Gambaran Pelaksanaan Evaluasi Program DOTS TB di Rumah Sakit oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2013

(1)

GAMBARAN KESIAPAN AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 PADA STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2014

OLEH: Eko Setia Nugraha NIM : 109101000039

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437H / 2016M


(2)

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN Skripsi, Maret 2016

Eko Setia Nugraha, NIM : 109101000039

Gambaran Kesiapan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 pada Standar Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2014

85 + xix halaman, 1 bagan, 3 gambar, 2 tabel, 6 lampiran ABSTRAK

Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa akreditasi dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan, pada 2014, Status akreditasi Rumah Sakit Haji Jakarta masih menggunakan akreditasi 2009 sehingga dikategorikan telah kadaluarsa karena telah melebihi tenggat waktu tiga tahun. Berdasarkan wawancara, sejak tahun 2013 pihak Rumah Sakit Haji Jakarta telah mempersiapkan untuk mengikuti standar akreditasi rumah sakit versi 2012. Namun, pelaksanaan standar akreditasi versi 2012 mengalami beberapa keterlambatan dari target yang ditetapkan. Penelitian ini ditujukan untuk melihat gambaran kesiapan Rumah Sakit Haji Jakarta dalam mendapatkan akreditasi versi 2012 pada sasaran keselamatan pasien. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Informan penelitian dipilih melalui metode purposive sampling. Informan dalam penelitian ini adalah 1 anggota pokja akreditasi SKP, 2 perawat, 1 seksi unit farmasi, 2 pasien. Triangulasi sumber, metode dan data digunakan untuk meningkatkan validitas penelitian. Sesuai akreditasi 2012, terdapat enam sasaran dalam Sasaran Keselamatan Pasien. Terdiri dari ketepatan identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat, kepastian tepat lokasi tepat prosedur tepat pasien operasi, pengendalian risiko infeksi dan pengurangan risiko pasien jatuh. Dari enam standar tersebut didapatkan hasil dokter operator sangat jarang menandai lokasi operasi dengan penanda khusus dan rumah sakit tidak memiliki dokumen untuk monitoring dan evaluasi untuk pasien risiko jatuh. Sedangkan pada sasaran lain, penyediaan dokumen dan implementasi sudah dilakukan. Rumah sakit Haji Jakarta perlu melakukan sosialisasi terkait penandaan lokasi operasi secara lebih intensif dan persuasif dan juga melengkapi dokumen monitoring dan evaluasi dalam pengurangan risiko pasien jatuh.


(3)

iii

FACULTY MEDICINE AND HEALTH SCIENCES DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

INTENTION HEALTH SERVICE MANAGEMENT Undergraduate Thesis, March 2016

Eko Setia Nugraha, NIM : 109101000039

An Overview of Readiness of Accreditation 2012 version Process on Patient Safety Standard Goal in Jakarta Haji Hospital at 2014

85 + xix page, 1 chart, 3 image, 2 table, 6 attachment ABSTRACT

The Ministry of Health of Republic Indonesia state that accreditation is conducted for increasing a quality of health care so that can increase a trust of patient. Based on the preliminary studies that has been conducted, in 2014, accreditation status of Haji Hospital Jakarta still use 2009 accreditation version so that can be categorized as an expired accreditation because of exceed 3 years as the limit of accreditation time. Based on interview, since 2013 the hospital was preparing for getting a 2012 accreditation version. Nevertheless, the process to get the accreditation encountered retardation by the target. This research aimed to make an overview of Jakarta Haji Hospital readiness in getting a 2012 accreditation version on the patient safety goal. This research uses a qualitative method. Informants in this research are chosen by purposive sampling method. The informants are 1 person from the member of accreditation working group of patient safety goal, 2 nurses, 1 person from pharmacy unit and 2 patients. Based on 2012 accreditation version, there are six goals on the patient safety goal. There are identifying patient, increasing an effective communication, managing alert drugs, to make sure right location, procedure and patient operation, reducing infection risk and decreasing patient fall risk. From that six standard, the results are operating doctor very rare mark the operation location using a special marker and hospital does not have a monitoring and evaluation form for decreasing patitent fall risk. On the other goals, requiring document and implementing have been completed. Haji hospital need to make a socialization regarding operation location marking intensively and persuasively and complete an evaluation and monitoring documents regarding decreasing patient fall risk.


(4)

iv

GAMBARAN KESIAPAN AKREDITASI RUMAH SAKIT VERSI 2012 PADA STANDAR SASARAN KESELAMATAN PASIEN

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh

Eko Setia Nugraha NIM: 109101000039

Pembimbing I,

dr. Yuli Prapancha Satar, MARS NIP. 19530730 198011 1 001

Pembimbing II,

Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D NIP. 19761209 200604 2 003

PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1437 H/2016 M


(5)

v

PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Skripsi dengan judul Gambaran Kesiapan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Pada Standar Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2014 telah diajukan dalam sidang ujian skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Maret 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM.) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat.

Jakarta, Maret 2016

Penguji I

Riastuti Kusuma Wardani, MKM NIP. 1980516 200901 2 005

Penguji II

Dr. Ela Laelasari, M. Kes NIP. 19721002 200604 2 001

Penguji III


(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Maret 2016


(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Nama : Eko Setia Nugraha Tempat/Tgl Lahir : Bireuen, 14 Januari 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Medan-Banda Aceh, Dusun Sejahtera, Desa Geulanggang Baro, Kecamatan Kota Juang, Kabupaten Bireuen, Aceh 24251

Riwayat Pendidikan:

1. TK Nurul Hilal (1996 – 1997)

2. SD Negeri 12 (Cot Gapu) Bireuen (1997 – 2003)

3. SMP Negeri 1 Bireuen (2003 – 2006)

4. SMA Negeri 1 Bireuen (2006 – 2009)


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Kesiapan

Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Standar Sasaran Keselamatan Pasien Di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2014”. Shalawat dan salam juga tercurah bagi junjungan dan suri tauladan kita, Nabi Muhammad SAW.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan saran, bimbingan serta bantuan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak yang sangat membantu dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Keluarga tercinta Ibunda Rosmanidar, S.Pd dan Ayahanda Mardi Ahmad, SE serta adikku Dessy Purnamasari yang selalu mendoakan secara tulus dan memberikan dorongan baik moril maupun materil.

2. Bapak Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat serta pembimbing skripsi.

4. Ibu Raihanna Nadra Alkaff, SKM, M.MA dan bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, arahan dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ela Laelasari, M.Kes selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan memberi masukan selama perkuliahan.


(9)

ix

6. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat dan seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat, terima kasih untuk seluruh ilmu dan nasihat yang diberikan selama ini. Mohon maaf atas semua kesalahan yang dilakukan penulis selama masa perkuliahan.

7. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, MKM dan ibu Susanti Tungka, MARS sebagai penguji di sidang skripsi

8. Keluarga lainnya seperti Om, Tante, Sepupu dan semua yang telah memberi dukungan serta senantiasa mengingatkan untuk lulus kuliah.

9. Bapak dr. Chairul Radjab Nasution, SpPD-KGEH, FINASIM, M.Kes yang telah memberikan izin penelitian kepada penulis baik di Rumah Sakit Haji Jakarta dan magang di Direktorat Bina Upaya Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI.

10.Seluruh pihak Rumah Sakit Haji Jakarta yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, khususnya pada Pak Kusnanto, informan dalam hal ini Ibu Yati dan Pak Muzammil serta lainnya.

11.M. Iqbal Nurmansyah, selaku teman sekelas dalam perkuliahan dan menjadi teman diskusi dalam berbagai hal. Serta teman-teman lain seperjuangan di jurusan yang kuliahnya telat lulus dan sudah memberi motivasi satu sama lain. 12.Terakhir kepada seluruh kenalan dan teman yang ada di berbagai daerah

khususnya yang telah memberikan kritik membangun maupun nasihat selama saya ada di perantauan.


(10)

x

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang. Penulis berdo’a semoga semua setiap bantuan yang telah kalian berikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin Terakhir kiranya penulis berharap semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnnya

هت اك رب و ه ا ةمحرو كي ع اسل ا و

Hormat saya


(11)

xi DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR BAGAN ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... ... 6

1.3.Pertanyaan Penelitian ... ... 7

1.4. Tujuan 1.4.1 Tujuan Umum ... 7

1.4.2. Tujuan Khusus ... 7

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Rumah Sakit ... 8

1.5.2. Bagi Peneliti ... 8

1.5.3. Bagi Peneliti Lain ... 9

1.6.Ruang Lingkup ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akreditasi Rumah Sakit ... 10

2.1.1 Maksud Akreditasi Rumah sakit ... 10


(12)

xii

2.1.3 Tujuan Rumah Sakit …... .. 13

2.1.4 Manfaat Akreditasi …... .. 13

2.1.5 Langkah-Langkah Pelaksanaan Akreditasi …... .. 16

2.1.6 Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit Secara Nasional.. . 16

2.1.7 Keputusan Akreditasi Rumah Sakit …... . 18

2.2 Perbedaan Akreditasi Lama dan Baru ... 20

2.3 Sasaran Keselamatan Pasien (Akreditasi Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Tahun 2012 ... .. 22

2.3.1 Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien ... .. 22

2.3.1.1 Maksud dan Tujuan Sasaran I ... .. 22

2.3.1.2 Elemen Penilaian Sasaran I . ... .. 23

2.3.2 Sasaran II: Peningkatan Komunikasi yang Efektif ... .. 24

2.3.2.1 Maksud dan Tujuan Sasaran II ... .. 24

2.3.2.2 Elemen Penilaian Sasaran II . ... .. 25

2.3.3 Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Pelru Diwaspadai ... .. 25

2.3.3.1 Maksud dan Tujuan Sasaran III ... .. 25

2.3.3.2 Elemen Penilaian Sasaran III . ... .. 26

2.3.4 Sasaran IV: Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi ... .. 27

2.3.4.1 Maksud dan Tujuan Sasaran IV ... .. 27

2.3.4.2 Elemen Penilaian Sasaran IV . ... .. 28

2.3.5 Sasaran V: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan ... .. 29


(13)

xiii

2.3.5.2 Elemen Penilaian Sasaran V . ... .. 29

2.3.6 Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh ... .. 30

2.3.6.1 Maksud dan Tujuan SasaranV I ... .. 30

2.3.6.2 Elemen Penilaian Sasaran VI . ... .. 30

2.4 Keselamatan Pasien . ... .. 31

2.5 Kerangka Teori ... .. 32

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ... 3.1. Kerangka Pikir ... ... 40

3.2 Definisi Istilah ... ... 41

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ... ... 43

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... ... 43

4.3 Informan Penelitian... ... 43

4.4. Instrumen Penelitian ... ... 44

4.5 Metode Pengumpulan Data ... ... 44

4.6 Validasi Data ... ... 45

4.7 Pengolahan dan Analisis Data ...…... ... 46

4.7.1 Pengolahan Data …... 46

4.7.2 Analisis Data …... ... 47

BAB V HASIL 5.1 Gambaran Umum Informan Penelitian... ... 48

5.2 Profil Rumah Sakit Haji... ... 49

5.2.1 Visi dan Misi Rumah Sakit Haji ... 49


(14)

xiv

5.2.1.2 Misi Rumah Sakit Haji Jakarta ... 49

5.2.2 Akreditasi Rumah Sakit Haji Jakarta ... 50

5.2.3 ISO 9001:2000 ... 50

5.2.4 Kebijakan Mutu di Rumah Sakit Haji Jakarta ... 50

5.3 Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien ... 51

5.4 Sasaran II: Peningkatan Komunikasi yang Efektif ... 54

5.5 Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai ... 56

5.6 Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat pasien Operasi ... 58

5.7 Sasaran V: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan ... 60

5.8 Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh ... 62

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian ... 65

6.2 Kesiapan RS Haji dalam menghadapi akreditasi versi 2012 pada sasaran keselamatan pasien ... 65

6.3 Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien ... 66

6.4 Sasaran II: Peningkatan Komunikasi yang Efektif ... 68

6.5 Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai ... 70

6.6 Sasaran IV: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat Pasien Operasi ... 71

6.7 Sasaran V: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan ... 73


(15)

xv BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan ... 78

7.2 Saran ... 81

7.2.1Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(16)

xvi

DAFTAR BAGAN


(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Pikir ... 40 Gambar 5.1 Lemari Penyimpanan Obat High Alert ... 57 Gambar 5.2 Stiker Tentang Pedoman Hand-hygiene ... 62


(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Istilah ... 41 Tabel 4.1 Sumber Perolehan Data Berdasarkan Informan dan


(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Daftar Telaah Dokumen dan Observasi

Lampiran 3 SK Direktur Rumah Sakit Haji Jakarta tentang Ketepatan Identifikasi Pasien Lampiran 4 SK Direktur Rumah Sakit Haji Jakarta tentang Peningkatan Komunikasi

yang Efektif

Lampiran 5 SK Direktur Rumah Sakit Haji Jakarta tentang Peningkatan Keamanan Obat Lampiran 6 SK Direktur Rumah Sakit Haji Jakarta Panduan Instalasi Bedah


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Rumah sakit merupakan salah satu pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 “Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat

darurat”.

Berbagai upaya pemerintah dan masyarakat telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit, diantaranya adalah akreditasi rumah sakit. Rumah sakit yang telah memiliki akreditasi akan mampu memberikan jaminan hukum kepada pelanggan dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit sudah baik dan sesuai dengan standar yang diterapkan (Departemen Kesehatan RI, 2000).

Melalui Undang-Undang (UU) terbaru mengenai rumah sakit, yaitu UU No. 44 tahun 2009, pada pasal 40 bagian ketiga juga disebutkan bahwa semua rumah sakit di Indonesia wajib melaksanakan akreditasi dengan tujuan agar mutu rumah sakit semakin meningkat. Sementara dalam UU No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit juga menegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus berdasarkan pada etika dan moral.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tahun 2012 melalui Kementerian Kesehatan melakukan standarisasi penilaian akreditasi rumah sakit terhadap empat hal terpenting yaitu : 1). Kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien, 2). Kelompok


(21)

2 standar manajemen rumah sakit, 3). Sasaran keselamatan pasien rumah sakit, dan 4). Sasaran millennium development goals. Dimana pada proses pelaksanaanya melibatkan seluruh sumber daya manusia professional rumah sakit dari mulai tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga manajemen rumah sakit, dan tenaga non kesehatan.

Dalam akreditasi rumah sakit, sumber daya manusia telah diatur yakni melalui penentuan jumlah dan spesifikasi tenaga serta fasilitas penunjang layanan yang harus dimiliki oleh rumah sakit tersebut (Soepojo, 2002). Sumber daya terstandarisasi seperti SDM, manajemen dan teknologi terstandarisasi merupakan komponen yang sangat diperlukan untuk menghadapi persaingan dan menciptakan rumah sakit yang mempunyai jasa pelayanan kesehatan berkualitas yang merupakan indikator untuk meningkatkan citra rumah sakit dan profitabilitasnya (Hafizurrachman, 2009).

Perubahan paradigma standar akreditasi baru diaplikasikan pada pelayanan berfokus pasien, dimana kepuasan pasien menjadi standar utama. Kesinambungan pelayanan harus dilakukan baik saat merujuk keluar maupun serah terima pasien di dalam rumah sakit. Proses akreditasi bukan hanya meneliti secara cross sectional tetapi juga longitudinal, serta hasil survey pencapaian RS terhadap skoring yang ditentukan berupa level-level pencapaian pratama, madya, utama dan paripurna (KARS, 2012).

Manfaat langsung dari akreditasi baru, yaitu RS mendengarkan pasien dan keluarganya, menghormati hak-hak pasien, dan melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra; meningkatkan kepercayaan publik bahwa RS telah melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien; menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan;


(22)

3 modal negosiasi dengan asuransi kesehatan dan sumber pembayar lainnya dengan data tentang mutu pelayanan menciptakan budaya yang terbuka untuk belajar dari pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak diharapkan; dan menetapkan prioritas pada kualitas dan keselamatan pasien di semua tingkat (RSUD Dr. Soegiri Lamongan, 2015).

Dengan adanya akreditasi versi 2012 yang dikeluarkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit, beberapa rumah sakit tengah mempersiapkan diri untuk bisa mengikuti akreditasi tersebut. Dalam prosesnya, beberapa rumah sakit masih mengalami hambatan atau dapat dikatakan belum siap untuk mengikuti akreditasi tersebut dikarenakan oleh beberapa sebab. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Semarang menyebutkan bahwa rumah sakit belum siap menghadapi akreditasi versi 2012 karena belum memiliki kebijakan terkait dengan pelaksanaan petugas terhadap perlindungan dokumen rekam medis dari kerusakan dan kehilangan, tidak adanya pokja, sarana prasarana yang tidak menunjang dan keterbatasan sistem manajemen rumah sakit (Prawira & Asfawi, 2016).

Selain itu, penelitian lain yang dilakukan di RS umum Rajawali Citra Kabupaten Bantul terkait analisis kesiapan menghadapi akreditasi pada bidang pelayanan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana, menyebutkan bahwa masih terdapat kesulitan dalam persiapan sumber daya manusia mengingat staf yang ditunjuk untuk menyiapkan perangkat akreditasi belum memahami ilmu kesehatan keselamatan kerja (Hariyono, 2013).

Rumah sakit haji Jakarta merupakan salah satu rumah sakit yang tidak berbeda dengan rumah sakit lainnya, yaitu merupakan bagian dari sistem kesehatan yang juga melayani masyarakat umum tanpa memandang perbedaan agama dan suku bangsa yang


(23)

4 di dukung oleh peralatan canggih dan di tangani oleh tenaga yang berkualitas dan profesional. Pada tahun 2014, RS Haji Jakarta terakhir kali mendapatkan akreditasi oleh Badan Akreditasi Departemen Kesehatan RI pada tahun 2009 dengan enam belas pelayanan yang terakreditasi atau terakreditasi penuh.

Status akreditasi Rumah Sakit Haji Jakarta telah kadaluarsa karena telah melebihi tenggat waktu yakni tiga tahun. Oleh karena itu, pihak Rumah Sakit Haji Jakarta telah mempersiapkan untuk mengikuti standar akreditasi rumah sakit versi 2012 sejak tahun 2013. Namun, berdasarkan wawancara dengan pihak rumah sakit, pelaksanaan standar akreditasi versi 2012 mengalami beberapa keterlambatan dari target yang ditetapkan, semula awal 2014 lalu diundur menjadi pertengahan 2014 dan masih terjadi keterlambatan.

Pada akreditasi versi 2012 terdapat beberapa sasaran yang dilakukan penilaian dimana salah satu sasarannya ialah sasaran keselamatan pasien. Keselamatan pasien sudah menjadi isu tidak hanya di Indonesia namun di negara berkembang maupun negara maju lainnya. sebuah studi menunjukkan bahwa terdapat 10% pasien di rumah sakit mengalami kejadian yang tidak diinginkan dimana setengahnya merupakan tindakan yang dapat dicegah. Selain itu, penelitian di beberapa negara juga menyebutkan angka yang tidak sedikit terhadap kejadian yang tidak diinginkan seperti Australia sebesar 16,6%, Selandia Baru sebesar 12,9%, Inggris sebesar 10,8% dan Swedia sebesar 12,3% (Zegers, Wollersheim, Wensing, Vincent, & Grol, 2013).

Data terkait kejadian tidak diinginkan dan kejadian nyaris cedera di Indonesia masih cukup sulit untuk didapatkan. Laporan data insiden keselamatan pasien untuk setiap provinsi yang diterbitkan pada tahun 2007 menyebutkan bahwa Provinsi DKI


(24)

5 Jakarta menempati urutan tertinggi yaitu yaitu 37,9%. Selain itu, insiden keselamatan pasien pada provinsi lainnya ialah Jawa Tengah 15,9%, D.I. Yogyakarta 13,8%, Jawa Timur 11,7%, Sumatera Selatan 6,9%, Jawa Barat, 2,8%, Bali 1,4%, Sulawasi Selatan 0,7%) (KKP-RS, 2008).

WHO dalam bukunya menyebutkan bahwa situasi di negara berkembang memerlukan perhatian lebih dalam hal keselamatan pasien dimana negara tersebut cenderung lebih memiliki infrastruktur dan peralatan yang miskin, pasokan dan kualitas obat yang kurang, kurang baiknya manajemen limbah dan pengendalian infeksi, kurangnya kinerja personel dikarenakan kurangnya motivasi dan kemampuan teknis dan kekurangan pendanaan menjadikan kemungkinan terjadinya insiden yang merugikan jauh lebih besar ketimbang negara maju. WHO juga menyebutkan bahwa dilaporkan sekitar 77% kasus obat palsu dan dibawah standar terjadi di negara berkembang (World Health Organization, 2005).

Kejadian tidak diinginkan yang merupakan dampak dari rendahnya keselamatan pasien memiliki dampak buruk terhadap rumah sakit, petugas kesehatan maupun pasien dimana diantaranya ialah berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antara dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis, tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, penyebaran ke media masyarakat yang akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit, selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya dengan asuransi, pengacara dan berakhir pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit (Departemen Kesehatan, 2006).


(25)

6 Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti “Gambaran Kesiapan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Standar Sasaran Keselamatan Pasien Di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2014”. 1.2 Rumusan Masalah

Rumah Sakit Haji Jakarta pertama terakreditasi oleh Badan Akreditasi Departemen Kesehatan RI pada bulan April 1998 dengan lima pelayanan yang terakreditasi yaitu Unit Gawat Darurat, Administrasi, Keperawatan, Pelayanan Medik dan Rekam Medik. Selanjutnya, RS Haji Jakarta terakhir diakreditasi pada tahun 2009 dengan 16 pelayanan dengan menggunakan standar lama, sehingga dapat disimpulkan bahwa rumah sakit haji belum mendapatkan akreditasi versi 2012 pada tahun 2014.

Belum terakreditasinya RS Haji dengan versi 2012 adalah karena beberapa hal yaitu : 1) tertundanya akreditasi yang seharusnya dilaksanakan setiap 3 tahun sekali tetapi tertunda selama 5 tahun yaitu dari tahun 2009 sampai 2014, 2) Akreditasi baru lebih sulit dan harus mengajukan hal-hal baru dalam prosesnya, sehingga sampai dengan sekarang RS Haji Jakarta sedang mempersiapkan akreditasi versi baru tersebut, 3) Hal-hal yang dinilai kurang selama pelaksanaan akreditasi yaitu implementasi pelaksanaan dan penyediaan dokumen dari standar yang diberlakukan. Dalam studi pendahuluan, berdasarkan wawancara dengan pihak rumah sakit, juga disebutkan bahwa pelaksanaan standar akreditasi versi 2012 mengalami beberapa keterlambatan dari target yang ditetapkan, semula awal 2014 lalu diundur menjadi pertengahan 2014.

Penelitian ini juga berfokus pada sasaran keselamatan pasien pada akreditasi versi 2012. Sasaran keselamatan pasien menjadi sebuah isu penting di Indonesia. Di Indonesia sendiri, mengingat pentingnya aspek keselamatan pasien maka Kementerian


(26)

7 Kesehatan sendiri telah membuat Peraturan Menteri Kesehatan tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dimana peraturan ini dibuat untuk mempersiapkan rumah sakit agar dapat meningkatkan keselamatan pasien. Selain itu, pemerintah juga menempatkan aspek keselamatan pasien pada salah satu sasaran akreditasi versi 2012. Sedangkan secara kuantitatif, untuk melihat angka kejadian tidak diinginkan dan kejadian nyaris cedera di Indonesia, harus diakui bahwa data tersebut masih sangat langka karena standar pelayanan di Indonesia masih kurang optimal (Rasdini, Wedri, & Mega, 2014).

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran kesiapan Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 pada standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2014?

1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Diketahui gambaran kesiapan Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 pada standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2014. 1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran I keselamatan pasien (ketepatan identifikasi pasien) di Rumah Sakit Haji tahun 2014.

2. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran II keselamatan pasien (peningkatan komunikasi yang efektif) di Rumah Sakit Haji tahun 2014. 3. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran III keselamatan pasien

(peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai) di Rumah Sakit Haji tahun 2014.


(27)

8 4. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran IV keselamatan pasien (kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat pasien operasi) di Rumah Sakit Haji tahun 2014.

5. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran V keselamatan pasien (pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan) di Rumah Sakit Haji tahun 2014.

6. Diketahui gambaran kesiapan pada sasaran VI keselamatan pasien (pengurangan risiko pasien jatuh) di Rumah Sakit Haji tahun 2014. 1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Rumah Sakit

Penelitian ini diharapkan untuk mengetahui informasi jumlah dokumen yang dimiliki Rumah Sakit Haji Jakarta serta implementasinya dalam penilaian akreditasi standar sasaran keselamatan pasien. Serta dijadikan gambaran dalam menentukan strategi kerja dalam pemenuhan dokumen penilaian akreditasi standar sasaran keselamatan pasien.

1.5.2 Bagi Peneliti

1. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran kesiapan penilaian akreditasi rumah sakit.

2. Menambah pengalaman dalam melakukan penelitian serta pengembangan kompetensi diri dan disiplin ilmu yang diperoleh selama perkuliahan.


(28)

9 1.5.3 Bagi Penelitian Lain

Sebagai informasi mengenai gambaran kesiapan penilaian akreditasi rumah sakit. Serta menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul “Gambaran Kesiapan Akreditasi Rumah Sakit Versi 2012 Pada Standar Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2014” merupakan penelitian kualitatif. Dilaksanakan pada tahun 2014 di Rumah Sakit Haji Jakarta yang beralamat di Jl. Raya Pondok Gede no. 4 Jakarta Timur. Penelitian dikhususkan pada standar sasaran keselematan pasien untuk mengetahui implementasi dan proses pemenuhan kecukupan dokumentasi yang berguna untuk penilaian akreditasi yang diselenggarakan KARS. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, telaah dokumen, wawancara mendalam, pengumpulan data primer dan sekunder.


(29)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab dua berikut akan diuraikan teori-teori yang digunakan sesuai dengan topik penelitian antara lain yang berhubungan dengan akreditasi rumah sakit.

2.1. Akreditasi Rumah Sakit

Peraturan Menteri Kesehatan RI, No 159a/MENKES/PER/II/1998 tentang Rumah Sakit di sebutkan bahwa : Akreditasi Rumah Sakit adalah pengakuan bahwa Rumah Sakit memenuhi standar minimal yang ditentukan Akreditasi merupakan pengakuan resmi yang biasanya diberikan oleh Pemerintah terhadap lembaga sertifikasi yang memenuhi standar EN-45012, yaitu persyaratan internasional bagi sebuah lembaga sertifikasi. Sertifikasi merupakan pengakuan resmi terhadap keberhasilan penerapan system mutu di perusahaan berdasarkan pada standar system mutu. Di Indonesia, lembaga yang berwenang memberikan akreditasi kepada lembaga sertifikasi adalah Komite Akreditasi Rumah Sakit (Depkes RI, 2000).

2.1.1 Maksud Akreditasi Rumah Sakit Menurut (KARS, 2012) :

1. Memberikan standar-standar operasional rumah sakit dan fasilitas kesehatan dan pelayanan lain yang berhubungan.

2. Menghubungkan program survey dan akreditasi yang akan menjadi anggota dari profesi kesehatan, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan lain yang berhubungan secara sukarela.


(30)

11 3. Menghubungkan program-program pendidikan dan riset dan menerbitkan hasil dari itu, yang akan lebih lanjut maksud lain dari organisasi, dan untuk menerima bantuan, pemberian dan warisan dan perlengkapan, dan mendukung organisasi. 4. Memberikan tanggungjawab dan menghubungkan kegiatan-kegiatan lain

menyesuaikan dengan opersional dari penyusunan standar,survey dan program akreditasi.

Akreditasi memiliki ciri:

a. Bersufat sukarela dari organisasi kesehatan b. Lebih dari persyaratan yang ada pada lisensi

c. Tujuan untuk mengarahkan organisasi menuju optimasi penampilan daripada hanya sekedar pencapaian minimum

d. Pencapaian secara maksimal standar maksimal

Survey akreditasi menyampaikan sasaran untuk evaluasi yang identik dengan kekuatan dan kelemahan yang diperlukan untuk peningkatan manajemen dan pirantinya, untuk pengajaran dan pelatihan , untuk menjamin adanya tindakan-tindakan perbaikan dan mendemonstrasikan keinginan-keinginan fasilitas yang diperlukan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu. Licensing adalah aktifitas pemerintah menyatakan bahwa fasilitas kesehatan telah memenuhi standar minimum untuk kesehatan dan kemananan. Akreditasi rumah sakit berkaitan dengan penilaian kepatuhan terhadap standar-standar yang mencakup seluruh fungsi dan kegiatan rumah sakit. Sumber daya atau sarana dan prasarana, manajemen, pelayanan medik, perawatan, fungsi penunjang umum, diagnostic, rekam medis, hak pasien dan sebagainya.


(31)

12 Peningkatan mutu adalah seharusnya dimulai dari keinginan diri sendiri (rumah sakit) secara keseluruhan dengan maksud untuk meningkatkan penampilan atas citra dirinya dengan kesadaran , bahwa semakin bermutu rumah sakitnya akan semakin banyak memperoleh keuntungan dalam arti luas. Sebelum di akreditasi, mulai (di evaluasi) oleh pihak luar (KARS dan Kemenkes), rumah sakit tersebut akan menilai dirinya sendiri lebih dulu.

Proses akreditasi Rumah Sakit secara garis besar adalah (KARS, 2012):

˜ Sebelum dilakukan akreditasi oleh Tim Akreditasi, Rumah Sakit mempersiapkan diri senaik-baiknya melaksanakan dan melengkapi apa saja yang akan dinilai, dengan melakukan penilaian diri sendiri dengan instrument atau kuisioner.

˜ Pada saatnya Komite Akeditasi RS melakukan pemeriksaan ( survey) ke Rumah Sakit tersebut dan memeriksa dokumen- dokumen yang ada, peralatan medis, mengamati kegiatan pelayanan medis, mewawancarai manajer, staf medis, paramedis, dan non medis, serta pasien dan keluarganya.

2.1.2. Penyelenggaraan Akreditasi Rumah sakit

Menurut (Depkes RI, 2000) Standar pelayanan Rumah Sakit dan Standar pelayanan Medis telah di tetapkan berdasar Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 436/MENKES/SK/VI/1993. Standar yang digunakan untuk akreditasi mengacu pada standar dalam Surat Keputusan Menteri tersebut dan pertimbangan lain yang telah ditetapkan. Yang berwenang melakukan akreditasi Rumah Sakit, baik milik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, maupun swasta adalah “Komisi Akreditasi Rumah


(32)

13 Direktur Jenderal Pelayan Medik Depkes RI, terdiri atas unsur-unsur: PERSI ,Organisasi profesi bidang kesehatan, Ahli Perumahsakitan, Departemen Kesehatan, dan Instansi/ unit terkait.

2.1.3. Tujuan Akreditasi Rumah Sakit

Menurut (Depkes RI, 2000) Tujuan umum dari akreditasi adalah untuk mendapatkan gambaran seberapa jauh rumah sakit di Indonesia telah memenuhi berbagai standar yang ditentukan, dengan demikian mutu pelayanan rumah sakit dapat dipertanggungjawabkan.

 Tujuan Khusus

 Memberikan pengakuan dan penghargaan kepada Rumah Sakit yang telah mencapai tingkat pelayanan Kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan  Memberikan jaminan kepada petugas rumah sakit bahwa semua fasilitas, tenaga

dan lingkungan yang diperlukan tersedia, sehingga dapat mendukung upaya penyembuhan dan pengobatan pasien dengan sebaik-baiknya.

 Memberikan jaminan dan kepuasan kepada “costumer “ dan masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit di selenggarakan sebaik mungkin. 2.1.4. Manfaat Akreditasi

Manfaat dari akreditasi antara lain :

1. Bagi Rumah Sakit, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Akreditasi menjadi forum komunikasi dan konsultasdi antara rumah sakit dan bahan akreditasi yang akan memberikan saran perbaikan atau rekomendasi untuk peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencapaian standar yang ditentukan.


(33)

14 b. Rumah sakit dapat mengetahui pelayanan yang berada dibawah standar atau

perlu ditingkatkan.

c. Penting untuk rekrutmen dan membatasi “Turn Over “ staf rumah sakit karena

pegawai akan lebig senang, tenang dan aman bekerja di rumah sakit yang akan di akreditasi.

d. Dengan perkembangan asuransi Kesehatan, semakin banyak perusahaan asuransi yang mempersyaratkan pesertanya untuk berobat di Rumah sakit yang telah terakreditasi.

e. Alat untuk negosiasi dengan perusahaan asuransi kesehatan

f. Status Akreditasi dapat dijadikan alat untuk marketing pada masyarakat.

g. Pemerintah akan mempersyaratkan akreditasi sebagai criteria untuk memberi izin rumah sakit yang menjadi tempat pendidikan tenaga medis/ para medis.

h. Merupakan status simbol bagi Rumah Sakit dan dapat meningkatkan citra dan kepercayaan masyarakat atas Rumah Sakit.

i. Dengan diketahuinya kekurangan di bandingkan dengan standar yang ada, rumah sakit dapat menggunakannya untuk kepentingan pengajuan anggran dan perencanaan/pengembangan rumah sakit kepada pemilik.

2. Bagi pemerintah, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Akreditasi merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan dan membudayakan konsep mutu pelayanan rumah sakit melalui pembinaan terarah dan berkesinambungan.


(34)

15 b. Dapat memberikan gambaran keadaan Perumahsakitan di Indonesia yang memenuhi standar yang di tentukan sehingga menjadi bahan masukan untuk perencanaan pengembangan pembangunan Kesehatan pada masa datang.

3. Bagi Perusahaan Asuransi, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Akreditasi penting untuk negosiasi klaim asuransi kesehatan dengan rumah sakit. b. memberi gambaran rumah sakit mana yang dapat dijadikan mitra kerja

4. Bagi masyarakat, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Dapat mengenal dengan melihat sertifikat Akreditasi yang biasanya di pajang diRumah Sakit yang pelayanannya telah memenuhi standar, sehingga dapat membantu mereka memilih rumah sakit yang di anggap baik.

b. Masyarakat akan merasa lebih aman mendapat pelayanan di Rumah Sakit yang sudah di akreditasi daripada yang belum di akreditasi.

5. Bagi pemilik, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Mempunyai rasa kebanggaan bila rumah sakitnya diakreditasi

b. Pemilik dapat menilai seberapa baik pengelolaan sumber daya (efisiensi) rumah sakit ini dilakukan oleh manajemen dan seluruh tenaga yang ada, sehingga misi dan program rumah sakit dapat lebih mudah tercapai

6. Bagi petugas, menurut (Depkes RI, 2000)

a. Merasa lebih senang dan aman serta terjamin bekerja pada Rumah Sakit yang terakreditasi

b. Biasanya pegawai pada unit pelayanan yang mendapat nilai baik sekali akan mendapat imbalan dari manajemen atas usahanya selama ini dalam memenuhi standar


(35)

16 c. Self Asesment akan menambah kesadaran akan pentingnya pemenuhan standard an peningkatan mutu sehingga dapat memotivasi pegawai tersebut bekerja baik. 2.1.5. Langkah-langkah Pelaksanaan Akreditasi

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Kegiatan di tingkat Rumah Sakit dalam Program Akreditasi akan meliputi :

1. Membentuk Sub Komite Akreditasi di tingkat Rumah Sakit

2. Mengikuti pelatihan-pelatihan tentang Akreditasi yang diadakan baik oleh wilayah maupun pusat.

3. Diseminasi informasi mengenai Akreditasi kepada seluruh staf Rumah Sakit 4. Menyiapkan atau memenuhi standar.

2.1.6. Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit Secara Nasional

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011). Pada prinsipnya kegiatannya meliputi :

1. Penjadwalan Rumah Sakit yang akan di Akreditasi 2. Pentahapan kegiatan pelayanan yang akan di Akreditasi 3. Proses/ prosedur pelaksanaan akreditasi Rumah Sakit adalah:

a. Setelah Komisi Gabungan menerima Surat permohonan akreditasi dari Rumah sakit yang telah di tetapkan, Komisi akan mengirimkan instrumen kuisioner pre-survei yang harus di isi dan di lengkapi oleh rumah sakit. Kriteria penilaian di kelompokkan pada 15 bab standar yaitu:

standar 1 Sasaran Keselamatan Pasien standar 2 Hak Pasien dan Keluarga


(36)

17 Standar 4 Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien

Standar 5 Milennium Development Goal’s

Standar 6 Akses Pelayanan dan Kontinuitas Pelayanan Standar 7 Asesmen Pasien

Standar 8 Pelayanan Pasien

Standar 9 Pelayanan Bedah dan Anestesi Standar 10 Manajemen Penggunaan Obat

Standar 11 Manajemen Komunikasi dan Informasi Standar 12 Kualifikasi dan Pendidikan Staf

Standar 13 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Standar 14 Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan Standar 15 Manajemen Fasilitas dan Keselamatan

1. Komisi Gabungan Akreditasi akan menganalis hasil Self- assessment ini 2. Komisi Gabungan Akreditasi akan menjadwalakn kemusian melakukan

survey di lapangan dengan menunjuk satu tim survey yang terdiri dari tenaga professional terlatih di bidang medis klinis, keperawatan dan adminisrasi.

3. Tim survey memeriksa rekaman, dokumen, peralatan dan proses

pelayanan. Selain itu di lakukan juga wawancara dengan manajer, staf dan pasien.

4. Surveyor menganalisis menyusun laporan penilaian dan mebuat rekomendasi untuk perbaikan lebih lanjut.


(37)

18 5. Laporan Surveyor bersama-sama dengan usulan untuk status akreditasi

disampaikan kepada Komisi Gabungan Akreditasi. 2.1.7. Keputusan Penilaian Akreditasi Rumah Sakit

Hasil penilaian :

Menurut (KARS, 2012) Ada 4 kriteria hasil penilaian terhadap EP : 1. Tercapai penuh ( skor 10)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban “ya” atau “selalu”, atau dapat menjawab sesuai dengan konteks pertanyaan

 Melalui observasi dokumen, ditemukan minimal 9 dari 10 dokumen yang diminta atau 90 % dokumen lengkap

 Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan minimal 4 bulan terakhir dari masa penilaian

2. Tercapai sebagian (skor 5)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan

jawaban “tidak selalu” atau “kadang-kadang”

 Melalui observasi dokumen, ditemukan 50 sampai 89 % dokumen yang diminta

 Bukti dipenuhinya persyaratan hanya dapat ditemukan di sebagian daerah/unit kerja dimana persyaratan harus ada

 Kebijakan/prosedur dapat dilaksanakan tetapi tidak dapat dipertahankan  Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan 1 -


(38)

19 3. Tidak tercapai (skor 0)

 Melalui wawancara baik pada pasien/keluarga dan staf ditemukan jawaban “jarang” atau “tidak pernah”,

 Melalui observasi dokumen, ditemukan <50% dari dokumen yang diminta,  Bukti dipenuhinya persyaratan tidak dapat ditemukan di daerah/unit kerja

dimana persyaratan harus ada,

 Kebijakan/proses ditetapkan tetapi tidak dilaksanakan

Melalui observasi bukti pelaksanaan, kegiatan/tindakan sudah berjalan hanya ≤1 bulan terakhir dari masa penilaian. Berbeda dengan instrumen akreditasi versi 2007 yang menggunakan skoring 0 sampai dengan 5, pada instrumen versi 2012 skoring yang digunakan adalah 0, 5 dan 10. Rumah sakit mendapat skor = 10 bila 80 % standar telah dipenuhi,skor = 5 bila 20–79 % standar terpenuhi dan skor = 0 bila pemenuhan standar kurang dari 20 %. Pada survei akreditasi versi 2012 ini, pemenuhan standar tidak hanya dilihat dari kelengkapan dokumen, tetapi juga implementasi dari standar akreditasi yang akan dinilai dengan menggunakan metodologi telusur. Bagi rumah sakit yang baru pertama kali survei dengan menggunakan standar akreditasi versi 2012 maka 4 (empat) bulan sebelum survei dilakukan, rumah sakit harus sudah melaksanakan standar. Dan bagi rumah sakit yang akreditasi ulang maka 1 (satu) bulan sebelum survei, rumah sakit harus sudah melaksanakan standar. Berdasarkan standar versi 2012 ada 4 Keputusan yang akan dikeluarkan, yaitu:

1. Pratama (Dasar)


(39)

20 2. Utama

Status ini diberikan bila Rumah Sakit telah memenuhi delapan standar yang ada 3. Madya

Status ini diberikan bila Rumah Sakit telah memenuhi dua belas standar yang ada 4. Paripurna

Status ini diberikan bila Rumah Sakit telah memenuhi keseluruhan standar yang ada, berjumlah lima belas standar.

2.2. Perbedaan Akreditasi Lama dan Baru

Menurut (KARS, 2012) Pada akreditasi versi lama dimulai dengan 5 pelayanan, 12 pelayanan dan pada versi baru dengan 16 pelayanan yaitu : 1) Pelayanan Administrasi dan manajemen, 2) Pelayanan Medik, 3) Pelayanan Gawat Darurat, 4) Pelayanan Keperawatan, 5) Pelayanan Rekam Medik, 6) Pelayanan Farmasi, 7) Palayanan Keselamatan Kerja, 8) Pelayanan Radiologi, 9) Palayanan Laboratorium, 10) Pelayanan Kamar Operasi, 11) Palayanan Pengendalian Infeksi, 12) Pelayanan Perinatal resiko tinggi, 13) Pelayanan Rehabilitasi Medik, 14) Pelayanan Gizi, 15) Pelayanan Intensif, dan 16) Pelayanan Darah. Selanjutnya Pada akreditasi lama lebih mengutamakan :

1). Berfokus pada provider

2). Kuat pada input dan dokumentasi

3). Format akreditasi (standard dan parameter)

4). Lemah implementasi kurang melibatkan petugas Dan pada akreditasi versi baru 2012 lebih mengutamakan :


(40)

21 2). Kuat pada proses, output dan outcome

3). Format akreditasi terdiri : 1. Standard :

2. Maksud dan tujuan : 3. Elemen penilaian

4). Kuat pada implementasi melibatkan seluruh petugas Sumber Acuan Akreditasi RS Baru adalah :

1. International Principles for Healthcare Standards, A Framework of requirement for standards, 3rd Edition December 2007, International Society for Quality in Health Care / ISQua

2. Joint Commission International Accreditation Standards for Hospitals 4 rd Edition, 2011

3. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit, edisi 2007, Komisi Akreditasi Rumah Sakit / KARS

4. Standar-standar spesifik lainnya.

Perubahan Paradigma Standar Akreditasi Baru dari akreditasi lama ialah : Menurut (KARS, 2012) :

1. Tujuan akreditasi adalah peningkatan mutu pelayanan RS, bukan semata-mata sertifikat kelulusan

2. Standar akreditasi harus memenuhi krieria –kriteria internasional dan bersifat dinamis

3. Pelayanan berfokus pada pasien


(41)

22 5. Kesinambungan pelayanan harus dilakukan , baik saat merujuk keluar maupun

serah terima pasien di dalam RS ( antar unit, antar sift, antar petugas)

6. Hasil survey merupakan upaya pencapaian RS terhadap skoring yang ditentukan berupa level level pencapaian : Pratama, Madya, Utama, Paripurna.

2.3. Sasaran Keselamatan Pasien (Akreditasi Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Tahun 2012)

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat yang harus diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI) Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsunsus para ahli atas permasalahan ini diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum, difokuskan pada solusi-solusi sistem yang menyeluruh.

2.3.1 Sasaran I: Ketepatan Identifikasi Pasien 2.3.1.1 Maksud dan Tujuan Sasaran I

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur / kamar / lokasi di rumah


(42)

23 sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan : pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.

Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratifdikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah / produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi.

2.3.1.2 Elemen Penilaian Sasaran I

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) :

1.Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien

2.Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah. Standar Akreditasi Rumah Sakit


(43)

24 3.Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk

pemeriksaan klinis

4.Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan / prosedur 5.Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten

pada semua situasi dan lokasi

2.3.2 Sasaran II: Peningkatan Komunikasi Yang Efektif 2.3.2.1 Maksud dan Tujuan Sasaran II

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telpon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telpon ke unit pelayanan.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk : mencatat / (memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.


(44)

25 2.3.2.2 Elemen Penilaian Sasaran II

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011)

1.Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah

2.Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara lengkap oleh penerima perintah.

3.Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang menyampaikan hasil pemeriksaan

4.Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan atau melalui telepon secara konsisten

2.3.3 Sasaran III: Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai 2.3.3.1 Maksud dan Tujuan SKP III

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi kesalahan / kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike / LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang


(45)

26 lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-).

Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tsb adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.

Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian label secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja / kurang hati-hati.

2.3.3.2 Elemen Penilaian Sasaran III

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011)

1.Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar memuat proses identifikasi, menetapkan lokasi, pemberian label, dan penyimpanan elektrolit konsentrat. 2.Implementasi kebijakan dan prosedur

3.Elektrolit konsentrat tidak boleh disimpan di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area tersebut sesuai kebijakan.


(46)

27 4.Elektrolit konsentrat yang disimpan di pada unit pelayanan pasien harus diberi

label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted). 2.3.4 Sasaran IV: Kepastian tepat-lokasi, tepat prosedur, tepat-pasien operasi 2.3.4.1 Maksud dan Tujuan Sasaran IV

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.

Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada tanda yang dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator / orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi ditandai dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality),


(47)

28 multipel struktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang). Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk :

 Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;

 Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi

 label dengan baik, dan dipampang;

 Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implant-implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan checklist.

2.3.4.2Elemen Penilaian Sasaran IV

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011)

1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan. 2. Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi

saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.

3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi /


(48)

29 4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.

2.3.5 Sasaran V: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan 2.3.5.1 Maksud dan Tujuan Sasaran V

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan.

Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional.

Infeksi juga bisa disebabkan oleh ventilasi yang buruk (penyakit pneumonia), kateter, penggunaan alat medis yang tidak steril. Khusus untuk infeksi, terdapat standar akreditasi yang memiliki sasaran tersendiri yaitu standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Jika memperoleh standar tersebut maka sebuah rumah sakit bisa mendapatkan status akreditasi paripurna karena penilaian standar PPI harus dilakukan setelah dua belas standar lain memenuhi syarat.


(49)

30 2.3.5.2Elemen Penilaian Sasaran V

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011)

1. Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).

2. Rumah sakit menerapkan program hand hygiene yang efektif.

3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan

2.3.6 Sasaran VI: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh 2.3.6.1 Maksud dan Tujuan Sasaran VI

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011) Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.

2.3.6.2 Elemen Penilaian Sasaran VI

Menurut (Dirjen BUK Kemenkes RI & KARS, 2011)

1.Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan dll. 2.Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang


(50)

31 3.Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat

jatuh dan dampak dari kejadian tidak diharapkan

4.Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di rumah sakit.

2.4 Keselamatan Pasien

Pengertian Keselamatan Pasien Rumah Sakit berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sedangkan insiden keselamatan pasien atau insiden adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial Cedera. Uraian pengertian dari kerjadian-kejadian menurut diatas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011 sebagai berikut :

1. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien.


(51)

32 2. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden

yang belum sampai terpapar ke pasien.

3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.

4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.


(52)

33 2.5 Kerangka Teori

Sumber: Standar Akreditasi Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.

Sasaran Keselamatan Pasien

Akreditasi Rumah Sakit

Versi 2012

Sasaran I : Ketepatan

identifikasi pasien

Sasaran II : Peningkatan

Komunikasi yang efektif

Sasaran III : Peningkatan

keamanan obat yang pelu

diwaspadai

Sasaran IV : Kepastian

tepat-lokasi, tepat-prosedur,

tepat-pasien operasi

Sasaran V : Pengurangan

risiko infeksi terkait

pelayanan kesehatan

Sasaran VI : Pengurangan

risiko pasien jatuh


(53)

34

Penjelasan dari kerangka teori berdasarkan instrumen akreditasi rumah sakit standar enam sasaran keselamatan pasien dapat dilihat sebagai berikut :

1. Sasaran I : Ketepatan Identifikasi Pasien

Menurut instrumen (KARS, 2012), Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam keadaan terbius atau tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam rumah sakit; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau akibat situasi lain. Maksud ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk dengan cara yang dapat dipercaya mengidentifikasi pasien sebagai individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (identitas pasien) dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan prosedur juga menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi yang berbeda pada lokasi yang


(54)

35 berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

2. Sasaran II : Peningkatan Komunikasi yang Efektif

Menurut instrumen (KARS, 2012), Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh penerima, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk menuliskan atau memasukkan ke komputer perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses pembacaan kembali tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.


(55)

36

3. Sasaran III : Peningkatan Keamanan Obat

Menurut instrumen (KARS, 2012), bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka penerapan manajemen yang benar, penting untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan terjadi kesalahan dan kejadian sentinel (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan demikian pula obat-obat yang tampak mirip atau ucapan mirip (Nama Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Look-Alike / LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO. Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50% atau lebih pekat]. Kesalahan ini bisa terjadi bila staf tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit asuhan pasien, bila perawat kontrak tidak diorientasikan sebagaimana mestinya terhadap unit asuhan pasien, atau pada keadaan gawat darurat/emergensi. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan mengembangkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk menyusun daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan datanya sendiri. Kebijakan dan


(56)

37 prosedur juga mengidentifikasi area mana yang membutuhkan elektrolit konsentrat secara klinis sebagaimana ditetapkan oleh petunjuk dan praktek profesional, seperti di IGD atau kamar operasi, serta menetapkan cara pemberian label yang jelas serta bagaimana penyimpanannya di area tersebut sedemikian rupa, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati.

4. Sasaran IV : Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat Pasien Operasi Menurut instrumen (KARS, 2012). Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi, dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan mengobati penyakit serta kelainan pada tubuh manusia dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan kesempatan diagnostik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di rumah sakit dimana prosedur ini dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for


(57)

38 Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh rumah sakit; dan harus dibuat oleh orang yang akan melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk : memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; Memverifikasi keberadaan peralatan khusus yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi” / Time out memungkinkan setiap pertanyaan yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan (secara ringkas, misalnya menggunakan checklist)

5. Sasaran V : Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan

Menurut instrumen (KARS, 2012). Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter, infeksi aliran darah (blood stream


(58)

39 infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO, Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan kebijakan atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk implementasi pedoman itu di rumah sakit.

6. Sasaran VI : Pengurangan risiko pasien jatuh

Menurut instrumen (KARS, 2012). Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian terhadap gaya atau cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.


(59)

40 BAB III

KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1 Kerangka Pikir

Berdasarkan penjelasan berbagai teori yang telah dijelaskan pada bab tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan tahapan untuk menilai kecukupan dokumen akreditasi dan implementasi adalah sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Pikir

Penilaian Kesiapan Akreditasi Rumah Sakit Haji Jakarta

Kerangka pikir di atas menggambarkan sasaran-sasaran yang terdapat pada penilaian akreditasi standar sasaran keselamatan pasien yang terdiri dari enam sasaran seperti sasaran ketepatan identifikasi pasien, sasaran peningkatan komunikasi yang efektif, sasaran peningkatan kemanan obat yang perlu diwaspadai, sasaran kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, sasaran pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan sasaran pengurangan risiko pasien jatuh. Sasaran-sasaran tersebut memiliki unsur dari dokumen yang dibutuhkan seperti dokumen akreditasi, pedoman/panduan, kebijakan, dan standar operasional prosedur.

Sasaran 1: ketepatan identifikasi pasien Sasaran 2: komunikasi efektif

Sasaran 3: peningkatan keamanan obat Kesiapan Akreditasi Versi

2012 Standar Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran 4: kepastian tepat lokasi, prosedur, pasien operasi

Sasaran 5: pengurangan risiko infeksi Sasaran 6: pengurangan risiko pasien jatuh


(60)

41

3.2. Definisi Istilah

Tabel 3.1 Definisi Istilah

No .

Variabel Definisi Istilah Cara Ukur Instrumen 1. Ketepatan

Identifikasi Pasien

Pengumpulan dan pencatatan segala keterangan tentang data diri pasien sebelum dirawat atau diperiksa agar

setelahnya terjadi tindakan medis yang teliti dan akurat

Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi.

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam

2. Peningkatan Komunikasi yang Efektif Proses untuk meningkatkan penyampaian informasi/pesan antar tenaga medis dan dari tenaga medis ke pasien melalui cara tertentu sampai pesan dimengerti Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam

3. Peningkatan Keamanan Obat

Pengelolaan dan penyimpanan obat-obatan yang secara signifikan berisiko membahayakan pasien Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi.

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam 4. Kepastian

Tepat-lokasi, Tepat-prosedur, Tepat pasien-operasi Peningkatan keamanan pada pasien operasi atau bedah saat tim medis melakukan pra-anestesi, time out (pra-tindakan di ruang operasi), dan sebelum pasien meninggalkan ruang operasi Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi.

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam


(61)

42

5. Pengurangan Risiko Infeksi

Pengimplementasian program cuci tangan yang efektif dalam rangka mencegah infeksi nosokomial di rumah sakit

Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi.

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam 6. Pengurangan

Risiko Pasien Jatuh

Pencegahan risiko jatuh pada pasien melalui tindakan pengkajian (assessment), intervensi dan pengawan Telaah dokumen, Wawancara mendalam, dan observasi.

- Daftar telaah dokumen - Pedoman

wawancara mendalam


(62)

43 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif melalui pendekatan kualitatif yang didapatkan melalui metode observasi, wawancara mendalam, dan telaah dokumen untuk mengetahui gambaran kesiapan akreditasi pada standar sasaran keselamatan pasien di Rumah Sakit Haji Jakarta.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Haji Jakarta, Jl. Raya Pondok Gede no. 4, Jakarta Timur. Dikhususkan pada seksi akreditasi yang dibentuk oleh pihak rumah sakit. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2014.

4.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif pemilihan informan dilakukan menggunakan metode purposive sampling. Pemilihan informan dikarenakan pihak-pihak tersebut adalah pihak yang terlibat atau bertanggung jawab dalam persiapan akreditasi di Rumah Sakit Haji Jakarta khususnya standar sasaran keselamatan pasien. Pemilihan informan harus memenuhi kategori-kategori yang berkaitan dengan penelitian. Dalam penelitian ini informan dipilih berdasarkan kesesuaian dan kecukupan terhadap topik yang diteliti. Peneliti akan melakukan wawancara mendalam dan menggali informasi selengkapnya dari para informan. Sesuai dengan prasyarat tersebut dan meminta masukkan kepada


(63)

44 pihak rumah sakit dalam menentukan informan maka informan pada penelitian ini diantaranya adalah Anggota Pokja Akreditasi Rumah Sakit Standar Sasaran Keselamatan Pasien, Seksi Pelayanan Keperawatan dan Kepala Unit Farmasi. Seluruh informan tersebut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan akreditasi rumah sakit yang dilaksanakan oleh KARS. Yang menjadi informan dalam penelitian berjumlah enam orang, yaitu :

1. Anggota Pokja Akreditasi SKP : 1 orang informan 2. Seksi Pelayanan Keperawatan : 2 orang informan 3. Seksi Unit Farmasi : 1 orang informan

4. Pasien : 2 orang informan

4.4. Instrumen Penelitian

1. Pedoman wawancara semi terstruktur.

2. Daftar tilik kelengkapan dokumen akreditasi.

3. Buku catatan dan alat perekam untuk merekam proses wawancara mendalam. 4.5 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui teknik wawancara mendalam yang rencananya dilaksanakan selama 1-2 minggu dan observasi. Wawancara dilakukan langsung oleh peneliti menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun. Hasil wawancara akan dicatat dan direkam menggunakan alat perekam. Sedangkan observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman observasi.

Data sekunder diperoleh melalui hasil telaah dokumen yang berkaitan dengan penelitian di bagian pelayanan keperawatan Rumah Sakit Haji Jakarta. Telaah dokumen


(64)

45 dilakukan untuk mengetahui berapa banyak dokumen yang telah dibuat oleh seksi, sehingga dapat menggambarkan kesiapan dalam akreditasi. Data sekunder yang telah dikelompokkan berdasarkan standar-standar akan dinilai kelengkapannya berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

4.6. Validasi Data

Guna mempertahankan agar data valid dalam teknik kualitatif deskriptif, peneliti menggukanan triangulasi yang meliputi sumber dan metode. Penggunaan triangulasi pada penelitian ini dijelaskan secara lebih detil pada tabel 4.1.

1. Triangulasi sumber

Melakukan cek ulang data dengan fakta dari sumber lainnya, membandingkan dan menggunakan kelompok informan yang sangat berbeda semaksimal mungkin.

2. Triangulasi metode

Membandingkan hasil wawancara mendalam dengan telaah dokumen serta observasi yang saling terkait atau mengecek ulang data primer dan data sekunder.

3. Triangulasi data

Data dikumpulkan dalam dua jenis data yakni primer dan sekunder dimana data primer diperoleh melalui wawancara dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah dokumen.


(65)

46 Tabel 4. 1. Sumber Perolehan Data Berdasarkan Sumber Informan dan Metode

Pengumpulan Data

Elemen pada Sasaran Keselamatan Pasien Sumber Metode Jenis Data

Sasaran I A, B, D W, D P,S

Sasaran II A, B, D W, D, O P,S

Sasaran III A, B, C W, D, O P,S

Sasaran IV A, B, D W, D P,S

Sasaran V A, B W, D, O P,S

Sasaran VI A, B W, D, O P,S

Keterangan: A: Anggota Pokja Akreditasi SKP W: Wawancara B: Seksi pelayanan keperawatan D: Telaah dokumen C: Seksi unit farmasi O: Observasi

D: Pasien P: Primer

S: Sekunder

4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1 Pengolahan Data

1. Data primer

Pengolahan dari hasil data primer yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam diantaranya :

a) Mendengar dan membuat transkrip hasil wawancara b) Menelaah transkrip wawancara

c) Merangkum hasil wawancara ke dalam bentuk matriks. 2. Data sekunder

Peneliti menelaah dokumen yang tersedia dalam standar akreditasi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Kemudian mengisi daftar telaah dokumen yang telah tersedia dan mengamati dokumen apa saja yang perlu ditambahkan.


(1)

Pedoman Wawancara untuk Kepala Unit Farmasi Identitas Informan

Nama : Umur : Jabatan : No. Kontak :

Keterangan Wawancara Hari/Wawancara :

Durasi :

Pokok Bahasan Sasaran 3 Wawancara:

1. Adakah dan Bagaimana kebijakan atau prosedur dalam identifikasi, lokasi, label dan penyimpanan obat yang perlu diwaspadai?

2. Bagaimana penentuan lokasi, pemberian label dan penyimpanan obat serta penanganan elektolit konsentrat?


(2)

DAFTAR TELAAH DOKUMEN 1. Sasaran I Keselamatan Pasien

 PMK 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien RS  Kebijakan/ Panduan Identifikasi pasien

 SPO pemasangan gelang identifikasi

 SPO identifikasi sebelum memberikan obat, darah/produk darah, mengambil darah/specimen lainnya, pemberian pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur. 2. Sasaran II Keselamatan Pasien

 Kebijakan/Panduan Komunikasi pemberian informasi dan edukasi yang efektif  SPO komunikasi via telp

3. Sasaran III Keselamatan Pasien

 Kebijakan / Panduan/ Prosedur mengenai obat-obat yang high alert minimal mencakup identifikasi, lokasi, pelabelan, dan penyimpanan obat high alert

 Daftar obat-obatan high alert 4. Sasaran IV Keselamatan Pasien

 Kebijakan / Panduan / SPO pelayanan bedah untuk untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi / dental

 SPO penandaan lokasi operasi

 Dokumen : Surgery safety Check list di laksanakan dan dicatat di rekam medis pasien operasi

5. Sasaran V Keselamatan Pasien

 Kebijakan / Panduan Hand hygiene  SPO Cuci tangan

 SPO lima momen cuci tangan Dokumen Implementasi

 Indikator infeksi yang terkait pelayanan kesehatan  Sosialisasi kebijakan dan prosedur cuci tangan 6. Sasaran VI Keselamatan Pasien

 Kebijakan / Panduan/SPO asesmen dan asesmen ulang risiko pasien jatuh  Kebijakan langkah –langkah pencegahan risiko pasien jatuh

 SPO pemasangan gelang risiko jatuh

OBSERVASI 1. Pemberian gelang identifikasi pada pasien rawat inap. 2. Daftar obat elektrolat konsentrat tinggi/high alert. 3. Lemari penyimpanan obat high alert.

4. Panduan hand hygiene dan cuci tangan di RS.


(3)

(4)

(5)

(6)