Latar Belakang Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diterapkan dalam sebuah Negara berdasarkan aspirasi rakyat, atau dapat dikatakan juga sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, begitulah pengertian demokrasi secara umum. Demokrasi dianggap sebagai suatu sistem pemerintahan yang dijalankan melalui proses pemilihan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, dimana seluruh kelompok yang ikut bertarung siap menerima hasilnya sebagai suatu realitas yang harus dihormati dan dihargai oleh semua pihak. Kata demokrasi berangkat dari dua akar kata yang berasal dari bahasa Yunani, yakni demos yang artinya rakyat atau orang banyak, dan kratos artinya kekuasaan. Dengan demikian, demokrasi dalam pemahaman bahasa Yunani Kuno adalah kekuasaan yang berada di tangan rakyat. 1 Demokrasi sendiri merupakan sistem kenegaraan yang sangat populer di dunia, banyak Negara menerapkan prinsip demokrasi sebagai landasan dalam menjalankan roda pemerintahannya, demokrasipun dianggap sebagai bentuk kehidupan bernegara yang ideal, populer dan menjadi idaman bagi masyarakat di seluruh dunia, sekalipun Negara itu monarki absolute seperti Arab Saudi, Thailand, Jepang dan Inggris. 2 1 Prof.Dr.Hafied Cangara.2009. Komunikasi Politik : Konsep, Teori, dan Strategi, Jakarta: Rajawali Pers. hal.63. 2 Ibid. Hal.66. Demikian pula dengan Indonesia yang sejak tahun 1945 telah banyak melakukan praktik-praktik kenegaraan dengan berbagai macam label demokrasi, mulai dari demokrasi parlementer, Universitas Sumatera Utara demokrasi liberal, demokrasi terpimpin sampai demokrasi pancasila, meskipun dalam pelaksanaannya cenderung masih otoriter dan liberalisme. Bentuk demokrasi itupun dapat tercermin dalam pelaksanaan pemilihan umum di suatu Negara tertentu untuk memilih pejabat Negara sebagai pemimpin, pemilihan umum yang demokratis menjadi arena pertarungan para anggota masyarakat untuk dipilih dan memilih calon yang akan menduduki jabatan Negara mulai dari presiden dan wakil presiden, anggota parlemen, utusan daerah, gubernur dan wakil gubernur sampai kepada bupatiwalikota dan wakil bupatiwalikota. Proses pencalonan juga harus terbuka sehingga setiap warga Negara memiliki akses dan berhak untuk mencalonkan diri sesuai syarat-syarat yang diterapkan oleh undang- undang yang berlaku. 3 Tujuan lain dari pelaksanaan desentralisasi yakni memberi kesempatan agar daerah memiliki kepercayaan diri untuk menumbuhkan kemampuannya agar bisa mengelola sumber daya yang dimiliki, guna memberi kesejahteraan kepada warganya Salah satu tujuan dari pelaksanaan demokrasi itu sendiri adalah untuk mensejahterakan rakyat. Dalam hal ini untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah harus berupaya untuk melakukan pembangunan di berbagai aspek baik itu dibidang ekonomi, politik, sosial dan budaya secara merata mulai dari pemerintah pusat sampai ditingkat daerah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Terjadinya ketidakmerataan sistem pembangunan pada masa orde baru menyebabkan banyaknya pemekaran daerah yang tercipta pasca orde reformasi sebagai wujud dari pelaksanaan sistem demokrasi, untuk itulah pemerintah pusat memberikan wewenang pada pemerintah daerah dengan mewujudkan sistem desentralisasi yakni penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI. 3 Ibid. Hal.72. Universitas Sumatera Utara dengan pemberian pelayanan publik yang lebih dekat dan cepat tanpa bergantung kepada pusat. 4 Karena pada dasarnya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur maupun bupatiwalikota dan wakil bupatiwalikota secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar rakyat dalam memilih pemimpin daerah. Dengan kata lain, rakyat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa adanya intervensi. Maka diperlukanlah pemimpin daerah yang kita sebut sebagai gubernur ditingkat provinsi, serta bupatiwalikota ditingkat kabupatenkota. Pemilihan kepala daerah seperti gubernurwakil gubernur maupun bupatiwalikota tentu dipilih secara langsung oleh rakyat melalui sebuah sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah. Pemilihan Umum Kepala Daerah secara langsung sendiri merupakan fenomena kenegaraan baru yang terjadi di Indonesia, artinya pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. Awalnya, pemilihan pemimpin daerah ini dipilih oleh DPRD, akan tetapi karena adanya perubahan yang terjadi pada masa reformasi tahun 1998 maka pemilihan umum kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Pilkada secara langsung pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Undang-undang ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem NKRI yang dilaksanakan secara efektif, efisien dan bertanggung jawab. 5 4 Ibid. Hal.73. 5 Joko J.Prihatmoko. 2005. Pemilihan Kepala Daerah Langsung: Filosofi, SIstem dan Problema Penerapan di Indonesia. Pustaka Belajar. Hal.98. Untuk itulah, pelaksanaan pilkada langsung dianggap sebagai sebuah peningkatan demokrasi ditingkat lokal, dengan Universitas Sumatera Utara adanya demokrasi dalam sebuah negara, berarti dalam Negara tersebut menjalankan demokrasi yang menjunjung tinggi aspirasi, kepentingan dan suara rakyatnya. Sehingga muncullah konsep pembaruan kabupaten yang dirumuskan sebagai transformasi kabupaten yang hendak menegaskan bahwa pembaruan bermakna sebagai tidak lagi bekerja dengan ide dan konsep yang lama, melainkan telah bekerja dengan ide dan konsep yang baru. 6 Proses pembaruan haruslah dapat memberikan kepastian bahwa nasib rakyat akan berubah menjadi lebih baik lagi, pembaruan kabupaten juga berarti perombakan secara menyeluruh yang dimulai dari paradigma seluruh elemen yang ada atau mengorganisir seluruh sumber daya yang ada agar mengabdi pada kepentingan massa rakyat. 7 Dengan adanya pemekaran, membuat daerah tersebut membutuhkan seorang kepala daerah yang bertugas memimpin birokrasi, menggerakkan jalannya roda pemerintahan dan dijadikan tempat perlindungan, pelayanan publik serta pembangunan. 8 6 Dadang Juliantara, Pembaruan Kabupaten.Yogyakarta : Pembaruan. 2004. Hal. ix-x. 7 Joko J. Prihatmoko, Op.Cit. Hal.13. 8 Ibid. Hal.203. Karena itulah, untuk merealisasikan serta mengaplikasikan prinsip demokrasi ditingkat lokal dan implementasi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ini, maka diperlukan adanya pembaruan daerah dalam hal ini adalah pemekaran daerah Kabupaten Aceh Tamiang. Aceh Tamiang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Aceh. Sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Aceh Timur yang beribukotakan Langsa. Kabupaten ini merupakan hasil dari pemekaran daerah Aceh Timur yang terletak di perbatasan Aceh-Sumatera, dimana penduduk asli di daerah tersebut merupakan kawasan yang banyak bermukim masyarakat Tamiang yang serupa dengan etnis Melayu, selain itu di daerah ini juga terdapat minoritas masyarakat etnis jawa dan etnis Aceh. Universitas Sumatera Utara Sebagai daerah pemekaran tentu banyak yang harus dibenahi oleh pemerintah daerah tersebut dengan melakukan pembangunan di berbagai kecamatan yang terdapat di kabupaten Aceh Tamiang, tentu sudah menjadi tanggungjawab pemimpin daerah dalam hal ini Bupati yang bertugas membangun dan mensejahterakan masyarakatnya. Pada awal berdirinya Aceh Tamiang yakni pada 2 Juli 2002, daerah ini dipimpin oleh Bupati Ishak Djuned yang notabene merupakan bupati Aceh Timur, lalu Ishak Djuned menunjuk Abdul Latief yang merupakan karyawan PDAM kota Langsa sebagai pejabat sementara Bupati Aceh Tamiang. Aceh Tamiang sendiri telah melewati 2 kali pelaksanaan pilkada langsung, yakni pada tahun 2007 dan 2012. Pada pilkada tahun 2007 Abdul Latief yang merupakan bupati Aceh Tamiang ikut berkompetisi dalam proses pemilihan umum kepala daerah dan berhasil terpilih bersama wakilnya Awaluddin untuk memimpin Aceh Tamiang periode 2007-2012. Sehabis masa bakti Abdul Latief, Aceh Tamiang kembali menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah yang berlangsung tahun lalu yakni pada 9 April 2012. Penyelenggaran pilkada tersebut dilakukan dalam 2 putaran dikarenakan dari 11 pasangan calon tidak ada suara yang meraih kuota 30. Kandidat yang masuk ke putaran kedua yakni pasangan nomor urut 4 Agussalim- Abdussamad serta pasangan nomor urut 10 Hamdan Sati-Iskandar Zulkarnain. Pilkada putaran kedua yang dilaksanakan 12 September 2012 lalu, dimenangkan oleh pasangan nomor urut 10 yakni Hamdan Sati dan Iskandar Zulkarnain. Kemenangan Hamdan Sati dan Iskandar Zulkarnain merupakan fenomena kontroversial bagi masyarakat Aceh Tamiang saat pesta demokrasi berlangsung, dimana pasangan calon yang terpilih adalah pasangan yang diusung dari koalisi partai yakni PAN, PBR, PBA, dan PKS. Sementara yang semula diprediksi akan memenangkan pilkada adalah pasangan yang diusung dari PA. Partai Aceh sendiri merupakan partai lokal yang terbentuk di Aceh pasca perdamaian Memorandum of Understanding MoU Helsinki 2005 lalu antara Gerakan Aceh Merdeka GAM dan Universitas Sumatera Utara NKRI, dimana salah satu persyaratan yang diajukan petinggi GAM pada saat itu adalah dengan meminta untuk mendirikan partai lokal sebagai wujud partisipasi politik mereka dalam mensejahterakan masyarakat Aceh, melalui proses kegiatan politik guna memperoleh kedudukan dalam pemerintahan Aceh. Sebagaimana point 1.2.1 Mou Helsinki yaitu : “Sesegera mungkin tidak lebih dari satu tahun sejak penandatanganan Nota Kesepahaman ini, Pemerintah RI menyepakati dan akan memfasilitasi pembentukan partai-partai politik yang berbasis di Aceh yang memenuhi persyaratan nasional.” 9 Partai Aceh yang sebelumnya bernamakan Partai Gerakan Aceh Merdeka, kemudian pernah berubah menjadi Partai Gerakan Aceh Mandiri ini sendiri memiliki basis yang cukup besar dalam menarik massa, bahkan petinggi PA juga menginginkan agar seluruh kabupatenkota yang ada di Aceh dapat dipimpin oleh calon yang diusung dari partai mereka. Terlepas dari apakah mereka melakukan intimidasi terhadap masyarakat atau tidak namun terbukti dalam pemilihan bupatiwalikota dari 23 kabupatenkota di Provinsi Aceh ada 8 kabupatenkota yang dimenangkan oleh PA. Seperti Kabupaten Aceh Besar dimenangkan oleh Mukhlis Basyah-Samsulrizal, Kabupaten Pidie yang dimenangkan oleh pasangan Sarjani Abdullah-M.Iriawan, Kabupaten Aceh Timur oleh Hasballah-Syahrul bin Syamaun, Kabupaten Aceh Utara dimenangkan oleh Muhammad M Thaib-Muhammad Djamil, Kabupaten Aceh Jaya dimenangkan oleh Azhar Abdurrahman-Tgk.Maulidi, Kota Bireun oleh pasangan Ruslan H Daud-Mukhtar Abda, 10 9 http:www.partaiaceh.com201202sejarah-partai-aceh.html diakses 28 Juni 2013 pukul 21.00 wib. 10 http:www.acehtraffic.com201204pasangan-lusruskan-mou-menangkan-6.html diakses 28 Juni 2013 pukul 21.00 wib. Kota Lokhseumawe oleh Suaidi YahyaNazaruddin, serta Kota Sabang oleh Zulkifli H.Adam-Nazaruddin, begitu pula pada pemilihan Gubernur Aceh yang juga dimenangkan oleh pasangan dari Partai Aceh yakni Zaini Abdullah-Muzakir Manaf. Universitas Sumatera Utara Proses pemilihan bupati Aceh Tamiang 2012 sejatinya memanglah tidak berjalan mulus, dikarenakan perseteruan kepentingan oleh kedua kubu kubu Hamdan Sati-Iskandar Zulkarnain dan Agussalim-Abdussamad yang sama-sama kuat, dalam rangka merebut posisi nomor satu di daerah ini. Berbagai ancaman kekerasan dan teror muncul, diantaranya teror yang berdatangan dari kubu pendukung PA yang mengancam masyarakat pedalaman agar memilih calon yang mereka usung, belum lagi berkembangnya isu yang datang dari kubu Hamdan Sati mengenai keterlibatan aparat keamanan dalam hal ini TNI dan Polri dalam proses pilkada Aceh Tamiang yang lebih memihak pada calon terpilih Hamdan Sati. Hamdan diduga melakukan blockade disejumlah daerah dengan mengandalkan kekuatan aparatur Negara dan memaksa masyarakat untuk memilihnya, isu semakin berkembang saat seluruh kader dari PA menggelar aksi demonstrasi dan meminta pada Mahkamah Konstitusi untuk mengulang kembali pelaksanaan pilkada Aceh Tamiang, mereka juga menuntut pihak Hamdan Sati karena diduga telah melakukan praktik money politic dalam proses pilkada. Namun yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah jika memang benar bupati terpilih melakukan kecurangan dan sebagainya, lantas apa yang membuat masyarakat masih mau memilihnya? Apakah masyarakat Tamiang mulai terbuai dengan berbagai suap yang diberikan calon terpilih? Atau sebaliknya karena takut akan ancaman yang datang pada mereka? Lalu seperti apa sebenarnya preferensi pemilih masyarakat Tamiang pada pilkada langsung tersebut. Apakah nilai-nilai demokrasi pilkada langsung di Aceh Tamiang sudah mulai luntur? Ataukah malah isu mengenai proses pelaksanaan pemilu yang sarat akan kekerasan dan intimidasi tersebut, hanyalah kabar burung yang sengaja dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab? Melihat fenomena tersebut tentu membuat penulis begitu tertarik untuk membahas, serta mendeskripsikan lebih dalam tentang bagaimana kualitas demokrasi pilkada Aceh Tamiang 2012 sebenarnya, maka dari itu diperlukanlah sebuah Universitas Sumatera Utara penelitian ini untuk diangkat, guna mengetahui bagaimana kualitas demokrasi Aceh Tamiang saat penyelenggaraan pilkada berlangsung. Karena pada dasarnya pemilihan umum kepala daerah merupakan laboratorium demokrasi di Indonesia, dari situlah kita dapat melihat sudah sejauh mana demokrasi ditingkat lokal berjalan dan ditahap apa sebenarnya kita berada. Oleh karena itu, penyelenggaraan pilkada akan selalu hangat untuk dikaji dan diperbincangkan.

1.2 Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Political Marketing Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 Di Sumut Studi Kasus: DPD Sumut Partai Demokrat

0 42 107

Esensi Pemaknaan Kata “Demokratis” Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indoneisa Pasca Perubahan UUD NRI 1945 (Studi Konstitusional Terhadap Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945)

3 53 101

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

0 28 137

BAB III KUALITAS DEMOKRASI PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH ACEH TAMIANG 2012 3.1 Pembahasan - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 29

BAB II DESKRIPSI LOKASI ACEH TAMIANG 2.1 Latar Belakang Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang 2.1.1 Sejarah Kerajaan Benua Tamiang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 33

Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 19