Setiap pilihan kerjasama tujuan penjualan kayu akan memberikan manfaat dan atau korbanan yang berbeda. Masing-masing pilihan kerjasama akan
memberikan biaya transaksi yang berbeda. Biaya transaksi akan menjadi sebuah beban besar apabila tidak disertai dengan manfaat yang cukup, sehingga akan
terjadi pola pengusahaan yang efisien dan efektif Williamson 1985. Biaya transaksi tambahan muncul seiring kewajiban petani dalam melaksanakan atau
mengikuti program koperasi. Namun petani juga mendapatkan manfaat berupa semakin luasnya akses yang dapat dimanfaatkan petani dalam rangka
memaksimalkan nilai lahan dan kayu.
3.2.1 Kapasitas Akses Petani
Pengelolaan hutan rakyat membutuhkan iklim usaha yang mampu mendukung seluruh proses pengelolaan enabling condition. Sebuah relasi
diantara kelompok masyarakat, institusi, atau organisasi dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan sosial social power, yang mana bertujuan untuk pemenuhan
kebutuhan masing-masing pihak Clegg 1989; Lukes 1974; Wrong 1979. Proses penjualan kayu oleh petani harus dilakukan melalui relasi kepada aktor yang
memiliki kapasitas dalam pemasaran kayu. Kondisi yang dihadapi oleh petani hutan rakyat pada umumnya adalah keterbatasan dalam hal informasi harga, suplai
dan demand dari pasar kayu, serta pengetahuan dalam konteks sistem penjualan kayu penaksiran dan satuan penjualan kayu. Keterbatasan tersebut merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan ketidakjelasan tingkat harga penawaran yang dilakukan tengkulak. Tabel 3.5 memperlihatkan bagaimana penguasaan masing-
masing aktor dalam pengelolaan hutan rakyat pada konteks pasar kayu. Tabel 3.5 Kapasitas akses para aktor pada pengelolaan hutan rakyat.
Unsur Petani
Koperasi Tengkulak
Teknologi +
+ +
Tenaga Kerja +
+ +
Pengetahuaninformasi -
+ +
Permodalan -
+ +
Sumberdaya kayu +
- -
Ket: - lemah; + kuat Petani pada dasarnya memiliki kelemahan yang mendasar dalam hal
permodalan dan pengetahuaninformasi. Kemampuan petani untuk memperoleh tenaga kerja dan teknologi dalam rangka penebangan kayu sangat besar, namun
tidak dapat memanfaatkan karena lemahnya permodalan. Relasi yang dapat dibangun oleh petani dalam rangka mengusahakan hutan rakyat dapat dilakukan
bersama koperasi dan tengkulak. Kedua pihak tersebut secara umum memiliki kekuatan akses yang memadai dibandingkan akses yang dimiliki petani. Fakta
tersebut dapat bermakna bahwa sumberdaya hutan kayu yang dimiliki petani akan memiliki nilai manfaat yang lebih besar bila mempunyai akses yang kuat dalam
pemanenan dan pemasaran. Terdapatnya kadar pengetahuan informasi yang berbeda-beda akan membentuk sebuah pola relasi kekuasaan power dalam
sebuah skema transaksi Williamson 1985. Kehadiran koperasi mampu memberikan tambahan akses yang dapat dimanfaatkan oleh petani. Tambahan
akses memiliki makna bahwa koperasi mampu memberikan penguatan terhadap akses yang sebelumnya tidak dimiliki petani. Akses tersebut mencerminkan upaya
petani untuk memaksimalkan nilai lahan dan kayu. Pemanfaatan akses pengelolaan sumberdaya tersebut merupakan suatu bundle of power milik petani
Ribot dan Peluso 2003; Nurrochmat et al. 2014; Maryudi et al. 2015. Tabel 3.6 Karakteristik akses petani sebelum dan setelah menjadi anggota
koperasi.
Jenis Akses Deskripsi
KWLM KWML
Sebelum Setelah
Sebelum Setelah
Teknologi Kemampuan petani dalam
mencari dan menggunakan alat dalam proses pema-
nenan chainsaw dan truk angkutan.
+ +
+ ++
Tenaga Kerja Kemampuan petani untuk mencari tenaga kerja dalam
proses pemanenan pene- bangan, bucking, penyarad-
an, hingga pengangkutan.
+ ++
+ +
Pengetahuan Informasi
Sumber pengetahuaninfor- masi pengelolaan hutan
rakyat, terdiri dari: 1. Teknis pengelolaan hu-
tan: Metode penaksiran potensi, standar kualitas
kayu grading bucking dan tata usaha kayu
TUK. 2. Pasar dinamika suplai
demand dan harga
- +
- +
Permodalan Akses dalam mendapatkan
dukungan ekonomi.
+ ++
+ +
Keterangan: + ada; - tidak ada; ++ bertambah.
Akses yang dibutuhkan oleh petani bukan merupakan suatu bentuk kepemilikan atas barangjasa, namun lebih dalam konteks hak pemanfaatan suatu
barangjasa Ginger et al 2012. Keputusan petani untuk bergabung ke dalam koperasi sangat ditentukan oleh preferensi terhadap manfaat dan kerugian yang
dapat diperoleh. Tingginya intensitas kegiatan produksi kayu mencerminkan kekuatan akses yang dimiliki oleh koperasi. Maka secara tidak langsung hal
tersebut menciptakan enabling condition dalam rangka peningkatan kapasitas dan kemampuan petani dalam pengelolaan hutan rakyat. Kehadiran koperasi mampu
memberikan tambahan terhadap akses yang dapat dimanfaatkan oleh petani. Tambahan akses dalam hal ini memiliki makna bahwa koperasi mampu
memberikan penguatan terhadap akses yang pada dasarnya telah dimiliki petani sebelum berdirinya koperasi, selain itu juga mampu memberikan akses yang tidak
dimiliki petani Tabel 3.6.
Petani hutan rakyat di Kulon Progo dan Gunung Kidul pada dasarnya telah memiliki akses untuk memperoleh teknologi, tenaga kerja, tujuan pemasaran
kayu, dan permodalan peminjaman uang meskipun tanpa koperasi. Kehadiran koperasi secara signifikan mampu memberikan akses untuk sumber pengetahuan
dan informasi. Kehadiran koperasi yang mampu memberikan akses kepada petani sangat dipengaruhi oleh performa produksi koperasi. Koperasi Wana Lestari
Menoreh secara umum mampu memberikan tambahan dan menciptakan akses bagi petani kepada sumber-sumber faktor produksi, yang mana belum dapat
dilakukan oleh koperasi Wana Manunggal Lestari. Tidak berjalannya produksi koperasi Wana Manunggal Lestari berimplikasi pada pilihan tujuan penjualan
kayu oleh petani. Pilihan kerja sama petani dalam penjualan kayu hanya bertumpu pada tengkulak.
Akses terhadap teknologi Karakteristik pola tanam biasanya hanya berada pada pekarangan sekitar
rumah, hal tersebut dirasa tidak memerlukan teknologi yang canggih. Petani anggota jarang yang memiliki alat canggih dalam hal penanaman. Namun untuk
proses penebangan dan pemotongan kayu, petani pada umumnya menggunakan alat yang disediakan koperasi atau tengkulak. Petani yang memilih untuk menjadi
anggota koperasi akan memiliki alternatif tambahan dalam menggunakan teknologi.
Bagi petani anggota koperasi Wana Lestari Menoreh, manfaat akses terhadap teknologi sebelum dan setelah koperasi berdiri hanya dibedakan pada
bertambahnya pilihan yang dapat dimanfaatkan oleh petani. Tidak ada perbedaan signifikan karena pembiayaan atas penggunaan teknologi tetap menjadi beban
petani. Beban biaya penggunaan teknologi akan dikurangi pada harga yang disepakati. Perbedaannya terletak pada akuntabilitas dan transparansi penentuan
biaya. Koperasi memberikan rincian biaya produksi kepada petani bersamaan dengan perencanaan pemanenan sedangkan perencanaan tidak dilakukan oleh
tengkulak. Meskipun koperasi memiliki sawmill, namun status kepemilikan sawmill
tersebut tidak berada di bawah koperasi. Kondisi itu menjadi kendala bagi petani anggota koperasi karena relasi antara pemilik sawmill dan koperasi adalah
relasi bisnis. Sawmill
yang dimiliki oleh koperasi Wana Lestari Menoreh diorganisasikan oleh PT. Poros Nusantara Utama PNU Yogyakarta. PT. PNU merupakan hasil
dari konsorsium antara beberapa pihak, antara lain yayasan Telapak 30, KWLM 65, dan Yabima 5. Hasil dari pertemuan community logging
comlog pada tahun 2013 menyarankan bahwa PT. PNU harus terpisah dengan
koperasi. Fakta tersebut memperlihatkan bahwa perkembangan koperasi masih sangat dipengaruhi oleh pihak luar, dalam hal ini lembaga induk koperasi. Sesuai
dengan desain awal pendirian koperasi yang mana diinisiasikan oleh yayasan Telapak dalam rangka mengikuti program sertifikasi FSC.
Kondisi yang berbeda dialami oleh petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari yang telah memiliki sawmill atas nama koperasi Gambar 3.5.
Meskipun dalam prakteknya petani anggota belum melakukan transaksi dengan optimal dengan koperasi, namun kehadiran koperasi yang mampu membangun