Pengujian Dengan DTA 41 4.4 Hasil dan Analisis Pengujian Dengan SEM 42 4.5 Hasil dan Analisis Pengujian Dengan Spektroskopi FT-IR 45

4.6 Perkiraan Mekanisme Reaksi 47

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 51

5.1. Kesimpulan 51

5.2. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 53


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70 10 2.2 Kandungan Kimia Karet Ban Kendaraan Bermotor 16

2.3 Sifat-Sifat Fisik Polistirena 18

4.1 Hasil Uji Kuat Tekan Dari Campuran Aspal Variasi Karet Ban

dan Polistirena 37

4.2 Hasil Pengujian Penyerapan Air Dari Campuran Aspal Variasi


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur Aspal 11

2.2 Struktur Asphaltene 11

2.3 Struktur Saturate 12

2.4 Reaksi Polimerisasi Polistirena 17

2.5 Struktur Dikumil Peroksida 21

2.6 Mekanisme Radikal Dari Dikumil Peroksida 22

2.7 Struktur Divenil Benzena 22

2.8 Reaksi Antara Polistirena dengan Divenil Benzena 23

2.9 Pola Umum Kurva DTA 26

3.1 Bagan Penelitian Proses Pembuatan Aspal Polimer 34 4.1 Diagram Hasil Pengujian Kuat Tekan Terhadap Campuran

Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena 35

4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Dengan Campuran

Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena 37

4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air Dengan

Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena 39 4.4 Hasil SEM Campuran Aspal Dan Agregat Dengan Perbesaran

100 kali 42

4.5 Hasil SEM Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena (5:35) Sebelum Pengujian Kuat Tekan Dengan Perbesaran

100 kali 43

4.6 Hasil SEM Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena (5:35) Setelah Pengujian Kuat Tekan Dengan Perbesaran


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Diagram DTA Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban

dan Polistirena (5:35) 57

2 Diagram DTA Campuran Aspal Dan Agregat 58

3 Hasil Foto SEM Campuran Aspal Dan Agregat 59 4 Hasil Foto SEM Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban

dan Polistirena (5:35) Sebelum Dilakukan Pengujian Mekanis 60 5 Hasil Foto SEM Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban

dan Polistirena (5:35) Setelah Dilakukan Pengujian Mekanis 61 6 Spektrum FT-IR Campuran Aspal Dan Agregat 62 7 Spektrum FT-IR Campuran Karet Ban dan Polistirena (5:35) 63 8 Spektrum FT-IR Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan

Polistirena (5:35) 64

9 Spektrum FT-IR Polistirena 65

10 Foto Hasil Pencetakan Campuran Aspal Dengan Variasi Karet

Ban dan Polistirena 66

11 Foto Pengujian Penyerapan Air Campuran Aspal Dengan

Variasi Karet Ban dan Polistirena 67

12 Foto Pengujian Kuat Tekan Campuran Aspal Dengan Variasi

Karet Ban dan Polistirena 68

13 Foto Bahan-Bahan Penelitian 69

14 Foto Peralatan Penelitian 70


(17)

DAFTAR ISTILAH

ASTM : American Standart for Testing and Material

Bilangan gelombang : Banyaknya gelombang per centimeter (cahaya) digunakan dalam spektroskopi inframerah, kuantitas ini berbanding lurus dengan energi radiasi.

Campuran Aspal : Campuran antara aspal dengan agregat pasir halus

DCP : Dikumil Peroksida

DTA : Differential Thermal Analysis, merupakan alat untuk mengidentifikasi sifat termal dari suatu senyawa.

DVB : Divenil Benzena

FT-IR : Fourier Transform Infra Red, merupakan alat untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari suatu senyawa. MPa : Satuan kekuatan tekan dalam satuan Mega Pascal. Phr : Part perhundred (bagian perseratus)

PMA : Polimer Modifikasi Aspal

SEM : Scanning Electron Microscopy, merupakan alat untuk mengidentifikasi permukaan dari suatu senyawa.

SNI : Standar Nasional Indonesia

Tg : Suhu transisi gelas dalam satuan oC. Tm : Suhu dekomposisi dalam satuan oC.


(18)

PEMANFAATAN KARET BAN BEKAS (GROUND RUBBER) DAN POLISTIRENA BEKAS SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM

PEMBUATAN ASPAL POLIMER

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan karet ban bekas dan polistirena bekas sebagai bahan aditif dalam pembuatan aspal polimer. Aspal polimer dibuat dengan cara mencampurkan karet ban bekas, polistirena bekas, agregat pasir, DCP, DVB, dan di proses dalam ekstruder pada suhu 170 oC. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa yang paling optimum yaitu pada campuran aspal variasi karet ban bekas dan polistirena bekas (5:35), dimana untuk pengujian mekanis, kuat tekan yang dihasilkan sebesar 2,92 MPa akan tetapi hal ini belum memenuhi SNI 08-1991-03 (kuat tekan 15-40 MPa). Untuk pengujian sifat fisis, penyerapan air yang dihasilkan sebesar 0,23% dan telah memenuhi SNI-03-1969-1990 (maksimum penyerapan air sebesar 3%), sifat termal tidak menunjukkan hasil yang lebih baik dimana dihasilkan suhu dekomposisi 500 oC, analisis morfologi dengan SEM memperlihatkan adanya perubahan struktur dari campuran aspal. Spektrum FTIR menunjukkan adanya ikatan silang yang terjadi melalui gugus hidroksil dari aspal dengan polistirena, karet ban, dan DVB melalui reaksi radikal yang diinisiasi oleh adanya peroksida DCP.


(19)

UTILIZATION OF GROUND RUBBER AND POST CONSUMER POLYSTYRENE AS ADDITIVES IN MANUFACTURING OF

ASPHALT POLYMER

ABSTRACT

The aims of this research is to utilise ground rubber, post consumer polystyrene as additives in modified asphalt polymers. Asphalt polymer was prepared by mixing ground rubber, post cunsumer polystyrene, sand aggregate, DCP, DVB, and processing in a extruder which temperature were fixed at 170 oC. The result of characterization showed that the most optimum variation of the asphalt mix ground rubber and post consumer polystyrene (5:35), which for mechanical testing, compressive strength of 2,92 MPa, but this not met SNI 08-1991-03 (compressive strength of 15-40 MPa). For the testing of physical properties, water asorption 0,23% and has met SNI 03-1969-1990 (maximum water absorption of 3%), thermal properties didn’t show better results, in which the resulting decomposition temperature of 500 oC, and morphological analysis by SEM showed changes in the structure of asphalt mixtures. FTIR spectra showed that the crosslinking occurs through the hydroxyl group of asphalt with polystyrene, ground rubber, and DVB through radical reactions initiated by the peroxide DCP


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini infrastruktur jalan raya di Indonesia masih merupakan masalah besar karena sebahagian jalan raya ini perlu peremajaan/perbaikan setiap tahunnya dan ini sangat memerlukan dana yang tidak sedikit dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) setiap tahun. Oleh karena itu perlu dicari solusi untuk dapat mengurangi pengeluaran tersebut. Salah satu yang sangat memungkinkan untuk menghindari kerugian negara adalah dengan mengkaji ketahanan aspal yang tahan lama dan berkualitas. Jika dilihat kekuatan atau ketahanan dari jalan yang dibuat begitu cepat rusak, tentu banyak faktor yang menyebabkannya. Hal ini jika dipandang dari sudut sains kimia boleh jadi akibat kurang kuatnya ikatan kimia antara aspal dengan agregatnya (Tamrin, 2011).

Pada dasarnya aspal menurut Sukirman (2003) merupakan bahan komposit yang biasa digunakan dalam proyek-proyek konstruksi seperti permukaan jalan, bandara dan tempat parkir. Ini terdiri dari aspal dan agregat mineral yang dicampur bersama, kemudian ditetapkan dalam lapisan yang dipadatkan sehingga digolongkan material pembentuk campuran perkerasan jalan. Aspal sendiri memiliki beberapa kelemahan diantaranya seperti mengalami deformasi (perubahan bentuk) permanen disebabkan adanya tekanan terlalu berat oleh muatan truk yang berlebihan dan tingginya frekuensi lalu lintas kendaraan dijalan raya., keretakan-keretakan maupun kerusakan dapat juga disebabkan karena tererosi akibat kikisan air, ini semua terjadi pada campuran aspal (Brown, 1990).

Alternatif yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut yaitu dengan meningkatkan sifat fisik dan mekanik aspal. Salah satunya dengan aspal polimer. Belakangan ini penelitian aspal yang dikombinasikan dengan bahan polimer telah banyak dipublikasikan dan pola ini sangat memungkinkan untuk membuat aspal khususnya untuk jalan raya di Indonesia. Hal ini tentunya dapat menjadi solusi untuk


(21)

menghindari pemborosan dana APBN yang setiap tahunnya harus dikeluarkan oleh negara.

Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau biasa disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan. (Polacco, 2005).

Modifikasi aspal polimer telah digunakan di beberapa negara maju, dan telah berhasil ditempatkan pada lokasi-lokasi jalan raya. Beberapa penelitian mengenai PMA telah dilakukan, seperti Yildrim (2005) yang melakukan modifikasi karet stirena butadiena stirena, karet stirena butadiena, dan etilen vinil asetat dengan aspal. Pei-Hung (2000) juga telah memodifikasi pada polietilena, polipropilena, dan karet EPDM dengan aspal. Tortum (2004) melakukan penelitian tentang penentuan kondisi optimum untuk karet ban di aspal beton. Mothe (2008) mengkarakterisasi campuran aspal dengan TG/DTG, DTA dan FTIR. Yang (2010) Melihat mekanisme dan kinetika dari reaksi antara aspal dengan anhidrat maleat.

Disisi lain, diketahui bahwa polistirena bekas merupakan bahan polimer sintetis yang banyak digunakan terutama yang dalam bentuk polistirena foam. Polistirena foam ini banyak sekali dipergunakan terutama sebagai pembungkus material. Polistirena foam sendiri tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbah polistirena harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan bahan-bahan polistirena foam bekas ini merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk meminimalisir limbah polistirena tersebut. Dan kelebihan dari polistirena adalah ringan, keras, tahan panas, tahan terhadap air, agak


(22)

sifat yang dimiliki oleh polistirena tersebut, dinilai dapat mengatasi masalah dari campuran aspal dengan menambahkan polistirena tersebut sebagai aditif.

Disamping penggunaan polistirena, tentu perlu penambahan bahan aditif lain yang bersifat elastomer, agar dihasilkan campuran aspal yang tidak terlalu keras, tetapi sedikit elastis. Tentunya limbah karet ban merupakan yang paling banyak dihasilkan setiap tahunnya. Di Indonesia belum pernah dilaporkan secara mendetail data statistik mengenai jumlah ban bekas setiap tahun. Tetapi di Amerika Serikat mencapai 280 juta unit ban. Dan ban-ban bekas tersebut dapat dikelola kembali berupa ban bekas utuh, dibelah, dipotong-potong, dan diserut (Satyarno, 2006). Pemanfaatan karet ban bekas dalam bentuk serutan yang sudah dipisahkan dari komposisi standart karet ban dinilai cukup baik dalam pencampuran aspal. Dan serutan ban bekas ini dapat bercampur dengan aspal karena mengandung unsur karbon dan hidrogen.

Pada campuran antara aspal dengan agregat yang ditambahkan bahan aditif polimer berupa serutan karet ban bekas dan polistirena hanya akan terjadi ikatan fisis sehingga membuat bahan aditif yang ditambahkan hanya berfungsi sebagai agregat. Perlunya penggunaan bahan peroksida seperti dikumil peroksida sebagai inisiator dan juga penambahan divenil benzena sebagai pengikat sambung silang (crosslinker) dalam campuran aspal tersebut, akan menghasilkan ikatan kimia yang kuat dalam campuran aspal tersebut dan menyebabkan agregat terperangkap diantara ikatan sambung silang yang terjadi antara aspal dengan bahan polimer.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin mencoba melakukan penelitian tentang pemanfaatan serutan karet ban bekas yang dicampurkan dengan polistirena bekas yang kemudian digabungkan dengan aspal untuk pembuatan aspal polimer. Pemanfaatan polistirena bekas ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan tekan dan ketahanan terhadap air dari campuran aspal. Sedangkan karet ban bekas yang bersifat elastomer ini diharapkan juga dapat meningkatkan nilai kelenturannya sehingga tingkat keelastisan dari campuran aspal menjadi lebih baik.


(23)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah aspal dapat dibuat dengan mencampurkan karet ban bekas dan polistirena bekas yang dicampur dengan agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida (DCP) dan divenil benzena (DVB) menggunakan proses ekstruksi.

2. Apakah pemanfaatan pencampuran karet ban bekas dan polistirena bekas efektif dalam meningkatkan sifat mekanik (tahan terhadap tekanan) dan sifat fisik (tahan air, termal, morfologi) dari campuran aspal dengan agregat pasir.

3. Bagaimana komposisi yang optimum untuk campuran karet ban bekas dengan polistirena bekas yang digunakan agar mutu campuran aspal dengan agregat jadi lebih baik.

1.3 Pembatasan Masalah

1. Sampel yang digunakan yaitu aspal produksi asal iran dengan tipe penetrasi 60/70 yang diperoleh dari distributor PT. Gudang Aspal 51. 2. Bahan polimer yang digunakan yaitu :

- Serutan karet ban luar mobil bekas yang diperoleh dari perusahaan pengumpul ban bekas PT. Persaudaraan Tanjung Morawa yang sudah dipisahkan dari komposisi standar ban luar mobil.

- Polistirena bekas berupa polistirena foam yang berasal dari bantalan material dalam kemasan.

3. Bahan agregat yang digunakan merupakan pasir halus yang diperoleh dari toko panglong CV. Setia Jaya.


(24)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui apakah aspal dapat dibuat dengan mencampurkan karet ban bekas dan polistirena bekas yang dicampur dengan agregat pasir dengan adanya dikumil peroksida dan divenil benzena menggunakan proses ekstruksi.

2. Untuk melihat efektivitas antara karet ban bekas dan polistirena bekas dengan aspal dalam hal peningkatan sifat mekanik (tahan terhadap tekanan) dan sifat fisik (tahan air, termal, morfologi) dari campuran aspal dengan agregat pasir.

3. Untuk mengetahui optimasi campuran antara karet ban bekas dan polistirena bekas dengan aspal dan agregat agar dapat memberikan data modifikasi aspal polimer yang paling baik.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Sebagai informasi tambahan mengenai pemanfaatan karet ban bekas dan polistirena bekas sebagai bahan aditif dalam aspal yang dapat meningkatkan sifat mekanik dan fisik dari aspal.

2. Sebagai solusi alternatif terhadap permasalahan pembangunan jalan raya agar kualitas aspal sebagai bahan dasar jalan raya lebih baik dan lebih tahan lama (lebih tahan terhadap tekanan, dan tahan terhadap air).

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu : 1. Tahapan Persiapan Agregat dan Bahan Polimer

Persiapan bahan agregat yaitu pasir halus, dan persiapan bahan polimer yaitu serutan karet ban bekas dengan polistirena bekas.


(25)

2. Tahapan Pembuatan Aspal Polimer

Pada tahapan ini variasi serbuk karet ban bekas dengan variasi polistirena bekas dicampurkan, dan ditambahkan dengan aspal dan agregat. Campuran tersebut ditambahkan dengan inisiator Dikumil Peroksida (DCP) dan pengikat sambung silang Divenil Benzena (DVB), yang kemudian di ekstruksi suhu 170 oC, dan dicetak dengan Hot Compressor. 3. Tahapan Karakterisasi

Untuk karakterisasi dilakukan pengujian sifat mekanik dengan uji kuat tekan. Sedangkan untuk sifat fisik di uji dengan penyerapan air, di uji sifat termal dengan DTA, dan analisis morfologi dengan SEM. Serta analisis gugus fungsi dengan FTIR.

Variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

- Variabel Tetap : Aspal 60 g, pasir halus 300 g, DCP 1 phr, dan DVB 1 phr. - Variabel Bebas : Karet ban bekas (35 g, 30 g, 25 g, 20 g, 15 g, 10 g, 5 g)

Polistirena bekas (5 g, 10 g, 15 g, 20 g, 25 g, 30 g, 35 g) - Variabel Terikat : Nilai kuat tekan, nilai penyerapan air, suhu transisi gelas,

dan suhu dekomposisi 1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Dan pengujian kuat tekan dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Pengujian DTA dilakukan di Laboratorium Pendidikan Teknologi Kimia Industri Medan. Pengujian SEM di Laboratorium Geologi Kuarter (PPGL) Bandung. Analisis FTIR dilakukan di Laboratorium Bea dan Cukai Belawan.


(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspal

Aspal didefinisikan sebagai material perekat (cementitious), berwarna hitam atau coklat tua dengan unsur utama bitumen. Aspal dapat diperoleh di alam ataupun juga merupakan hasil residu dari pengilangan minyak bumi. Aspal merupakan material yang umum digunakan untuk bahan pengikat agregat, oleh karena itu seringkali bitumen disebut pula sebagai aspal. Pada suhu ruang, aspal adalah material yang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Jadi, aspal akan mencair jika dipanaskan sampai dengan temperatur tertentu, dan kembali membeku jika temperatur turun. Bersama dengan agregat, aspal merupakan material pembentuk campuran perkerasan jalan. (Sukirman, 2003).

Aspal dikenal sebagai bahan atau material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga temperatur 350oC dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil (Wignall, 2003).

2.1.1 Jenis – Jenis Aspal

Secara umum, jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan asal dan proses pembentukannya adalah sebagai berikut :

a. Aspal Alam

Aspal alam ada yang diperoleh di gunung-gunung seperti aspal di pulau buton, dan ada pula yang diperoleh di pulau Trinidad berupa aspal danau. Aspal alam terbesar di dunia terdapat di Trinidad, berupa aspal danau. Indonesia memiliki aspal


(27)

alam yaitu di Pulau Buton, yang terkenal dengan nama Asbuton (Aspal Pulau Buton). Penggunaan asbuton sebagai salah satu material perkerasan jalan telah dimulai sejak tahun 1920, walaupun masih bersifat konvensional. Asbuton merupakan batu yang mengandung aspal. Asbuton merupakan material yang ditemukan begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. b. Aspal Minyak

Aspal minyak bumi adalah aspal yang merupakan residu destilasi minyak bumi. Setiap minyak bumi dapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crude oil yang mengandung banyak aspal, parafin base crude oil yang mengandung banyak parafin, atau mixed base crude oil yang mengandung campuran aspal dengan parafin. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan a sphaltic base crude oil. Hasil destilasi minyak bumi menghasilkan bensin, minyak tanah, dan solar yang diperoleh pada temperatur berbeda-beda, sedangkan aspal merupakan residunya. Residu aspal berbentuk padat, tetapi dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperatur ruang. Jadi, jika dilihat bentuknya pada temperatur ruang, maka aspal dibedakan atas beberapa bagian, yaitu :

1. Aspal padat adalah aspal yang berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan mencair jika dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (asphalt cement). Oleh karena itu, semen aspal harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat.

2. Aspal cair (a sphalt cut-back) yaitu aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Bahan pencair membedakan aspal cair menjadi tiga bagian, yaitu :

- Slow Curing dengan bahan pencair solar

- Medium Curing dengan bahan pencair minyak tanah - Rapid Curing dengan bahan pencair bensin.


(28)

3. Aspal emulsi, yaitu campuran aspal (55%-65%) dengan air (35%-45%) dan bahan pengemulsi 1% sampai 2% yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi ini lebih cair daripada aspal cair. Dimana dalam aspal emulsi, butir-butir aspal larut dalam air. Untuk menghindari butiran aspal saling menarik membentuk butir-butir yang lebih besar, maka butiran tersebut diberi muatan listrik. Aspal emulsi dapat dibedakan berdasarkan muatan listriknya, antara lain yaitu :

- Aspal emulsi anionik atau disebut juga dengan emulsi alkali - Aspal emulsi kationik atau disebut dengan emulsi asam - Aspal emulsi nonionik (tidak mengalami ionisasi).

Sedangkan berdasarkan kecepatan mengerasnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas tiga bahagian yaitu :

- Rapid Setting - Medium Setting - Slow Setting

Berdasarkan ketiga bentuk aspal tersebut, semen aspal atau aspal padat yang paling banyak digunakan, terutama untuk perkerasan jalan (Sukirman, 2007).

Aspal yang digunakan untuk perkerasan jalan yang dicampurkan dengan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan disebut dengan aspal beton. Dan yang paling umum digunakan yaitu aspal beton campuran panas yang dikenal dengan Hot Mix sedangkan jenis lainnya seperti aspal beton campuran hangat, aspal beton campuran dingin, dan aspal mastis (Asiyanto, 2008).

Aspal padat iran merupakan salah satu jenis aspal minyak bumi yang diimpor dari Iran-Teheran. Aspal jenis ini sangat sesuai dan direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena di desain untuk bisa elastis menyesuaikan suhu yang naik dan turun, contohnya aspal yang dipergunakan sebagai bahan utama dalam penelitian ini yaitu aspal dengan angka penetrasi 60/70. Untuk data jenis pengujian dan data persyaratan aspal tersebut tercantum pada Tabel 2.1 (Anonim, 2010).


(29)

Tabel 2.1 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70

Sifat Ukuran Spesifikasi Standart

Pengujian Densitas pada T 25 oC K/m3 1010 - 1060 ASTM-D71/3289

Penetrasi pada T 25 oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25 oC Cm Min. 100 ASTM-D113

Kerugian pemanasan %wt Max. 0,2 ASTM-D6

Penurunan pada penetrasi setelah

pemanasan % Max. 20 ASTM-D6&D5

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam CS2 %wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

2.1.2 Sifat Kimiawi Aspal

Aspal dipandang sebagai sebuah sistem koloidal yang terdiri dari komponen molekul berat yang disebut asphaltene, dispersi/hamburan di dalam minyak perantara disebut maltene. Bagian dari maltene terdiri dari molekul perantara disebut resin yang menjadi instrumen di dalam menjaga dispersi asphaltene (Koninklijke, 1987).

Aspal merupakan senyawa hidrogen (H) dan karbon (C) yang terdiri dari bebebrapa senyawa seperti: paraffin, siklo paraffin. naften dan aromatis. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga berperan sebagai selimut agregat dalam bentuk film, dimana aspal yang berperan menahan gaya gesek permukaan dan mengurangi kandungan pori udara yang juga berarti mengurangi penetrasi air masuk ke dalam campuran (Rianung, 2007).

Aspal seperti pada Gambar 2.1, merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom Nitrogen (N), Sulfur (S), dan Oksigen (O) dalam jumlah yang kecil. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam aspal atau bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur (0-6%), Oksigen (0-1,5%), dan Nitrogen (0-1%).


(30)

Gambar 2.1 Struktur Aspal Berikut sifat-sifat dari senyawa penyusun dari aspal : a. Asphaltene

Asphaltene, seperti pada Gambar 2.2, merupakan senyawa komplek aromatis yang berwarna hitam atau coklat amorf, bersifat termoplatis dan sangat polar, perbandingan komposisi untuk H/C yaitu 1 :1, memiliki berat molekul besar antara 1000 – 100000, dan tidak larut dalam n-heptan. Asphaltene juga sangat berpengaruh dalam menentukan sifat reologi bitumen, dimana semakin tinggi asphaltene, maka bitumen akan semakin keras dan semakin kental, sehingga titik lembeknya akan semakin tinggi, dan menyebabkan harga penetrasinya semakin rendah.


(31)

b. Maltene

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturate, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen.

Resin merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, dan berbentuk solid atau semi solid dan sangat polar, dimana tersusun oleh atom karbon dan hidrogen, dan sedikit atom oksigen, Sulfur, dan Nitrogen, untuk perbandingan hidrogen dengan karbon H/C yaitu 1.3 – 1.4, memiliki berat molekul antara 500 – 50000, serta larut dalam n-heptan.

Aromatis merupakan senyawa yang berwarna coklat tua, berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan di dominasi oleh cincin tidak jenuh, dengan berat molekul antara 300 – 2000, terdiri dari senyawa naften aromatis, dengan komposisinya antara 40 - 65% dari total bitumen.

Saturate merupakan senyawa ini berbentuk cairan kental, bersifat non polar, dan memiliki berat molekul hampir sama dengan aromatis., serta tersusun dari campuran hidrokarbon berantai lurus, bercabang, alkil naften, dan aromatis, dengan komposisinya berjumlah antara 5-20% dari total bitumen. Gambar 2.3 merupakan struktur kimia dari senyawa saturate dengan bentuk susunan rantai yang berbeda.

Gambar 2.3 Struktur Saturate

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida (CS2), dan struktur utamanya merupakan ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat


(32)

2.1.3 Fungsi Aspal Sebagai Material Perkerasan Jalan

Aspal yang digunakan sebagai bahan material perkerasan jalan dipandang berfungsi sebagai :

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara sesama aspal.

2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir agregat dan pori-pori yang ada dalam butir agregat itu sendiri.

Untuk dapat memenuhi kedua fungsi aspal itu dengan baik, maka aspal haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik, serta pada saat dilaksanakan mempunyai tingkat kekentalan tertentu. Penggunaan aspal pada perkerasan jalan dapat melalui dicampurkan pada agregat sebelum dihamparkan (prahampar), seperti lapisan beton aspal atau disiramkan pada lapisan agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat-agregat yang lebih halus (pascahampar).

Fungsi utama aspal untuk kedua jenis proses pembentukan perkerasan jalan yaitu proses pencampuran prahampar dengan pascahampar itu berbeda. Pada proses prahampar aspal yang dicampurkan dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori antar butir, dan meresap ke dalam pori-pori masing-masing butir.

Pada proses pascahampar, aspal disiramkan pada lapisan agregat yang dipadatkan, lalu di atasnya ditaburi butiran agregat halus. Pada proses ini aspal akan meresap ke dalam pori-pori antar butir agregat dibawahnya. Fungsi utamanya adalah menghasilkan lapisan perkerasan bagian atas yang kedap air dan tidak mengikat agregat sampai ke bagian bawah.

2.2 Modifikasi Polimer Aspal

Bahan aditif aspal adalah suatu bahan yang dipakai untuk ditambahkan pada aspal. Penggunan bahan aditif aspal merupakan bagian dari klasifikasi jenis aspal modifier yang yang berunsur dari jenis karet, karet sintetis atau buatan juga dari karet yang sudah diolah (dari ban bekas), dan juga dari bahan plastik (Rianung, 2007).


(33)

Penggunaan campuran polimer aspal merupakan trend yang semakin meningkat tidak hanya karena faktor ekonomi, tetapi juga demi mendapatkan kualitas aspal yang lebih baik dan tahan lama. Modifikasi polimer aspal yang diperoleh dari interaksi antara komponen aspal dengan bahan aditif polimer dapat meningkatkan sifat-sifat dari aspal tersebut. Dalam hal ini terlihat bahwa keterpaduan aditif polimer yang sesuai dengan campuran aspal. Penggunaan polimer sebagai bahan untuk memodifikasi aspal terus berkembang di dalam dekade terakhir. (Fei-Hung, 2000).

Badan Litbang Kementerian PU (2007), melakukan pengujian dengan menggunakan bahan aditif dengan menggunakan karet alam untuk meningkatkan mutu perkerasan jalan beraspal sebesar 3 % dari berat aspal minyak dengan hasil memperbaiki karakteristik aspal konvensional, meningkatkan mutu perkerasan beraspal yang ditunjukkan dengan peningkatan modulus resilien dan kecepatan deformasi, meningkatkan umur konstruksi perkerasan jalan yang ditunjukkan percepatan terjadinya retak dan alur.

PT. Tunas Mekar Adiperkasa dengan produknya aspal BituPlus®. Dimana aspal ini memakai polimer elastomer atau dari bahan jenis karet. Pengujian terhadap pemakaian aspal tersebut dihasilkan aspal yang memiliki titik lembek tinggi, kelenturan yang lebih baik serta penetrasi yang optimal daripada menggunakan aspal biasa serta perkerasan jalan lebih tahan terhadap aging akibat pengaruh sinar ultraviolet sehingga memperbaiki kinerja beton aspal (Rianung, 2007).

Penambahan bahan polimer pada aspal yang bersifat plastomer dapat meningkatkan kekuatan tinggi dalam campuran aspal polimer. Pada sisi lain, bahan yang bersifat elastomer seperti karet alam, maupun karet sintetis, dapat memberikan aspal dengan fleksibilitas dan keelastisan yang lebih baik, termasuk juga perbaikan terhadap resistensi dan ketahanan terhadap temperatur rendah. (Strommer 1986).

Untuk memperbaiki sifat-sifat dari bahan permukaan aspal, peneliti telah memusatkan perhatian pada aditif yang diperoleh dengan memanfaatkan bahan-bahan


(34)

yang dapat meningkatkan resistensi terhadap keretakan letih, mengurangi cakupan deformasi permanen dan mengurangi pengerasan pada suhu tinggi.

2.2.1 Pemanfaatan Karet Ban

Ban merupakan produk karet yang diproduksi dalam jumlah volume yang cukup banyak, dan juga merupakan elemen terpenting dalam bagian suatu kenderaan. Penggunaan karet alam maupun karet sintetis cukup banyak dipakai di dalam industri ban.

Ban saat ini secara essensial merupakan suatu komposit karet. Ban diproduksi dari beberapa komponen yang terpisah seperti tread, inerlainer, beads, belds, dan lain-lain serta komponen-komponen yang berbeda yang memiliki kandungan karet yang berbeda pula. Ban bekas tidaklah murni tetapi ini dibentuk dari kandungan bahan pengisi yang tinggi, seperti campuran elastromer dan bermacam-macam aditif. Beberapa jenis ban seperti ban radial walaupun dalam pembuatannya dicampur dengan karet sintetis, tetapi jumlah karet alam yang digunakan tetap lebih besar, yaitu dua kali lipat komponen karet alam untuk pembuatan ban non-radial. Jenis-jenis ban yang besar kurang baik apabila dibuat dari bahan karet jenis sintetis yang lebih banyak (Tim Penulis PS, 2004).

Ban bukanlah hanya campuran antara karet alam dengan karet sintetik, tetapi dalam wujud campuran-campuran, yang terdiri dari elastomer-elastomer dan berbagai bahan tambahan. Bahan tambahan tersebut dapat digolongkan sebagai bahan vulkanisasi, akselerator, penguat, antidegradants, dan pelunak.

Umumnya ban ini dapat dipergunakan kembali setelah diperbaiki, dimana hasil pengembangannya biasa disebut dengan vulkanisir. Ban-ban bekas tersebut dapat dikelola berupa ban bekas utuh, dibelah, dipotong-potong, dan diserut. Setiap ban mobil umumnya mempunyai berat 9,1 kg dengan berat dari karet sebesar 5,4 - 5,9 kg yang terdiri dari 35% karet alam dan 65% karet sintetis. Sedangkan ban truk biasanya mempunyai berat 18,2 kg yang mengandung 60 – 70% karet yang terdiri dari 65% karet alam dan 35% karet sintetis. Dan dari berbagai macam ban, ban jenis


(35)

radial dengan serat baja merupakan ban yang paling banyak dipakai. Tabel 2.2 merupakan kandungan kimia yang terdapat pada kendaraan bermotor (Satyarno, 2006).

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Karet Ban Kendaraan Bermotor

No Jenis Pemeriksaan Hasil

1 Kadar Karet Alam 25%

2 Kadar Karet Butadien 15%

3 Kadar Butil Karet 5%

4 Kadar Karbon Hitam 35%

5 Kadar ZnO 4%

6 Kadar Oil/Naften/Aromatik 4%

7 Kadar Kotoran/Debu/Kaolin/Kalsium 12%

Di Indonesia, ban bekas ini setelah divulkanisir, pada umumnya digunakan lagi sebagai peralatan rumah tangga, seperti ember, meja-kursi, sandal, dan tali. Sementara di Amerika ban bekas sudah didaur ulang untuk keperluan bahan campur pada pengerjaan lapis keras. Tentunya karet ban bekas ini pun dapat pula dimanfaatkan di Indonesia sebagai bahan aditif untuk campuran aspal.

Ban bekas bersifat sangat stabil dan merupakan suatu polimer berantai panjang. Beberapa karakteristik dari ban bekas yaitu stabilitasnya dan sifatnya yang tahan lama, menarik, dan kelayakannya selama pemakaiannya. Faktanya adalah bahwa ban bekas merupakan suatu polimer termoset yang berarti sulit untuk meleleh atau sulit diuraikan menjadi komponen penyusunnya (Liang, 2004).

Dalam daur ulang ban bekas, banyak sekali penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terutama terhadap alternatif temuan teknologi yang bersifat lebih ekonomis dan banyak sumber daya konservatif agar memperoleh kembali bahan-bahan yang berharga dari bermacam-macam bahan-bahan yang berbasis polimer. Metoda pendaur-ulangan ini dapat diterapkan tetapi tidak terbatas pada ban roda sisa saja, bisa juga plastik, dan sejumlah bahan-bahan polimer yang berbeda atau


(36)

campuran-Pemanfaatan karet ban sebagai aditif juga dinilai efektif untuk meningkatkan sifat mekanik dari campuran aspal sehingga menjadi lebih elastis dan tidak mudah mengalami deformasi ketika diberi beban yang berat.

2.2.2 Pemanfaatan Polistirena

Polistirena pertama kali dibuat pada 1839 oleh Eduard Simon, seorang apoteker Jerman. Polistirena adalah sebuah polimer dengan monomer stirena, sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Pada suhu ruangan, polistirena biasanya bersifat termoplastik padat, dapat mencair pada suhu yang lebih tinggi.

Polistirena merupakan polimer hidrokarbon parafin yang terbentuk dengan cara reaksi polimerisasi, dimana reaksi pembentukan polistirena seperti pada Gambar 2.4 (Rianung, 2007).

Gambar 2.4 Reaksi Polimerisasi Polistirena

Polistirena adalah molekul yang memiliki berat molekul ringan, dimana polistirena terbentuk dari monomer-monomer stirena yang berbau harum. Polistirena memeiliki bentuk padatan murni yang tidak berwarna, bersifat ringan, keras, tahan terhadap panas, agak kaku, tidak mudah patah dan tidak beracun, memiliki kestabilan dimensi yang tinggi dan shrinkage yang rendah, tahan terhadap air, tahan terhadap bahan kimia non-organik, juga tahan terhadap alkohol, dan sangat mudah terbakar. Untuk sifat-sifat fisik dari polistirena disajikan pada Tabel 2.3 (Rianung, 2007).


(37)

Tabel 2.3 Sifat-Sifat Fisik Polistirena

Sifat Fisis Ukuran

Densitas 1050 kg/m³

Densitas EPS 25 - 200 kg/m³

Spesifik Gravitasi 1,05

Konduktivitas Listrik (s) 10-16 S/m

Konduktivitas Panas (k) 0.08 W/(m·K)

Modulus Young(E) 3000-3600 MPa

Kekuatan Tarik (s

t) 46–60 MPa

Perpanjangan 3–4%

Notch test 2–5 kJ/m²

Temperatur Transisi gelas (Tg) 95 °C

Salah satu jenis polistirena yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah polistirena foam. Polistirena foam dikenal luas dengan istilah styrofoam yang seringkali digunakan secara tidak tepat oleh publik karena sebenarnya styrofoam merupakan nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical. Oleh pembuatnya Styrofoam dimaksudkan untuk digunakan sebagai insulator pada bahan konstruksi bangunan.

Polistirena foam dihasilkan dari campuran 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana atau n-pentana. Polistirena foam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Polistirena foam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik (Anonim, 2008).

Polistirena foam begitu banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, tetapi tidak dapat dengan mudah direcycle sehingga pengolahan limbahnya harus dilakukan secara benar agar tidak merugikan lingkungan. Pemanfaatan limbah dari polistirena


(38)

kekuatan tekan dan ketahanan terhadap air karena sifat fisis dari polistirena yang tahan terhadap air, juga kaku dan keras sehingga perlu ditambahkan sebagai bahan aditif dalam campuran aspal untuk pembuatan aspal polimer. Dan hal ini juga merupakan salah satu cara yang paling tepat untuk meminimalisir limbah tersebut. (Damayanthi, 2004).

2.3 Agregat

Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun komposisi lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil pengolahan (manufactured aggregate) maupun agregat buatan (syntetic aggregate) yang digunakan sebagai bahan utama penyusun perkerasan jalan.

Menurut Pedoman No. 023/T/BM/1999, SK No. 76/KPTs/Db/1999. Dep. Kimpraswil Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Prasarana Jalan, agregat dibedakan dalam beberapa kelompok yaitu :

1. Agregat kasar, yaitu batuan yang tertahan saringan No. 8 (2,36 mm) terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah. Agregat kasar dalam campuran beraspal panas untuk mengembangkan volume mortar dengan demikian membuat campuran lebih ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap kelelehan.

2. Agregat halus, yaitu batuan yang lolos saringan No. 8 (2,36 mm) dan tertahan saringan No. 200 (0.075 mm) terdiri dari hasil pemecahan batu atau pasir alam. Fungsi utama dari agregat halus adalah untuk mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen dari campuran melalui ikatan dan gesekan antar partikel, berkenaan dengan itu agregat halus harus memiliki kekerasan yang cukup dan mempunyai sudut, mempunyai bidang pecah permukaan, bersih dan bukan bahan organik.

3. Agregat pengisi (filler), terdiri atas bahan yang lolos saringan No. 200 (0,075 mm) tidak kurang dari 75% terhadap beratnya.(SK. SNI M-02- 1994-03). Fungsi dari Filler adalah untuk meningkatan viskositas aspal dan untuk mengurangi kepekaan terhadap temperatur (Rianung, 2007).


(39)

2.3.1 Penggunaan Pasir Sebagai Bahan Agregat

Pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 - 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahanya (artifical sand), dari kondisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ke pantai (Setyono, 2003).

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya. Persyaratan pasir menurut PUBI 1982 agar dapat digunakan sebagai bahan konstruksi adalah sebagai berikut : - Pasir harus bersih. Bila diuji dengan memakai larutan pencuci khusus, tinggi

endapan pasir yang kelihatan dibandingakan tinggi seluruhnya endapan tidak kurang dari 70%.

- Kandungan bagian yang lewat ayakan 0,063 mm (Lumpur) tidak lebih besar dari 5% berat.

- Angka modulus halus butir terletak antara 2,2 sampai 3,2 bila diuji memakai rangkaian ayakan dengan mata ayakan berukuran berturut-turut 0,16 mm, 0,315 mm, 0,63 mm, 1,25 mm, 2,5 mm, dan 10 mm dengan fraksi yang lewat ayakan 0,3 mm minimal 15% berat.

- Pasir tidak boleh mengandung zat-zat organik yang dapat mengurangi mutu aspal. Kekekalan terhadap larutan MgSO4, fraksi yang hancur tidak lebih dari 10% berat.

- Untuk beton dengan tingkat keawetan yang tinggi, reaksi pasir terhadap alkali harus negatif (Setyawan, 2006).

Senyawa kimia silikon dioksida, juga yang dikenal dengan silika (dari bahasa latin silex), adalah oksida dari silikon dengan rumus kimia SiO2 dan telah dikenal sejak dahulu kekerasannya. Silika ini paling sering ditemukan di alam sebagai pasir


(40)

2.4 Inisiator Dikumil Peroksida

Diantara berbagai tipe inisiator, peroksida (ROOR) dan hidroperoksida (ROOH) merupakan jenis yang paling banyak digunakan. Mereka tidak stabil dengan panas dan terurai menjadi radikal-radikal pada suatu suhu dan laju yang tergantung pada strukturnya. Yang ideal, suatu inisiator peroksida mestilah relatif stabil pada suhu pemrosesan polimer untuk menjamin laju reaksi yang layak (Stevens, 2001).

Dekomposisi termal dapat berguna diaplikasikan ke peroksida organik atau senyawaan azo, contohnya dikumil peroksida ketika dipanaskan mungkin membentuk dua fenil radikal dengan melepas CO2. Suatu keadaan awal dekomposisi yang didapat ketika dikumil peroksida digunakan :

Teknik crosslinking (ikat silang) karet dengan peroksida telah dikenal sejak lama. Keuntungan umum menggunakan peroksida sebagai zat ikat silang adalah ketahanannya baik pada suhu tinggi dalam waktu yang lama, keelastisannya yang baik, dan tidak ada penghilangan warna pada produk akhir.

Dikumil Peroksida (DCP), seperti pada Gambar 2.5 adalah sumber radikal sumber yang kuat, digunakan sebagai inisiator polimerisasi, katalis, dan zat penvulkanisasi. Temperatur waktu paruh 100 oC (untuk 890 menit) 120 oC (untuk 120 menit atau 2 jam) 160 oC (untuk 3 menit), dan 180 (untuk 1,2 menit). DCP terdekomposisi dengan cepat, menyebabkan kebakaran dan ledakan, pada pemanasan dibawah pengaruh cahaya (Eddyanto, 2007).


(41)

Dikumil peroksida pada pemanasan tertentu dapat membentuk kumiloksi radikal, dan dapat juga membentuk fenil radikal dan metil radikal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 yang merupakan mekanisme radikal dari dikumil peroksida (Eddyanto, 2007).

Gambar 2.6 Mekanisme Radikal Dari Dikumil Peroksida 2.5 Divenil Benzena (DVB)

Divenil benzena (DVB) berubah-ubah secara ekstrim zat crosslinking (ikat silang) yang sangat baik dan juga meningkatkan sifat-sifat polimer. Sebagai contoh, divenil benzena banyak digunakan pada pabrik adesif, plastik, elastromer, keramik, material biologis, mantel, katalis, membran, peralatan farmasi, khususnya polimer dan resin penukar ion. Gambar 2.7 merupakan struktur dari divenil benzena dalam bentuk meta (m) dan para (p).


(42)

Rumus molekul DVB C10H10, dengan titik didih 195o C dan titik nyala 76o C, bersifat tidak larut dalam air akan tetapi larut dalam etanol dan eter. Ketika bereaksi bersama-sama dengan stirena, DVB dapat digunakan sebagai monomer reaktif dalam resin poliester. Stirena dan DVB bereaksi secara bersama-sama menghasilkan suatu kopolimer stirena DVB (James, 2005). Adapun penggunaan divenil benzena dalam penelitian ini sebagai pengikat sambung silang (crosslinker) pada campuran antara aspal, serbuk halus karet ban, dan juga polistirena.

2.5.1 Grafting Divenil Benzena Pada Polistirena

Reaksi grafting divenil benzena pada polistirena dapat terjadi selama proses pembuatan aspal polimer. Mekanisme reaksi diperkirakan berlangsung melalui radikal bebas. Reaksi diawali dengan dekomposisi inisiator oleh termal sehingga terbentuk radikal bebas. Selanjutnya radikal bebas ini menyerang ikatan rangkap dari divenil benzena dan terbentuk radikal divenil benzena. Kemudian radikal divenil benzena ini berikatan dengan polistirena dan terbentuk ikatan silang. Adanya ikatan slang akan menambah kekuatan sifat mekaniknya (Eddyanto, 2007).

Menurut Eddyanto (2007) reaksi pengikatan silang antara rantai polistirena dengan molekul divenil benzena berlangsung seperti Gambar 2.8 Disamping terjadinya ikatan silang, reaksi polimerisasi divenil benzena membentuk homopolimer yang sangat mungkin terjadi karena adanya inisiator dikumil peroksida sebagai sumber radikal bebas dan reaksi ini tidak diharapkan.


(43)

2.6 Karakterisasi Modifikasi Aspal Polimer

Karakteristik dari modifikasi aspal polimer yang diukur dengan pengujian sifat mekanik, sifat fisik dan analisis dengan FTIR. Dimana untuk pengujian sifat mekanis yaitu dengan uji kuat tekan. Sedangkan pengujian sifat fisik yaitu dengan uji penyerapan air, uji sifat termal material dengan DTA, dan uji morfologi dengan SEM. Untuk analisis gugus fungsi dengan Spektroskopi FT-IR.

2.6.1 Pengujian Kuat Tekan

Untuk pengujian kuat tekan berdasarkan ASTM D 1559-76. Prinsip dasar metode ini adalah pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan pori dari campuran padat yang terbentuk. Prosedur pengujian mengikuti SNI 03-6758-2002, atau ASTM D 1559-76.

Pemeriksaan uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui secara pasti akan kekuatan tekan yang sebenarnya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Pada mesin uji kuat tekan benda diletakkan dan diberikan beban sampai benda runtuh, yaitu pada saat beban maksimum. Pengukuran kuat tekan (compressive strength) aspal polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

A P

Fc  ...(2.1)

Dengan : P = Gaya maksimum dari mesin tekan, kgf A = Luas permukaan yang diberi tekanan, mm2 Fc = Nilai kuat tekan, kgf/mm2 (MPa)

Nilai P yang merupakan gaya maksimum dari hasil pengujian dimasukkan ke dalam persamaan diatas untuk memperoleh nilai kuat tekan dari masing-masing material yang diuji (Newdesnetty, 2009).


(44)

2.6.2 Pengujian Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C 20-00-2005. Dimana untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer, dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Newdesnetty, 2009) :

 

( ) x100%

B B B PA Air Penyer apan Nilai k k j 

 ... (2.2) Dengan : PA = persentase penyerapan air (%)

Bk = berat sampel kering (kg) Bj = berat jenuh air (kg)

2.6.3 Pengujian Termal dengan Differential Thermal Analysis

Differential Thermal Analysis (DTA) yaitu merupakan suatu alat untuk menganalisis sifat termal suatu sampel yang memiliki berat molekul tinggi seperti bahan-bahan polimer dengan perlakuan sampel dipanaskan sampai terurai, yang kemudian transisi-transisi termal dalam sampel tersebut dideteksi dan diukur. DTA digunakan untuk menentukan temperatur kitis atau transisi gelas (Tg), temperatur maksimum (Tm) dan perubahan temperatur (∆T), dengan ukuran sampel berkisar 30 mg (Stevens, 2001).

Analisis termal bukan saja mampu untuk memberikan informasi tentang perubahan fisik sampel (misalnya titik leleh dan penguapan), tetapi terjadinya proses kimia yang mencakup polimerisasi, degradasi, dekomposisi, dan sebagainya. Dalam bidang campuran polimer (poliblen) pengamatan suhu transisi kaca (Tg) sangat penting untuk meramalkan interaksi antara rantai dan mekanisme pencampuran beberapa polimer.

Campuran polimer yang homogen akan menunjukkan satu puncak Tg (eksotermis) yang tajam dan merupakan fungsi komposisi. Tg campuran biasanya berada diantara Tg dari kedua komponen, karena itu pencampuran homogen digunakan untuk menurunkan Tg , seperti halnya plastisasi dengan pemlastis cair.


(45)

Pencampuran polimer heterogen ditujukan untuk menaikkan ketahanan bentur bahan polimer. Campuran polimer heterogen ini ditandai dengan beberapa puncak Tg, karena disamping masing-masing komponen masih merupakan fase terpisah, daerah antarmuka mungkin memberikan Tg yang berbeda. Pengamatan termal campuran polimer juga dapat digunakan untuk menentukan parameter interaksi, yang merupakan faktor penurunan suhu leleh kristal (Wirjosentono, 1995).

Sifat termal polimer merupakan salah satu sifat yang paling penting karena menentukan sifat mekanis bahan polimer. Senyawa – senyawa polimer menunjukkan suhu transisi gelas pada suhu tertentu. Senyawa polimer amorf seperti polistirena dan bagian amorf dari polimer semi – kristalin seperti polietilen memiliki suhu transisi gelas (Tg), namun polimer kristalin murni seperti elastomer tidak memiliki suhu transisi gelas, namun hanya menunjukkan suhu leleh (Tm). Gambar 2.9 berikut merupakan pola kuva umum DTA.


(46)

Suhu transisi gelas terjadi ketika polimer amorf atau bagian amorf polimer semi-kristalin menunjukkan perubahan dari keadaan lunak dan elastis menjadi keadaan keras, rapuh dan mirip getas. Suhu transisi gelas dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai, kekuatan dan ukuran gugus samping dan fleksibilitas rantai samping. Fleksibilitas rantai ditentukan oleh kemudahan gugus – gugus yang berikatan kovalen untuk berotasi. Rotasi ditentukan oleh energi dari gaya – gaya kohesi molekul. Penurunan fleksibilitas rantai meningkatkan Tg melalui peningkatan halangan sterik. Halangan sterik ditentukan oleh ukuran dan bentuk rantai utama.

Gugus – gugus samping yang besar dan kaku menurunkan fleksibilitas rantai utama sehingga Tg meningkat. Penamabahan gugus samping yang fleksibel menghsilkan peningkatan jarak antar rantai sehingga gaya intermolekuler menurun dan kemuluran meningkat. Hal ini dapat dicapai dengan penambahan pemlastis dan aditif lainnya (Kristian, 2008).

2.6.4 Pengujian Morfologi dengan Scanning Electron Microscopy

Scanning Elektron Mikroskopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk bayangan permukaan. Morfologi suatu benda uji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah mempelajari struktur permukaan atau morfologi itu secara langsung (Stevens, 2001).

Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder dan absorpsi elektron. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µ m dari permukaan.

Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar tofografi diperoleh dari penagkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detector yang diteruskan ke monitor. Pada


(47)

monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan mofologi spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket. Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktivitas tinggi. Karena polimer mempunyai kondiktivitas rendah maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi juga dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atas campuran emas dan palladium (Rafli, 2008).

2.6.5 Analisis Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red Spektroskopi FT-IR merupakan suatu metode analisis yang umum dipakai untuk meneliti bahan polimer dan analisis gugus fungsi. Dengan cara menentukan dan merekam hasil spektra residu dengan serapan energi oleh molekul organik dalam sinar infra merah.

Daerah infra merah merupakan bagian yang memiliki panjang gelombang dari 760–1 jt nm. Apabila daerah ini, molekul diberi energi maka molekul tersebut dapat menyebabkan tekukan dan uluran ikatan itu akan meningkat, atau energi ini dapat menyebabkan getaran dalam molekul-molekul dimana atom dalam molekul mengubah posisi relatifnya. Setiap gugus fungsi dalam molekul umumnya mempunyai karakteristik sendiri sehingga spektroskopi IR dapat digunakan untuk mendeteksi gugus yang spesifik pada polimer. Intensitas pita serapan merupakan ukuran konsentrasi gugus yang khas yang dimiliki oleh polimer (Stevens, 2001).

Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan -bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Aspal dengan tipe penetrasi 60/70, Serutan karet ban luar bekas, Polistirena foam bekas, Agregat pasir halus, Toleuna p.a.E.Merck, Dikumil Peroksida p.a, dan Divenil Benzena p.a.E.Merck.

3.2 Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gelas Beaker 500 mL Pyrex, Ayakan No. 30 (0,6 mm), Statif dan Klem, Hot Plate Corning PC 400 D dan Agitator Fisher Dyna Mix, Neraca Sartorius BL-1500, Ekstruder MIFPOL BRS 896, Oven Gallenkamp Plus II, Hot Compressor Hydraulic Press Test System, Mesin uji tekan Tokyo Testing Machine Type-20E MGF, Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu, Spektroskopi FTIR Perkin Elmer, SEM Jeol Type JSM-6360 LA, Cetakan spesimen bentuk kubus ukuran sisi 50 mm (ASTM C 348-2002/SNI 03-6825-2002).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Persiapan Agregat dan Bahan Polimer Adapun persiapan bahan yang dilakukan yaitu :

- Agregat berupa pasir halus dicuci terlebih dahulu dengan air, dikeringkan di oven pada suhu 110oC, kemudian seluruh agregat pasir halus disaring dalam ayakan, dan hasilnya dibuat masing-masing ke dalam 300 g.

- Serutan karet ban luar bekas disaring dalam ayakan, kemudian hasil saringan dalam bentuk serbuk halus masing-masing dibuat ke dalam variasi 35 g, 30 g, 25 g, 20 g, 15 g, 10 g, 5 g.

- Polistirena foam bekas dipotong-potong kecil, kemudian dibuat ke dalam variasi 5 g, 10 g, 15 g, 20 g, 25 g, 30 g, 35 g.


(49)

3.3.2 Proses Pembutan Aspal Polimer

Adapun prosedur pembuatan aspal polimer adalah sebagai berikut :

1. Sebanyak 20 g polistirena bekas dimasukkan ke dalam gelas beaker dan dilarutkan dengan toluena sambil diaduk hingga melarut seluruhnya. 2. Sebanyak 20 g serbuk halus karet ban bekas hasil ayakan, dicampurkan ke

dalam gelas beaker yang berisi polistirena yang telah dilarutkan.

3. Kemudian diaduk dengan agitator sambil dipanaskan di atas hot plate pada temperatur 115 oC selama 5 menit.

4. Ditambahkan 60 g aspal ke dalam campuran panas tersebut, kemudian diaduk kembali hingga merata sambil tetap dipanaskan selama 5 menit. 5. Ditambahkan 300 g pasir halus ke dalam campuran tersebut secara

perlahan sambil diaduk selama 5 menit dengan temperatur yang sama. 6. Ditambahkan berturut-turut Dikumil Peroksida sebanyak 1 phr ke dalam

campuran tersebut, kemudian dilanjutkan dengan penambahan Divenil Benzena sebanyak 1 phr, sambil tetap diaduk selama 10 menit dengan temperatur yang sama.

7. Hasil pencampuran tersebut kemudian diekstruksi ke dalam ekstruder pada suhu 170 oC.

8. Hasil proses ekstruksi dimasukkan ke dalam alat cetakan berbentuk kubus, ditempatkan dan dipress ke dalam Hot Compressor pada suhu 175 oC selama 10 menit.

9. Hasil cetakan didinginkan pada suhu kamar, kemudian dikeluarkan dari alat cetakan, dan dipersiapkan untuk dikarakterisasi.

10.Perlakuan yang sama dilakukan untuk campuran aspal variasi polistirena bekas dan serbuk karet ban bekas dengan perbandingan komposisi masing-masing yaitu (35:5), (30:10), (25:15), (15:25), (10:30), dan (5:35).


(50)

polimer, tanpa adanya dikumil peroksida dan divenil benzena, juga tanpa menggunakan proses ekstruksi.

3.3.3 Karakterisasi Aspal Polimer

Hasil yang diperoleh kemudian dikarakterisasi untuk menentukan sifat-sifat mekanik (uji kuat tekan) dan fisik (uji penyerapan air, uji sifat termal dengan DTA dan uji morfologi/struktur permukaan dengan SEM) dari campuran aspal dengan bahan polimer, serta dianalisis perubahan gugus fungsinya dengan menggunakan spektroskopi FTIR.

3.3.3.1 Proses Pengujian Kuat Tekan

Alat yang digunakan pada uji kuat tekan adalah Tokyo Testing Machine Type-20E MGF No. 6079 dengan kapasitas 2000 Kgf dan mengacu pada ASTM D 1559-76 atau SNI 03-6758-2002 Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel yang di uji berbentuk kubus dengan sisi 50 mm, dengan luas permukaan 2500 mm2.

2. Selanjutnya sampel ditempatkan pada mesin uji tekan. Kemudian diberikan pembebanan sebesar 1000 Kgf dengan kecepatan 10 mm/menit sampai benda uji runtuh, yaitu pada saat beban maksimum bekerja. Beban maksimum dicatat sebagai P max (dalam satuan Kgf).

3. Dihitung nilai uji kuat tekan dengan menggunakan persamaan (2.1), maka nilai uji kuat tekan dari aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.2Proses Pengujian Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air oleh aspal polimer yang telah dibuat mengacu pada ASTM C 20-00-2005 dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Benda uji dibersihkan terlebih dahulu dengan kain halus, kemudian ditimbang, yang selanjutnya disebut dengan berat kering (Bk).


(51)

2. Kemudian benda uji direndam di dalam bak perendaman dengan ketinggian air separuh dari tinggi benda uji selama 24 jam, kemudian diangkat dan permukaannya dilap dengan kain halus dan ditimbang disebut dengan berat jenuh (Bj).

3. Dihitung nilai uji penyerapan air dengan menggunakan persamaan (2.2), maka nilai uji penyerapan air oleh aspal polimer dapat ditentukan.

3.3.3.3 Proses Pengujian Dengan DTA

Alat yang digunakan untuk menganalisis sifat termal yaitu adalah Thermal Analyzer DT-30 Shimadzu. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Alat dinyalakan selama 30 menit sebelum digunakan.

2. Sampel yang akan diuji dipotong-potong dengan ukuran kecil dan ditimbang dengan berat sekitar 30 mg. Lalu ditimbang alumina sebanyak 30 mg sebagai zat pembanding.

3. Sampel dan pembanding kemudian diletakkan diatas thermocouple. Diset Termocouple Platinum Rhodium (PR) 15 mv, dan DTA range + 250 µV.

4. Alat pengukur temperatur kemudian diset sampai menunjukkan pada temperatur 650 oC.

5. Pulpen recorder ditekan dan chart speed diset 2,5 mm/menit dengan laju pemanasan 10 oC/menit.

6. Kemudian dilanjutkan dengan menekan tombol Start dan ditunggu hasil sampai tercapai suhu yang diinginkan.

7. Hasil pengujian DTA merupakan kurva termogram yang dapat menentukan suhu transisi gelas (Tg), suhu titik lebur (Tm) dan perubahan suhu (∆T).


(52)

3.3.3.4 Proses Pengujian Dengan SEM

Pengujian morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan bertekanan (vacum evaporator) 1492 x 102 atm.

2. Kemudian disinari dengan pancaran elektron bertenaga + 15 kV pada ruangan khusus sehingga mengeluarkan elektron skunder dan elektron terpental yang dapat di deteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya Cathode Ray Tube (CTD).

3. Hasil pemotretan dilakukan setelah memilih bagian tertentu dari objek (sampel) dan dan dilakukan perbesaran mencapai 100 kali, 500 kali, 1000 kali, dan 2500 kali sehingga diperoleh foto yang baik dan jelas.

3.3.3.5 Proses Analisis Dengan FT-IR

Proses penentuan gugus fungsi di analisis menggunakan Spektroskopi Fourier Transform Infra Red. Dengan prosedur pengujian sebagai berikut :

1. Sampel yang dianalisis terlebih dahulu dipotong dalam ukuran kecil kemudian dipanaskan hingga meleleh.

2. Hasilnya dioleskan dengan tipis pada kepingan KBr. 3. Kemudian di uji dengan FT-IR.

4. Hasil yang diperoleh berupa kurva yang menampilkan puncak (peak) yang kemudian dapat ditentukan gugus fungsinya.


(53)

3.4 Bagan Penelitian

Polistirena Serbuk Karet

Ban Bekas Dilarutkan dengan Toluena

Diaduk dan dipanaskan (T=115 oC, t = 5 menit)

Campuran

Diaduk dan dipanaskan (T = 115 oC, t = 5 menit) Ditambahkan agregat pasir halus (300 g)

Campuran dan Agregat

Ditambahkan Dikumil Peroksida (1 phr) Ditambahkan Divenil Benzena (1phr)

Diaduk dan dipanaskan (T = 115 oC, t = 10 menit) Diekstruksi (T = 170 oC)

Dimasukkan ke dalam cetakan kubus

Dipress dan dipanaskan (T = 175 oC, 10 menit)

Hasil

Diaduk dan dipanaskan (T = 115 oC, t = 5 menit) Ditambahkan aspal (60 g)

Uji Kuat Tekan

Uji Penyerapan

Air DTA SEM FT-IR

Dikarakterisasi

Didinginkan pada suhu kamar


(54)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisis Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan mengacu pada ASTM D 1559-76 atau SNI 03-6758-2002 untuk menentukan kekuatan suatu sampel terhadap tekanan atau beban yang diberikan. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis sampel menggunakan alat penguji Tokyo Testing Machine berkapasitas 2000 Kgf dengan memberikan beban sebesar 1000 Kgf dan kecepatan 10 mm/menit terhadap semua variasi sampel. Hasil pengujian terdiri dari bagian pencatat yang dapat menunjukkan besarnya tekanan yang telah diberikan dan diteruskan dalam bentuk diagram, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Diagram Hasil Pengujian Kuat Tekan Terhadap Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena


(55)

Dari diagram tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan antara campuran aspal dengan bahan polimer dan tanpa bahan polimer. Untuk campuran aspal tanpa penambahan bahan polimer bentuk kurva terlihat agak melebar kesamping, hal ini menunjukkan bahwa kurangnya kekuatan dari campuran aspal tersebut untuk menahan beban yang diberikan selain hanya bergantung pada kekuatan agregat semata.

Hal ini berbeda dengan bentuk kurva-kurva yang ditampilkan pada campuran aspal dengan bahan polimer yang bentuk kurvanya agak mengkerucut atau melengkung kebawah, ini jelas menunjukkan bahwa peranan bahan aditif polistirena yang memiliki sifat yang keras dan kaku mampu menahan beban yang ada, dan menurut Fontes (2010) bahwa penambahan karet yang bersifat elastis akan memperlambat terjadinya kerusakan secara permanen. Jadi, penambahan kedua bahan polimer tersebut ke dalam campuran aspal tersebut menghasilkan campuran aspal yang kuat dan keras tetapi sedikit elastis sehingga tidak mudah hancur apabila diberikan pembebanan.

Hasil lainnya dari pengujian tersebut ditampilkan dalam bentuk digital yang didapat nilai gaya maksimum (load) yang selanjutnya disebut dengan P dalam satuan kgf dan nilai regangan (stroke) dalam satuan mm/menit, yang kemudian harga-harga tersebut dicatat secara manual. Yang selanjutnya nilai-nilai tersebut disubstitusi ke persamaan 2.1. Sehingga diperoleh nilai kuat tekan dalam satuan kgf/mm2 yang dikonversikan ke satuan MPa (1 kgf/mm2 = 9,81 MPa).

Untuk hasil perhitungan terhadap nilai kuat tekan dari masing-masing sampel tertera pada Tabel 4.1, dimana pada Tabel 4.1 tersebut terdapat nilai gaya maksimum, nilai regangan dan nilai kuat tekan dari masing-masing sampel yang telah diuji. Untuk Gambar 4.2 menunjukkan hubungan antara nilai kuat tekan dalam satuan MPa dengan campuran aspal variasi karet ban dan polistirena dinyatakan dalam bentuk grafik.


(56)

Tabel 4.1 Hasil Uji Kuat Tekan Dari Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena

No

Komposisi Aspal Polimer Gaya

Stroke

Kuat

Ban PS Aspal Agregat DCP DVB P Tekan

(g) (g) (g) (g) (g) (g) (kgf) (MPa)

1 35 5 60 300 1 1 745,1 20,04 2,92

2 30 10 60 300 1 1 613,5 14,73 2,41

3 25 15 60 300 1 1 471,5 11,32 1,85

4 20 20 60 300 1 1 314,3 16,21 1,23

5 15 25 60 300 1 1 198,1 14,32 0,78

6 10 30 60 300 1 1 115,7 14,38 0,45

7 5 35 60 300 1 1 60,3 14,99 0,24

8 0 0 100 300 1 1 98,7 43,87 0,39

Keterangan : Ao = 50 mm x 50 mm = 2500 mm2, 1 kgf/mm2 = 9,81 MPa

2,92 2,41 1,85 1,23 0,78 0,45 0,24 0,39 0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

(5:35) (10:30) (15:25) (20:20) (25:15) (30:10) (35:5) (0:0)

1 2 3 4 5 6 7 8

Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena

K u a t T e k a n ( M P a )

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Dengan Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena


(57)

Pada Gambar 4.2 tersebut terlihat jelas bahwa nilai kuat tekan maksimum pada komposisi karet ban dan polistirena (5:35) sebesar 2,92 MPa. Sedangkan nilai kuat tekan minimum pada komposisi karet ban dan polistirena (35:5) sebesar 0,24 MPa. Menurut Tortum (2004) karena karet ban bersifat elastomer, sehingga mampu meningkatkan keelastisitasan dari campuran aspal, tetapi semakin banyak komposisi karet ban ditambahkan tidak menghasilkan campuran aspal yang lebih baik, cenderung semakin mengurangi kekuatan campuran aspal tersebut. Dan komposisi polistirena yang lebih banyak menghasilkan campuran aspal dengan kuat tekan lebih maksimum, karena sifat fisis dari polistirena yang keras dan kaku.

Menurut SNI 08-1991-03 untuk persyaratan aspal beton nilai kuat tekannya sebesar 15-40 MPa. Ini berarti semua campuran aspal yang diujikan belum memenuhi ini standar kekuatan dari campuran aspal beton. Hal ini disebabkan karena untuk persyaratan campuran aspal beton tersebut menggunakan agregat kasar (kerikil) dan agregat halus (pasir yang lolos saringan 2,36 mm). Sementara dari pengujian skala laboratorium, untuk agregatnya yang digunakan hanya pasir yang lolos saringan 0,6 mm. Sehingga hasil kuat tekan dari campuran aspal tersebut belum memenuhi Standar Nasional Indonesia.

4.2 Hasil dan Analisis Pengujian Penyerapan Air

Pengujian penyerapan air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005 dimana bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel. Pengujian ini telah dilakukan terhadap semua jenis variasi sampel yang ada, dimana data berat kering dan berat jenuh air disubstitusikan ke persamaaan 2.2. Sehingga diperoleh hasil pengujian persentase penyerapan air, seperti pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.3 yang menunjukkan hubungan antara persentase penyerapan air dengan campuran aspal variasi karet ban dan polistirena.


(58)

Tabel 4.2 Hasil Pengujian Penyerapan Air Dari Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena

No

Komposisi Campuran Aspal

Penyerapan Air Ban PS Aspal Agregat DCP DVB

(g) (g) (g) (g) (g) (g) (%)

1 35 5 60 300 1 1 0,23

2 30 10 60 300 1 1 0,27

3 25 15 60 300 1 1 0,27

4 20 20 60 300 1 1 0,35

5 15 25 60 300 1 1 0,32

6 10 30 60 300 1 1 0,42

7 5 35 60 300 1 1 0,49

8 0 0 100 300 1 1 0,78

0,23 0,27 0,27

0,35 0,32 0,42 0,49 0,78 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90

1 2 3 4 5 6 7 8

(5:35) (10:30) (15:25) (20:20) (25:15) (30:10) (35:5) (0:0)

Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena

P e n y e r a p a n A ir ( % )

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Persentase Penyerapan Air Dengan Campuran Aspal Variasi Karet Ban dan Polistirena


(59)

Berdasarkan Gambar 4.3 diatas terlihat jelas bahwa persentase penyerapan air menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara campuran aspal yang mengandung bahan polimer dengan tanpa bahan polimer. Pada sampel No. 8 atau tanpa bahan polimer menunjukkan nilai penyerapan air yang cukup besar yaitu 0,78%. Sedangkan untuk campuran aspal yang mengandung bahan polimer nilai penyerapan airnya menurun, dengan rata-rata penyerapan air berkisar 0,33%.

Hal ini karena adanya polistirena yang memiliki sifat tahan terhadap air salah satunya dapat meningkatkan ketahanan campuran aspal terhadap air. Menurut Tapkin (2007), banyaknya kandungan air di dalam campuran aspal cenderung mengurangi daya tahan campuran aspal karena menyebabkan erosi. Sehingga dengan ditambahkannya bahan polistirena, persentase penyerapan air menjadi lebih kecil, sehingga penambahan bahan polimer ke dalam campuran aspal tersebut tentunya baik untuk meningkatkan sifat fisik dari campuran aspal.

Pada komposisi karet ban dan polistirena (5:35) menunjukkan persentase penyerapan air yang paling kecil yaitu sebesar 0,23%. Ini menunjukkan bahwa pada komposisi tersebut adalah yang terbaik pada uji penyerapan air dibandingkan komposisi campuran aspal yang lain. Menurut Rianung (2007), sifat fisik dari polistirena salah satunya tahan terhadap air, tentu dengan komposisi dari polistirena yang lebih besar, maka dihasilkan persentase air yang terserap ke dalam campuran aspal kecil. Dari grafik tersebut terlihat terjadinya penurunan persentase penyerapan air pada komposisi campuran aspal (25:15), hal ini disebabkan karena campuran aspal tersebut kurang homogen.

Menurut SNI-03-1969-1990, diketahui bahwa kandungan air dalam campuran aspal maksimum sebesar 3%. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel yang telah diujikan, untuk nilai penyerapan airnya telah memenuhi standar minimum penyerapan air terhadap agregat pasir menurut Standar Nasional Indonesia.


(60)

4.3 Hasil dan Analisis Pengujian Dengan DTA

Pengujian dengan DTA merupakan metode karakterisasi sifat termal untuk mengetahui perubahan sifat-sifat campuran aspal dengan bahan polimer dan campuran aspal tanpa bahan polimer terhadap suhu terutama menentukan perubahan suhu transisi gelas (Tg) dan suhu dekomposisi. Pengujian ini dilakukan terhadap campuran aspal dengan komposisi karet ban dan polistirena (5:35) yang merupakan hasil maksimum dari pengujian mekanis dan juga terhadap campuran aspal tanpa penambahan bahan polimer. Dan hasil pengujian dengan DTA ditampilkan dalam bentuk diagram seperti yang terlihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Dimana berdasarkan Lampiran 1 tersebut untuk campuran aspal variasi karet ban dan polistirena (5:35), diketahui suhu transisi gelas Tg sebesar 430 oC dengan terjadi penurunan suhu (endoterm), dan suhu dekomposisi Tm nya sebesar 500 oC dengan kenaikan suhu (eksoterm). Sedangkan untuk campuran aspal tanpa penambahan bahan polimer yang ditunjukkan pada Lampiran 2 diketahui suhu transisi gelas Tg sebesar 395 oC, dan suhu dekomposisi Tm nya sebesar 509 oC yang juga keduanya menunjukkan terjadinya kenaikan suhu (eksoterm).

Bila dibandingkan keduanya, menunjukkan bahwa terjadi perbedaan suhu dekomposisi Tm dari campuran aspal tanpa penambahan polimer yang sebesar 509 oC, sedangkan suhu Tm campuran aspal dengan karet ban dan polistirena sebesar 500 oC jauh lebih rendah, ini menunjukkan adanya rantai kecil yang terbentuk dan meleleh lebih dahulu serta lepas dari ikatan polimernya.

Menurut Widia (2010), adanya kehadiran polimer ini dapat meningkatkan sifat mekaniknya namun sekaligus memberikan suhu dekomposisi yang rendah. Hal ini disebabkan banyaknya terjadi reaksi persaingan antara polistirena, karet ban bekas, aspal, dan DVB dalam campuran tersebut, sedangkan ikatan – ikatan silang yang diharapkan hanya terbentuk sedikit. Adanya Tg sebesar 430 oC ke arah endoterm menunjukkan adanya rantai-rantai kecil dari polimer yang terbentuk dan lebih dahulu meleleh dalam campuran tersebut. Sehingga campuran aspal tersebut secara fisis ditinjau dari sifat termal tidak terlalu menunjukkan perubahan fisis yang lebih baik.


(1)

Lampiran 10. Foto Hasil Pencetakan Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban dan Polistirena


(2)

Lampiran 11. Foto Pengujian Penyerapan Air Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban dan Polistirena


(3)

Lampiran 12. Foto Pengujian Kuat Tekan Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban dan Polistirena

Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban dan Polistirena (5 : 35)

Sebelum Uji Kuat Tekan

Campuran Aspal Dengan Variasi Karet Ban dan Polistirena (5 : 35)

Sesudah Uji Kuat Tekan

Campuran Aspal Dengan Agregat Sebelum Uji Kuat Tekan

Campuran Aspal Dengan Agregat Sesudah Uji Kuat Tekan


(4)

Lampiran 13. Foto Bahan-Bahan Penelitian

Karet Ban Polistirena Foam

Aspal

Toluena, DVB, dan DCP


(5)

Lampiran 14. Foto Peralatan Penelitian

Ekstruder Hot Compressor

Mesin Uji DTA Mesin Uji Kuat Tekan


(6)

Lampiran 15. Foto Aktivitas Selama Penelitian Mengeringkan bahan di Oven Mencampurkan bahan dengan pengadukan Mengekstruksi sampel campuran aspal

Mengepress sampel hasil ekstruksi

Melakukan pengujian penyerapan air

Melakukan pengujian kuat tekan