Sasaran II Keselamatan Pasien: peningkatan komunikasi yang efektif

68 maksimal. Permasalahan yang terjadi seperti belum adanya evaluasi, pengadaan gelang belum merata dan lengkap serta kebijakan dan pedoman yang belum lengkap Dwi Octaria, 2014. WHO juga menyatakan pentingnya melibatkan pasien untuk mengidentifikasi sendiri sebelum menerima tindakan atau obat dalam proses identifikasi pasien WHO, 2007 WHO Collaborating Centre for Patient Safety SOlutions, 2007. Rumah Sakit Haji Jakarta juga telah mengembangkan kebijakan dan prosedur yang mengarahkan identifikasi yang konsisten. Hal tersebut juga sesuai dengan yang dinyatakan WHO yakni diperlukan adanya standarisasi identifikasi pasien dalam fasilitas pelayanan kesehatan WHO Collaborating Centre for Patient Safety SOlutions, 2007. RS Haji Jakarta sendiri telah mengembangkan prosedur pemakaian gelang yang berbeda pada setiap karakter pasien dan prosedur untuk menanyakan kembali pada setiap pasien. Dengan adanya kebijakan tersebut, diharapkan dapat menimalisir terjadinya kesalahan pasien atau kesalahan pemberian tindakan atau obat yang diterima.

6.4 Sasaran II Keselamatan Pasien: peningkatan komunikasi yang efektif

Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien Kementerian Kesehatan, 2011. Standar akreditasi rumah sakit versi 2012 pada sasaran keselamatan pasien mensyaratkan agar rumah sakit menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat dipahami penerima. Hal itu untuk mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan keselamatan pasien. Dalam hal komunikasi, Rumah Sakit Haji Jakarta telah menerapkan teknik 69 komunikasi SBAR Situation, Background, Analysis, Recommendation. Teknik komunikasi tersebut dinilai efektif dan dapat meningkatkan kepuasan dan motivasi perawat dalam melakukan operan Safitri, 2012. Penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit di daerah Blora menyebutkan bahwa mereka belum menggunakan sistem komunikasi SBAR dan CABAK catat, baca dan konfirmasi. Disana juga belum ada pengulangan untuk perintah yang diberikan oleh dokter konsulen sehingga masih bisa terjadi kesalahan dalam konsultasi Dwi Octaria, 2014. Penelitian yang dilakukan pada RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta menyebutkan bahwa komunikasi antara petugas kesehatan dan pasien belum menggunakan format SBAR namun sudah melakukan CABAK. Berdasar observasi yang dilakukan, mereka hanya melakukan Situation dan Background saja, sedangkan Assessment hanya dilakukan oleh beberapa petuga dan Recommendation sama sekali belum dilakukan Setyaningrum, 2015. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kota Mataram menyebutkan terjadi perbedaan efektifitas dari setiap langkah komunikasi SBAR pada perawat di RSUD tersebut. Pada fase situation efektivitas bernilai 82,0, sedangkan pada background hanya bernilai 33,0. Pada fase assessment dan recommendation, persentase efektifitas bernilai 36,0 Supinganto, Mulianingsih, Suharmanto, 2015. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa metode SBAR memiliki hubungan positif antara penerapan metode komunikasi SBAR pada handover keperawatan dengan kinerja perawat di ruang triage IGD RSUP Sanglah Denpasar Suprapta, 2012. Adanya komunikasi yang efektif tentunya menjadi salah satu upaya untuk meminimalisir kesalahan penanganan terhadap pasien. Tidak adanya komunikasi yang efektif barang tentu dapat menyebabkan kesalahan dalam penanganan terhadap pasien. 70 Penggunaan teknik komunikasi SBAR dapat mengukur fokusnya informasi. Teknik SBAR Juga memberikan peluang kepada pasien untuk berkomunikasi secara efektif serta mereduksi adanya repetisi. SBAR juga mendorong untuk formulasi komunikasi yang benar dengan detail mu Wales, 2012. Dengan adanya implementasi komunikasi menggunakan teknik SBAR di Rumah Sakit Haji Jakarta, tentunya hal ini memberikan keuntungan terutama dalam hal menurunkan angka kecelakaan pasien.

6.5 Sasaran III Keselamatan Pasien : Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai