menerima hasil SHU tahunan yang proporsial. SHU yang diterima petani pada tahun 2012 sebesar Rp 61,514.41Orang. Optimalisasi pembagian SHU terkendala
pada minimnya partisipasi anggota dalam melakukan iuran sukarela dan masih tingginya hutang koperasi kepada salah satu rekanan koperasi dalam pengolahan
kayu. Tabel 3.11 Sumber pembiayaan sertifikasi koperasi Wana Lestari Menoreh.
Share pembiayaan sertifikasi hanya dapat dilakukan secara mandiri oleh
koperasi apabila koperasi telah dirasakan mampu. Kondisi ini terjadi pada koperasi Wana Manunggal Lestari. Selama ini beban biaya pelaksanaan sertifikasi
ditanggung oleh lembaga donor melalui lembaga pendamping. Pasar kayu bersertifkat PHBML dan VLK merupakan faktor utama belum berproduksinya
koperasi Wana Manunggal Lestari. Koperasi sangat keberatan bila harus melakukan penjualan kayu tanpa ada premium price. Tanpa premium price,
koperasi akan sangat kesulitan jika harus menanggung beban biaya pelaksanaan sertifikasi.
“Kami tidak akan menjual kayu apabila sertifikasi yang kami miliki tidak dihargai sebagaimana mestinya. Jika kami menjual kayu tanpa
ada premium price, maka kami hanya akan meraskan kerugian.
Proses sertifikasi sangat memakan tenaga dan biaya.” Ketua Koperasi Wana Manunggal Lestari
Tabel 3.12 Rincian biaya sertifikasi koperasi Wana Manunggal Lestari.
Tahapan PHBML
SVLK Kisaran Biaya
IDR Masa
Berlaku Thn
Kisaran Biaya IDR Masa
Berlaku Thn
Persiapan 120,000,000.00
15 60,000,000.00
3 Penilaian
35,000,000.00 15
30,000,000.00 3
Penilikan 20,000,000.00
5 15,000,000.00
1
Adanya biaya transaksi akan memberikan pengaruh terhadap keuntungan riil yang akan diterima oleh petani. Setiap pilihan, baik koperasi maupun tengkulak,
mempunyai biaya transaksi. Pilihan petani untuk bekerja sama dengan tengkulak akan memberikan biaya transaksi sebesar Rp 282,450 untuk anggota koperasi
Wana Lestari Menoreh dan Rp 138,750 untuk anggota koperasi Wana Manunggal
Sumber Besaran
Jumlah RpThn Share untuk FSC
RpThn
Share produksi
anggota 1
25,278,000.00 13.12
Iuran pokok 50,000.00
8,500,000.00 4.41
Iuran wajib 120,000.00
137,880,000.00 71.55
Jumlah 171,658,000.00
89.08 Kekurangan
21,050,400.00 10.92
Lestari Tabel 3.13. Harga penawaran yang diberikan oleh koperasi Wana Lestari Menoreh sebesar Rp 2,200,000m
3
. Harga tersebut merupakan harga kayu bersertifikat dengan premium price sebesar Rp 400,000m
3
. Biaya transaksi akan mengurangi keuntungan yang diterima petani menjadi sebesar Rp 1,917,550m
3
atau mendapatkan premium price riil Rp 117,550. Sedangkan di sisi lain apabila petani memilih untuk menjual kayu kepada tengkulak akan memberikan biaya
transaksi sebesar Rp 13,050. Biaya transaksi tersebut akan mengurangi keuntungan yang diterima petani sebesar Rp 1,786,950m
3
. Kondisi yang berbeda dirasakan oleh petani anggota koperasi Wana
Manunggal Lestari. Biaya transaksi yang muncul dalam bergabung menjadi anggota koperasi tidak disertai dengan produksi kayu besertifikat. Kondisi
tersebut menyebabkan tidak adanya pilihan bagi anggota dalam menjual kayu. sejauh ini petani anggota koperasi Wana Manunggal Lestari hanya menjual kayu
kepada tengkulak. Penjualan kayu kepada tengkulak dengan status sebagai anggota koperasi akan menambahkan biaya transaksi tanpa ada kompensasi
terhadap biaya tersebut. Adanya premium price mampu memberikan kompensasi terhadap keuntungan yang diterima petani anggota.
Tabel 3.13 Pengaruh biaya transaksi terhadap keuntungan petani.
Tujuan Penjualan
Anggota Wana Lestari Menoreh Anggota Wana Manunggal
Lestari Biaya
Transaksi Rp Keuntungan
Rpm3 Biaya
Transaksi Rp Keuntungan
Rpm3
Koperasi 282,450
1,917,550 138,750
1,661,250 Tengkulak
13,050 1,786,950
5,300 1,794,700
Faktor yang menyebabkan petani masih membutuhkan tengkulak pada momen tertentu adalah lamanya pencairan hasil penjualan oleh koperasi.
Pencairan hasil penjualan kayu petani oleh koperasi sangat tergantung dari kondisi keuangan dan pencairan uang oleh industri.
3.3 Pengambilan keputusan
Pengusahaan hutan skala kecil memiliki dua ciri khas yang sangat penting dalam sebuah analisis, yaitu kemampuan modal material dan non material yang
terbatas dan karakteristik petani subsisten. Petani yang memiliki karakteristik subsisten cenderung memiliki sikap risk averse Kahan 2008. Petani memiliki
berbagai ketidaktahuan atas informasi dalam melakukan tindakan produksi bounded rationality yang akhirnya mendorong petani betindak atas dasar
kepercayaan trust. Kepercayaan yang dimiliki petani terkait pada konteks pengalaman yang telah terjadi dan relasi kepada aktor yang telah lama dibangun.
Hasil wawancara menunjukkan bahwa pertimbangan keputusan petani dapat dibedakan menjadi keputusan untuk bergabung dan keputusan untuk menjual
kayu. Kedua aspek tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda, yaitu keputusan untuk bergabung dengan koperasi karena adanya alasan harga premium
dan keputusan untuk menjual kayu karena upaya untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga Tabel 3.14.
Tabel 3.14 Pertimbangan petani dalam mengambil keputusan.
Aspek Petani anggota KWLM
Petani anggota KWML Situasi
Koperasi Keputusan
Situasi Koperasi
Keputusan
Harga Premium
Koperasi mam- pu memberikan
harga yang lebih tinggi
dari tengkulak. Petani bersedia
bergabung deng- an koperasi
karena adanya harga premium.
Koperasi belum memproduksi
kayu berserti- fikat.
Petani berga- bung dengan ko-
perasi karena akses terhadap
pengetahuan dan informasi.
Pemenuhan kebutuhan
Koperasi ter- kendala dalam
pencairan hasil penjualan.
Petani menyia- sati dengan tetap
berelasi dengan tengkulak.
Koperasi tidak Membelia kayu
kepada petani anggota.
Petani hanya mempunyai pi-
lihan menjual ke tengkulak.
3.3.1 Keputusan bergabung menjadi anggota koperasi
Premium price merupakan harga yang ditentukan oleh mekanisme pasar
kayu bersertifikat. Besaran premium price sangat ditentukan oleh kondisi penawaran produsen dan permintaan industri terhadap kayu bersertifikat. Dengan
asumsi bahwa petani mengambil keputusan secara rasional rasional chiocer dan cenderung menghindari resiko risk averse maka dalam mengambil keputusan,
petani akan mempertimbangkan resiko yang dihadapi. Pilihan rasional petani cenderung berkaitan dengan kebutuhan diri sendiri self interest Yustika 2008.
Maka dari itu pada dasarnya keputusan petani untuk bergabung dengan koperasi, guna mendapatkan harga yang lebih tinggi premium price, merupakan
keputusan yang mengandung resiko. Namun pilihan penjualan kayu tidak sepenuhnya berdasarkan pada harga penawaran tertinggi. Pertimbangan yang
digunakan petani untuk memilih pembeli kayu juga sangat dipengaruhi oleh waktu pembayaran hasil penjualan. Sebelum berdirinya koperasi, petani hanya
menjual kayu kepada tengkulak. Kehadiran koperasi mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh petani.
Koperasi membutuhkan waktu untuk membayarkan hasil penjualan kayu petani. Kondisi tersebut menimbulkan ketidakpastian tingkat penawaran harga
ada atau tidaknya premium price. Selang harga yang ditawarkan koperasi adalah ω
1
ω ω
2
dengan peluang sebesar fω. Setiap nilai ω akan berhubungan dengan tingkat utilitas ʊ ω. Peluang mendapatkan nilai ʊ ω sama dengan peluang ω,
atau fω = fʊ Gambar 3.7. Pada selang harga ω tersebut, maka harga harapan expected price dari koperasi secara pasti adalah:
=
f
2
1
ω
sehingga nilai utilitas harapan dengan bergabung menjadi anggota koperasi adalah , yang mana:
= E[ʊ ω] = f
d
2 1
Nilai utilitas harapan tersebut dapat dicapai dengan harga pasti sebesar CE certainty equivalent. Selisih antara
dan CE disebut sebagai risk premium,
CE Y
A B
Fungsi Utilitas Uw Utilitas dari keputusan
ʊ
1 2
ʊ
ʊ
1
ʊ
2
yakni sejumlah uang yang bersedia dikorbankan petani demi memperoleh kepastian penawaran harga.
Gambar 3.7 Kurva utilitas petani dalam bergabung dengan koperasi. Dengan menggunakan frame berpikir tersebut, maka dapat dilihat bahwa
jika harga yang ditawarkan tengkulak secara pasti lebih besar dari CE ω CE, maka petani akan lebih memilih menjual kepada tengkulak. Kondisi itu muncul
karena dengan menjual ke tengkulak, petani memiliki kepastian nilai utilitas yang berada di atas nilai utilitas harapan dari koperasi ʊ ω . Namun jika
tengkulak menawarkan harga yang lebih kecil dari CE ω CE, maka pilihan terbaik petani adalah dengan menjual kayu kepada koperasi karena memiliki nilai
utilitas harapan yang lebih besar dari pada nilai utilitas dari tengkulak. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kisaran harga penawaran koperasi ω
1
– ω
2
adalah Rp 1.6 juta – 2.0 juta, sedangkan harga penawaran tengkulak terletak di sekitar Rp
1.8 juta. Kecenderungan petani di lapangan adalah menjual kayu kepada tengkulak dengan harga sebesar Rp 1.79 juta. Fakta tersebut menunjukkan bahwa
pada dasarnya nilai penawaran tengkulak berada di sebelah kanan nilai CE, atau dengan kata lain nilai CE lebih kecil dari Rp 1.79 juta.
Probabilitas yang dihadapi petani pada dasarnya merupakan probablitas subjektif. Konteks probabilitas subjektif adalah bagaimana persepsi yang
digunakan terhadap suatu kejadian Pindyck dan Rubenfeld 2009. Grafik tersebut menunjukkan bahwa petani merupakan pihak yang risk averse Pindyck dan
Rubenfeld 2009 karena bersedia mengorbankan sejumlah uang demi mendapatkan kepastian harga. Lebih jauh lagi Pindyck dan Rubenfeld 2009
mengambarkan bahwa tindakan petani yang bergabung menjadi anggota koperasi pada dasarnya dapat dikatakan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi resiko.
Tindakan tersebut merupakan upaya petani dalam mencari asuransi atas kayunya. Kesediaan petani untuk tetap bertahan menjadi anggota koperasi dan
mengeluarkan biaya tambahan, meskipun belum memberikan harga premium, adalah korbanan dalam memperoleh asuransi. Asuransi tersebut berupa nilai