Iskenderun, Mediterania Timur bahwa rasio kelamin ikan jantan dan betina sebesar 1:1,07. Selain itu, diperoleh nilai L∞ sebesar 243 mm dan K sebesar 0,218 untuk
ikan kuniran betina, sedangkan L∞ sebesar 225 mm dan K sebesar 0,236 untuk ikan
kuniran jantan Ismen 2005. Menurut hasil penelitian Fadlian 2012 terhadap ikan kuniran U. moluccensis
di perairan Selat Sunda diperoleh L∞ sebesar 211,22 mm dan K sebesar 0,12 untuk ikan kuniran betina, sedangkan L∞ sebesar 166,27 mm
dan K sebesar 0,23 untuk ikan kuniran jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran jantan memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan
dengan ikan betina, sehingga ikan kuniran jantan lebih cepat mencapai panjang asimtotik panjang yang tidak dapat dicapai oleh ikan yang pada akhirnya akan
cepat mengalami kematian dan menyebabkan jumlah ikan kuniran betina lebih banyak tertangkap dibandingkan dengan ikan jantan. Purwanto et al. 1986 in
Susilawati 2000 menyatakan bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi diharapkan dalam keadaan yang seimbang yaitu 1:1, atau setidaknya
ikan betina lebih banyak untuk mempertahankan kelestarian populasi Purwanto et al. 1986 in Sulistiono et al. 2001
b
. Selain itu, ikan betina lebih aktif mencari makanan untuk proses perkembangan gonad agar dapat berkembang dengan baik
dan menghasilkan telur yang baik pula Nikolsky 1963.
4.2.2. Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran pertama kali ikan kuniran Upeneus moluccensis matang gonad adalah 144 mm untuk ikan betina dan 159 mm untuk ikan jantan. Triana 2011
menyatakan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis betina di Teluk Jakarta sebesar 155 mm dan ikan jantan sebesar 173
mm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran betina lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan. Penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan
Susilawati 2001 memperoleh ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran Upeneus moluccensis di perairan Teluk Labuan sebesar 120 mm untuk ikan jantan
dan 125 mm untuk ikan betina. Sedangkan ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran U. moluccensis di Teluk Antalya, Turki sebesar 110 mm untuk ikan betina
dan 105 mm untuk ikan jantan Ozvarol et al. 2010. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismen 2005 terhadap ikan kuniran U. moluccensis di Teluk
Iskenderun, Mediterania Timur diperoleh ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm.
Adanya perbedaan kecepatan tumbuh Nikolsky 1969 in Susilawati 2000, perbedaan strategis hidup atau pola adaptasi ikan Busing 1987 in Susilawati 2000,
serta adanya perbedaan kondisi perairan menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai tingkat
kematangan gonad pada ukuran yang berlainan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa ikan kuniran betina di perairan Selat Sunda lebih cepat mengalami matang
gonad dibandingkan dengan ikan jantan untuk mempertahankan kelestariannya dalam suatu populasi. Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh
kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda Nikolsky 1963.
4.2.3. Waktu pemijahan
Waktu pemijahan pada ikan dapat diduga dengan melihat komposisi tingkat kematangan gonad ikan tersebut. Novitriana et al. 2004 menyatakan bahwa waktu
pemijahan ikan adalah bulan-bulan yang memiliki jumlah ikan jantan dan betina yang telah mengalami matang gonad, sedangkan puncak pemijahan dilihat pada
bulan dimana ikan jantan dan betina yang telah matang gonad terdapat dalam jumlah yang besar. Menurut Ozvarol et al. 2010, musim atau waktu pemijahan terjadi
ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi. Pada Gambar 7 terlihat bahwa ikan-ikan untuk kedua jenis kelamin yang
telah matang gonad TKG III dan IV terdapat pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September, serta pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai indeks
kematangan gonad ikan kuniran yang terbesar terdapat pada bulan Maret dan Juli. Selain itu, waktu pemijahan pada ikan dapat terlihat dari nilai faktor kondisi yang
dihasilkan. Nilai faktor kondisi ikan kuniran terbesar yang diperoleh terdapat pada bulan Juli. Faktor kondisi dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan pada ikan
betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad, sehingga pada waktu pemijahan ikan membutuhkan makanan yang banyak. Namun pada saat makanan berkurang
jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan
menurun Rininta 1998 in Saadah 2000. Dengan demikian, dapat diduga bahwa waktu pemijahan ikan kuniran Upeneus moluccensis di perairan Selat Sunda
adalah pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September dengan puncak pemijahan pada bulan Maret dan Juli.
Waktu pemijahan ikan kuniran Upeneus moluccensis di Teluk Jakarta terjadi pada bulan Juli-September Triana 2011. Ismen 2005 memperoleh waktu
pemijahan ikan kuniran U. moluccensis di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni dan September. Penelitian yang dilakukan oleh Ozvarol et al.
2010 memperoleh waktu pemijahan ikan kuniran U. moluccensis di Teluk Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Hal ini mengindikasikan bahwa
ikan kuniran U. moluccensis di perairan Selat Sunda melakukan pemijahan sebanyak dua kali selama satu tahun. Bagenal 1987 in Yustina dan Arnentis 2002
menyatakan bahwa ikan yang memiliki indeks kematangan gonad lebih kecil dari 20 adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya.
Selama penelitian tingkat kematangan gonad yang terdapat dalam satu bulan pengamatan berbeda-beda. Ketidakseragaman perkembangan gonad ini diduga
adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda Brojo dan Sari 2002.
Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kuniran betina berkisar antara 0,4848- 1,3952. Sedangkan pada ikan kuniran jantan berkisar antara 0,6842-1,2184. Menurut
Effendie 1979, nilai K yang berkisar antara 2-4 menunjukkan badan ikan tersebut berbentuk agak pipih. Sedangkan nilai K yang berkisar antara 1-3 menunjukkan
bahwa badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ikan kuniran di perairan Selat Sunda memiliki bentuk tubuh
yang kurang pipih. Secara keseluruhan, nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Namun perbedaan nilai faktor kondisi tersebut
tidak terlalu signifikan. Hal ini diduga bahwa ikan kuniran betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses reproduksi dan bertahan hidup dibandingkan dengan
ikan jantan Effendie 1997.
4.2.4. Potensi reproduksi