Gambar 9. Diagram keterkaitan antar variabel dalam model transfer fiskal terhadap belanja modal dan pembangunan ekonomi daerah
PDD KAPFIS
PDL DAK
DAU DJLN
DIRGS DINFLL
TPDRB PAD
INFR
DAKLL
DAKPER LW
MDL
DBH
DAPER
PDRBA TKA
LLSI
PDRBNA
TJLN
TKNA UPHA
UPHNA GINI
POVK BL
NMDL POVD
PLD
LPENGDES
LPENGKOT
TPOV
5
GAMBARAN UMUM TRANSFER FISKAL, BELANJA MODAL DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH
Secara administratif, Indonesia terdiri dari daerah provinsi dan kabupaten. Dalam kajian ini data kabupaten dan provinsi digabung menjadi satu. Provinsi-
provinsi tersebut dikelompokkan menjadi provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor pertanian tinggi dan provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor
pertanian rendah sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya. Analisis deskriptif dilakukan dengan mengkaji variabel fiskal, perekonomian, ketimpangan
dan kemiskinan. Oleh karena itu, agar terbanding antar waktu maka analisis deskriptif ini menggunakan variabel-variabel riil menggunakan formula IHK.
Sedangkan data PDRB menggunakan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000.
Tabel 1 Kelompok provinsi dengan proporsi PDRB sektor pertanian tinggi dan rendah, serta rata-rata proporsi PDRB sektor pertanian tahun 2009
– 2013
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor pertanian tertinggi adalah
Sulawesi Tengah, yaitu sebesar 38.96 persen sedangkan provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor pertanian terendah adalah Jawa Barat, yaitu sebesar 11.63
persen. PDRB provinsi-provinsi yang memiliki proporsi PDRB sektor pertanian rendah lebih banyak di sumbang oleh sektor jasa, pertambangan ataupun industri.
No. Provinsi Rata-rata proporsi PDRB sektor
pertanian
A. PDRB pertanian tinggi
1 Aceh
26.74 2
Sumatera Utara 23.31
3 Sumatera Barat
22.95 4
Jambi 29.82
5 Lampung
38.29 6
Kalimantan Barat 24.72
7 Kalimantan Tengah
29.97 8
Kalimantan Selatan 23.25
9 Sulawesi Tengah
38.96 10
Sulawesi Selatan 27.67
11 Nusa Tenggara Barat
24.43 Rata-rata
28.19
B. PDRB Pertanian rendah
12 Sumatera Selatan
19.62 13
Jawa Barat 11.63
14 Jawa Tengah
18.02 15
D.I Yogyakarta 16.52
16 Jawa Timur
14.40 17
Bali 19.18
18 Sulawesi Utara
18.34 19
Papua 17.29
Rata-rata 16.87
Profil Kinerja Fiskal
Profil kinerja fiskal daerah dapat ditinjau dari sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran daerah. Pendapatan daerah di peroleh dari sumber daya keuangan
lokal dan transfer dari pemerintah pusat. Sumber daya lokal dalam hal ini adalah pendapatan asli daerah PAD dan dana bagi hasil DBH yang apabila keduanya
di jumlahkan menjadi kapasitas fiskal. Kapasitas fiskal adalah salah satu alokator pengurang dalam formula DAK dimana daerah-daerah yang memiliki kapasitas
fiskal yang lebih besar akan menerima DAK lebih kecil. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah yang dimaksud dalam kajian ini terdiri atas pendapatan asli daerah PAD, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Tabel 2 Rata-rata per tahun pendapatan pemerintah daerah selama 2009-2013 No. Provinsi
Rata-rata pendapatan daerah PDD
Rp miliar Rata-rata kapasitas fiskal
daerah KAPFIS Rp miliar
A. PDRB pertanian tinggi
1 Aceh
16157.92 3098.55
2 Sumatera Utara
20365.59 5266.91
3 Sumatera Barat
10274.70 1830.64
4 Jambi
4728.26 1968.58
5 Lampung
9469.25 2008.51
6 Kalimantan Barat
8768.88 1683.00
7 Kalimantan Tengah
8022.07 1807.07
8 Kalimantan Selatan
9654.87 3993.75
9 Sulawesi Tengah
6194.83 928.10
10 Sulawesi Selatan
15022.05 3369.25
11 Nusa Tenggara Barat
6350.46 1342.32
Rata-rata 10455.35
2481.52
B. PDRB Pertanian rendah
12 Sumatera Selatan
14615.87 6937.18
13 Jawa Barat
41187.24 14945.55
14 Jawa Tengah
33349.55 8100.64
15 D.I Yogyakarta
5275.69 1484.69
16 Jawa Timur
43439.00 13831.57
17 Bali
8658.56 3613.36
18 Sulawesi Utara
6572.16 986.41
19 Papua
14141.46 2151.74
Rata-rata 20904.94
6506.39 Sumber : Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan DJPK
Rata-rata pendapatan daerah antara daerah pertanian rendah lebih besar dua kali lipat di bandingkan dengan daerah pertanian tinggi. Rata-rata pendapatan
daerah tertinggi yaitu provinsi Jawa Timur yaitu sebesar Rp. 43 439.00 Miliyar.
Sedangkan rata-rata pendapatan daerah terendah yaitu provinsi Jambi yaitu sebesar Rp. 4 728.26 Miliyar. Jika di lihat dari kapasitas fiskal menunjukkan
bahwa daerah pertanian rendah mempunyai kapasitas fiskal lebih besar hampir tiga kali lipat di bandingkan daerah pertanian tinggi, dimana provinsi Jawa Barat
mempunyai kapasitas fiskal daerah tertinggi yaitu sebesar Rp. 14945.55 Miliyar, sementara provinsi yang mempunyai kapasitas fiskal terkecil adalah Sulawesi
Tengah yaitu sebesar Rp. 928.10 Miliyar. Kondisi ini berkebalikan dengan data tentang kontribusi sektor pertanian tinggi dan rendah yang terdapat pada Tabel 1.
Artinya bahwa daerah yang kontribusi sektor pertaniannya paling tinggi mempunyai kapasitas fiskal paling rendah yaitu provinsi Sulawesi Tengah.
Sedangkan daerah yang mempunyai kontribusi sektor pertaniannya paling rendah mempunyai kapasitas fiskal paling tinggi yaitu provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan tampilan grafik pada gambar 10 dan 11 menunjukkan bahwa selama periode 2009- 2013 rata-rata pendapatan daerah dan kapasitas fiskal di
daerah pertanian rendah lebih besar di bandingkan daerah pertanian tinggi dan mempunyai trend yang meningkat. Walaupun keduanya mempunyai rata-rata
pertumbuhan positif, namun masih lebih besar rata-rata pertumbuhan kapasitas fiskal di daerah pertanian rendah.
Keterangan: PT = daerah PDRB sektor pertanian tinggi PR = daerah PDRB sektor pertanian rendah
Gambar 10. Rata-rata pendapatan pemerintah daerah PDRB sektor pertanian tinggi dan rendah tahun 2009
– 2013
5000000 10000000
15000000 20000000
25000000 30000000
2009 2010
2011 2012
2013 Rat
a -ra
ta p
e n
d ap
at an
p e
rta h
u n
Axis Title PT
PR
Keterangan: PT = daerah PDRB sektor pertanian tinggi