Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang

Belakangan setelah Benua Tunu dikuasai Raja Tan Kuala sekitar tahun 1669 datanglah Raja Po Nita bersama rombongan yang menggugat tentang silsilah bahwa beliau adalah keturunan Raja Muda Sedia Raja Islam Tamiang yang pertama dengan bukti menunjukkan surat dan sislsilah yang lengkap. Akibatnya terjadi perang saudara antara rakyat Tanjung Karang dengan yang mengakui Raja Tan Kuala sebagai Raja Tamiang dan rakyat di Benua Tunu mendukung Raja Penit sebagai Raja Tamiang, sehingga perang saudara pecah dan banyak memakan korban jiwa. Kelanjutan dari kekuasaan antara Raja Tan Kuala dengan Raja Penita berakhir dengan campur tangannya Sultan Aceh yang pada saat itu dipimpin seorang ratu yang bernama Ratu Kemalat Syah. Hasil dari intervensi ratu tersebut diputuskan negeri Tamiang dipecah menjadi dua daerah lagi. Raja Tan Kuala sebagai raja yang berkuasa di daerah Sungai Simpang Kanan dan Raja Penita berkuasa di wilayah Sungai Simpang Kiri. Banyak peristiwa lanjutan dari kedua kerajaan tersebut hingga masa penjajahan Belanda sampai merdeka. Belakangan Negeri Tamiang menjadi bagian dari Wilayah Aceh Timur yang berstatus Pembantu Bupati Wilayah III yang pusat pemerintahannya adalah kota Kuala Simpang. Pada tanggal 2 Juli 2002, kabupaten ini resmi menjadi kabupaten otonom yang terpisah dari Kabupaten Aceh Timur, terbentuknya kabupaten ini didasarkan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 2002, tertanggal 10 April 2002.

2.1.2 Pemekaran Kabupaten Aceh Tamiang

Pemekaran wilayah baik itu provinsi dan kabupaten akhir-akhir ini begitu sering terjadi di Indonesia, banyak faktor yang membuat suatu daerah dimekarkan. Seperti pembentukan daerah pemekaran tersebut dilandasi alasan untuk mensejahterakan masyarakat, akan tetapi ada faktor lain juga yang melingkupi Universitas Sumatera Utara pemekaran ini, misalnya masalah sosial budaya, politik, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Tentunya, pembentukan kabupaten telah melewati perjalanan sejarah yang cukup panjang. Oleh karena itulah, pengkajian sejarah tentang keberadaan sebuah wilayah dapat dijadikan sebuah upaya untuk menemukan jati diri, baik bagi wilayah tersebut maupun bagi masyarakatnya. 40 Aspirasi pemekaran wilayah di Aceh termasuk fenomenal karena terjadi secara bertingkat yaitu: 1 Keinginan GAM untuk memekarkan wilayah Aceh menjadi suatu Negara berdaulat; 2 Keinginan beberapa persekutuan kabupaten di Aceh untuk membentuk 1-2 provinsi baru; 3 Keinginan persekutuan beberapa wilayah kecamatan untuk membentuk kabupaten baru, dimana diantaranya sudah terealisir. Begitu pula halnya yang terjadi pada pemekaran kabupaten dan provinsi di wilayah Aceh. 41 Lokasi Sebagaimana dalam tabel berikut: Tabel 2 Proses Pemekaran Wilayah KabupatenKota di Aceh Beland a Awal Proklama si Pemekara n I Pemekara n II Pemekara n III Pemekara n IV Pemekara n V Renc ana Pantai Timur Sumatera Aceh Besar, Aceh Utara, Aceh Timur Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Tengah, Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Kt. Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Kt. Aceh Besar, Pidie, Bireun, Aceh Utara, Aceh Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Jaya 40 Rusdi Sufi, 2008. Sejarah Kabupaten Aceh Timur dari Masa Kolonial hingga Kemerdekaan. Banda Aceh : Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 3. 41 Edy Mulyana, 2007. Aceh Menembus Batas. Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Hal. 42. Universitas Sumatera Utara Aceh Timur. Kota Sabang, Kota Banda Aceh. Sabang, Kt. B.Aceh, Kt. Lsmwe Sabang, Kt. B.Aceh, Kt. Lsmwe, Kt. Langsa Timur, Aceh Tamiang, Kt. Sabang, Kt. B.Aceh, Kt. Lsmwe, Kt. Langsa. Aceh Timur, Aceh Tamiang, Kt. Sabang, Kt. B.Aceh, Kt. Lsmwe, Kt. Langsa. Pantai Barat Sumatera Aceh Barat Aceh Barat Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeuleu. Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeuleu, Aceh Singkil. Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeuleu, Aceh Singkil, Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya. Aceh Barat, Aceh Selatan, Simeuleu, Aceh Singkil, Aceh Jaya dan Aceh Barat Daya. Renca na Pemb entuk an Provi nsi ABA S. Wilayah Tengah Pegunun gan Bukit Barisan Aceh Tengah Aceh Tengah, Aceh Tenggara. Aceh Tengah, Aceh Tenggara. Aceh Tengah, Aceh Tenggara. Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meuriah, Gayo Lues. Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Bener Meuriah, Gayo Lues. Renca na Pemb entuk an Provi nsi ALA. Sumber : Edy Mulyana,”Aceh Menembus Batas,”Badan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam : 2007. Hal. 43. Tuntutan pemekaran daerah di Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebenarnya telah dicetuskan dan diperjuangkan sejak tahun 1957 awal masa Provinsi Aceh ke-II, termasuk eks Kewedanaan Tamiang diusulkan menjadi Kabupaten Daerah Otonom. Universitas Sumatera Utara Tamiang sendiri dipakai menjadi usulan bagi pemekaran status wilayah Pembantu Bupati Aceh Timur Wilayah-III meliputi wilayah bekas Kewedanaan Tamiang. Berikutnya usulan tersebut mendapat dorongan semangat yang lebih kuat lagi sehubungan dengan keluarnya ketetapan MPRS hasil sidang umum ke-IV tahun 1966 tentang pemberian otonomi yang seluas-luasnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - Gotong Royong DPRD-GR Provinsi Daerah Istimewa Aceh dalam usul memorendumnya tentang Pelaksanaan Otonomi Riel dan luas dengan Nomor B-7DPRD-GR66, terhadap Pemekaran Daerah yang dianggap sudah matang untuk dikembangkan secara lengkap adalah sebagai berikut : a. Bekas Kewedanaan Alas dan Gayo Lues menjadi Kabupaten Aceh Tenggara dengan ibukotanya Kutacane. b. Bekas daerah Kewedanaan Bireun, menjadi Kabupaten Djeumpa dengan ibukota Bireun. c. Tujuh kecamatan dari bekas kewedanaan Blang Pidie menjadi Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukota Blang Pidie. d. Bekas Daerah Kewedanaan Tamiang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang dengan ibukotanya Kualasimpang. e. Bekas daerah Kewedanaan Singkil menjadi Kabupaten Singkil dengan ibukotanya Singkil. f. Bekas daerah Kewedanan Simeulue menjadi Kabupaten Simeulue dengan ibukotanya Sinabang. g. Kotif Langsa menjadi Kotamadya Langsa. Usulan tersebut diatas sebahagian besar sudah menjadi kenyataan dari 7 wilayah usulan, saat itu yang sudah mendapat realisasi sebanyak 4 wilayah dan Tamiang termasuk yang belum mendapatkannya. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas dan sesuai dengan tuntutan dan kehendak masyarakat di Wilayah Tamiang, Universitas Sumatera Utara maka selaras dengan perkembangan zaman diera reformasi, demokrasi wajar jika masyarakat setempat mengajukan pemekaran dan peningkatan statusnya. Sebagai tindak lanjut dari cita - cita masyarakat Tamiang tersebut yang cukup lama proses secara historis, maka pada era reformasi sesuai dengan undang - undang No. 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, pintu cita - cita tersebut terbuka kembali serta mendapat dukungan dan usul dari : 1. Bupati Aceh Timur, dengan surat No. 2557 138 tanggal 23 Maret 2000, tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati Wilayah III Kualasimpang menjadi Kabupaten Aceh Tamiang kepada DPRD Kabupaten Aceh Timur. 2. DPRD Kabupaten Aceh Timur dengan surat No. 1086 100 - A 2000, tanggal 9 Mei 2000, tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 3. Surat Bupati Aceh Timur, No. 12032 138 tanggal 4 Mei 2003 kepada Gebernur Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 4. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 138 9801 tanggal 8 Juni 2000 kepada DPRD Propinsi Daerah Istimewa Aceh tentang peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 5. Surat DPRD Daerah Istimewa Aceh No. 1378 8333 tanggal 20 Juli 2000 tentang persetujuan peningkatan status Kabupaten Aceh Tamiang. 6. Surat Gubernur Daerah Istimewa Aceh No. 135 1764 tanggal 29 Januari 2001 kepada Menteri Dalam dan Otonomi Daerah Republik Indonesia Cq. Dirjen PUMD tentang usul peningkatan status Pembantu Bupati dan Kota Adminstrasi menjadi Daerah Otonom. Kerja keras yang cukup panjang itupun akhirnya membuahkan hasil. Pada tanggal 2 Juli 2002, Tamiang resmi mejadi Kabupaten berdasarkan UU No. 4 Tahun Universitas Sumatera Utara 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sekarang Provinsi Aceh.

2.2 Profil Kabupaten Aceh Tamiang

Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Strategi Pemenangan Calon Independen Dalam pemilihan kepala Daerah Medan 2010 (Studi kasus Prof.Dr.H.M.Arif Nasution dan H.Supratikno WS).

3 66 147

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Political Marketing Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 Di Sumut Studi Kasus: DPD Sumut Partai Demokrat

0 42 107

Esensi Pemaknaan Kata “Demokratis” Dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indoneisa Pasca Perubahan UUD NRI 1945 (Studi Konstitusional Terhadap Pasal 18 ayat 4 UUD NRI 1945)

3 53 101

Partai Politik Lokal Aceh (Studi Etnografi Antropologi Politik Tentang Kekalahan Partai Aceh Dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2012)

0 28 137

BAB III KUALITAS DEMOKRASI PADA PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH ACEH TAMIANG 2012 3.1 Pembahasan - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 29

BAB II DESKRIPSI LOKASI ACEH TAMIANG 2.1 Latar Belakang Sejarah Kabupaten Aceh Tamiang 2.1.1 Sejarah Kerajaan Benua Tamiang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang

0 1 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 33

Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 19