Hutan mangrove memiliki ciri-ciri fisik yang unik di banding tanaman lain. Hutan mangrove mempunyai tajuk yang rata dan rapat serta memiliki jenis pohon
yang selalu berdaun. Keadaan lingkungan di mana hutan mangrove tumbuh, mempunyai faktor-faktor yang ekstrim seperti salinitas air tanah dan tanahnya
tergenang air terus menerus. Meskipun mangrove toleran terhadap tanah bergaram halophytes, namun mangrove lebih bersifat fakultatif daripada bersifat obligatif
karena dapat tumbuh dengan baik di air tawar MacKinnon, 2000.
2.1.1. Ciri-Ciri Hutan Mangrove
Hal ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, Bruguiera gymnorrhiza, dan Sonneratia caseolaris
yang tumbuh, berbuah dan berkecambah di Kebun Raya Bogor dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian Sungai Kapuas, sampai ke pedalaman
sejauh lebih 200 km, di Kalimantan Barat. Mangrove juga berbeda dari hutan darat, dalam hal ini jenis-jenis mangrove tertentu tumbuh menggerombol di tempat yang
sangat luas MacKinnon, 2000. Di samping Rhizophora spp., jenis penyusun utama mangrove lainnya dapat
tumbuh secara “coppice”. Asosiasi hutan mangrove selain terdiri dari sejumlah jenis yang toleran terhadap air asin dan lingkungan lumpur, bahkan juga dapat berasosiasi
dengan hutan air payau di bagian hulunya yang hampir seluruhnya terdiri atas tegakan nipah Nypa fruticans. Ciri-ciri ekosistem mangrove terpenting dari
penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik, adalah : 1. memiliki jenis pohon yang relatif sedikit
Universitas Sumatera Utara
2. memiliki akar tidak beraturan pneumatofora misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada mangrove Rhizophora spp., serta akar yang
mencuat vertikal seperti pensil pada pidada Sonneratia 3. memiliki biji propagul yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di
pohonnya, khususnya pada Rhizophora; 4. memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon MacKinnon, 2000.
Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan
bermanfaat sebagai : penahan abrasi pantai; penahan intrusi peresapan air laut; penahan angin; menurunkan kandungan gas karbon dioksida CO
2.1.2. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove
2
Dilihat dari fungsi dan manfaat sosial dan ekonomi, hutan mangrove juga berfungsi dan bermanfaat sebagai : tempat kegiatan wisata alam rekreasi, pendidikan
dan penelitian; penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, serta daun nipah untuk pembuatan atap rumah; penghasil tannin untuk
di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai. Secara Biologi hutan mangrove
berfungsi dan bermanfaat sebagai : tempat hidup berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan biota laut seperti ikan dan udang; sumber bahan organik
sebagai sumber pakan konsumen pertama pakan cacing, kepiting dan golongan kerangkeong, yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya
dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem; tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung Rahmawati, 2006.
Universitas Sumatera Utara
pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit; penghasil bahan pangan ikanudangkepiting, dan gula nira nipah, dan obat-obatan daun Bruguiera
sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis
untuk obat sakit gigi,; tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak., dan pengrajin atap nipah. Rahmawaty, 2006
Fakta selamatnya penduduk Pulau Simeuleu pada saat bencana tsunami Aceh di Pulau Simeuleu tahun 2004 merupakan bukti nyata dari manfaat mangrove. Selain
pengetahuan lokal masyarakat Simeuleu dalam mengantisipasi tsunami, keberadaan hutan mangrove di sekeliling mereka dianggap berperan sangat besar dalam memecah
gelombang tsunami. Dalam kasus lain, salah satu harian terkemuka memberitakan tentang keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove di Suaka Margasatwa Langkat
Timur, Sumut, seluas 800 ha sejak tahun 2003 yang mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan setempat. Nelayan daerah ini bisa mengantongi minimal Rp
30.000 per hari dari penjualan ikan, kepiting, dan udang. Artikel lain memberitakan tentang adanya penurunan hasil udang budidaya di Propinsi Lampung yang mencapai
18 di tahun 2009 akibat serangan virus sebagai dampak turunnya kualitas perairan LKBN Antara, 2006.
Turunnya kualitas perairan ini selain disebabkan karena akumulasi pengelolaan lingkungan yang kurang baik, berkurangnya areal mangrove di sekitar
tambak sebagai pengendali kualitas perairan juga ditengarai sebagai penyebab utamanya LKBN Antara, 2006
Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa secara ekologi dan ekonomi, ekosistem mangrove memiliki fungsi sebagai penahan ombak dan akan mencegah
Universitas Sumatera Utara
abrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar 200 m dengan kerapatan 30 pohon100 m dengan diameter batang 15 cm dapat meredam
sekitar 50 energi gelombang tsunami Dahuri,1991 Selain itu, hutan mangrove sangat berarti bagi sumbangan unsur hara bagi
flora dan fauna yang hidup di daerah tersebut maupun kaitannya dengan perputaran hara dalam ekosistem mangrove. Walaupun fakta dan penelitian telah menunjukkan
keuntungan yang sangat besar dari keberadaan mangrove, luas areal hutan mangrove terus menyusut Dahuri, 1991.
Ketidakjelasan kebijakan dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupatenkota, seringkali menjadi penyebab munculnya persoalan
tumpang tindih peruntukan areal di atas hutan mangrove. Perubahan paradigma pengelolaan hutan dari pola sentralisasi ke desentralisasi menambah daftar panjang
permasalahan Dahuri,1991. Kondisi yang sama pun terjadi di wilayah pesisir Sumatera, khususnya
Kabupaten Batubara Sumatera Utara. Kerusakan hutan mangrove sebagai sabuk hijau green belt di pesisir timur sumatera utara sudah sangat memprihatinkan. Lebih dari
lima puluh persen kerusakan telah terjadi yang banyak disebabkan oleh konversi hutan untuk peruntukan lain, pencemaran pantai oleh sampah dan industri, kurangnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan mangrove sebagai penyangga kehidupan darat dan lautan, kurangnya usaha penataan dan penegakan hukum, belum
adanya penataan ruang pesisir, pencemaran wilayah pesisir dan belum optimalnya pengelolaan perikanan dan kelautan Dahuri,1991.
Universitas Sumatera Utara
Tekanan yang terus menerus ini telah mengakibatkan kelestarian hutan mangrove sebagai benteng utama daerah pesisir semakin terancam. Harapannya
untuk memperbaiki ekosistem wilayah pesisir perlu dilakukan pembangunan sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan, pengelolaan sumberdaya berbasis
masyarakat, dan pengembangan iptek dan budaya bahari. Pelibatan masyarakat sebagai subjek sentral dan kemitraan antara masyarakat pantai dengan LSM dan
pemerintah merupakan suatu kesepakatan dan komitmen untuk mendukung kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara berkelanjutan Dahuri,1991.
Otonomi daerah haruslah dipersepsikan sebagai upaya pengembalian hak-hak masyarakat daerah. Oleh karena itu, diharapkan semua perda yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil haruslah berdasarkan hasil rumusan dari masyarakat lokal. Juga intervensi negara
yang berlebihan sudah harus diakhiri, sehingga masyarakat benar-benar menjadi pelaku utama dalam semua aspek pembangunan. Khusus untuk pemerintah daerah,
disarankan agar pengelolaan dan penyelamatan mangrove menjadi prioritas dalam rencana pembangunan daerah Departemen Kehutanan, 2007.
Penurunan kualitas lingkungan dan perubahan iklim yang salah satunya disebabkan oleh deforestasi dan degradasi hutan merupakan isu global yang paling
banyak dibicarakan saat ini. Hutan tropis pada khususnya, sering dilaporkan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas yang sangat cepat. Tingginya laju
deforestasi di Asia Tenggara tentu saja tidak terlepas dari peran Indonesia sebagai negara dengan persentase hutan paling luas di kawasan ini. Implikasi dari laju
penurunan tutupan hutan yang sangat cepat ini sangat beragam mulai dari kerugian
Universitas Sumatera Utara
finansial pemerintah akibat illegal logging
Walaupun luasannya relatif kecil, ekosistem mangrove memiliki fungsi penyangga kehidupan manusia yang lebih tinggi daripada ekosistem manapun karena
tingkat produktivitas primer NPP yang sangat tinggi. Akan tetapi, karena luas mangrove yang relatif kecil ini juga, eksistensinya sebagai ekosistem penyangga
kehidupan manusia sering di , kerugian ekonomi akibat tutupnya
industri hilir kehutanan seperti pabrik kayu lapis yang kekurangan stok bahan mentah, fragmentasi habitat flora dan fauna, turunnya keanekaragaman hayati,
sampai pada kontribusinya dalam peningkatan gas rumah kaca di atmosfir. Dari data di atas, hutan mangrove memiliki bagian yang relatif kecil dibandingkan
dengan hutan hujan tropis Departemen Kehutanan, 2007.
marginal
Dalam kasus lain, salah satu harian terkemuka memberitakan tentang keberhasilan rehabilitasi hutan mangrove di Suaka Margasatwa Langkat Timur,
Sumut, seluas 800 hektar sejak tahun 2003 yang mampu meningkatkan hasil tangkapan nelayan setempat. Nelayan daerah ini bisa mengantongi minimal Rp
30.000 per hari dari penjualan ikan, kepiting, dan udang. Artikel lain memberitakan tentang adanya penurunan hasil udang budidaya di Propinsi Lampung yang mencapai
kan. Masyarakat awam lebih menganggap hutan mangrove sebagai tempat sarang nyamuk, ular, tempat yang menyeramkan,
angker dan tidak memiliki nilai ekonomi. Karena anggapan tersebut, hutan ini banyak dikonversi menjadi lahan tambak, real estate atau taman hiburan dan rekreasi yang
lebih menjanjikan secara ekonomi. Menurut FAO, selama 25 tahun terakhir 3,6 juta hektar sekitar 20 hutan mangrove telah dikonversi menjadi peruntukan lain
LKBN Antara, 2006.
Universitas Sumatera Utara
18 di tahun 2009 akibat serangan virus sebagai dampak turunnya kualitas perairan. Turunnya kualitas perairan ini selain disebabkan karena akumulasi pengelolaan
lingkungan yang kurang baik, berkurangnya areal mangrove di sekitar tambak sebagai pengendali kualitas perairan juga ditengarai sebagai penyebab utamanya
Dahuri,1991. Selain itu, hutan mangrove sangat berarti bagi sumbangan unsur hara bagi
flora dan fauna yang hidup di daerah tersebut maupun kaitannya dengan perputaran hara dalam ekosistem mangrove. Sebuah penelitian menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara luasan kawasan mangrove dengan produksi perikanan budidaya, yaitu semakin meningkatnya luasan kawasan mangrove maka produksi
perikanan pun turut meningkat. Hutan mangrove merupakan elemen kawasan pesisir yang paling banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan
menetralisir bahan-bahan pencemar. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri Hg 16
kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih ber-mangrove silvofishery
Walaupun fakta dan penelitian telah menunjukkan keuntungan yang sangat besar dari keberadaan mangrove, luas areal hutan mangrove terus menyusut.
Ketidakjelasan kebijakan dan kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupatenkota, seringkali menjadi penyebab munculnya persoalan tumpang
tindih peruntukan areal di atas hutan mangrove. Perubahan paradigma pengelolaan hutan dari pola sentralisasi ke desentralisasi menambah daftar panjang permasalahan
Dahuri, 1991. Dahuri, 1991.
Universitas Sumatera Utara
Program agro-marinepolitan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil Sumut memiliki prospek yang cukup cerah yang muaranya dimaksudkan untuk memacu
kemajuan dan kemakmuran secara berkelanjutan dan berkeadilan melalui pendayagunaan potensi sumberdaya pesisir, kelautan dan perikanan Dahuri, 1991.
2.1.3. Upaya Melestarikan Hutan Manggrove.