8 butyl
alkohol TBA sama seperti eterifikasi gliserol dengan isobutilen, hanya saja pada reaksi eterifikasi gliserol dengan TBA dihasilkan air.
Di- dan tri-tert-butyl eter gliserol dapat digunakan sebagai oxygenate additives
pada biodiesel yang sangat potensial karena kelarutannya dalam biodiesel. Mono-tert- butyl
eter gliserol MTBG mempunyai kelarutan yang rendah dalam biodiesel, sehingga proses eterifikasi gli serol harus diarahkan untuk memaksimalkan formasi di-
dan tri- eter Klepacova et al., 2005. Katalis homogen seperti asam sulfat, dan p- toluene sulphonic acid
dapat digunakan pada proses eterifikasi gliserol, namun lebih disarankan untuk menggunakan kat alis heterogen yang ramah lingkungan yaitu resin
penukar ion asam kuat Klepacova et al., 2003. Penambahan GTBE berpengaruh secara positif pada kualitas bahan bakar diesel,
mengurangi partikulat emisi, komponen karbon pada gas buang Kesling et al.,1994. Selain itu, GTBE jika ditambahkan ke dalam biodiesel dapat menurunkan titik kabut.
Tingginya tingkat perubahan senyawa isobutilen tidak berpengaruh terhadap besarnya perubahan gliserol menjadi gliserol eter, melainkan jumlah isobutilen yang dikonsumsi
untuk membentuk eter Noureddini et al., 1998. Tingkat konversi gliserol menjadi gli serol eter dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu suhu, rasio mol nIBnG, air dan pengembangan gel serta tipe katalis pada reaksi eterifikasi. Konversi gliserol dan rendemen gliserol eter meningkat seiring dengan
peningkatan rasio mol nIBnG. Kata lis dalam bentuk asam kuat, kering, makroretikular serta memiliki tingkat ikatan bercabang yang tinggi merupakan katalis
aktif dalam reaksi eterifikasi karena memiliki pori -pori yang cukup besar sehingga gliserol eter yang terbentuk sangat besar. Reaksi et erifikasi gliserol dengan isobutilen
dalam kondisi non-aqueous memberikan hasil terbaik pada rendemen eter Pagliaro dan Rossi, 2008.
E. KUALITAS BIODIESEL PADA SUHU RENDAH
Karakteristik biodiesel pada suhu rendah merupakan sifat bahan bakar terhadap perubahan suhu yang menjadi hal yang sangat berpengaruh pada daerah -daerah yang
memiliki iklim dingin atau daerah subtropis. Pada umumnya yang menjadi parameter pengukuran karakteristik tersebut diantaranya adalah : Titik Kabut cloud point, CP,
Titik Tuang pour point, PP, Cold-Filter Pludging Point CFPP, Low-Temperature Flow Test
LTFT, dan Cristalization Onset Temperature Tco Mittelbach dan Remschmidt, 2004.
9 Seperti halnya bahan bakar solar yang merupakan fraksi minyak bumi, biodiesel
juga akan menjadi berkabut cloudy pada saat udara dingin, minyak akan berubah menjadi kristal lilin yang akan menyumbat saluran filter bahan bakar. Bila udara
menjadi lebih dingin, maka kristal lilin tersebut akan menjadi gel dan memadat sehingga tidak dapat mengalir. Bahan bakar yang telah mengalami proses winterisasi
penghilangan senyawa jenuh atau bahan bakar dengan kualitas no mor 1 dapat digunakan pada udara yang lebih dingin Anonim, 2005.
Titik kabut adalah suhu dimana bahan bakar diesel pertama kali mengalami kristalisasi yang ditandai dengan timbulnya kabut pada bahan bakar diesel tesebut. Titik
tuang adalah suhu dimana bahan bakar sudah tidak dapat mengalir jika wadah dimiringkan selama 5 detik Noureddini, 1998.
Bergantung pada jenis minyak, biodiesel yang berasal dari minyak murni asli virgin oil memiliki titik tuang yang lebih rendah bila dibandingkan dengan biodiesel
yang berasal dari minyak goreng bekas used cooking oil- waste vegetable oil, sehingga masih dapat digunakan dengan baik pada suhu beberapa derajat di bawah beku yaitu
sekitar -5
o
C. Biodiesel dari minyak goreng bekas mulai mengalami perubahan menjadi gel pada suhu 4-5
o
C. Hal itu terjadi karena asam lemak minyak atau lemak jenuh telah mengalami kritalisasi pada suhu yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan asam lemak
yang tidak jenuh, yang pada akhirnya akan memisah dan menyumbat saluran f ilter. Hal ini terjadi pada lemak babi, lemak domba dan minyak sawit Anonim, 2005.
Molekul alkana petrodiesel dan FAME biodiesel memiliki rantai hidrokarbon lurus yang tidak cocok pada musim dingin, karena membentuk kristal padat yang
menyumbat saluran filter dan mengganggu pompa bahan bakar. Namun biodiesel memiliki kecenderungan yang lebih kuat karena gugus esternya relatif bersifat polar
sehingga meningkatkan gaya intermolekuler Van der Walls, sehingga secara efektif menguatkan proses kristalisasi. Angka setana cetane number, panas pembakaran heat
of combustion , titik cair dan titik didih, dan viskositas akan meningkat dengan
meningkatnya panjang rantai dan kejenuhan dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak Prakash, 1998.
10
III. METODOLOGI
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biodiesel CPO dan jarak pagar, gliserol, tert-butyl alkohol TBA, bentonit, zeolit, asam fosfat, HCl, alkohol,
aquades dan bahan kimia lainnya. Peralatan yang dibutuhkan adalah timbangan, timer, hot plate, termometer,
stirrer, batang magnet, sudip, magnetic stirrer-heater, labu pemisah, erlenmeyer, peralatan analisis seperti pH-meter, buret, spektrofotometer, gas chromatography
mass spectrometry GC-MS, peralatan gelas dan pendukung lainnya.
Gambar 5. Reaktor eterifikasi gliserol
B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center
SBRC. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Tahap Sintesis GTBE
Tahap ini diawali dengan aktivasi katalis yang akan digunakan yaitu bentonit dengan cara aktivasi asam dengan menggunakan HCl. Metode aktivasi bentonit
disajikan pada Gambar 6. Aktivasi bentonit dilakukan dengan mencampurkan 200 g bentonit dengan 400
ml HCl 16 ke dalam labu leher 4 yang dihubungkan dengan kondensor. Kondisi reaksi diatur pada suhu 80°C selama 3 jam dengan pengadukan. Selanjutnya
dilakukan pemisahan dengan menggunakan saringan vakum. Bentonit yang telah terpisah dengan HCl kemudian dicuci menggunakan aquades sampai pH-nya 3-4.
Bentonit kemudian dikeringkan menggunakan oven.
11
Mulai Pemanasan dan
Pengadukan, 80°C, 3 jam
Pemisahan HCl
Bentonit
Pencucian bentonit ± 5 kali,
pH = 3,5-4,0
Pengeringan dengan oven,
110°C, 2 jam
Selesai 100-200 g
400 ml HCl 16 Proses produksi GTBE eterifikasi dilakukan dengan mereaksikan gliserol
dengan Tert-butyl Alkohol TBA dengan perbandingan molar sebesar 1:6 dalam labu leher 3 yang dihubungkan dengan kondensor. Bentonit yang telah diaktivasi
digunakan sebagai katalis. Zeolit 3
Å
ditambahkan sebagai pengikat air hasil samping reaksi eterifikasi. Kondisi reaksi diatur pada suhu 60-80°C selama 6-8 jam
dengan pengadukan sebesar 400 rpm. Diagram alir proses sintesis GTBE disajikan dalam Gambar 7. Selanjutnya GTBE dianalisis menuggunakan Gas
Chromatography-Mass Spectrometry GC-MS. Spesifikasi GC-MS dan metode
yang digunakan disajikan pada Lampiran 1.
Gambar 6. Diagram alir aktivasi katalis bentonit