PDRB Pertanian rendah PDRB pertanian tinggi PDRB Pertanian rendah

Keterangan: PENGKOT = Pengeluaran penduduk perkotaan PENGDES = Pengeluaran penduduk pedesaan Pada kajian ini, ukuran kemiskinan menggunakan kriteria BPS. Badan Pusat Statsitik BPS mendefinisikan kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per orang per hari sebagai bahan acuan. Berdasarkan data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa pendudduk miskin pedesaan jauh lebih besar di bandingkan di perkotaan baik di daerah pertanian tinggi maupun rendah. Sedangkan secara absolut jumlah penduduk miskin terbesar berada di Provinsi Jawa Timur, akan tetapi secara proporsi provinsi papua mempunyai proposi penduduk miskin pedesaan terbesar yaitu 96.07 persen, dapat dikatakan bahwa hampir semua penduduk miskin di Provinsi Papua berada di pedesaan. Tabel 13 Rata-rata per tahun pengeluaran penduduk perkotaan, pengeluaran penduduk pedesaan dan indeks gini tahun 2009-2013 di daerah pertanian tinggi dan rendah Sumber: Badan Pusat Statistik BPS Keterangan: PENGKOT = Pengeluaran penduduk perkotaan PENGDES = Pengeluaran penduduk pedesaan Sedangkan provinsi yang memiliki proporsi penduduk miskin pedesaan terendah adalah provinsi jawa barat yaitu 46.43 persen, dimana kedua provinsi tersebut yaitu provinsi Jawa Barat dan Papua merupakan daerah pertanian rendah. No. Provinsi Jumlah Penduduk Miskin Juta Jiwa Kontribusi POVK POVD

A. PDRB pertanian tinggi

1 Aceh 0.88 19.31 80.69 2 Sumatera Utara 1.44 46.98 53.02 3 Sumatera Barat 0.44 31.45 68.55 4 Jambi 0.26 41.46 58.54 5 Lampung 1.15 23.66 76.34 6 Kalimantan Barat 0.40 20.99 79.01 7 Kalimantan Tengah 0.15 22.91 77.09 8 Kalimantan Selatan 0.19 33.83 66.17 9 Sulawesi Tengah 0.44 13.42 86.58 10 Sulawesi Selatan 0.97 16.00 84.00 11 Nusa Tenggara Barat 0.93 51.37 48.63 Rata-rata 0.66 29.22 70.78

B. PDRB Pertanian rendah

12 Sumatera Selatan 0.99 38.38 61.62 13 Jawa Barat 5.58 53.57 46.43 14 Jawa Tengah 5.18 41.23 58.77 15 D.I Yogyakarta 0.57 54.43 45.57 16 Jawa Timur 5.31 33.76 66.24 17 Bali 0.17 53.43 46.57 18 Sulawesi Utara 0.33 26.45 73.55 19 Papua 1.04 3.93 96.07 Rata-rata 2.40 38.15 61.85 Selain itu rata-rata proporsi penduduk miskin perkotaan lebih besar di daerah pertanian rendah di bandingkan pertanian tinggi, dan sebaliknya proporsi penduduk miskin pedesaan di daerah pertanian tinggi lebih besar di bandingkan di daerah pertanian rendah. Hal ini menunujukkan bahwa sebagai daerah dengan PDRB sektor pertanian rendah maka jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan tentunya lebih besar dibanding dengan di daerah PDRB sektor pertanian tinggi. Dengan demikian, distribusi penduduk miskin perkotaan pada daerah PDRB sektor pertanian rendah juga lebih besar dibanding di daerah PDRB sektor pertanian tinggi. Sebaliknya, rata-rata distribusi penduduk miskin pedesaan lebih besar di daerah PDRB sektor pertanian tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan dan perkembangan sektor non pertanian belum mampu menurunkan proporsi penduduk miskin di perkotaan secara signifikan. Demikian juga pembangunan dan perkembangan sektor pertanian belum mampu menurunkan proporsi penduduk miskin di pedesaan secara signifikan. Sehingga secara keseluruhan data pada Tabel 13 menunjukkan bahwa daerah pertanian tinggi mempunyai jumlah penduduk miskin lebih besar di bandingkan daerah pertanian tinggi. 6 HASIL ESTIMASI MODEL Estimasi model ekonometrika merupakan bagian dari prosedur yang harus ditempuh untuk melakukan simulasi. Hasil estimasi model ekonometrika dapat di manfaatkan untuk tujuan prediksi atau mendapatkan koefisien parameter yang nantinya dapat digunakan pada tahap simulasi model jika dipandang telah memenuhi berbagai macam persyaratan teoritis dan praktis berkenaan dengan teori ekonomi dan ekonometrika. Aspek yang menjadi perhatian utama dalam penelitian model ekonometrika adalah kesesuaian tanda pada setiap koefisien variabel eksogen dengan sifat hubungan antar variabel yang dikehendaki teori ekonomi Yannizar, 2012. Validitas sebuah model dapat dilihat dari koefisien determinasi R 2 dan uji baku signifikansi pengaruh variabel-variabel pengamatan baik secara parsial maupun uji secara bersama-sama menggunakan kriteria T- hitung dan F-statistik serta kemampuan memenuhi asumsi-asumsi klasik. Tabel 14 Keragaan umum model transfer fiskal, perekonomian, ketimpangan dan kemiskinan daerah tahun 2009-2013 Hasil estimasi model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi R 2 dari tiap-tiap persamaan cukup besar. Sekitar sembilan persamaan struktural 65 memiliki nilai koefisien determinasi lebih dari 0.70, dan hanya tiga persamaan struktural 21 yang memiliki nilai koefisien determinasi kurang dari 0.50. Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa variabel-variabel penjelas yang ada dalam persamaan mampu menjelaskan dengan baik variabel endogen endogenous variable, artinya telah memenuhi syarat kecocokan model goodness of fit. Nilai R 2 yang kecil terdapat pada persamaan upah sektor pertanian dan dua persamaan pada blok ketimpangan dan kemiskinan kecuali persamaan jumlah penduduk miskin di pedesaan. Nilai R 2 yang kecil pada yang terjadi pada indikator-indikator kemiskinan juga ditemukan pada studi-studi empiris terdahulu, antara lain Nanga 2006 di Indonesia; Fan, et al. 2006 di Mesir; Daniels 2011 di Uganda; dan Lisna 2014 di Indonesia. No. R2 F Value Pr F 1. DJLN DAK Bidang Infrastruktur Jalan 0.70 33.2 .0001 2. DIRGS DAK Bidang Infrastruktur Irigasi 0.68 38.09 .0001 3. DINFLL DAK Bidang infrastruktur lain-lain 0.65 32.76 .0001 4. MDL Belanja Modal 0.92 126.85 .0001 5. PDRBA PDRB Sektor Pertanian 0.94 178.32 .0001 6. PDRBNA PDRB Sektor Non Pertanian 0.96 425.05 .0001 7. TKA Tenaga Kerja Sektor Pertanian 0.98 741.29 .0001 8. TKNA Tenaga Kerja Sektor Non Pertanian 0.99 1449.06 .0001 9. UPHA Upah sektor Pertanian 0.13 2.65 0.0402 10. UPHNA Upah Non Pertanian 0.87 118.80 .0001 11. PAD Pendapatan Asli Daerah 0.91 244.28 .0001 12 GINI Indeks Gini 0.23 7.35 0.0002 13. POVD Jumlah kemiskinan di Pedesaan 0.97 398.80 .0001 14. POVK Jumlah Kemiskinan di Perkotaan 0.44 13.97 .0001