4 SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan
Kehadiran koperasi mampu menciptakan akses bagi petani dalam upaya optimalisasi pengelolaan hutan rakyat, terutama terhadap pengetahuan dan
informasi terkait teknis budidaya dan dinamika pasar kayu. Keberhasilan koperasi dalam berbisnis kayu merupakan faktor utama agar mampu memberikan akses
tersebut. Akses yang diberikan koperasi terhadap petani mampu memberikan posisi tawar kepada petani dalam konteks relasi bisnis dengan tengkulak. Akses
petani yang tinggi dalam mencari pengetahuaninformasi terkait metode penaksiran potensi dan tingkat harga menyebabkan iklim bisnis perkayuan
transparan, terutama dalam konteks relasi dengan tengkulak. Sertifikasi hutan yang dilakukan di hutan rakyat belum mampu memberikan
manfaat finansial yang riil kepada petani. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya korbanan berupa biaya transaksi yang harus dikeluarkan petani dalam membangun
kelompokkoperasi. Biaya transaksi tersebut harus dikompensasi dengan harga penawaran yang lebih tinggi. Namun kondisi pasar sertifikasi yang belum stabil
justru belum mampu memberikan premium price secara riil yang diterima petani yang pada akhirnya juga mempengaruhi keuntungan riil. Biaya transaksi yang
dikeluarkan oleh anggota koperasi Wana Lestari Menoreh sebesar Rp 282,450 12.84 dan anggota koperasi Wana Manunggal Lestari sebesar Rp 138,750
6.77. Namun pada prakteknya, petani masih harus melakukan kerja sama penjualan kepada tengkulak, yang berdampak pada semakin besarnya biaya
transaksi. Nilai kepuasan utility petani terhadap keuntungan hasil penjualan kayu
sangat subyektif. Faktor lamanya jangka waktu pencairan hasil penjualan kayu menyebabkan petani harus tetap menjaga relasi dengan tengkulak diversifikasi
resiko. Keputusan petani untuk bergabung dengan koperasi dengan tetap menjalin relasi kerja sama pada tengkulak merupakan tindakan untuk
meminimalisir resiko kerugian.
4.2 Saran
Skema sertifikasi hutan rakyat harus sesuai dengan karakterisitik pengusahaan hutan rakyat. Hutan tanaman yang berada di atas tanah negara
memiliki orientasi dan situasi permasalahan yang berbeda dengan hutan yang berada di lahan milik, yang mana asas legalitas kayu dapat terjawab dari ada
status lahan. Kelestarian hutan rakyat sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar kayu dan erat kaitannya dengan kebutuhan subsisten rumah tangga petani.
Pembangunan koperasi atau kelompok tani harus diarahkan kepada peningkatan kapasitas petani. Titik kritis pengembangan hutan rakyat adalah
peningkatan akses petani, baik terhadap permodalan, teknologi, maupun pengetahuan dan informasi. Peningkatan akses petani akan menguatkan posisi
tawar petani. Pembangunan usaha hutan rakyat tidak dapat tercapai bila menggunakan kerangka pengelolaan hutan negara. Skema insentif dan perbaikan
iklim industri akan menjadi katalisator bagi petani dalam membangun hutan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah NMR, Kuperan K, Pomeroy RS. 1998. Transaction cost and fisheries co-management. Marine Resource Economics 13: 103 – 114.
Apter D. 1978. Introduction to Pollitical Analysis. New Dehli IN: Pretince-Hall Inc.
Bass S, Thornber K, Markopoulos M, Roberts S, Grieg-Gran M. 2001. Certification’s Impacts on Forests, Stakeholders and Supply Chains.
Instruments for Sustainable Private Sector Forestry Series . London UK:
International Institute for Environment and Development IIED. Bandura A. 1997. Self Efficacy. New York US: H. Freeman and Company.
Bungin B. 2006. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta ID: Raja Grafindo Persada.
Carlsen K, Pilegaard HC, Lund JF. 2012. Factors affecting certification uptake perspectives from the timber industry in Ghana. Forest Policy and
Economics 25:pp 83-92.
Clegg SR. 1989. Frameworks of Power. London UK: Sage. Colleta, Nat J dan Michelle LC. 2000. Violent Conflict and The Transformation of
Social Capital . Washinton DC US: World Bank.
Cubbage F, Diaz D, Yapura P, Dube F. 2009. Impacts of forest management certification in Argentina and Chile. Forest Policy and Economics. 12
2010: 497–504.doi:10.1016j.forpol.2010.06.004. Cosh A, Fu X, Hughes A. 2005. Management characteristics, collaboration and
innovative efficiency: evidence from UK survey data. Working Paper No. 311. Cambridge UK: Center for Business Research.
Dasgupta, P. 1997. Social Capital and Economic Performance. Washinton DC US: The World Bank.
Dunn WN. 1994. Public Policy Analysis: An Introduction. Second Edition. New Jersey US: Pretince-Hall Inc.
Foucault M. 1980. PowerKnowledge. Brighton UK: Harvester. Furubotn EG, Richter R. 2005. Institutions and Economic Theory: The
Contribution of the New Institutional Economics . Ann Arbor US.
University of Michigan Press [FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. Global Forest Resources
Assessment 2010 . Roma IT: FAO.
[Foretika] Forum Pimpinan lembaga Pendidikan Tinggi. 2011. Analisis Biaya Manfaat Penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu. Jakarta ID.
Foretika dan MFP II. [FSC] Forest Stewardship Council. 2008. Forests Certified by FSC-Accredited
Certification Bodies. [Internet]. [diunduh 28 Des 2012]. Tersedia pada: http:www.fsc.org.
[FWI] Forest Watch Indonesia. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor ID: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C. Global Forest Watch.
Giddens A. 1984. The Constitution of Society: Outline of The Theory of Structuration
. California US: University of California Press.
Ginger J, Emery MR, Baumflek MJ, Putnam DE. 2012. Access to Natural Resources on Private Property: Factors Beyond Right of Entry. Society
and Natural Resources 25:700–715.doi: 10.108008941920.2011.633596
Hinrichs A, Irianto N, Muhtaman DR. 2008. Sertifikasi hutan rakyat. Jakarta ID: GTz.
Hindra B. 2006. Potensi dan kelembagaan hutan rakyat. Di dalam: kontribusi Hutan Rakyat dalam kesinambungan industry kehutanan. Prosiding
seminar hasil litbang hasil hutan 2006; Bogor, 21 September 2006. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, hlm 14 – 20. Jhamtani H, Kartodiharjo H. 2006. Politik Lingkungan dan Kekuasaan di
Indonesia . Jakarta ID: Equinox Publishing.
Jones N. 2009. Environmental activation of citizens in the context of policy genda formation and the influence of social capital. The Social Science Journal
47 2010: 121–136. doi:10.1016j.soscij.2009.05.008 Kahan D. 2008. Managing Risk in Farming. Rome IT: Food and Agriculture
Organization. Kartodihardjo H. 2008. Diskursus dan aktor dalam implementasi kebijakan
kehutanan: masalah kerangka pendekatan rasional. J Man Hut Trop. 141:19-27.
Kasper W, Streit ME. 1999. Institutional Economic: Social Order and Public Policy
. Cheltenham UK: Edward Egar. [Kemenhut] Kementerian Kehutanan. Rencana Kerja Kementerian Kehutanan
2014. Jakarta ID: Kemenhut. Larsen L, Harlan SL, Bolin B, et al. 2004. Bonding and bridging. Journal of
Planning Education and Research 24: 64 – 77.doi: 10.11770739456X0
4267181. Lin N. 2001. Social capital: a theory of social structure. Cambridge UK:
Cambridge University Press. Lukes S. 1974. Power: A Radical View. London UK: Macmillan.
Lukes S. ed.. 1986. Power. Oxford UK: Blackwell. Maryudi A. 2005. Beberapa kendala bagi sertifikasi hutan rakyat. Jurnal hutan
rakyat . 73: 25-39.
Maryudi A, Nawir AA, Permadi DB, Purwanto RH, Pratiwi D, Syofi’i A, Sumardamto P. 2015. Complex regulatory frameworks governing private
smallholder tree plantations in Gunungkidul District, Indonesia. Journal of
Forest Policy
and Economics
2015, ELSEVIER
. In Press. http:dx.doi.org10.1016j.forpol.2015.05.010
Miller A, Dobbins C, Prichett J, Boehlje M, Ehmke C. 2004. Risk Management for Farmers. Indiana US: Purdue University.
Milner H. 1994. Social Democracy And Rational Choice. New York US dan London UK: Routledge.
Nugroho B, Tiryana T. 2013. Implication of the private property right to the community forest businesses formalization through the certification
policy. J Man Hut Trop 193: 178-87. Nurrochmat DR, Marwoto, Yulianti F. 2013. Policy options to integrate the
domestic timber market into formal economy. Working Paper Series No. 05. Center for International Forestry Research CIFOR and Center for