Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil pmetoksisinamat dengan Asetofenon

(1)

OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI REAKTAN

REAKSI KONDENSASI SENYAWA HASIL OKSIDASI

ETIL

p-METOKSISINAMAT DENGAN ASETOFENON

SKRIPSI

MUHAMAD BENY SETIAWAN

NIM : 1112102000102

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(2)

OPTIMASI SUHU DAN KONSENTRASI REAKTAN

REAKSI KONDENSASI SENYAWA HASIL OKSIDASI

ETIL

p-METOKSISINAMAT DENGAN ASETOFENON

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MUHAMAD BENY SETIAWAN

NIM : 1112102000102

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

AGUSTUS 2016


(3)

filtm$[0IgIrI

u8raBrlss r{uog pEltruqntrt

JuEEuul

uufiuu5 BprrBI

l,tilNJ

Brlru|\J

rsuaq ueFaap uu4u1u,{u e,tus qu1al

r1nlnrrp undnuur dpnryp Fued rlruq Jaqurns unuras usp .rlpuas u,{us e,t"rur1

lrsuq rlBJBpe rur rsdr.ryg


(4)

t00z I

0t00z0tr0tr6l

dlN

@

€ueIul- tlBllllisAEpil-l Jlleds NJn uel€qes3) ntiill u?p u?rol{op3) sullnlui

Iseuu€c lpl.Ils tlluj8oJd un13x "1nqBlaffu3l^l

il0il0800zlTLlvL6t

dIN 1dv--nffi.-.ipiEx

.'-,?.

7 Eutqurtqwe6

uouoJolss v ue8uap l€rueulsls{op*i-r{ lilE }supls O lrsu11 e*teAueg

Is€suopuo1 IS{ueH uup{so5 Ise4uasuoy u€p nqns rsturqdg

:

tsdr:15 p":--rseuue.l t-ElellS : lPnlS ure;l''':-t 00eF0900{0{908

L6t

dI\

{,iv

1?utqutque6

zOi00010tIl t

I

:

u&\l€I]og dueg Puutl?qnr^{ : f --.


(5)

Skripsi

Nama

NIM

Progranr Studi

Judul Skripsi

ini dia.lukan oleh.

.Muharnad Beny Setiawan

: I I 12101000102 : Strata-l Fannasi

: Optimasi Suhu dan l(onsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil p+netoksisinamat dengan Asetofenon

Telah berhasil dipertahankan

di

hadap*n dewan penguji

dan

diterima sebagai bagian persyaratan

yang diperluk*n

untuk

memperoleh gelar

Sarjana Farmasi pad* Program Studi F*rmasi, Fakultas Kedakteran dan

rlmu Kesehatan,

uaiversitas

rslam Negeri

{UIN) Syarif

Hidayatuilah Jakarta.

UJ\

"f@^ftr

Pembimbing

I

Pembimhing

II

Penguji

I

Peng*ji

tr

Dewan Penguji

Ismi*rni Komala, Ph.D., *I.Sc., Apt

?'ar:di, Ph.l)., Apt I-ina Elfita, M.Si., Apt

Puteri Amelia, M. Farm.n Apt

{

(

--+---e,*lJ.


(6)

Nama : Muhamad Beny Setiawan Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil p-metoksisinamat dengan Asetofenon

Senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan metabolit sekunder utama yang terdapat pada tanaman kencur (Kaempferia galanga Linn) dan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan modifikasi struktur etil p-metoksisinamat dan melihat kondisi optimum untuk mendapatkan hasil rendemen yang besar. Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui proses kondensasi dengan senyawa asetofenon telah dilakukan. Sebelum dimodifikasi senyawa etil p-metoksisinamat terlebih dahulu dihidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat melalui reaksi hidrolisis. Asam p-metoksisinamat direaksikan lebih lanjut dengan Ca(NO3)2 untuk menghasilkan senyawa 4-metoksibenzaldehid. Proses kondensasi dilakukan dengan mereaksikan 4-metoksibenzaldehid dan asetofenon dengan perbandingan 1:1 dan 1:2 pada suhu kamar dan suhu 45oC. Hasil kondensasi senyawa 4-metoksibenzaldehid dengan asetofenon menghasilkan senyawa (2E)‐3‐(4‐methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one dengan nilai rendemen untuk suhu kamar 42,10% untuk perbandingan 1:1 dan 36,67% untuk perbandingan 1:2. Pada suhu 45oC 11,42% untuk perbandingan 1:1 dan 22.77% untuk perbandingan 1:2. Hal ini menunjukkan reaksi dengan perbandingan 1:1 pada suhu kamar menghasilkan senyawa (2E)‐3‐(4‐

methoxyphenyl)‐1‐phenylprop‐2‐en‐1‐one dengan rendemen terbesar yaitu 42,10%.

Kata kunci : 4-metoksibenzaldehid, asamp-metoksisinamat, asetofenon, etil p-metoksisinamat, kondensasi.


(7)

Name : Muhamad Beny Setiawan Major : Pharmacy

Title : Optimization Themperature and Reactant Concentration of Condensation the Oxidation Results of Ethyl

p-methoxycinnamate with Acetophenone

Ethyl p-methoxycinnamate (EPMC) is major secondary metabolite found in kencur (Kaempferia galanga Linn) and has antiinflammatory activity. the aims of this study were to modify ethyl p-methoxycinnamate and to determine the optimum condition to obtain high yield. Modification of ethyl p-methoxycinnamate through a condensation process with acetophenone compound had been done. Before being modified, EPMC was converted to be p-methoxycinnamate acid (PMCA) by hidrolysis reaction. p-methoxycinnamate acid was reacted using Ca(NO3)2 to produce 4-methoxybezaldehyde. Condensation process had been done by reacting 4-methoxybenzaldehyde and acetophenone with the concentration ratio 1:1 and 1:2 on room temperature and 45oC. The result showed that condensation of 4-methoxybenzaldehyde and acetophenone produce (2E)3(4methoxyphenyl)1phenylprop2en1one in room temperature with ratio 1:1 42,10% yield and 36,67% yield for 1:2. In 45oC 11,42% yield for 1:1 and 22,77% yield for 1:2. This study shows that the highest yield is gained from the reaction of concentration ratio 1:1 in room temperature which produce 42,10% of (2E)3(4methoxyphenyl)1phenylprop2en1one

Key word: 4-methoxybenzaldehydye, acetophenone, condensation, ethyl p-methoxycinnamate,p-methoxycinnamate acid


(8)

senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Senyawa Hasil Oksidasi Etil p-metoksisinamat dengan Asetofenon”. Shalawat serta salam selalu terlimpah kepada junjungan kita Baginda Nabi Muhammad SAW, suri teladan bagi seluruh umat manusia dalam menjalani kehidupan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta.

Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada :

1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Nurmeilis M.Sc. Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Pembimbing I dan Bapak Yardi Ph.D,. Apt sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran serta dukungan moral maupun material selama penelitian dan penulisan skripsi

4. Ibu Dr.Azrifitria, M.Si, Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang bermanfaat serta bantuan


(9)

Hidayatullah Jakarta.

6. Kedua orang tua terkasih, Iskandar Abu Kosim dan Masayu Latipa yang selalu ikhlas dalam mendidik serta memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta doa yang tiada pernah putus di setiap hembusan nafas beliau.

7. Kakak tersayang dan suami Rizki Asiawati S.Kom dan Nur Ahmad S.K yang selalu memberikan arahan dan semangat. Kedua adik tercinta, Mutia Rahma dan Putri Zakia Zahra yang selalu memberikan semangat.

8. Teman-teman Farmasi 2012 yang telah menjadi bagian dari kehidupan Universitas yang berharga di Ibu kota.

9. Teman-teman seperjuangan Kingdom EPMS: Noni, Towi, Muti, Ghilman, Puhay, Atul, Windi, Nita Terimakasih atas segala bantuannya.

10. Teman-teman “kontrakan ceria”, Okin, Galih, Boy, Adia, Ghilman, Towi,

Agung, Santo, Irham, Brendi, Gunawan, Ivan terimakasih atas dukungan dan semangatnya.

11. Kak Walid, mbak Eris, mbak Rani, kak Lisna, kak Yaenab, kak Tiwi dan kak Rahmadi yang telah banyak membantu dalam penulisan skripsi

12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, Agustus 2016 Penulis


(10)

"Brituuu3eiss ltufuap

}€nq tdus Iur qurullr u;ire1 rsurlrJqnd uueleiured usr}lruia(I

eldlf

1eg,3uupuil-fruupuq uefruap rcnsJS sereqas {rlr}ape}tp ue8u[uada{ {ntun eiie{Ef qelinleieprg3r:eds {ruin,} r:a3a51 urElsJ s€lrsrsAruf} ueelulsnd:e4;i.totqt.7

pt*3t$ ryrer urel erprur n?18 ieura]il1 rp urilpdur?]rp nel? uuryselrlqndrp lntun

uouoJol*sy

uuBuap

lsrusursrs4olau-d

ulg

IsEptslt0

llssH rHu{ua5

rsssuapuoy Js{BaU uB}{EsU

rssJltrasuox

rsp

nqns

lsururldg

. lnpnluefiuap "edes qultrtll e,uu-1flsdu1s rnlnladuaru e,{€s 'uenqela8ued

null

uusueqrLrefiuad rruap

isdl.rlg "

ueluq3s3x nLLTJI u€p uersilopay : rseru€l I-8}Bjls .

e0[0002012r r

i

: He,!\ErlsS iuag peruellnflg :

el;ey snra; sullnluj ipnlg u.re:8o"r.1 I,{IN EiIr€N

.r{.r{ qslruq rp ue8uq epuuueq fiua,{ eAus "sil€Ief


(11)

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iv

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... v

ABSTRAK... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Tanaman Kencur... 4

2.2. Klasifikasi... 4

2.3. Kandungan Kencur... 5

2.4. Senyawa Etilp-metoksisinamat... 5

2.5. Hidrolisis... 6

2.6. Oksidasi Alkena... 7

2.7. Kondesasi...8

2.8. Asetofenon... 9

2.9. Natrium Hidroksida... 10


(12)

2.11. Identifikasi... 12

2.11.1. Kromatografi... 12

2.11.1.1. Kromatografi Lapis Tipis... 13

2.11.1.2. Kromatografi Kolom... 14

2.11.2. Spektrofotometri... 15

2.11.2.1. Spektroskopi FTIR (Fourier Transform InfraRed)... 15

2.11.2.2. Spektrofotometri UV-Vis... 16

2.11.2.3. Spektrofotometri Resonansi Magnetik ... 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 19

3.1.1. Tempat... 19

3.1.2. Waktu...19

3.2. Alat dan Bahan...19

3.2.1. Alat...19

3.2.2. Bahan... 19

3.3. Prosedur Penelitian... 20

3.3.1. Preparasi... 20

a. Pengambilan Sampel... 20

b. Determinasi Tumbuhan... 20

c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi... 20

3.3.2. Isolasi Senyawa Etilp-metoksisinamat... 20

3.3.3. Modifikasi Senyawa Etilp-metoksisinamat... 21

a. Hidrolisis Etilp-metoksisinamat... 21

b. Oksidasi Asamp-metoksisinamat... 21

c. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Hasil Oksidasi Asamp-metoksisinamat dengan Asetofenon... 22

1. Suhu Kamar... 22


(13)

3.3.3.1. Penyiapan KLT Preparatif... 23

3.3.3.2. Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi ... 23

3.3.6. Identifikasi Senyawa... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 25

4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etilp-metoksisinamat... 25

4.1.1. Hasil Determinasi... 25

4.1.2. Pembuatan Serbuk Simplisia... 26

4.1.3. Isolasi Etilp-metoksisinamat... 26

4.2 Modifikasi Struktur Etilp-metoksisinamat... 27

4.2.1. Hidrolisis Etilp-metoksisinamat... 27

4.2.2. Oksidasi Asamp-metoksisinamat... 29

4.2.3. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Etilp-metoksisinamat Dengan Asetofenon... 31

4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi... 34

4.3.1. Senyawa Hasil Hidrolisis... 36

4.3.2. Senyawa Hasil Oksidasi Asamp-metoksisinamat. ... 38

4.3.3. Senyawa Hasil Kondensasi... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 44

5.1. Kesimpulan... 44

5.2. Saran... 44


(14)

Gambar 2.1 Rimpang Kencur... 4

Gambar 2.2 Struktur senyawa etilp-metoksisinamat... 5

Gambar 2.3 Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etilp-metoksisinamat... 6

Gambar 2.4 Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester... 7

Gambar 2.5 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi... 8

Gambar 2.6 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi dan monosubstitusi... 8

Gambar 2.7 Mekanisme reaksi kondensasi aldol... 9

Gambar 2.8 Struktur kimia senyawa asetofenon... 10

Gambar 2.9 Skema kromatografi lapis tipis... 14

Gambar 4.1 Tanaman kencur...25

Gambar 4.2 Serbuk simplisia tanaman kencur... 26

Gambar 4.3 Pola spot KLT senyawa etilp-metoksisinamat dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 4:1...27

Gambar 4.4 Pola spot KLT hidrolisis asamp-metoksisinamat dan etilp-metoksisinamat heksan etil 4:1 UV 254... 28

Gambar 4.5 Mekanisme reaksi hidrolisis etilp-metoksisinamat... 29

Gambar 4.6 Reaksi oksidasi asamp-metoksisinamat...29

Gambar 4.7 Pola spot KLT senyawa hasil oksidasi perbandingan eluen heksan etil 4:1...30

Gambar 4.8 Mekanisme reaksi kondensasi 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon...32

Gambar 4.9 Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu kamar dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1... 32

Gambar 4.10 Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu 45OC dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1... 34

Gambar 4.11 Pola spot KLT senyawa dengan elusen heksan etil perbandingan 9:1...35

Gambar 4.12 Pola Spektrum MS senyawa Asampmetoksisinamat...37

Gambar 4.13 Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis... 37

Gambar 4.14 Struktur senyawa asamp-metoksisinamat... 37

Gambar 4.15 Pola Spektrum GC senyawa Hasil Oksidasi Asamp-metoksisinamat... ... 39

Gambar 4.16 Pola Spektrum MS senyawa Hasil Oksidasi... 39

Gambar 4.17 Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat... 40

Gambar 4.18 Pola spektrum MS senyawa hasil kondensasi... 41

Gambar 4.19 Pola Spektrum GC senyawa hasil kondensasi... 41

Gambar 4.20 Pola fragmentasi MS senyawa hasil kondensasi... 41


(15)

Lampiran 1. Alur Penelitian ...49

Lampiran 2. Skema Isolasi... 50

Lampiran 3. Sertifikat Determinasi Tanaman Kencur... 51

Lampiran 4. Identifikasi Etilp-metoksisinamat...52

Lampiran 5. Spektrum1H-NMR Senyawa Hasil Kondensasi... 58

Lampiran 6. Perhitungan Reaksi... 59


(16)

1.1 Latar Belakang

Indonesia yang beriklim tropis merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25.000-30.000 spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis tanaman di Asia (Dewoto, 2007). Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keanekaragaman hayati (biodiversity) terbesar ke-2 di dunia setelah Brazil, terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000, di antaranya ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Sebanyak 2500 jenis di antaranya merupakan tanaman obat (Kementerian Perdagangan, 2014).

Salah satu tanaman yang berpotensi sebagai obat adalah kencur (Kaempferia galanga. L). Secara empirik tanaman kencur dapat digunakan untuk mengobati penyakit hipertensi, rematik, dan asma (Sulaiman et al, 2007). Miranti (2009) juga melaporkan tanaman ini digunakan sebagai obat batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, perut kembung, mual, masuk angin, pegal-pegal, pengompresan bengkak, tetanus dan penambah nafsu makan. Kandungan metabolit sekunder dalam ekstrak kencur diantaranya adalah asam propionate (4,7%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-decosadiene (1,47%), beta sitosterol (9,88%), dan etil p-metoksisinamat (80,05%) (Umaret al, 2012).

Dewasa ini, modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat telah menjadi sorotan para ahli kimia medisinal. Diantaranya, modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat dan uji kemopreventif terhadap fibrosarkoma tikus (Ekowati et al, 2012), amidasi etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga, Linn) (Barus, 2009), modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat yang diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga Linn.) melalui transformasi gugus fungsi serta uji aktivitas sebagai


(17)

antiinflamasi (Mufidah, 2014), amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasimicrowaveserta uji aktivitas sebagai antiinflamasi (Reza, 2015). Salah satu penelitian modifikasi yang menarik adalah modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat secara in silico yang dilakukan dengan menambah atom penyusun pada gugus ester sehingga membuat aktivitas antikanker menjadi meningkat (Mushlihin, 2015). Berangkat dari hasil penelitian ini peneliti akan mencoba suatu reaksi yang membuat atom penyusun senyawa etil p-metoksisinamat bertambah yaitu dengan reaksi kondensasi.

Reaksi yang digunakan pada penelitian ini adalah reaksi kondensasi aldol yaitu suatu reaksi dimana aldehid dapat bereaksi dengan keton yang mempunyai hidrogen alfa (Fessenden dan Fessenden, 1982). Salah satu senyawa keton yang memiliki hidrogen alfa adalah asetofenon. Pemilihan asetofenon untuk dikondensasi dengan etil p-metoksisinamat adalah karena asetofenon memiliki hidrogen yang berposisi alfa yang mudah disingkirkan oleh suatu basa kuat dan membentuk ion enolat yang nantinya ion enolat ini akan digunakan sebagai nukleofil dalam reaksi kondensasi dan lebih mudah untuk direaksikan ( Fessenden dan Fessenden, 1999).

Siswandono (2000) memberikan gambaran pada hubungan struktur aktivitas AINS turunan aril asetat dinyatakan bahwa pengurangan atau penambahan atom C dapat mempengaruhi aktivitas antiinflamasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufidah (2014) menyatakan bahwa penelitian tentang modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat perlu dikembangkan lagi, terutama modifikasi pada gugus ester, seperti penambahan jumlah atom C pada gugus tersebut.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan dalam reaksi kondensasi seperti metode seperti stirer (Suzana et al, 2013), iradiasi microwave (Menezes et al, 2009), dan reflux (Patil et al, 2012). Metode yang dipilih pada penelitian ini adalah metode stirer dimana metode ini dipilih karena merupakan jalur yang praktis dan tidak menggunakan pelarut yang toksik (Suzana et al, 2013)


(18)

Hingga saat ini, belum ada penelitian mengenai reaksi kondensasi pada senyawa etil p-metoksisinamat sehingga diperlukan optimasi terlebih dahulu untuk mendapatkan data suhu dan konsentrasi asetofenon yang optimal agar senyawa dapat beraksi dengan tepat dan menghasilkan produk hasil yang bagus.

Berdasarkan faktor-faktor diatas, maka perlu dilakukan optimasi reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan asetofenon pada variasi suhu dan konsentrasi asetofenon sehingga diharapkan akan diperoleh hasil rendemen yang besar.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah senyawa hasil oksidasi etil p-metoksisinamat dapat di modifikasi melalui reaksi kondensasi dengan asetofenon?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Melakukan optimasi reaksi kondensasi senyawa etil p-metoksisinamat dengan asetofenon.

b. Melakukan purifikasi senyawa hasil kondensasi etil p-metoksisinamat dengan asetofenon.

c. Melakukan elusidasi struktur senyawa hasil kondensasi etil p-metoksisinamat dengan asetofenon.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi tambahan data dan penelitian mengenai metode modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui kondensasi dengan asetofenon


(19)

2.1 Tanaman Kencur

Gambar 2.1 Rimpang Kencur

(Sumber: http://www.kalbestore.com)

Tumbuhan kencur (Kaempferia galangaL) sudah menyebar luas di berbagai negara terutama di benua Asia (Rukmana, 1994). Kencur merupakan tanaman yang banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia. Bagian tanaman yang sering digunakan adalah rimpang yang mempunyai aroma yang khas dan lembut sehingga mudah membedakannya dengan jenis Zingiberaceae lain. Dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa keluarga Zingiberaceae ini merupakan salah satu jenis temu-temuan yang dipakai dalam obat tradisional (Rukmana, 1994).

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi Kaempferia galanga L. di dalam dunia botani adalah sebagai berikut (Barus, 2009):

Kingdom : Plantae

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Kaempferia


(20)

2.3 Kandungan Kencur

Kandungan kimia dalam ekstrak minyak atsiri kencur telah diteliti oleh Umar et al. (2012) diantaranya ialah asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21-docosadiene (1,47%), beta-sitosterol (9,88%), dan komponen terbesar adalah etilp-metoksisinamat (80,05%).

2.4 Senyawa Etilp-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat atau EPMS mempunyai rumus molekul C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa fenil propanoat (Reza, 2015). Senyawa EPMS berbentuk kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai berat molekul 206 g/mol dan titik leleh 47-52OC. (Mufidah, 2014). EPMS sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (Windono et al, 1997), namun dewasa ini telah diteliti lebih lanjut bahwa EPMS merupakan senyawa isolat kencur yang memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi nonselektif menghambat COX-1 dan COX-2 secara in vitro (Umar et al, 2012).

Gambar 2.2. Struktur senyawa etilp-metoksisinamat


(21)

Gambar 2.3. Jalur asam sikhimat dalam biosintesa fenilpropanoid untuk menghasilkan etilp-metoksisinamat (Bangun, 2011).

2.5 Hidrolisis

Secara umum, hidrolisis didefinisikan sebagai transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH. Hidrolisis merupakan contoh reaksi terbesar dalam reaksi kimia disebut sebagai reaksi perpindahan nukleofilik di mana nukleofil menyerang atom elektrofilik. Proses hidrolitik mencakup beberapa jenis mekanisme reaksi yang dapat didefinisikan oleh jenis pusat reaksi di mana terjadi hidrolisis. Mekanisme Reaksi yang paling


(22)

sering ditemui subtitusi nukleofilik baik secara langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson and Weber, 1994).

Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan bantuan katalis berupa basa atau asam. Mekanisme hidrolisis pada gambar 2.3 diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson and Weber, 1994).

Gambar 2.4 Mekanisme reaksi hidrolisis pada ester (Larson and Weber, 1994)

2.6 Oksidasi Alkena

Reaksi suatu alkena yang dapat dioksidasi menjadi beberapa produk senyawa kimia disebut reaksi oksidasi pembelahan alkena (cleavage oxidation) Reaksi oksidasi yang terjadi pada rangkap karbon-karbon digolongkan menjadi dua gugus umum, yang pertama adalah oksidasi ikatan phi tanpa pemutusan ikatan sigma yang menghasilkan suatu senyawa epoksida atau senyawa diol atau glikol. Sedangkan yang kedua adalah oksidasi ikatanphi yang memutus ikatan sigma yang menghasilkan senyawa keton atau aldehid atau asam karboksilat (Fessenden, 1999).


(23)

Kondisi struktural dari suatu alkena akan menentukan produk hasil oksidasi pembelahan yang terjadi. Adanya atom hidrogen pada karbon sp2 menentukan hasil dari produk oksidasi. Jika tiap karbon alkena tidak mengikat atom hidrogen (tidak mengikat hidrogen bebas), oksidasi pembelahan akan menghasilkan sepasang molekul keton. Jika satu sisi ikatan rangkap terdapat disubstitusi sedangkan sisi yang lain terdapat monosubstitusi, maka pembelahan oksidatif akan menghasilkan suatu keton dari sisi disubstitusi, dan suatu aldehida atau asam karboksilat dari sisi monosubstitusi (Fessenden, 1999).

Gambar 2.5 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi (Fessenden, 1999)

Gambar 2.6 Oksidasi pembelahan pada alkena disubstitusi dan monosubstitusi.(Fessenden, 1999)

2.7 Kondensasi

Secara umum, reaksi kondensasi adalah reaksi di mana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil (seperti air) (Fessenden & Fessenden,


(24)

1999). Salah satu reaksi kondensasi yang sering digunakan dalam sintesis kimia adalah reaksi kondensasi Aldol.

Kondensasi aldol termasuk ke dalam reaksi kondensasi karbonil dimana ada dua karbonil seperti aldehid dan keton yang bergabung menjadi satu. Mekanisme kondensasi aldol didahului dengan adanya adisi aldol, melibatkan dua gugus karbonil. Syarat terbentuknya reaksi aldol, suatu senyawa karbonil memiliki hidrogen α sehingga dapat membentuk enolat atau enol yang berfungsi sebagai nukleofil, yang akan mengadisi karbonil lain, yang bertindak sebagai elektrofil. Nukleofil mengalami reaksi

substitusi α sedangkan elektrofil mengalami adisi elektrofilik (McMurry, 2008). Kondensasi aldol dapat dilakukan dalam larutan alkalin basa, Ba(OH)2, LiOH, irradiasi microwave dan irradiasi ultrasound, maupun dalam asam menggunakan HCl, BF3, B2O3, asam ptoluensulfonat dan lain-lain. Namun pada umumnya katalis yang banyak digunakan adalah katalis NaOH, karena akan didapatkan hasil sintesis yang besar (Brown et al., 2012).

Gambar 2.7 Mekanisme reaksi kondensasi aldol (McMurry, 2008)

2.8 Asetofenon

Asetofenon merupakan suatu senyawa dari golongan keton yang berupa larutan tak bewarna dan mudah menguap. Aseton berbentuk cair, tidak bewarna, bau seperti buah, pH 7, titik lebur 19.7oC, titik didih 201.7oC. Asetofenon sering digunakan dalam sintesis kimia khususnya dalam reaksi


(25)

kondensasi seperti yang dilaporkan Calvino,et al (2002) dan Climent, et al. (1995). Zat ini berbahaya jika ditelan dan dihirup. Sedikit berbahaya jika terkena kontak dengan kulit karena mungkin akan dapat mengiritasi kulit, serta kontak dengan mata. Setelah terserap mungkin akan menyebabkan sakit kepala, salivasi, mual, muntah, pening, narkosis (Merck).

Gambar 2.8 Struktur kimia senyawa asetofenon

(www.sigmaaldrich.com/catalog/substance/acetophenone120159886211?lang=en&region=ID)

2.9 Natrium Hidroksida

Natrium hidroksida memiliki rumus kimia NaOH merupakan zat kimia yang berupa padatan atau pelet bewarna putih, tidak berbau, berat molekul 40g/mol, titik didih 1388OC, titik lebur 323OC. 1g Senyawa ini larut dalam 7.2 ml alkohol absolut, 4.2 metanol dan larut dalam gliserol. (Pubchem) Natrium hidroksida biasa digunakan dalam sintesis kimia sebagai katalis seperti penelitian dari Widiarti (2008) tentangSintesis 2’,4’ -dimetil-3,4-metilendioksikalkon dari piperonal dan 2, 4-dimetilasetofenon menggunakan katalis NaOH dan uji antibakteri terhadap S. aureus dan E. coli. Efek samping terhadap kesehatan dari natrium hidroksida terlihat dari sifatnya yang korosif sehingga mungkin dapat membuat iritasi khususnya pada kulit dan mata. (Pubchem)

2.10 IradiasiMicrowave

Iradiasimicrowavetelah digunakan untuk berbagai aplikasi termasuk sintesis organik. Baru-baru radiasi gelombang mikro telah memperoleh perhatian kimiawan karena keuntungan yang unik, seperti waktu reaksi yang lebih pendek, produk reaksi bersih, hasil yang lebih tinggi dan selektivitas yang lebih baik, menjadi alternatif yang berharga untuk mencapai sintesis


(26)

yang lebih efisien dari berbagai senyawa organik. (Varma, 1999 dan Hayes, 2002). Dalam spektrum elektromagnetik, wilayah cakupan radiasi microwave berada diantara radiasi IR dan gelombang radio. Microwave mempunyai panjang gelombang 1mm - 1m dan dengan frekuensi antara 0.3–

300 GHz. Radiasi microwave merupakan radiasi non ionisasi yang mampu memecah ikatan yang menghasilkan energi yang diwujudkan sebagai panas melalui interaksi dengan media atau bahan di mana mereka dapat tercermin, ditransmisikan, atau diserap. (Varma, 2011)

2.10.1 Prinsip Dasar Mekanisme Reaksi dengan Metode IradiasiMicrowave Pemanasan suatu materi dengan menggunakan gelombang elektromagnetik berfrekuensi tinggi ditimbulkan dari interaksi komponen medan listrik gelombang elektromagnetik dengan partikel yang memiliki muatan dalam materi sehingga menghasilkan polarisasi dipolar. Prinsip dari mekanisme ini adalah terjadinya polarisasi dipolar sebagai akibat adanya interaksi dipol-dipol antara molekul-molekul polar ketika di radiasikan dengan microwave. Dipol tersebut sangat sensitif terhadap medan listrik yang berasal dari luar sehingga dapat mengakibatkan terjadinya rotasi pada molekul tersebut sehingga menghasilkan sejumlah energi (Lidstromet al, 2001). Energi yang dihasilkan pada proses tersebut adalah energi kalor sehingga hal tersebut dikenal dengan istilah efek termal (pemanasan dielektrik) (Perreux, 2001).

Fenomena lain yang berperan dalam pemanasan dengan gelombang mikro adalah adanya konduksi ion. Dalam pengaruh suatu medan listrik, ion-ion yang terdapat dalam sampel yang dipanaskan akan bergerak dan saling bergesekan sehingga menimbulkan panas. Migrasi ion ini dipengaruhi oleh ukuran muatan dan konduktivitas ion terlarut. Faktor yang mempengaruhi konduksi ion adalah konsentrasi, mobilitas ion, dan temperatur larutan (Neas, E.D & M.J. Collins, 1988).


(27)

Ketergantungan konstanta laju reaksi (k) terhadap suhu dapat dinyatakan dengan persamaan Arrhenius:

K=Ae-Ea/RT

Keterangan:

K = Konstanta laju reaksi A = Frekuensi tumbukan Ea = Energi aktivasi R = Konstanta gas T = Suhu mutlak

Faktor ini dapat dianggap sebagai konstanta untuk sistem reaksi tertentu dalam kisaran suhu yang cukup lembut (Chang, 2005). Microwave dapat menginduksi kenaikan vibrasi suatu molekul sehingga berpengaruh terhadap faktor A pada persamaan di atas (Lidstromet al, 2001). Kenaikan harga A akibat kenaikan vibrasi suatu molekul berbanding lurus dengan harga K, sehingga K pun juga meningkat. Bila harga K suatu reaksi meningkat maka laju reaksi akan ikut meningkat.

2.11 Identifikasi 2.11.1 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan didalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisim kelautan, tekanan uap, ukuran moleku atau kerapatan muatan ion. Dengan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).


(28)

2.11.1.1 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa plat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak bewarna harus ditampakkan (dideteksi). (Stahl Egon dalam

Khoirunni’mah, 2013)

Penotolan larutan uji berdasarkan pada Farmakope Indonesia yaitu dengan menotolkan larutan uji dan larutan baku menurut cara yang tertera pada masing masing monografi dengan jarak lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat pembuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Selama pengerjaan hindarkan gangguan fisik dari zat penjerap. (Departemen Kesehatan, 1995)

Lempeng plat ditempatkan pada rak penyangga hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah lalu masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap. Titik penotolan jangan sampai terendam. Sistem dibiarkan merambat 10 cm hingga 15 cm diatas titik penotolan, umumya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit sampai 1 jam. Lempeng yang telah terelusi sampai batas rambat pelarut dikeluarkan dari bejana kemudian dikeringkan diudara dan diamati bercak mula-mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek (254 nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Jarak tiap bercak dari titik penotolan dan panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati diukur dan dicatat harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan dengan


(29)

kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding. (Departemen Kesehatan, 1995)

Gambar 2.9. Skema kromatografi lapis tipis

2.11.1.2 Kromatografi Kolom

Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Penggunaan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya juga sering digunakan. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).

Ukuran kolom bervariasi, kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 40 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6 mm,dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom

Keterangan:

Rf :Retention factor A : Jarak tempuh zat yang

dianalisis


(30)

dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995).

Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan ke dalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan ke dalam kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Adanya penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom dan gaya gravitasi atau dengan memberikan tekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995).

2.11.2 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, infra merah, dan serapan atom. (Departemen Kesehatan, 1995)

2.11.2.1 Spektrofotometri IR

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum di daerah infra merah terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1(lebih kurang 2,3 m hingga 16 m) dan suatu metode


(31)

untuk mengukur perbandingan internsitas cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Penggunaan spektrofotometri IR ditujukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi. (Departemen Kesehatan, 1995)

2.11.2.2 Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Rothet al.,1994).

Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible)bagian sinar tampak (380-780 nm). Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap. Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :

Keterangan A = Serapan a = Daya serap b = Tebal kuvet

c = konsentrasi larutan A = a . b . c


(32)

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi. 2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet).

4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.

2.11.2.3 Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Resonansi magnetik nuklir (RMN) atau nuclear resonance magnetic(NMR) adalah metode spektroskopi yang bahkan lebih penting bagi ahli kimia organik dari spektroskopi inframerah. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. Jika spektroskopi inframerah digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi, NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari.

NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui (Paviaet al., 2008)


(33)

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willardet al., 1988) :

1. Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir.

2. Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan.

3. Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan bidang frekuensi radio.

4. Detektor untuk memproses sinyal NMR.

5. Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi resonansi sampel. 6. Rekorder untuk menampillkan spektrum


(34)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

3.1.2 Waktu

Penelitian ini dimulai pada bulan November 2015 sampai bulan Agustus 2016.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Spektrofotometri ¹H-NMR dan 13C-NMR (500 MHz, JEOL), vacuum rotary evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), GCMS (Agilent Technologies),microwave oven (SAMSUNG,250 watt, 50 Hz), spektrofotometri IR, lemari pendingin, Plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck), timbangan analitik, penangas, statif, alat-alat gelas, pH indikator, termometer, kertas saring, oven, mikropipet, batang pengaduk, pinset, pengaduk magnetik, kapas, alumunium foil, vial uji, botol.

3.2.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksisinamat yang merupakan hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.), kalsium nitrat (Sigma-Aldrich), etil asetat (Sigma-Adrich) natrium hidroksida (Merck), asam klorida 15%, silika gel 60 (Merck), aquades, n-heksan, etanol 95% asam klorida.


(35)

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1. Preparasi

a. Pengambilan Sampel

Sampel kencur diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat pada bulan November 2015.

b. Determinasi Tumbuhan

Determinasi tumbuhan kencur (Kaempferia galanga L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.

c. Penyiapan Bahan untuk Ekstraksi

Sebanyak 50 kg kencur dibersihkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian dirajang sekitar 2-3 mm. Setelah itu kencur dijemur selama 5-6 hari tanpa kena sinar matahari. Setelah kencur yang dijemur berwarna coklat muda lalu dihaluskan menggunakan blender (Barus, 2009).

3.3.2. Isolasi Senyawa Etilp-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

Serbuk simplisia kencur dimaserasi dengan menggunakan pelarut n-heksana yang telah didestilasi dengan waktu perendaman 5 hari sambil sesekali dilakukan pengocokan. Setelah 5 hari disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat. Ampas dilakukan maserasi ulang sebanyak 4 kali hingga hasil maserasi menunjukkan warna hampir menyerupai jernih. Seluruh filtrat hasil maserasi dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator. Kemudian filtrat pekat ini diendapkan pada suhu kamar sampai terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk pada filtrat dipisahkan dengan penyimpanan. Kristal yang diperoleh dimurnikan menggunakan n-heksan dan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal dalam n-heksan dan beberapa tetes metanol dan kemudian dibiarkan pada suhu kamar sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal dipisahkan dengan penyaringan. Kristal murni dilarutkan dalam etil asetat dan dicek menggunakan KLT dengan


(36)

eluen n-heksan : etil asetat perbandingan 9:1. Lalu dilakukan identifikasi terhadap kristal yang didapat kemudian dihitung persen rendemennya :

% = ( )

( ) 100%

3.3.3. Modifikasi Senyawa EPMS

a. Hidrolisis Etilp-metoksisinamat

Sebanyak 1,5 g NaOH dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam gelas kimia dengan pengadukan. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 5 g ke dalamnya dan pengaadukan dilakukan secara terus menerus dengan pemanasan menggunakan hot plate selama 5 jam. Pengecekan reaksi dilakukan dengan menggunakan KLT sampai senyawa EPMS bereaksi sempurna. Hasil reaksi dilarutkan dengan aquades, kemudian ditambahkan HCl 15% untuk membentuk endapan hingga tidak ada lagi endapan putih yang terbentuk atau pH mencapai 4. Endapan yang didapat disaring dengan menggunakan kertas saring dan dikeringkan pada suhu ruang (Aulia, 2015)

b. Oksidasi Asamp-metoksisinamat

Sebanyak 2 gram asam p-metoksisinamat hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat ditambahkan 5 g Ca(NO3)2 kemudian dilarutkan ke dalam asam asetat glasial sebanyak 10 mL. Campuran divortex hingga homogen. Campuran reaksi tersebut di iradiasi menggunakan microwave pada 300 watt selama 2 menit. Setelah iradiasi, campuran reaksi ditambahkan aquadest dingin sesegera mungkin. Hasil reaksi kemudian di partisi dengan n-heksan kemudian dipekatkan menggunakan vaccum rotary evaporator(Komala, 2014)


(37)

c. Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Hasil Oksidasi Asamp-metoksisinamat dengan Asetofenon

1. Suhu Kamar(Suzana et al, 2013)

a. Sebanyak 19 mg senyawa hasil oksidasi dan asetofenon 16 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer diatashot platepada suhu kamar selama 24 jam.

b. Sebanyak 30 mg senyawa hasil oksidasi dan asetofenon 51 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer diatashot platepada suhu kamar selama 24 jam.

2. Suhu 45OC(Sadeghi et al, 2008)

a. Hasil oksidasi sebanyak 105 mg dan asetofenon 90 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:1). Campuran reaksi tersebut di stirer pada suhu 45OC diatashot plateselama 6 jam.

b. Hasil oksidasi sebanyak 101 mg dan asetofenon 173 µL dilarutkan ke dalam NaOH 5 % sebanyak 5 mL (perbandingan hasil oksidasi dan asetofenon 1:2). Campuran reaksi tersebut di stirer pada suhu 45OC diatashot plateselama 6 jam.

3.3.4. Ekstraksi Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi

Hasil reaksi kondensasi dipartisi dengan aquadest dan etil asetat dengan perbandingan 1:3, dikocok dalam corong pisah hingga terbentuk dua lapisan etil asetat dan lapisan aquadest. Lapisan etil asetat lalu diuapkan denganvacuum rotary evaporatorhingga kental (Setiadi, 2008).


(38)

3.3.5. Pemurnian Hasil Reaksi Kondensasi 3.3.5.1.Penyiapan KLT Preparatif

Sebanyak 5 gram silica gel GF254 ditimbang kemudian ditambahkan aquadest 11 ml. Campuran diduk hingga terbentuk suspensi homogen. Campuran dituangkan di atas plat kaca 10x10 cm hingga merata kemudian dikering anginkan selama 120 menit. Plat yang sudah kering kemudian diaktivasi dengan pemanasan selama 60 menit pada suhu 120oC di dalam oven (Merck)

3.3.5.2.Pemurnian Senyawa Hasil Reaksi Kondensasi

Plat KLT preparatif yang sudah diaktivasi sebelumnya dibuat jarak pada batas atas dan bawah kira-kira 1 cm. Senyawa hasil modifikasi diarutkan di dalam etil asetat lalu totolkan senyawa hasil modifikasi dengan pipa kapiler sepanjang batas bawah plat. Plat kemudian dielusi dengan campuran pelarut n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 4:1. Hasil elusi kemudian divisualisasi di bawah sinar UV 254nm. Spot hasil elusi dipisahkan kemudian diekstraksi dengan etil asetat dan diuapkan pada suhu ruang hingga membentuk kristal. Kristal yang terbentuk lalu direkristalisasi dengan menggunakan n-heksan dan metanol (Afrizal et al, 1999).

3.3.6. Identifikasi Senyawa a. Identifikasi Organoleptis

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi warna, bentuk dan juga bau.

b. Pengukuran titik leleh

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun senyawa hasil modifikasi kemudian diidentifikasi titik lelehnya menggunakanapparatus melting point


(39)

c. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS

Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m × 0,25 mm ID ×

0,25 μ m); suhu awal 70oC selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 285oC dengan kecepatan 20oC/min selama 20 menit. Suhu MSD 285oC. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umaret al, 2012).

d. Identifikasi senyawa menggunakan H-NMR

Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut bebas proton (khusus NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan ke dalam tabung khusus NMR untuk kemudian dianalisis.


(40)

Senyawa etil p-metoksisinamat sebelum dilakukan kondensasi dihidrolisis terlebih dahulu untuk mendapatkan asam p-metoksisinamat. Dari asam p-metoksisinamat yang didapat kemudian di oksidasi terlebih dahulu untuk medapatkan senyawa aldehid yaitu 4 metoksi benzaldehid. Hal ini dilakukan karena berdasarkan uji pendahuluan, ketika etil p-metoksisinamat dikondensasi dengan menggunakan asetofenon tidak mendapatkan hasil yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukan reaksi hidrolisis terlebih dahulu kemudian asam p-metoksisinamat yang didapat dioksidasi yang kemudian hasil reaksi oksidasi dikondensasi dengan asetofenon untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

4.1 Hasil Isolasi Senyawa Etilp-metoksisinamat 4.1.1 Hasil Determinasi

Gambar 4.1 tanaman kencur

(Sumber: koleksi pribadi)

Untuk memastikan kebenaran tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini, maka dilakukan determinasi di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel merupakan spesies Kaempferia galanga L. Sertifikat hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran .3.


(41)

4.1.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Rimpang kencur segar yang digunakan sebanyak 50 kg. Melalui serangkaian proses pembuatan simplisia (Lampiran 2) diperoleh serbuk simplisia kencur sebanyak 7,5 kg. Serbuk simplisia yang dihasilkan berwarna kecokelatan. Gambar serbuk simplisia dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Serbuk simplisia tanaman kencur (koleksi pribadi)

4.1.3 Isolasi Etilp-Metoksisinamat

Isolasi senyawa etil p-metoksisinamat secara garis besar dilakukan dalam 3 tahap yakni preparasi simplisia, ekstraksi maserasi simplisia kencur dengan pelarut n-heksan, dan rekristalisasi senyawa (lihat skema isolasi pada Lampiran 2). Senyawa etilp-metoksisinamat ini akan mengkristal pada suhu ruang sehingga tahap isolasi bisa menjadi lebih mudah. Hampir 80% dari ekstrak kental yang didapat mengkristal saat dibiarkan di suhu ruang (Umaret al.,2012).

Proses rekristalisasi dilakukan dengan n-heksan dan metanol. Tujuan dari proses rekristalisasi ini adalah untuk memurnikan suatu zat dari pengotornya dengan cara mengkristalkan kembali zat tersebut pada pelarut yang sesuai (Sukmawati, 2013). Kristal yang didapat berwarna putih kekuningan kemudian dilakukan pengecekan dengan KLT. Eluen yang


(42)

digunakan adalah heksan : etil asetat perbandingan 9:1, didapatkan nilai Rf= 0,5882 seperti pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Pola spot KLT senyawa etilp-metoksisinamat dengan eluen heksan:etil asetat perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254nm)

Nilai rendemen kristal : % rendemen = ,

, 100%= 5,13 %

4.2 Modifikasi Struktur Etilp-Metoksisinamat 4.2.1 Hidrolisis Etilp-Metoksisinamat

Reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat dilakukan dengan NaOH sebagai katalis basa dan etanol p.a sebagai pelarut. Senyawa etil p-metoksisinamat ini merupakan tahap awal dalam rangkaian proses modifikasi. Mekanisme reaksi hidrolisis diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994).

Proses hidrolisis etil p-metoksisinamat dilakukan dengan metode penelitian Aulia (2015). Sebanyak 1,5 g NaOH digerus dan dilarutkan ke dalam 100 mL etanol p.a hingga larut sempurna dengan menggunakan


(43)

magnetic stirrer di atas hot plate kemudian ditambahkan sebanyak 5 g etil p-metoksisinamat. Campuran tersebut distirer dan dipanaskan pada suhu 60OC selama 5 jam sampai terbentuk koloid berwarna putih. Hasil reaksi dimonitor menggunakan kromatografi lapis tipis sampai terbentuk semua spot asam p-metoksisinamat dan tidak ada lagi spot etil p-metoksisinamat yang tersisa seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4.4 Pola spot KLT hidrolisis asamp-metoksisinamat dan etil p-metoksisinamat heksan etil (4:1) UV 254

Keterangan: (1) senyawa etilp-metoksisinamat (2) senyawa asam p-metoksisinamat

Ketika reaksi hidrolisis selesai, kemudian dilakukan penambahan 200 mL aquades hingga diperoleh larutan yang bening atau kekuningan. Pada tahap ini, asam p-metoksisinamat yang telah terbentuk berada dalam fase terlarut sehingga diperlukan penambahan HCl 15% untuk mengikat ion Na+ sehingga terbentuk endapan asam p-metoksisinamat yang dapat disaring. Endapan yang telah disaring kemudian di kering anginkan dan didapat serbuk bewarna putih.


(44)

Persen rendemen reaksi hidrolisis: % rendemen = , 100%= 82,30%

Gambar 4.5 Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat 4.2.2 Oksidasi Asamp-metoksisinamat

Reaksi oksidasi digunakan untuk mengubah asam p-metoksisinamat menjadi 4-metoksi benzaldehid melalui reaksi oksidasi pemecahan alkena dengan menggunakan oksidator kuat. Senyawa aldehid yang didapatkan setelah oksidasi adalah 4-metoksi benzaldehid yang kemudian senyawa aldehid inilah yang dikondensasi dengan asetofenon.


(45)

Proses reaksi oksidasi berlangsung melalui iradiasi microwave pada daya 300 watt selama 2 menit dalam erlenmeyer bertutup. Proses oksidasi dilakukan dengan mencampurkan sebanyak 2 g asam p-metoksisinamat dengan 5 g Ca(NO3)2 dan asam asetat glasial sebanyak 10 mL sampai homogen. Lalu di iradiasi microwave pada 300 watt selama 2 menit. Campuran reaksi ditambahkan aquadest dingin sesegera mungkin setelah proses iradiasi selesai bertujuan untuk mencuci hasil reaksi dari sisa-sisa asam asetat yang digunakan. Proses reaksi dilanjutkan dengan dengan penambahan pelarut n-heksan yang bertujuan untuk menarik senyawa hasil oksidasi. Adanya penambahan pelarut n-heksan akan menyebabkan terpisahkan cairan menjadi dua fase yaitu fase heksan dan air. Fase n-heksan dipisahkan menggunakan corong pisah lalu cairan tersebut di uapkan dengan menggunakanvaccum rotary evaporator. Persen rendemen senyawa hasil oksidasi asamp-metoksisinamat:

% rendemen = 100% = 7,9%

Gambar 4.7 Pola spot KLT senyawa hasil oksidasi perbandingan eluen heksan etil (4:1)

Keterangan: (1) senyawa etilp-metoksisinamat (2) senyawa asamp-metoksisinamat (3) senyawa 4-metoksi benzaldehid


(46)

4.2.3 Optimasi Suhu dan Konsentrasi Reaktan Reaksi Kondensasi Etil p-metoksisinamat Dengan Asetofenon

Kondensasi senyawa 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon dilakukan dengan menggunakan metode stirer. Metode stirer merupakan salah satu metode yang digunakan dalam sintesis secara kimiawi. Kondensasi dilakukan dengan mencampurkan 4-metoksi benzaldehid dan asetofenon kemudian dilarutkan ke dalam larutan NaOH 5 % kemudian dilakukan pengadukan dengan bantuanmagnetic stirer.

Mekanisme kondensasi dimulai dari beresonansinya senyawa asetofenon menjadi bentuk ion enolat karena adanya basa. Setelah itu terjadi reaksi kondensasi antara ion enolat dari asetofenon dengan 4 metoksi benzaldehid sehingga membentuk 3 hydroxy 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylpropan 1 one. Akibat dari penambahan asam klorida (HCl) berlebih dalam proses ekstraksi, senyawa tersebut mengalami proses dehidrasi sehingga melepas H2O dan membentuk senyawa hasil (2E) 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylprop 2 en 1 one.

Direaksikan asetofenon pada dua konsentrasi yang berbeda yakni 1:1 dan 1:2. 19 mg 4-metoksi benzaldehid hasil oksidasi dan 16,19 µL asetofenon dicampurkan ke dalam NaOH 5% aquades sebanyak 5 mL untuk perbandingan 1:1 dan 30mg 4-metoksi benzaldehid hasil oksidasi dari dan 51 µL asetofenon untuk perbandingan 1:2. Kedua reaksi diatas direaksikan dengan menggunakan pengadukan dengan bantuan magnetic stirer diatas hot plateselama 24 jam.

Pengecekan dengan KLT selama reaksi berlangsung dilakukan untuk melihat lamanya reaksi ini berlangsung. Berdasarkan pengecekan hasil KLT, didapatkan bahwa reaksi pada suhu kamar ini berlangsung selama 24 jam (gambar 4.9). Hasil reaksi lalu di partisi dengan menggunakan HCl dan etil asetat. Lapisan etil asetat diambil kemudian diuapkan denganvaccum rotary evaporator. Hasil reaksi yang telah pekat selanjutnya dipurifikasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif dengan menggunakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat perbandingan 9:1.


(47)

Gambar 4.8. Mekanisme reaksi kondenasasi 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon

Gambar 4.9. Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu kamar dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254)

Keterangan:

A. Perbandingan 1:1, B. Perbandingan 1:2

1. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 2. Senyawa asetofenon

3. Senyawa hasil reaksi kondensasi

12 jam 24 jam 12 jam 24 jam

1

2

3

1

2

3

1

2

3

1

2

3


(48)

Hasil rendemen rekasi kondensasi pada suhu kamar:

 Perbandingan 1:1

% rendemen = 100%= 42,10%

 Perbandingan 1:2

% rendemen = 100%= 36,67%

Dilakukan juga reaksi kondensasi pada suhu 45OC dengan membandingkan dua konsentrasi asetofenon 1:1 dan 1:2. Adapun tujuan diakukannya reaksi pada suhu 45OC adalah untuk melihat pengaruh suhu dalam reaksi sintesis. Goldberg (2002) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi laju reaksi, salah satunya adalah suhu dimana secara umum, semakin tinggi suhu pada suatu sistem, maka akan semakin cepat reaksi kimia berlangsung. Menaikkan suhu berarti menambahkan energi, sehingga energi kinetik molekul molekul akan meningkat. Akibatnya molekul-molekul yang bereaksi menjadi lebih aktif mengadakan tumbukan. Dengan kata lain, kenaikan suhu menyebabkan gerakan molekul makin cepat sehingga kemungkinan tumbukan yang efektif makin banyak terjadi sehingga dengan meningkatnya suhu maka akan meningkatkan energi kinetik sehingga reaksi berlangsung lebih cepat (Favretto,2010).

Sebagaimana pada suhu kamar, pengecekan dengan KLT selama reaksi berlangsung dilakukan untuk melihat lamanya reaksi ini berlangsung. Berdasarkan hasil pengecekan KLT, untuk reaksi dengan perbandingan 1:1 berlangsung selama 6 jam, sedangkan untuk reaksi dengan perbandingan 1:2 berlangsung selama 6 jam. Hasil reaksi kondensasi dipartisi dengan menggunakan aquadest dan etil asetat. Lapisan etil asetat lalu diuapkan. Hasil reaksi yang telah pekat selanjutnya dipurifikasi dengan kromatografi lapis tipis preparatif dengan menggunakan eluen campuran n-heksana dan etil asetat perbandingan 9:1.


(49)

Gambar 4.10. Pola spot KLT senyawa hasil kondensasi pada suhu 45OC dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254)

Keterangan: A. Perbandingan 1:1 B. Perbandingan 1:2

1. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 2. Senyawa asetofenon

3. Senyawa hasil reaksi

Hasil rendemen reaksi kondensasi pada suhu 45oC:

 Perbandingan 1:1

% rendemen = 100%= 11,42%

 Perbandingan 1:2

% rendemen = 100%= 22,77%.

4.3 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Identifikasi senyawa hasil modifikasi dimulai dengan melihat perbandingan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 9:1 (Lihat gambar 4.11). Nilai Rf yang didapat adalah sebagai berikut :

2 jam 6 jam

1

2 3

1 2

3

2 jam 6 jam

1

2

3

1

2

3


(50)

• Etil p-metoksisinamat = 0,65

• Senyawa Hidrolisis = 0,0875

• Senyawa Oksidasi = 0,55

• Senyawa hasil Kondensasi = 0,625

Gambar 4.11. Pola spot KLT senyawa dengan eluen heksan etil perbandingan 9:1 (visualisasi UV 254nm)

Berdasarkan nilai Rf, dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa modifikasi. Etil p-metoksisinamat memiliki nilai Rf tertinggi dimana ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki polaritas yang rendah. Reaksi hidrolisis memiliki Rf terendah yakni sekitar 0,0875 dimana hasil hidrolisis telah mengalami kehilangan gugus ester menjadi hidroksi sehingga meningkatkan polaritas. Untuk senyawa hasil oksidasi asam p-metoksisinamat memiliki nilai Rf 0,55 dimana senyawa asam p-metoksisinamat yang sebelumnya memiliki gugus alkena dan hidroksi mengalami kehilangan alkena dan hidroksi berubah menjadi aldehid sehingga sedikit meningkatkan polaritasnya. Senyawa hasil kondensasi memiliki Rf 0,625 yang menunjukkan bahwa reaksi kondensasi telah meningkatkan sedikit polaritas pada senyawa hasil modifikasi.

1

2

3

4

Keterangan:

1. Senyawa etilp-metoksisinamat 2. Senyawa asamp-metoksisinamat 3. Senyawa 4-metoksi benzaldehid 4. Senyawa hasil reaksi kondensasi


(51)

4.3.1 Senyawa Hasil Hidrolisis (Mufidah, 2014)

a. Organoleptis Asamp-metoksisinamat

Senyawa Asamp-metoksisinamat diperoleh dari hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat. Asam p-metoksisinamat berwujud serbuk putih ,tidak berbau, dan memiliki titik leleh pada rentang 172O-174Oc. Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat yang didapat kemudian dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Mufidah (2014) memiliki karakteristik seperti berikut :

• Warna : Putih

• Bau : Tidak berbau

• Bentuk : Serbuk

• Titik leleh :172-176OC

Senyawa asam p-metoksisinamat, hasil reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat yang telah dilakukan oleh peneliti, memiliki karakteristik organoleptis yang sama seperti pada penelitian Mufidah (2014). Analisis lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan instrumentasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) untuk kemudian dicocokan dengan hasil dari Mufidah (2014) baik itu nilai Rf, titik leleh, dan GCMS senyawa hasil hidrolisis (asam p-metoksisinamat). Hasil interpretasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) menunjukkan bahwa senyawa asamp-metoksisinamat muncul pada waktu retensi 9,649 dan memiliki berat molekul 178,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; 77 dan 63. Adapun spektrum GC-MS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa asam p-metoksisinamat adalah sebagai berikut:


(52)

Gambar 4.12 Pola Spektrum MS senyawa Asamp-metoksisinamat

Gambar 4.13. Pola fragmentasi senyawa hasil hidrolisis


(53)

Berdasarkan perbandingan identifikasi organoleptis, KLT, titik leleh, dan GCMS terhadap senyawa hasil hidrolisis yang telah dilakukan oleh peneliti dengan senyawa hasil hidrolisis oleh Mufidah (2014), menunjukkan bahwa reaksi hidrolisis telah berhasil dilakukan dimana gugus ester pada etil p-metoksisinamat telah berubah menjadi gugus karboksilat.

4.3.2 Senyawa Hasil Oksidasi Asamp-metoksisinamat

Oksidasi asam p-metoksisinamat dilakukan dengan mereaksikan asam p-metoksisinamat dan Ca(NO3)2 dengan menggunakan iradiasi microwave. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Warna : Kuning

 Bau : Tidak berbau

 Bentuk : serbuk

Elusidasi struktur dari senyawa hasil oksidasi dilakukan dengan analisa menggunakan KLT dan GCMS. Senyawa hasil oksidasi dilakukan identifikasi dengan menggunakan GCMS untuk melihat pola fragmentasi dari senyawa tersebut. Pada interpretasi menggunakan GCMS, senyawa hasil oksidasi muncul pada waktu retensi 6,662 menit. Berat molekul senyawa tersebut 135.0 dengan fragmentasi massa pada 135; 107; 77 (Gambar 4.16). Senyawa tersebut memiliki pola fragmentasi sebagai berikut:


(54)

Gambar 4.15 Pola Spektrum GC senyawa Hasil Oksidasi Asam p-metoksisinamat


(55)

Gambar 4.17. Pola fragmentasi senyawa hasil oksidasi asamp-metoksisinamat Berdasarkan identifikasi organoleptis, KLT, dan GCMS terhadap senyawa hasil oksidasi yang telah dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa reaksi oksidasi telah berhasil dilakukan dimana gugus karboksilat dan alkena pada asam p-metoksisinamat telah berubah menjadi gugus aldehid.

4.3.3 Senyawa Hasil Kondensasi

Hasil reaksi kondensasi dari 4-metoksi benzaldehid dengan asetofenon menggunakan basa NaOH dengan bantuan magnetic stirrer menghasilkan senyawa (2E) 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylprop 2 en 1 one. Senyawa ini memiliki karakteristik sebagai berikut:

 Warna : Kuning

 Bau : Tidak berbau

 Bentuk: Serbuk

Titik leleh diukur menggunakan alat apparatus melting point. Titik leleh senyawa hasil kondensasi adalah 68-75OC. Elusidasi struktur dari senyawa hasil kondensasi dilakukan dengan analisa menggunakan KLT dan GCMS.

Senyawa hasil kondensasi dilakukan identifikasi dengan menggunakan GCMS untuk melihat pola fragmentasi dari senyawa tersebut. Pada interpretasi menggunakan GCMS, senyawa hasil kondensasi muncul pada waktu retensi 12,604 menit. Berat molekul senyawa tersebut 238,0 dengan fragmentasi massa pada 238; 161, 133,


(56)

108, dan 77 (Gambar 4.9). Senyawa tersebut memiliki pola fragmentasi sebagai berikut:

Gambar 4.18 Pola spektrum MS senyawa hasil kondensasi

Gambar 4.19 Pola Spektrum GC senyawa hasil kondensasi


(57)

Senyawa hasil kondensasi juga dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan1H-NMR. Interpretasi analisa dari NMR berupa nilai

dari pergeseran kimia (δ) pada suatu senyawa dalam satuan ppm (Pavia et al, 2008).

(a) (b)

Gambar 4.21 Struktur Senyawa

Keterangan: (a) Etil p-metoksisinamat, (b) (2E) 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylprop 2 en 1 one.

Tabel. 4.1Data pergeseran kimia (δ) spektrum1H NMR etil p-metoksisinamat dan senyawa hasil kondensasi ( CD3OD, 500 MHz)

Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

(2E) 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylprop 2 en 1 one

Posisi Pergeseran Kimia

(δ, ppm)

Posisi Pergeseran Kimia

(δ, ppm)

- - 17 7,55 (td, 1H, Jt= 1,9 Jd= 7,75) - - 18 & 16 7,59 (td, 2H, Jt=3,25 Jd=9,75) - - 15 &14 8,01 (d, 2H, J=7,05)

15 1,33 (t, 3H, J=7,15) -

-14 4,25(q, 2H, J=7,15) -

-10 6,31(d, 1H, J=15,6) 10 7,43 (d, 1H, J=7,8) 9 7,65(d, 2H, J= 15,6) 9 7,80 (d, 1H, J=15,56) 1 & 5 6,90(d, 2H, J=9,05) 1 & 5 6,94 (d, 2H, J=9,7) 2 & 4 7,47(d, 2H, J=8,45) 2 & 4 7,49 (t, 2H, J=7,8)


(58)

Spektrum H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,84 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pada pergeseran kimia 7,43 ppm dan 7,80 ppm berbentuk doublet dengan integrasi 1 proton dengan nilai konstanta kopling 15,60 dan 15,55. Kedua sinyal tersebut menunjukkan gugus olefin pada senyawa hasil kondensasi. Suatu puncak dengan konstanta kopling (J) 11-18Hz dapat mengindikasikan bahwa proton tersebut memiliki konfigurasi trans (Pavia et al, 2008). Pergeseran kimia pada rentang 6,94 ppm - 7,49 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen yang tersubstitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya yang menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinyal dari proton pada posisi 1 dan 5 (6,94 ppm) dan 2 dan 4 (7,49 ppm). Pergeseran kimia yang ditunjukkan senyawa EPMS pada pergeseran kimia 1,33 ppm dan 4,25 ppm tidak terlihat pada senyawa hasil kondensasi dan digantikan oleh sinyal 7,55 (1H), 7,59 ppm (2H) dan 8,01 ppm (2H) yang merupakan proton proton dari gugus benzen hasil kondensasi, dimana itu menandakan bahwa gugus ester dari senyawa EPMS telah berganti menjadi gugus benzen.

Berdasarkan identifikasi organoleptis, KLT, hasil interpretasi GCMS, dan hasil interpretasi1H-NMR terhadap senyawa hasil kondensasi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kondensasi telah berhasil dilakukan dimana berat molekul telah bertambah dari 206 (etil p-metoksisinamat) menjadi 238 (senyawa hasil kondensasi).


(59)

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa:

a. Modifikasi senyawa etil p-metoksisinamat telah berhasil dilakukan melalui tiga proses yaitu proses hidrolisis yang menghasilkan asam p-metoksisinamat, proses oksidasi yang menghasilkan 4-metoksi benzaldehid dan proses kondensasi hasil oksidasi dengan asetofenon yang menghasilkan (2E) 3 (4 methoxyphenyl) 1 phenylprop 2 en 1 one. b. Hasil optimasi menghasilkan produk terbaik pada suhu kamar adalah pada

perbandingan 1:1 sebesar 42,10%. Sedangkan untuk suhu 45oC produk terbaik adalah pada perbandingan 1:2 dengan 22,77%.

c. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS menunjukkan waktu retensi 12,604 menit dan berat molekul 238 g/mol dengan fragmentasi massa 238, 161, 133, 108 dan 77.

d. Identifikasi senyawa menggunakan 1H-NMR menunjukkan sinyal benzen pada pergeseran kimia 7,4-8,0 ppm yang membuktikan bahwa gugus ester telah berubah menjadi gugus benzen.

5.2. Saran

Perlu dilakukan nya uji aktivitas secara in-vitro untuk melihat apakah ada pengaruh terhadap efek penghambatan protein ketika modifikasi kondensasi dilakukan


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Afrizal., Fahmi, Rizal., dan Osmeli, Delvi. 1999. Sintesis Isoamil Trans-p-Metoksisinamat dari Etil Trans-p-Trans-p-Metoksisinamat. Jurnal Kimia Analisis. Vol 5 (2)

Aulia, Nova Sari. 2015. Modifikasi StrukturEtil p-metoksisinamatMelalui Proses Nitrasi dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Program Studi Farmasi – Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis(2-Hidroksietil)-3-(4-Metoksifenil) Akrilamida Dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga, L) Melalui Amidasi Dengan Dietanolamin.Skripsi.Medan:Universitas Sumetra Utara.

Barus, Rosbina. 2009.Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia Galanga, Linn). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Medan: Universitas Sumatera Utara.

Brown, W., Christopher, S.F., Brent, L.,I., Eric, V.A., 2012. : Organic Chemistry, 6th ed,USA: Brooks/Cole,Cengage Learning, p.744,748-749.

Calvino, V., Picallo, M., López-Peinado, A. J., Martín-Aranda, R. M., & Durán-Valle, C. J. 2006. Ultrasound accelerated Claisen–Schmidt condensation: A green route to chalcones.Applied Surface Science, 252(17), 6071-6074.

Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 2.

Erlangga: Jakarta.

Climent, M. J., Garcia, H., Primo, J., & Corma, A. 1990. Zeolites as Catalysts in Organic Reactions. Claisen-Schmidt Condensation of Acetophenone with Benzaldehyde. Catalysis letters, 4(1), 85-91.

Departemen Kesehatan RI. 1995.Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Dewoto H.R. 2007, Pengembangan Obat Trasional Indonesia Menjadi Fitofarmaka, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume 57, Nomor 7, Jakarta.

Ekowati, Juni; Bimo A. Tejo; Shigeru Sasaki; Kimio Highasiyama; Sukardiman; Siswandono; Tutuk Budiarti. Structure Modification of Ethyl p-Methoxycinnamate and their Bioassay as Chemopreventive Agent Against

Mice’s Fibrosarcoma. Indonesian Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science Vol 4. Suppl 3.


(61)

Favretto,Laura.2010. Basic Guidelines for Microwave Organic Chemistry Applications. Microwave Organic Chemistry Application Specialist Rev. 0/04 Milestone Srl.

Fessenden. R. J. dan J. Fessenden. 1999. Kimia Organik. Edisi Ketiga. Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Goldberg, D. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta. Erlangga.

Kementerian Perdagangan RI. 2014.Obat Herbal Tradisional. Jakarta

Khoirunni’mah, Zulfa. 2012. Modifikasi Stuktur Senyawa Metil Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) Terhadap Senyawa Hasil Modifikasi. Skripsi. Jakarta: UIN Syaif Hidayatullah. Komala, Ismiarni.2014. Evaluasi Pengaruh Modifikasi Struktur Senyawa Etil

p-metoksisinamat (EPMS) yang Diisolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga) Terhadap Aktivitas Antiinflamasinya. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994.Reaction Mechanisms In Environmental

Organic Chemistry. LewisPublisher : United States of America.

Lidström, P., Tierney, J., Wathey, B., & Westman, J. 2001. Microwave Assisted Organic Synthesis—A Review. Tetrahedron,57(45), 9225-9283.

McMurry, John. 2008. Organic Chemistry Seventh Edition. Brooks/Cole Thompson Learning.USA.

Merck., (1976) .The Merck Index, Merck and CO.Inc, New Jersey.U.S.A. Merck.Making TLC Plate from Bulk TLC Silica Gels. Heidelberg. Germany. Miranti, Lisa. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri kencur (Kaempferia

galanga L.) dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro.Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta

M.J. Menezes, S. Majrekar, V. Pai, R.E. Patre & S.G Tilve. 2009. A Facile Microwave Assisted Synthesis of Flavones. Indian Journal of Chemistry vol. 48b, pp.1311-1314.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Proses Nitrasi dan Hidrolisis Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(62)

Mushlihin, Ahmad Arsyadul. 2015. Hubungan Kuantitatif Struktur Aktivitas (HKSA) Turunan Asam Sinamat Terhadap Sel P388. Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Neas, E.D. & M.J. Collins. 1988. Microwave Heating Theoritcal Concept and Equipment Design. Dalam: Kingston, H.M. & L.B. Jassie (eds). 1988. Introduction to Microwave Sample Preperation. America Chemistry Society, Washington: 7-32.

Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Perreux, L., Loupy, A. 2001. A Tentative Rationlization of Microwave Effect in Organic Syntheis According to The Reaction Medium, and Mechanistic Considerations.Tetrahedron, 57, p.9199-9223.

Pubchem. Akses online via http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses pada tanggal 30 Juli 2016).

Reza, Muhammad. 2015. Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.Skripsi. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, Cetakan Kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Rukmana, Rahmat. 1994.Kencur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Cetakan ke-13. S. G. Patil, P. S. Utale, S. B. Gholse, S. D. Thakur, S. V. Pande. 2012. Synthesis, Characterization and Antimicrobial Activity of 6-bromo-methoxy- 4-(substituted phenyl) iminoflavone. Journal of Chemical and PharmaceuticalRresearch. 4(1):501-507.

Sadhegi. B, Mirjalili. B. F, Hashemi. M. M. 2008. BF3.SiO2: An Efficient Heterogenous Alternative for Regio-Chemo and Stereoselective Claisen-Schmidt Condensation. Journal of the Iranian Chemical Society Vol. 5 No. 4. Pp 694-698

Sastroharmidjojo, Hardjono. 1985.Kromatografi. Yogyakarta: Liberty

Setiadi, Muhamad Irwan. 2008.Sintesis Maltovanilat melalui Mekanisme Steglich Menggunakan Pelarut Aseton. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia : Depok

Siswandono dan Bambang Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press


(63)

Sukmawati, Heny. 2013. Biotransformasi Metabolit Sekunder Utama (Senyawa X) dari Ekstrak n- Heksana Kencur (Kaempferia galanga L) oleh Jamur Aspergillus niger ATCC 627. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Skripsi. Jakarta

Sulaiman, M. R., Zakaria, Z. A., Daud, I. A., Ng, F. N., Ng, Y. C., & Hidayat, M. T. 2008. Antinociceptive and anti-inflammatory activities of the aqueous extract of Kaempferia galanga leaves in animal models. Journal of natural medicines, 62(2), 221-227.

Suzana, Melanny Ika .S, Kholis Amalia N., Juni Ekowati, Marcellino Rudyanto, Hadi Poerwono, Tutuk Budiati. 2013. Pengaruh Gugus Metoksi Posisi Orto (o) dan Para (p) pada Benzaldehida Terhadap Sintesis Turunan Khalkon dengan Metode Kondensasi Aldol. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi, vol.2 no. 1

Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun ,Amirin., Atangwho, Item J., Yam, Mun Fei., Altaf, Rabia., Ahmed, Ashfaq., 2012. Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts.Molecules, 17, 8720- 8734.

Umar, Muhammad I., Asnawi, Mohd Zaini., Sadikun, Amirin., Altaf, Rabia., and Iqbal, Adnan Muhammad. 2011. Phytochemistry and medicinal properties of Kaempferia galanga L (Zingiberaceae) extracts. Journal of pharmacy and pharmacology. 5(14): 1639-1647

Varma, R. S. 2001. Solvent-free Accelerated Organic Syntheses Using Microwaves.Pure and Applied Chemistry,73(1), 193-198.

Widyastuti, Ary. 2008. Sintesis 2’,4’-Dimetil-3,4-Metilendioksikalkon Dari Piperonal Dan 2,4-Dimetilasetofenon Menggunakan Katalis Naoh Dan Uji Antibakteri Terhadap S. aureus dan E. coli.. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Diponegoro: Semarang.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California.

Windono, Tri; Jany; Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan Obat Indonesia Volume 3 No.4.


(64)

Lampiran 1. Alur Penelitian

Isolasi Etil p-metoksisinamat dari kencur (Kaempferia galanga L.)

Senyawa Etilp-metoksisinamat ELUSIDASI

Hidrolisis

Oksidasi

Kondensasi

Suhu Kamar Suhu 45OC


(65)

Lampiran 2. Skema Isolasi

Rimpang kencur segar 55 kg

Dibersihkan dari tanah yang menempel dan dicabut akar akar

yang menempel dengan dicuci menggunakan air

Dirajang dan dikeringkan dengan

diangin-anginkan di udara terbuka

Sortasi kering Dihaluskan dengan blender

Simplisia kencur

Maserasi dengan n-heksana

Filtrasi

Ampas Filtrat

Dipekatkan dengan vaccum rotary evaporator

Filtrat pekat diendapkan pada suhu kamar

Kristal yang terbentuk disaring

Rekristalisasi dengan n—heksana dan metanol


(66)

(67)

Lampiran 4. Identifikasi Etilp-metoksisinamat (Mufidah, 2014) a. Organoleptis Etilp-metoksisinamat

Senyawa Etil p-metoksisinamat diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga Linn.) yang diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Etil p-metoksisinamat berwujud kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai titik leleh 47-52OC.

b. Spektrum IR Etilp-metoksisinamat

Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat ) dari berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada gambar dan tabel berikut:


(68)

Ikatan Daerah Absorbansi (v, cm-1)

C=O 1704,18

C-O 1367,59-1321,3

C-H Aril 3007,15-3045,73

C=C Aril 1629,92-1573,02

C-H Alifatik 2979,18-2842,23

C-O Aril 1252,82-1210,38; 1029,07 Aromatik posisi para 829,43

c. Spektrum GCMS Etilp-metoksisinamat

Hasil interpretasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) menunjukkan bahwa senyawa isolat kencur (etil p-metoksisinamat) muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul 206,0 g/mol dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; dan 51. Adapun spektrum GCMS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur (etilp-metoksisinamat) adalah sebagai berikut:


(69)

(70)

(71)

Hasil analisis 1H-NMR menggunakan pelarut CDCl3menunjukkan nilai pergeseran kimia (δ) sebagai berikut:

Posisi Pergeseran Kimia(δ, ppm) (CDCl3) 15 1,33 (t, 3H,Ј=7,15)

14 4,25 (q, 2H,Ј=7,15) 2 6,31 (d, 1H,Ј=15,6) 3 7,65 (d, 1H,Ј=16,25) 5&9 6,90 (d, 2H,Ј=9,05) 6&8 7,47 (d, 2H,Ј=8,45)


(1)

2. Ca(NO3)2 g = 5 g

BM 236,15 g/mol Mol

=

, /

= 0,021 mol

3. Asam asetat glasial Terpakai = 10 mL BM = 60,05 g/mol Ρ = 1,05 g/mL Massa = V xρ

= 10 mL x 1,05 g/mL = 10,5 g

Mol = ,

, /

= 0,175 mol

c. Reaksi Kondensasi

1. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:1) suhu ruang a.) 4-metoksi benzaldehid

BM 136 mg/mmol g = 19 mg

Mol

=

/

= 0,139 mmol b.) Asetofenon

BM = 120 g/mol Mol 0,139 mmol Massa (g)


(2)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

= 0,139 mmol x 120 mg/mmol =16,68 mg = 0,01668 g

ρ= 1,03 g/mL

v =

=

,

, /

= 0,01619 mL = 16,19 µL

2. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:2) suhu ruang a.) 4-metoksi benzaldehid

BM 136 mg/mmol g = 30 mg

Mol

=

/

= 0,220 mmol b.) Asetofenon

BM = 120 g/mol

Mol 0,220 (2) mmol = 0,44 mmol Massa (g)

= mol x BM

= 0,220 (2) mmol x 120 g/mmol =52,8 mg = 0,0528 g

ρ = 1,03 g/mL

v =

=

,

, /

= 0,0512 mL = 51,2 µL


(3)

a.) 4-metoksi benzaldehid BM 136 mg/mmol g = 105 mg

Mol

=

/ 0,772 mmol b.) Asetofenon

BM = 120 g/mol Mol 0,772 mmol Massa (g)

= mol x BM

= 0,772 mmol x 120 g/mmol = 92,64 mg = 0,09264 g ρ = 1,03 g/mL

v

=

=

,

, /

= 0,08994 mL = 89,941 µL

4. 4-metoksi benzaldehid : asetofenon (1:2) suhu 45OC a.) 4-metoksi benzaldehid

BM 136 mg/mmol g = 101 mg

Mol

=

/

= 0,7426 mmol b.) Asetofenon

BM = 120 g/mol


(4)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Massa (g) = mol x BM

= 0,7426 (2) mmol x 120 mg/mmol =178,224 mg = 0,178224 g

ρ = 1,03 g/mL

v =

=

,

, /

= 0,1730 mL = 173 µL


(5)

Gambar 1. Senyawa Etilp -metoksisinamat

Gambar 2. Senyawa Asamp

-metoksisinamat

Gambar 3.

Senyawa 4-metoksi benzaldehid

Gambar 4. Proses stirer

Gambar 5. Proses pemurnian menggunakan KLT

preparatif

Gambar 6.

Campuran reaksi suhu 45oC perbandingan 1:1 dan 1:2

Gambar 7.

Campuran reaksi suhu kamar perbandingan 1:1 dan 1:2

Gambar 8. Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:2

suhu kamar

Gambar 9.

Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:1 suhu 45oC


(6)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 10.

Senyawa hasil reaksi dengan perbandingan 1:2 suhu 45oC

Gambar 11. Analisa dengan GCMS