9
2.6. Kandungan Tebu
Bila tebu dipotong akan terlihat serat dan cairan yang manis. Serat dan kulit batang biasa disebut sabut dengan persentase sekitar 12,5 dari bobot tebu.
Cairannya disebut nira dengan persentase 87,5 yang mengandung banyak unsur penting, antara lain: amylum, sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Nira terdiri dari air
dan bahan kering. Bahan kering tersebut ada yang larut dan ada yang tidak larut dalam nira. Gula yang merupakan produk akhir dari pengolahan tebu terdapat
dalam bahan kering yang larut dalam nira. Akan tetapi, bahan kering yang larut juga mengandung bahan bukan tebu.
Gambar 1. Kandungan Tebu
2.7. Rendemen
Rendemen masa kemasakan tebu adalah suatu timbunan sakarosa di dalam batang tebu. Semula, semasa tebu masih dalam masa pertumbuhan, sakarosa ini
merupakan hasil asimilasi daun tebu. Gula ini diperlukan untuk pembentukan sel- sel dan semua keadaan yang dapat menimbulkan pertumbuhan baru Sutardjo,
1994. Rendemen tebu menunjukkan besar kecilnya kandungan gula di dalam batang tebu. Kandungan gula pada batang tebu tersebut optimal terjadi setelah
fase pertumbuhan vegetatif dan menurun sebelum fase kematian. Berdasarkan waktu dan bahan ujinya, rendemen dapat dibagi menjadi
rendemen efektif, rendemen sementara, dan rendemen contoh. Rendemen tebu juga bisa berkurang karena beberapa faktor antara lain, yaitu varietas, mutu
budidaya, pertumbuhan tanaman yang kurang baik, umur tebangan, dan keadaan lingkungan. Komponen-komponen yang bisa menentukan rendemen pertama-
tama adalah potensial pol gula yang terlarut dalam nira tebu disusul oleh brik
10 gula maupun bukan gula yang terkandung dalam nira tebu. Pol sangat ditentukan
oleh sifat genetis, sedangkan brik lebih mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan tingkat rendemen yang tinggi
diutamakan memilih varietas yang sudah memiliki bakat rendemen yang tinggi Wirioatmodjo, 1984.
11
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari –Agustus 2011. Pengukuran
keragaan dilakukan langsung di Kebun Percobaan Sumbersuko V910, PG Djatiroto, Jawa Timur. Sementara pengukuran untuk rendemen dan hablur
dilakukan di laboratorium PG Djatiroto.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 23 klon tebu transgenik IPB 1 dan 1 klon tebu isogenik PS 851 non-transgenik sebagai kontrol sehingga
jumlahnya menjadi 24 klon tebu. 23 klon tebu transgenik IPB 1 ini didapatkan dari hasil seleksi 69 klon tebu transgenik IPB 1 yang telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya oleh Miza 2009. Pemilihan 23 klon tebu transgenik IPB 1 ini juga karena merupakan yang paling unggul dari segi keragaan, kandungan hara
N dan P serta kandungan klorofil dan tingkat laju fotosintesisnya Marliani, 2011. Berikut ini merupakan 23 klon tebu transgenik yang digunakan dalam
penelitian IPB 1-1, IPB 1-2, IPB 1-3, IPB 1-4, IPB 1-5, IPB 1-6, IPB 1-7, IPB 1- 12, IPB 1-17, IPB 1-21, IPB 1-34, IPB 1-36, IPB 1-37, IPB 1-40, IPB 1-46, IPB
1-51, IPB 1-52, IPB 1-53, IPB 1-55, IPB 1-56, IPB 1-59, IPB 1-62, dan IPB 1-71. Alat-alat yang digunakan antara lain: meteran, hand counter, dan skate
match. Bahan yang digunakan antara lain: pupuk ZA, pupuk SP-36, pupuk KCl, dan asetat timbal basa.
3.3. Perlakuan
Setiap klon diberikan empat perlakuan pemupukan yang berbeda, yaitu: a N 50 dan P 50, b N 100 dan P 50, c N 50 dan P 100, dan d N
100 dan P 100. Empat pemupukan tersebut mengikuti dosis standar rekomendasi pemupukan untuk tebu, yaitu: 800 kg ZAha, 200 kg SP-36ha. 800
kg ZAha, 200 kg SP-36ha diberikan bersama-sama dengan 100 kg KClha yang merupakan dosis rekomendasi untuk area tersebut. Pemberian pupuk dibagi
menjadi dua kali. Pertama, pemupukan 400 kg ZAha dan 200 kg SP-36ha pada