3.2.3.1 Partisipasi Politik
Pelaksanaan pilkada langsung di Aceh Tamiang tahun 2012 ini sudah tentu tidak terlepas dari pentingnya partisipasi politik rakyat. Partisipasi seperti yang kita
ketahui bersama bahwa merupakan hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk memberikan kontribusinya kepada pencapaian tujuan kelompok, sehingga mereka
diberi kesempatan untuk ikut serta dalam pembangunan dengan menyumbangkan inisiatif dan kreatifitasnya. Dengan demikian, didalam partisipasi terdapat
komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat dan antar sesama anggota masyarakat. Sementara yang dimaksud dengan partisipasi politik adalah keikutsertaan
masyarakat dalam proses kegiatan politik. Partisipasi politik dapat dikatakan juga sebagai proses kegiatan warganegara
yang bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik, atau segala aktifitas yang berkaitan dengan kehidupan politik yang ditujukan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam partisipasi politik tidak ada batasan yang jelas bahwa jumlah pemilih yang
menggunakan haknya secara sah sebagai indikator keberhasilan pemilu tersebut, namun kita bisa melihat derajat partispasi politik sebagai respon atas pentingnya
rekrutmen politik elit daerah. Banyak batasan yang diberikan oleh ahli-ahli politik dalam literatur-
literaturnya. Salah satu definisi Partisipasi politik yang berkaitan dengan pilkada langsung ini dapat dilihat dari pendapatnya Miriam Budiardjo yang menyatakan
bahwa kegiatan individu atau kelompok secara aktif dalam kehidupan politik, memilih pemimpin dan terlibat dalam mempengaruhi kebijakan publik sebagai
batasan dari partisipasi politik.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3.1.1 Ikut Memilih dalam Pemilu Dalam hal ini, jika melihat pilkada Aceh Tamiang 2012, mantan ketua KIP
Aceh Tamiang menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakatnya tergolong masih rendah dari hasil presentase yang mereka targetkan, paling tidak hasil perhitungan
suara haruslah mencapai 70 sementara faktanya tidaklah sesuai dengan yang diharapkan. Sebagaimana tabel berikut:
Tabel 8 Hasil Perhitungan Suara Pemilih dan Penggunaan Hak pada Pilkada 2012
Putaran I
No Data Pemilih dan
Penggunaan Hak Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki
Perempuan
1 Jumlah pemilih dalam salinan
daftar pemilih tetap DPT 91.756
92.072 183.828
2 Jumlah pemilih dalam salinan
DPT yang menggunakan hak pilih
59.394 59.376
120.770
3 Jumlah pemilih dalam salinan
DPT yang tidak menggunakan hak pilih
32.362 30.696
64.058
Sumber : Komisi Independen Pemilihan Aceh Tamiang
Dari jumlah penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yang berjumlah 251.914 jiwa, telah ditetapkan 183.828 penduduk sebagai daftar pemilih
tetap DPT. Pemilu dilaksanakan pada hari selasa dimulai pukul 08.00-12.00 wib, sebanyak 120.770 penduduk datang ke 610 TPS yang terbagi di 12 kecamatan pada 9
Universitas Sumatera Utara
April 2012, sementara tingkat partisipasi masyarakat tamiang pada saat pilkada putaran pertama tergolong masih rendah karena sedikitnya jumlah pemilih yang
datang ke TPS dengan presentase 65.69 yang ikut memilih dan sekitar 34.84 dinyatakan tidak memberikan hak suaranya. Sementara KIP Aceh menargetkan
setidaknya tingkat partisipasi masyarakat dalam pilkada 2012 lalu harus menempati presentasi sekitar 70.
Dibandingkan dengan pilkada 2006 tentu pilkada kali ini jauh lebih baik, mantan ketua KIP Aceh Tamiang menuturkan tingkat partisipasi masyarakat pada
pilkada 2006 masih sangat rendah ditandai dengan sedikitnya pemilih yang datang ke TPS untuk memilih calon pemimpin daerah dengan presentase yang hanya dibawah
60, kondisi tersebut didukung pula oleh keadaan daerah ini yang pada saat itu sedang mengalami bencana alam banjir bandang yang sempat melumpuhkan
aktifitas warga hingga beberapa bulan termasuk dalam pilkada tersebut yang juga ditunda pelaksanaannya, terkait data dan dokumen hasil rekapitulasi pilkada juga
tidak dapat diakses mengingat seluruh berkas dinyatakan hilang dan alat-alat elektronik juga tidak dapat difungsikan lagi akibat bencana besar tersebut.
Sementara pada pilkada putaran kedua pada pilkada 2012 tingkat partisipasi masyarakatnya juga dikatakan cukup baik meski jumlah pemilih sedikit menurun dari
putaran pertama, sebagaimana tabel berikut :
Tabel 9 Hasil Perhitungan Suara Pemilih dan Penggunaan Hak pada Pilkada 2012
Putaran II
No Data Pemilih dan
Penggunaan Hak Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki
Perempuan
1 Jumlah pemilih dalam salinan 91.756
92.072 183.828
Universitas Sumatera Utara
daftar pemilih tetap DPT 2
Jumlah pemilih dalam salinan DPT yang menggunakan hak
pilih 59.158
59.772 118.930
3 Jumlah pemilih dalam salinan
DPT yang tidak menggunakan hak pilih
32.598 32.300
64.898
Sumber : Komisi Independen Pemilihan Aceh Tamiang
Dari hasil pilkada putaran kedua, terdapat 118.930 penduduk yang ikut memilih atau dengan presentase 64.70 dari jumlah DPT sebanyak 183.828,
sedangkan jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya sebanyak 64.898 atau 35.30 . Meski pada putaran kedua jumlah presentase menurun sekitar 0.99
dari hasil putaran pertama, namun tidak mengurangi tingkat partisipasi masyarakat yang dapat dikategorikan tergolong cukup baik karena jumlah pemilih yang berada di
atas 60. Dalam kategori ini keefektifan pemilu pada pilkada Aceh Tamiang dikatakan
cukup baik ditandai oleh keikutsertaan masyarakat dalam proses pemilihan umum dengan presentase pemilih yang datang ke TPS di atas 60 yakni dengan presentase
65.69 pada putaran pertama dan 64.70 pada putaran kedua untuk memilih kandidat yang dianggap berkompeten dalam memimpin daerah ini, meski KIP sendiri
menilai tingkat partisipasinya masih rendah dari presentase yang mereka targetkan namun demikian presentase yang sudah berada di atas 60 sudah cukup baik
dibanding pilkada 2006 yang hanya berkisar dibawah 60. Adakalanya partisipasi politik selalu berkaitan dengan faktor-faktor yang
dapat dijadikan pendukung sekaligus penghalang tumbuh dan berkembangnya demokrasi. Kelas menengah, ekonomi, agama atau budaya adalah faktor-faktor yang
Universitas Sumatera Utara
banyak mempengaruhi demokratisasi di Indonesia terutama ditingkat lokal. Seperti halnya pada pilkada Aceh Tamiang 2012, jika dilihat dari kategori kelas menengah
adalah jenis masyarakat yang memiliki ekonomi di atas rata-rata, berpenghasilan tinggi dan memiliki pendidikan yang baik jenjang pendidikan di atas SMAsederajat
dan umumnya berprofesi sebagai pengusaha serta pejabat daerah. Faktor ini termasuk kategori yang menunjang pendemokratisasian di tingkat
lokal, karena kategori ini dapat dikatakan juga sebagai pemilih cerdas, dengan ekonomi dan pendidikan yang memadai tentu membuat masyarakat seperti ini
memiliki wawasan yang baik dalam menentukan pilihannya, masyarakat seperti ini tidak akan dengan mudah dimobilisasi oleh calon dengan berbagai tawaran seperti
dalam bentuk sogokan maupun janji-janji yang sering ditawarkan oleh para kandidat. Masyarakat seperti ini akan melihat, mengamati dan menilai bagaimana
kinerja para calon sebelum ia menjadi kandidat pemilu, jika ia adalah seorang kepala daripada suatu instansi pemerintahan tentu masyarakat akan mengetahui
eksistensinya apakah kandidat termasuk figur pemimpin yang ramah, baik, bijaksana atau malah sebaliknya, masyarakat akan tahu bagaimana caranya mensortir calon
yang pantas untuk memimpin daerahnya, dan juga tidak mengesampingkan penilaiannya terhadap visi misi dari para kandidat yang akan bertarung, visi misi yang
baik akan mendukung massa yang lebih banyak lagi tentunya. Sementara kategori ekonomi adalah jenis masyarakat dengan ekonomi cukup
dan pas-pasan atau bisa juga termasuk kategori kelas menengah ke bawah, jenis masyarakat seperti ini memiliki jumlah yang besar di Aceh Tamiang, seperti
masyarakat yang memiliki profesi sebagai PNS, guru, pegawai bank, karyawan, pedagang, petani, dsb. Kategori ini juga mendukung terwujudnya pendemokratisasian
di tingkat daerah, pemilih dengan kategori ini biasanya pemilih yang sedang transisi menuju pemilih cerdas, karena pada dasarnya jika suatu daerah yang masyarakat
Universitas Sumatera Utara
memiliki ekonomi yang baik maka daerah tersebut termasuk telah menjalankan demokrasinya di tingkat lokal.
Sedangkan kategori budaya berangkat dari masyarakat yang terikat akan budaya tradisional adat istiadatagama, akan selalu terkait dengan proses perubahan
ekonomi, sosial, dan politik dari masyarakatnya pada tempat mana budaya tradisional tersebut melekat. Jadi, segala urusan yang terkait dengan perubahan politik dan sosial
tidak terlepas dari pengaruh budaya yang telah melekat dan berkembang di masyarakat. Budaya ternyata mampu memberi paradigma yang kuat terhadap
masyarakat hingga mempengaruhi tindakan sosial dan politik masyarakat tersebut. Namun adakalanya pengaruh budaya tradisional ini dapat juga mengurangi
pendemokratisasian di tingkat lokal ditandai dengan sifat fanatisme masyarakat terhadap sesuatu hal, seperti yang terjadi di Aceh Tamiang, sifat primordialisme
kedaerahan pada kenyataannya masih terjadi di daerah ini, sebagian besar pemilih akan memilih calon pada pemilihan umum dilihat dari asal kedaerahan sang calon.
Jika melihat dari pertarungan antara Hamdan Sati dan Agussalim tentu masyarakat akan memilih Hamdan yang merupakan putra daerah asli Tamiang, sementara
Agussalim adalah calon yang bersuku Aceh. Hal ini juga dipertegas mantan ketua KIP Ir.Izuddin yang juga mengatakan bahwa fenomena itu sering terjadi di daerah ini
mengingat sifat kedaerahannya masih begitu melekat sehingga dalam pemerintahan suku Tamiang lebih diprioritaskan. Tak heran jika bupati sebelumnya adalah Abdul
Latief yang juga bersuku Tamiang menang dalam pilkada Aceh Tamiang 2007. Sifat kedaerahan akan mengurangi pendemokratisasian dikarenakan visi dan
misi calon tidak lagi diperhatikan oleh pemilih, sementara pemilih yang baik itu haruslah bersikap netral dan pintar dalam melihat kualitas daripada sang calon
pemimpin, apakah ia pantas memimpin daerah ini kedepannya? Dapat menjalankan
Universitas Sumatera Utara
roda pemerintahan yang baik dan merumuskan kebijakan untuk kemajuan daerahnya? Atau malah sebaliknya. Jika pemilih tetap pada pendiriannya menjadi pemilih yang
sifatnya sukuisme tentu hal tersebut sulit untuk mendukung terciptanya sistem yang demokratis.
Untuk mengatasi hal tersebut, tentu peran KIP Kabupaten Aceh Tamiang sangat diperlukan dalam sosialisasi tahapan pilkada langsung yang juga berpengaruh
pada tingkat partisipasi politik dalam pilkada langsung ini. Terpaan pendidikan politik dari berbagai agen dalam pilkada yang dilakukan dengan baik akan berdampak
pada kontribusi partisipasi politik yang baik pula. Namun dalam hal ini dapat dikatakan bahwa lebih mudah menjalankan pelaksanaan pemilu daripada
menciptakan masyarakat menjadi pemilih yang cerdas, sementara satu-satunya cara untuk mewujudkan sistem yang demokratis di tingkat daerah adalah dilihat dari
kemakmuran rakyatnya, jika masyarakat daerah sudah dikatakan makmur dan sejahtera maka demokratisasi secara tidak langsung akan mengikuti sistem yang ada.
3.2.3.1.2 Golput Golongan Putih
Bentuk partispasi politik rakyat daerah dalam pilkada langsung ini dapat dilihat dari berbagai bentuknya, mulai dari sebagai orang atau kelompok yang
apolitis, pengamat, maupun partisipan. Seperti pada pilkada Aceh Tamiang 2012 ini maka akan ada presentasi rakyat yang apolitis dalam artian mereka yang termasuk
tak acuh dalam kegiatan proses politik. Di Indonesia, prosentase rakyat yang apolitis masih di bawah 30 rata-rata, sementara bentuk pengamat merupakan porsi yang
paling banyak, yaitu mereka yang melakukan pengaruh dalam proses politik sebatas sebagai anggota organsisasi, hadir dalam kampanye, dan ikut memilih. Sementara
dalam bentuk partisipan, diantaranya rakyat terlibat sebagai aktifis partai, dan
Universitas Sumatera Utara
kelompok kepentingan. Sebagai aktifis, pertisipasi politik rakyat sudah mengarah pada derajat menduduki jabatan-jabatan organisasipolitik.
Sifat sukarela dan terlibat dalam memilih pemimpin merupakan proses politik yang dapat digambarkan dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden secara langsung
pada tahun 2009 yang lalu. Hal yang sama juga terjadi pada pilkada Aceh Tamiang tahun 2012, dengan tata cara dan tahapan yang relatif sama dengan pemilu presiden
dan legislatif diperkirakan partisipasi politiknya juga tidak jauh berbeda. Seperti tentang pemilih tetap yang tidak menggunakan hak pilihnya pada pilkada Aceh
Tamiang 2012 tentu hal tersebut sangat disayangkan, apalagi jumlah pemilih golput golongan putih tergolong besar sekitar 34.84 pada putaran pertama dan 35.30
pada putaran kedua. Fenomena golput memang bukan tidak beralasan, ada beberapa alasan yang
menyebabkan terjadinya golput. Pertama golput teknis, seperti mereka yang tidak terdaftar sebagai pemilih dan berhalangan hadir ke tempat pemungutan suara.
Namun, alasan teknis sekalipun sudah cukup menunjukkan bahwa masyarakat menganggap proses pemilihan tersebut bukanlah hal yang penting bagi mereka. Jika
hal itu dinilai penting apalagi bisa memberikan harapan untuk perbaikan, tentu masyarakat akan berduyun-duyun menuju TPS.
Kedua alasan politis, yakni mereka yang merasa tidak punya pilihan dari kandidat yang tersedia atau tidak percaya bahwa pilkada akan membawa perubahan
dan perbaikan. Dan yang ketiga, golput ideologis, yakni mereka yang tidak percaya pada mekanisme demokrasi pada pilkada karena menganggap bahwa perubahan
menuju perbaikan hanya mungkin dilakukan dengan mengubah idiologi yang saat ini dengan idiologi yang diyakini sebagai landasannya. Apapun itu, jangan sampai
pilkada menjadi sebuah problem menurunnya kualitas demokrasi di Indonesia yang memang sedang dalam masa transisi.
Universitas Sumatera Utara
Namun demikian untuk menghindari persoalan dari partisipasi politik rakyat daerah maka perlu media sosialisasi politik termasuk didalamnya pendidikan politik
yang memadai sehingga rakyat daerah akan merespon dalam bentuk pertisipasi politik yang memadai baik dari sudut pandang kualitas mapun kuantitasnya. Peran
partai politik sebagai penyandang fungsi sosialisasi, pendidikan, partisipasi dan rekrutmen politik merupakan media yang sangat efektif dalam memicu partisipasi
politik rakyat daerah. Disamping itu, peran KIP Kabupaten Aceh Tamiang dalam sosialisasi tahapan
pilkada langsung juga berpengaruh pada tingkat partisipasi politik dalam pilkada langsung ini. Selain itu, peran partai politik yang melakukan penjaring calon
pasangan dengan objektif dan sesuai dengan kebutuhan rakyat dalam menentukan pimpinan politik daerah, juga akan menarik minat rakyat daerah untuk berperan serta.
Dengan begitu, terpaan pendidikan politik dari berbagai agen dalam pilkada yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada kontribusi partisipasi politik yang baik
pula.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal, yakni sebagai berikut :
1. Pelaksanaan pemilukada yang diselenggarakan di kabupaten Aceh Tamiang
terdiri dari dua putaran, dikarenakan faktor perolehan suara yang diharapkan pasangan calon bupati dan wakil bupati tidak mencapai 30 pada putaran
pertama. Sehingga sesuai peraturan yang berlaku maka pasangan calon yang menempati urutan teratas dalam perolehan suara pada putaran pertama akan
bersaing kembali dalam pilkada putaran kedua, guna memperebutkan posisi nomor satu di daerah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh maka
pasangan yang bersaing di putaran kedua adalah pasangan nomor urut 4 Agus Salim-Abdussamad dan pasangan nomor urut 10 Hamdan Sati-Iskandar
Zulkarnain. 2.
Penyelenggaraan pilkada putaran kedua telah dilaksanakan pada tanggal 12 September 2012, berdasarkan fakta yang ada pelaksanaan tersebut telah
berjalan dengan baik, transparan, kompetitif serta berlangsung dengan suasana yang relatif kondusif dan damai. Keadaan ini tentunya dapat diciptakan karena
adanya kerjasama dari berbagai pihak yang turut serta didalam menjaga keberhasilan pemilukada di kabupaten Aceh Tamiang.
3. Dalam proses pemilukada di Aceh Tamiang, masyarakat yang memiliki hak
untuk memilih dianggap cukup aktif didalam menentukan pilihannya. Dengan kata lain, jumlah pemilihnya terbilang cukup besar yakni 64.70 pada pemilu
Universitas Sumatera Utara