Dalam hal partisipasi masyarakat secara swadaya melakukan pengelolaan hutan mangrove, sebanyak 62,8 menyatakan sudah baik, artinya bahwa masyarakat
Desa Mesjid Lama cukup berpartisipasi aktif secara swadaya melakukan pengelolaan hutan mangrove. Hal ini juga dapat dilihat dari adanya lokasi pembibitan hutan
mangrove dengan luas sekitar 2 Ha yang dikelola oleh kelompok masyarakat pencinta dan pelestari kawasan pantai. Berdasarkan skor jawaban responden tersebut dapat
diketahui bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama sudah baik. Kondisi ini perlu dipertahankan sehingga ekosistem pantai
di Desa Mesjid Lama, khususnya Pantai Bunga akan semakin baik dan lestari, yang pada akhirnya akan memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada seluruh
masyarakat Desa Mesjid Lama. Jika dianalisis lebih lanjut partisipasi mayarakat yang telah baik juga
dipengaruhi dari adanya kesempatan berpartisipasi yang terbuka lebar yang ditunjukkan hasil analisis regresi linier berganda yang bertanda positif yaitu 0,114.hal
ini menunjukkan bahwa kesempatan berpartisipasi tersebut memberikan pengaruh positif,yang dibuktikan dari harga t hitung yang lebih besar dari t tabel dengan harga t
hitung 3.884 dan harga t tabel 1,98 tabel 10.
4.5. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove berhubungan dengan beberapa faktor, yaitu pengetahuan seperti kemampuan masyarakat dalam
menanammemeliharamerawat tanaman mangrove, penginterpretasian seperti pola pandang masyarakat akan perkembangan hutan mangrove, kecenderungan seperti
Universitas Sumatera Utara
kegiatan yang selalu dilakukan masyarakat terhadap hutan mangrove, kesempatan kerja seperti adanya lapangan pekerjaan tambahan karena adanya pengelolaan hutan
mangrove, dan kesempatan berpartisipasi seperti terbukanya kesempatan melakukan pembibitan tanaman mangrove . Berikut ini disajikan jawaban responden terhadap
faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut. Tabel 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
No. Pernyataan
Skor 5
4 3
2 1
1 Pengetahuan
52,1 38,3
9,6 2
Penginterpretasian 33,0
67,0 3
Kecenderungan 19,1
80,9 4
Kesempatan kerja 46,8
29,8 23,4
5 Kesempatan berpartisipasi
2,1 38,3
40,4 19,1
Berdasarkan skor jawaban responden terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut
diketahui bahwa sebagian besar 52,1 responden menyatakan bahwa faktor pengetahuan masyarakat adalah baik. Sedangkan pada faktor penginteprestasian
diketahui sebanyak 67 responden menyatakan kurang baik. Faktor kecenderungan menurut sebagian besar responden 80,9 menyatakan kurang baik. Dan dalam hal
kesempatan kerja dan kesempatan berpartisipasi menurut responden baik. Selanjutnya berdasarkan kriteria skor, diketahui kondisi faktor-faktor yang
mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama Tabel 8. Berdasarkan kondisi faktor-faktor tersebut diketahui bahwa
kondisi faktor yang paling tinggi adalah faktor pengetahuan dan kesempatan bervartisipasi, yang paling rendah adalah faktor kecenderungan dengan kriteria
Universitas Sumatera Utara
kurang baik. Secara umum kondisi faktor-faktor tersebut termasuk cukup baik, artinya bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan hutan mamgrove di Desa Mesjid Lama adalah cukup baik. Tabel 8. Kondisi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
No. Faktor
Nilai Kriteria
1. Pengetahuan
3,93 Baik
2. Penginterpretasian
2,67 Kurang baik
3. Kecenderungan
2,81 Kurang baik
4. Kesempatan kerja
3,43 Baik
5. Kesempatan berpartisipasi
3,53 Baik
Rata-rata 3,27
Cukup baik Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor tersebut terhadap
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mamgrove di Desa Mesjid Lama dilakukan melalui analisis anova sebagai berikut Tabel 9.
Tabel 9. Uji Anova Model
Jumlah Derajat
bebas Rata-rata
F Sig.
1 Hubungan
4.606 5
.921 58.663
.000
a
Sisa 1.382
88 .016
Total 5.988
93 a. Nilai tetapan, X
5
, X
3
, X
2
, X
1
, X
4
b. Variabel terikat Y Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai F sebesar 58,663 dengan
signifikansi 0,00. Artinya bahwa nilai F adalah signifikan pada taraf kepercayaan 99. Dengan demikian bahwa kelima faktor tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap masing-masing faktor untuk mengetahui apakah setiap faktor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama Kecamatan Talawi, dilakukan melalui uji t Tabel 10.
Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa faktor pengetahuan X
1
, penginterpretasian X
2
, kecenderungan X
3
, kesempatan kerja X
4
, dan kesempatan berpartisipasi X
5
Tabel 10. Hasil Uji t berpengaruh positif terhadap partisipasi masyarakat
dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama. Hal ini berarti bahwa semakin baik kondisi faktor-faktor tersebut akan semakin meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama.
Model Koefisien non standart
Koefisien Standart
t Sig.
B Std.
kesalahan Beta
Tetapan 2.420
.171 14.129
.000 X
1
.101 .033
.263 3.044
.003 X
2
.037 .031
.069 1.204
.232 X
3
.055 .036
.086 1.522
.132 X
4
.087 .029
.279 3.042
.003 X
5
.114 .029
.350 3.884
.000 a. Variabel terikat: Y
Untuk mengetahui signifikasi dari setiap faktor, maka nilai t-hitung dibandingkan dengan nilai t-tabel. Nilai t-tabel
α 5 db= 93 = 1,98. Berdasarkan nilai t-hitung diketahui bahwa faktor pengetahuan X
1
, kesempatan kerja X
4
, dan kesempatan berpartisipasi X
5
berpengaruh signifikan terhadap partisipasi
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama. Sedangkan faktor penginterpretasian X
2
dan kecenderungan X
3
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama, maka perlu
juga dilakukan peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap manfaat dan fungsi hutan mangrove tersebut. Utomo 2008 menjelaskan bahwa seorang warga
masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan memperlihatkan kesediaan yang lebih besar guna menerima
dan menyesuaikan diri dengan keputusan tersebut dan mau terlibat dalam kegiatan pelestarian hutan.
tidak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid
Lama. Berdasarkan nilai koefisien regresi diketahui bahwa faktor yang paling besar pengaruhnya adalah faktor pengetahuan.
Kerusakan mangrove sebagai bagian utama ekosistem pantai dapat dipulihkan dengan cara restorasirehabilitasi. Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan
kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusia diusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untuk
menumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang dipahamidiingini manusia. Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung makna memberi
jalanpeluang kepada alam untuk mengaturmemulihkan dirinya sendiri. Manusia sebagai pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat proses
pemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisik akan lebih murah dibanding memaksakan usaha penanaman mangrove secara
Universitas Sumatera Utara
langsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubah dalam tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki atau memperbaharui diri
secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis telah berhenti secara
permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atau perbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Secara umum, semua habitat bakau
dapat memperbaiki kondisinya secara alami dalam waktu 15 - 20 tahun jika: 1 kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan 2 ketersediaan biji dan bibit serta
jaraknya tidak terganggu atau terhalangi. Jika kondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapat mendekati daerah restorasi, maka
dapat direstorasi dengan cara penanaman. Keadaan ini selaras dengan pendapat Kusman 1995 yang mengatakan bahwa habitat hutan bakau dapat diperbaiki tanpa
penanaman, maka rencana restorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang terhalangi atau tekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat
perkembangan bakau. Namun jika dilihat beberapa faktor yang mempengaruhi keadaan ideal untuk hutan bakau dapat terostasi dengan sendirinya, keadaan restorasi
sendirinya sangat sulit dicapai, karena keadaan hidrologi didaearah tersebut akan selalu terganggu oleh aktifitas penduduk disekitarnya. Sehingga untuk memulihkan
kawasan hutan mangrove dibutuhkan campur tangan manusia untuk mempercepat proses tersebut.
Menurut Clark 1974 dalam Adisoemarto, 1998 Perencanaan dan pengelolaan kawasan pantai secara sektoral berkaitan dengan satu macam
pemanfaatan untuk memenuhi tujuan tertentu. Hal ini dapat menimbulkan konflik
Universitas Sumatera Utara
kepentingan antar sektor dalam pembangunan pada wilayah pesisir dan lautan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Sasaran
utama pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yaitu diperolehnya manfaat maksimal
dengan keutuhan wilayah tetap dipertahankan.
Upaya pengelolaan kawasan Pantai Bunga bertujuan untuk menciptakan kawasan pantai yang ideal dan lestari sebagai ekosistem pesisir. Upaya pengelolaan
tersebut ditujukan untuk mengembalikan fungsi pantai sebagai kawasan pantai sebagaimana awalnya dengan hamparan pasir putih, pepohonan rindang dengan hutan
bakau di sepanjang pantai. Pelaksanaan kegiatan-kegiatanprogram pengelolaan hutan mangrove di Pantai
Bunga akan mencapai sasaran sebagaimana diharapkan jika dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar. Masyarakat perlu dilibatkan partisipasi masyarakat
mulai dari perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, hingga pemeliharaan ekosistem pantai karena masyarakat yang lebih mengetahui kondisi wilayahnya dan tinggal di
wilayah tersebut. Seyogyanya upaya pemulihan ekosistem mangrove adalah atas biaya pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keberhasilan dan
pemanfaatannya secara berkelanjutan semuanya dipercayakan kepada masyarakat. Prinsip partisipasi masyarakat didasarkan atas musyawarah dan mufakat yang
menghasilkan suatu persetujuan masyarakat setempat, serta peka dan menghormati nilai-nilai sosial-budaya, kebiasaan dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di
sekitar kawasan. Selain itu juga sebaiknya dilandasi dengan prinsip edukasi mengandung unsur pendidikan untuk mengubah perilaku dan kebiasaan seseorang
menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian
Universitas Sumatera Utara
lingkungan dan budaya serta prinsip wisata memberikan kepuasan kepada pengunjung.
Dalam melaksanakan pengelolaan hutan mangrove dan bentuk pelestarian kawasan mangrove melalui partisipasi masyarakat perlu dibentuk suatu organisasi
penggarap kawasan hutan yaitu “Kelompok Tani Hutan” KTH, dimana para petani penggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya dan
membentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan tanggung jawab
masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. Dalam pelaksanaan pembinaan, para petani yang tergabung dalam wadah Kelompok Tani Hutan KTH diberikan
penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan KTH antara lain : 1. Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.
2. Ikut menertibkan pemukimanperambah dalam kawasan hutan mangrove. 3. Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar
pasang surut air laut dan aliran sungai. 4. Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang
dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutan mangrove.
Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat LSM bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain.
Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk
masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir. Dengan demikian semua
Universitas Sumatera Utara
proses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang dimulai dari proses penanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh masyarakat. Melalui
mekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai pekerja saja, melainkan ikut memiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa ikut merencanakan
penanaman dan lain-lain. Masyarakat merasa mempunyai andil dalam upaya rehabilitasi hutan
mangrove tersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompok
orang yang bukan anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrove tersebut ingin memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentu akan ramai-
ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohon tanpa ijin. Ini merupakan salah satu contoh kasus kecil dalam perusakan hutan mangrove yang telah
dihijaukan, kemudian dirusak oleh anggota masyarakat lainnya yang bukan anggota kelompoknya. Pelaksanaan rehabilitasi hutan mangrove dengan penekanan pada
pemberdayaan masyarakat setempat ini biasa dikenal dengan istilah pendekatan bottom- up
. Rehabilitasi dengan pemberdayaan masyarakat akan memberikan hasil yang maksimal, dimana masyarakat pada akhirnya akan merasa bahwa rehabilitasi
hutan mangrove tersebut adalah kewajibannya untuk menyelamatkan ekosistim di sekitar daerah pemukimannya, disamping itu juga masyarakat tidak perlu diawasi
dalam pengelolaan hutan mangrove tersebut. Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Zamani dan Darmawan 2000 yang mengatakan bahwa hasil dari kegiatan
dengan pendekatan bottom up ini akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang telah mereka tanam, sekalipun tidak ada yang
Universitas Sumatera Utara
mengawasinya; karena masyarakat sadar bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka bersama.
Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan dan lestari, sebab tanpa arahan
yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan hutan mangrove dalam jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up
relatif lebih baik jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan pemulihan ekosistem, selain itu “pemerintah atau pemilik modal” tidak terlalu sulit
melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses pelaksanaan pemulihan tersebut, dan pada masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki
terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian pelaksanaan suatu proyek dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan adanya
partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung.
Desa berdampingan dengan Masjid Lama telah terlaksana dengan baik penghijau pesisir pantainya dengan mangrove, seperti di desa Perupuk,desa Dahari
Silebar,desa Kuala Indah.Dimana awalnya dari imformasi yang diperoleh dari masysrakat Masjid Lama mengatakan, dulunya bibit reboisasi mangrove tersebut
berasal dari kelompok tani mereka sebagai akses perluasan usaha tani mengrove.
Universitas Sumatera Utara
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove di Pantai Bunga Kecamatan Talawi Kabupaten Batubara adalah baik.
2. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama tergolong baik.
3. Faktor pengetahuan, penginterpretasian, kecenderungan, kesempatan kerja, dan kesempatan berpartisipasi berpengaruh positif terhadap partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama.
5.2. Saran
Dalam upaya meningkatkan persepsi dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove di Desa Mesjid Lama, hendaknya dilakukan upaya
meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap hutan mangrove baik melalui penyuluhan maupun melalui pemberdayaan,serta peningkatan jenjang pendidikan.
Selain faktor pengetahuan, juga perlu diupayakan peningkatan kesempatan kerja khususnya yang berhubungan dengan ekosistem pesisir,seperti pemeliharaan
dan pengelolaan ikan dan kesempatan berpartisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove seperti pembibitan dan penanaman kembali, serta
pengelolaanpemamfaatnya.
Universitas Sumatera Utara