KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil Analisis faktor karakteristik internal dan eksternal sosial ekonomi petani, analisis kelayakan finansial, dan analisis korelasi dalam
kaitannya dengan pengembangan agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang, maka dapat dirumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut:
1. Kesimpulan
a. Faktor karakteristik internal dan eksternal petani yang berhubungan motivasi petani melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang, kebun
karet, bawas dan lalang di Sanggau Kalimantan Barat yaitu umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani, persepsi, status
sosial, dan sifat kosmopolitan, sedangkan faktor eksternal yaitu ketersedian saprodi, intensitas penyuluhan, bantuan modal, penggunaan
tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar, dan aktivitas usaha tani. b. Berdasarkan hasil analisis korelasi ternyata faktor-faktor yang
berpengaruh nyata terhadap motivasi petani untuk melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang adalah: pengalaman usahatani, intensitas
penyuluhan dan pendapatan berkorelasi positif. Untuk pola kebun karet dipengaruhi secara nyata oleh: pengalaman usahatani, tenaga kerja dan
pendapatan berkolerasi positif. Adapun motivasi petani pola bawas berkorelasi secara positif dengan tenaga kerja dan aktivitas usahatani
sedangkan pola lalang berkorelasi secara negatif dengan umur petani dan secara positif dengan tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja.
c. Berdasarkan analisis kelayakan finansial bahwa kegiatan agroforestri pola tembawang, dan pola kebun karet, layak untuk dikembangkan. Sedangkan
untuk pola bawas dan lalang tidak layak untuk dikembangkan walaupun nilai NPV dan IRR-nya tinggi, tetapi nilai BC 1
2. Saran
a. Kegiatan agroforestri pola tembawang dan kebun karet layak secara finansial, maka diharapkan kepada para pihak, terutama Pemda setempat
untuk melanjutkan pengembangan agroforestri tersebut di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.
b. Pemberdayaan, pembinaan, penyuluhan dan pendampingan kepada petani agroforestri pola tembawang dan kebun karet perlu dilakukan secara terus-
menerus, sampai para petani mandiri. Disamping itu organisasi kelompok tani perlu diperkuat dan dibangun akses pasar, agar motivasi petani
terbangun.
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, W. 2006. Analisis Keuntungan Pengusahaan Hutan Pinus Pinus
merkusii et de Vriese di KPH Pekalongan Barat. Jurnal Manajemen Hutan Tropika. Vol. XII No. 3:26-39 2006
Asnawi, S. 2002. Teori Motivasi Dalam Pendekatan Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Studio Press
Bakir, Z dan Manning, C. 1984. Angkatan Kerja di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali Press.
Bryant, WK. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge University Press Cambridge.
[Dephut] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal RLPS. 2001. Perkembangan Hutan Kemasyarakatan sampai dengan Mei 2001.
[Dephut] Departemen Kehutanan 2001. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Nomor 31Kpts-II2001 tentang Penyelenggaraan Hutan
Kemasyarakatan. Darusman, D. 1981. Pengantar Perencanaan Pembangunan Kehutanan. Bogor:
Fakultas Kehutanan IPB. David. 1992. Memacu Masyarakat Berprestasi. Intermedia Jakarta.
Desa Idas. 2006. Monografi Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau,
Provinsi Kalimantan Barat. Gittinger, JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Terjemahan
Komet Mangiri, Slamet Sutomo. Jakarta UI-Press. Gouyon, A. de Foresta H dan Levang P. 1993. Kebun Karet Campuran di Jambi
dan Sumatera Selatan. Bogor: International Centre for Research in Agroforestry.
Gregory, C. Robinson. 1987. Resource Economics for Foresters. John Willey Sons, New York.
Handoko, M. 1995. Motivasi: Daya Penggerak Tingkah Laku. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
Hermanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.
72 [IPB] Institut Pertanian Bogor. 2004. Pedoman Penulisan dan Penyajian Karya
Ilmiah. Bogor: IPB Press. Joshi, L. Winatani, G. Vincent, G. Boutin. Akiefnawati, R. Manurung, G. van
Noordwijk, M. 2001. Wanatani Kompleks Berbasis Karet: tantangan untuk Pengembangan. International Centre for Research in Agroforestry.
Bogor.
Kadariah, Karlina, L., Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Revisi Lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.
Kadir, W A. 2005. Pengembangan Sosial Forestry di SPUC Borisallo : Analisis
sosial ekonomi dan budaya masyarakat Abdul Kadir W. -- Info Sosial Ekonomi : Volume 5 No.3 ; Halaman 297-309
Kartasapoetra, AG. 1988. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Bina Aksara Kartasubrata, J. 1992. Agroforestri dalam Manual Kehutanan. Jakarta:
Departemen Kehutanan Republik Indonesia Klemperer, W.D. 1996. Forest Resource Economics and Finance. Mc. Graw –
Hill. Singapore. Manurung, EGT. 1989. Analisis Biaya-Manfaat Pilot Proyek Perhutanan Sosial
dan Optimalisasi Usaha tumpang sari di Resort Pemangkuan Hutan Kiara Payung, HPH Cianjur Jawa Barat [Thesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, IPB.
Momberg, F. 1993. Tembawang di Kalimantan Barat, editor. Ketika Kebun Berupa Hutan. Agroforest Khas Indonesia -. Bogor: Penerbit ICRAF;
IRD; Ford Foundation. Mosher, AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: CV.
Yasaguna. Nair, PKR. 1993. An Introduction to Agroforestry. The Netherland: Kluwer
Academic in Cooperation with ICRAF. Padmowihardjo, S. 1994. Materi Pokok Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta:
Universitas Terbuka. Pangihutan, J.J. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun
dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, IPB.
73 Petri, LH. 1981. Motivation : Theory and Research. California: Wadsworth
Publishing Co. Rogers, EM. 1983. Diffusion of Innovation. Third Edition. New York: Fress Press
Rukka, H. 2003. Motivasi Petani Dalam Menerapkan Usahatani Organik Kasus
di Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat Barat [Thesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Sabti, A. 1997. Motivasi Petani dalam Pemanfaatan Lahan Terbuka diantara Pohon Kelapa di Kabupaten Aceh Timur [tesis]. Bogor. Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Sevilla, C. 1993. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI Press.
Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik. Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta:
Gramedia. SK Menhut No. 31Kpts-II2001. Tentang Penyelenggaraan Hutan
Kemasyarakatan. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.
Suharjito, D dan Darusman D. 1998. Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasis
Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Suharjito, D dan Darusman D. 1998. Kehutanan Masyarakat Beragam Pola
Partisifasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan. Bogor: Institut Pertanian Bogor dan Ford Foundation.
Sundawati, L. 1993. The Dayak Garden Systems in Sanggau District – West Kalimantan an Agroforestry Model. Gottingen: Georg – August
University Gottingen. Susantyo, B. 2001. Motivasi Petani Berusahatani di dalam Kawasan Hutan,
Wilayah Bandung Selatan Kasus Petani Peserta Program Perhutanan Sosial di Wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan bandung Selatan
[Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Wijaya, AW. 1986. Peranan Motivasi dalam Kepemimpinan Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Watanabe, H. 1999. Handbook of Agroforestry. Japan: AICAF Association for International Cooperation of Agriculture and Forestry.
Wiriaatmadja, S. 1983. Pokok-Pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: Yasaguna.
Lampiran 1. Peta lokasi penelitian
Lampiran 2. Daftar Nama Daerah, Nama Botani Vegetasi Pola-pola Agroforestri
Nama daerah Nama Botani
Famili
Durian
Durio zibethinus Bombacaceae
Cempedak
Arthocarpus cempedens Moraceae
Manggis
Garcinia manggostana Guttiferae
Langsat
Lansium domesticum Meliaceae
Mentawa
Arthocarpus anisophyllus Miq Moraceae
Peluntan
Artocarpus sp Moraceae
Petai Papan
Parkia speciosa Mimosaceae
Jengkol
Phitecellobium sp Mimosaceae
Rambutan
Nephelium lappaceum Sapindaceae
Tampui
Baccaurea griffithii Phyllanthaceae
Pekawai
Durio leutejensis Bombacaceae
Asam kalimantan
Dacryodes macrocarpa Fagaceae
Asam Mawang
Mangifera sp Anacardiaceae
Tengkawang Tungkul
Shorea stenoptera Buk Dipterocarpaceae
Tengkawang Terindak
Shorea seminis Dipterocarpaceae
Nyatuh
Palaqium pseudocuneten Sapotaceae
Belian
Euxiderosilon zwagery L Lauraceae
Rambai
Sporosa arborea Euphorbiaceae
Benuang
Octomeles sumatrana Miq Datiscaceae
Karet Hevea brasiliensis
Verbenaceae
Damar Toncua
Shorea balanocarpoides Mig Dipterocarpacieae
Damar Tunam
Shorea lamellata Foxw Dipterocarpacieae
Kayu Raya
Shorea leprosula Dipterocarpaceae
Keladan
Dryobalanops beccarii Dipterocarpaceae
Keruing
Agathis borneensis Dipterocarpaceae
Meranti
Shorea parvifolia Dipterocarpacieae
Nyatu Karas
Palaqium pseudocuneten Sapotaceae
Omang
Hopea dyeri Dipterocarpaceae
Penyauk
Anisoptera grossivenia Dipterocarpaceae
Ramin
Gonystylus bancanus Kurz Thymelaeaceae
Tekam
Hopea sangal Dipterocarpaceae
Tengkawang
Shorea macrophylla Dipterocarpaceae
Belian
Euxideroxylon zwageri L Lauraceae
Benuang
Octomeles sumatrana Miq Dipterocarpaceae
Durian
Durio sibethinus Bombacaceae
Mentawa
Arthocarpus anisophyllus Miq Moraceae
Akasia Acasia mangium L
Pola Tembawang
Pola Kebun Karet
Pola Lalang Pola Bawas
77
Lampiran 3. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Tembawang
1 1
238 14
5 12,82
750.000 9.612.404
240,31 180.232.566
2 1
196 12
6 9,31
750.000 6.979.090
197,90 148.426.819
3 1
221 12
4 6,99
750.000 5.246.186
223,15 167.358.811
4 1
165 14
5 8,89
750.000 6.664.061
166,60 124.951.148
5 1
134 12
4 4,24
750.000 3.180.946
135,30 101.475.478
6 1
180 12
5 7,12
750.000 5.341.140
181,75 136.310.344
7 1
128 14
6 8,27
750.000 6.203.635
129,24 96.931.800
8 1
156 12
4 4,94
750.000 3.703.190
157,51 118.135.631
9 1
256 14
4 11,03
750.000 8.271.514
258,48 193.863.600
10 1
192 14
5 10,34
750.000 7.754.544
193,86 145.397.700
11 1
234 12
4 7,41
750.000 5.554.786
236,27 177.203.447
12 1
159 13
4 5,91
750.000 4.429.684
160,54 120.407.470
13 1
176 12
5 6,96
750.000 5.222.448
177,71 133.281.225
14 1
146 12
4 4,62
750.000 3.465.806
147,42 110.562.834
15 1
214 10
4 4,70
750.000 3.527.790
216,08 162.057.853
16 1
187 9
4 3,33
750.000 2.496.983
188,82 141.611.302
17 1
152 10
4 3,34
750.000 2.505.720
153,48 115.106.513
18 1
163 10
3 2,69
750.000 2.015.291
164,58 123.436.589
19 1
137 10
4 3,01
750.000 2.258.445
138,33 103.747.317
20 1
124 9
4 2,21
750.000 1.655.753
125,20 93.902.681
21 1
97 10
6 3,20
750.000 2.398.568
97,94 73.456.130
22 1
89 10
5 2,45
750.000 1.833.956
89,86 67.397.892
23 1
172 11
4 4,57
750.000 3.430.858
173,67 130.252.106
24 1
192 10
4 4,22
750.000 3.165.120
193,86 145.397.700
25 1
153 9
4 2,72
750.000 2.042.986
154,49 115.863.792
26 1
144 9
4 2,56
750.000 1.922.810
145,40 109.048.275
27 1
183 9
4 3,26
750.000 2.443.572
184,78 138.582.183
28 1
92 11
5 3,06
750.000 2.293.888
92,89 69.669.731
29 1
224 10
4 4,92
750.000 3.692.640
226,17 169.630.650
30 1
149 11
5 4,95
750.000 3.715.101
150,45 112.834.673
Total 30
5053 337
133 164,04
- 123.028.915
5102,05 3.826.534.261
Rata rata per Ha 168
11,23 4,43
5,47 4.100.964
170,07 127.551.142
Volume kayu total selama masa analisis 35 tahun dengan asumsi pertambahan Riap diameter rata-rata pertahun 1 Cm Tinggi
Bebas Cab.
No Luas
ha Jum.Pohon
Batangha Diameter
cm Volume 6Thn
M3 Harga
RpM3 Nilai Kayu 6Thn
Rp Volume 35 Thn
M3 Nilai Kayu 35 Thn
Rp
78
Lampiran 4. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Karet
1 1
275 26
4,9 50,05
150.000 7.508.176
101,75 15.262.500
2 1
305 25
5 52,37
150.000 7.856.133
112,85 16.927.500
3 1
325 24
4,9 50,40
150.000 7.560.680
120,25 18.037.500
4 1
250 27
4,8 48,07
150.000 7.210.539
92,50 13.875.000
5 1
282 26
5,3 55,52
150.000 8.327.807
104,34 15.651.000
6 1
260 28
5 56,01
150.000 8.400.756
96,20 14.430.000
7 1
250 24
4,9 38,77
150.000 5.815.908
92,50 13.875.000
8 1
324 25
4,5 50,07
150.000 7.510.978
119,88 17.982.000
9 1
297 26
4,7 51,85
150.000 7.777.857
109,89 16.483.500
10 1
285 23
4,5 37,28
150.000 5.592.062
105,45 15.817.500
11 1
360 22
5 47,87
150.000 7.180.866
133,20 19.980.000
12 1
380 22
5 50,53
150.000 7.579.803
140,60 21.090.000
13 1
365 23
4,8 50,93
150.000 7.639.215
135,05 20.257.500
14 1
245 26
5 45,50
150.000 6.825.614
90,65 13.597.500
15 1
225 27
5 45,07
150.000 6.759.880
83,25 12.487.500
16 1
378 26
4,8 67,40
150.000 10.109.710
139,86 20.979.000
17 1
352 24
4,8 53,48
150.000 8.021.680
130,24 19.536.000
18 1
267 27
4,9 52,41
150.000 7.861.290
98,79 14.818.500
19 1
220 27
4,7 41,42
150.000 6.213.081
81,40 12.210.000
20 1
385 24
4,5 54,84
150.000 8.225.356
142,45 21.367.500
21 1
345 24
5 54,60
150.000 8.189.748
127,65 19.147.500
22 1
317 24
5,1 51,17
150.000 7.675.574
117,29 17.593.500
23 1
294 26
4,9 53,51
150.000 8.026.922
108,78 16.317.000
24 1
217 28
5 46,74
150.000 7.011.400
80,29 12.043.500
25 1
316 24
4,7 47,01
150.000 7.051.254
116,92 17.538.000
26 1
324 25
4,7 52,30
150.000 7.844.799
119,88 17.982.000
27 1
278 26
5 51,63
150.000 7.744.983
102,86 15.429.000
28 1
263 26
5 48,85
150.000 7.327.088
97,31 14.596.500
29 1
247 27
5 49,47
150.000 7.420.846
91,39 13.708.500
30 1
312 24
4,9 48,39
150.000 7.258.253
115,44 17.316.000
Total 30
8943 756
146,3 1.503,52
- 225.528.260
3.308,91 496.336.500
Rata per Ha 1
298,1 25,2
4,8766667 50,12
7.517.609 110,30
16.544.550
Volume Kayu pada masa peremajaan setelah 25 tahun tanam, Hasil penelitian di Sungai Putih. Jumlah tanaman 400 btgha Berdasarkan hasil penelitian Volume kayu total Bebas cabang0,37 M
3
pohon Volume 25 Thn
M3 Nilai Kayu 25 Thn
Rp Volume 8 Thn
M3 Harga
RpM3 Nilai Kayu 8 Thn
Rp No
Luas ha
Jum.Pohon Batangha
Diameter cm
Tinggi Bebas
Cab. M
3
Lampiran …. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Karet
1 1
275 26
4,9 50,05
150.000 7.508.176
354,75 53.212.500
2 1
305 25
5 52,37
150.000 7.856.133
393,45 59.017.500
3 1
325 24
4,9 50,40
150.000 7.560.680
419,25 62.887.500
4 1
250 27
4,8 48,07
150.000 7.210.539
322,5 48.375.000
5 1
282 26
5,3 55,52
150.000 8.327.807
363,78 54.567.000
6 1
260 28
5 56,01
150.000 8.400.756
335,4 50.310.000
7 1
250 24
4,9 38,77
150.000 5.815.908
322,5 48.375.000
8 1
324 25
4,5 50,07
150.000 7.510.978
417,96 62.694.000
9 1
297 26
4,7 51,85
150.000 7.777.857
383,13 57.469.500
10 1
285 23
4,5 37,28
150.000 5.592.062
367,65 55.147.500
11 1
360 22
5 47,87
150.000 7.180.866
464,4 69.660.000
12 1
380 22
5 50,53
150.000 7.579.803
490,2 73.530.000
13 1
365 23
4,8 50,93
150.000 7.639.215
470,85 70.627.500
14 1
245 26
5 45,50
150.000 6.825.614
316,05 47.407.500
15 1
225 27
5 45,07
150.000 6.759.880
290,25 43.537.500
16 1
378 26
4,8 67,40
150.000 10.109.710
487,62 73.143.000
17 1
352 24
4,8 53,48
150.000 8.021.680
454,08 68.112.000
18 1
267 27
4,9 52,41
150.000 7.861.290
344,43 51.664.500
19 1
220 27
4,7 41,42
150.000 6.213.081
283,8 42.570.000
20 1
385 24
4,5 54,84
150.000 8.225.356
496,65 74.497.500
21 1
345 24
5 54,60
150.000 8.189.748
445,05 66.757.500
22 1
317 24
5,1 51,17
150.000 7.675.574
408,93 61.339.500
23 1
294 26
4,9 53,51
150.000 8.026.922
379,26 56.889.000
24 1
217 28
5 46,74
150.000 7.011.400
279,93 41.989.500
25 1
316 24
4,7 47,01
150.000 7.051.254
407,64 61.146.000
26 1
324 25
4,7 52,30
150.000 7.844.799
417,96 62.694.000
27 1
278 26
5 51,63
150.000 7.744.983
358,62 53.793.000
28 1
263 26
5 48,85
150.000 7.327.088
339,27 50.890.500
29 1
247 27
5 49,47
150.000 7.420.846
318,63 47.794.500
30 1
312 24
4,9 48,39
150.000 7.258.253
402,48 60.372.000
30 8943
756 146,3
1503,52 -
225.528.260 11536,47
1.730.470.500 298,1
25,2 4,88
50,12 7.517.609
384,55 57.682.350
Harga RpM3
Nilai Kayu 8 Thn Rp
Volume 25 Thn M3
Nilai Kayu 25 Thn Rp
No Luas
ha Jum.Pohon
Batangha Diameter
cm Tinggi
Bebas Cab. M
3
Volume 8 Thn M3
79
Lampiran 5. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Bawas
1 1
185 18
6 19,76
750.000 14.821.664
149,44 112.077.394
2 1
168 17
5 13,34
750.000 10.004.747
135,70 101.778.390
3 1
175 19
6 20,83
750.000 15.621.598
141,36 106.019.156
4 1
158 16
5 11,11
750.000 8.334.816
127,63 95.720.153
5 1
197 17
5 15,64
750.000 11.731.756
159,13 119.347.279
6 1
242 16
4 13,62
750.000 10.212.787
195,48 146.609.348
7 1
214 14
4 9,22
750.000 6.914.468
172,86 129.646.283
8 1
212 16
5 14,91
750.000 11.183.424
171,25 128.434.635
9 1
215 18
6 22,97
750.000 17.225.177
173,67 130.252.106
10 1
189 19
7 26,24
750.000 19.683.214
152,67 114.500.689
11 1
210 18
6 22,43
750.000 16.824.591
169,63 127.222.988
12 1
215 17
5 17,07
750.000 12.803.693
173,67 130.252.106
13 1
253 21
7 42,92
750.000 32.187.416
204,36 153.273.409
14 1
185 16
4 10,41
750.000 7.807.296
149,44 112.077.394
15 1
157 20
7 24,16
750.000 18.117.015
126,82 95.114.329
16 1
178 17
5 14,13
750.000 10.600.267
143,78 107.836.628
17 1
247 18
6 26,39
750.000 19.788.924
199,52 149.638.466
18 1
215 17
5 17,07
750.000 12.803.693
173,67 130.252.106
19 1
187 18
6 19,98
750.000 14.981.898
151,05 113.289.041
20 1
232 18
6 24,78
750.000 18.587.167
187,40 140.551.110
21 1
197 19
7 27,36
750.000 20.516.366
159,13 119.347.279
22 1
214 19
6 25,47
750.000 19.102.983
172,86 129.646.283
23 1
243 17
5 19,29
750.000 14.471.151
196,29 147.215.171
24 1
178 18
5 15,85
750.000 11.884.037
143,78 107.836.628
25 1
164 16
4 9,23
750.000 6.921.062
132,47 99.355.095
26 1
172 17
4 10,93
750.000 8.194.364
138,94 104.201.685
27 1
235 16
4 13,22
750.000 9.917.376
189,82 142.368.581
28 1
278 20
6,5 39,72
750.000 29.788.395
224,56 168.419.003
29 1
167 18
5 14,87
750.000 11.149.630
134,90 101.172.566
30 1
171 15
4 8,46
750.000 6.342.604
138,13 103.595.861
Total 6.053
525 160,5
571,36 428.523.577
4.889 3.667.051.159
Rata rata per Ha 202
17,5 5,35
19,05 14.284.119
163 122.235.039
Volume kayu total selama masa analisis 35 tahun dengan asumsi pertambahan Riap diameter rata-rata pertahun 1 Cm No
Luas ha Jum.Pohon
Batangha Nilai Kayu 35 Thn
Rp Diameter
cm Tinggi
Bebas Cab. M
3
Volume 8 Thn M3
Harga RpM3
Nilai Kayu 8 Thn Rp
Volume 35 Thn M3
80
Lampiran 6. Potensi kayu pada kegiatan Wanatani Pola Lalang
1 1
325 19
10 64,47
150.000 9.670.513
2 1
283 18
10 50,38
150.000 7.557.713
3 1
327 17
12 62,32
150.000 9.347.292
4 1
372 16
11 57,56
150.000 8.634.447
5 1
271 17
11 47,34
150.000 7.100.988
6 1
274 20
9 54,20
150.000 8.130.402
7 1
356 19
11 77,68
150.000 11.652.224
8 1
214 19
12 50,94
150.000 7.641.193
9 1
158 19
11 34,48
150.000 5.171.493
10 1
198 19
10 39,28
150.000 5.891.574
11 1
217 19
11 47,35
150.000 7.102.620
12 1
347 19
11 75,72
150.000 11.357.646
13 1
283 19
10 56,14
150.000 8.420.785
14 1
287 19
10 56,93
150.000 8.539.807
15 1
210 20
10 46,16
150.000 6.923.700
16 1
174 19
11 37,97
150.000 5.695.188
17 1
152 19
11 33,17
150.000 4.975.107
18 1
142 19
10 28,17
150.000 4.225.270
19 1
257 20
10 56,49
150.000 8.473.290
20 1
192 19
11 41,90
150.000 6.284.346
21 1
273 19
11 59,57
150.000 8.935.554
22 1
314 19
10 62,29
150.000 9.343.203
23 1
287 21
10 69,55
150.000 10.432.285
24 1
241 19
11 52,59
150.000 7.888.163
25 1
189 20
10 41,54
150.000 6.231.330
26 1
232 19
11 50,62
150.000 7.593.584
27 1
231 20
10 50,77
150.000 7.616.070
28 1
184 19
12 43,80
150.000 6.569.998
29 1
254 19
11 55,42
150.000 8.313.666
30 1
291 20
10 63,96
150.000 9.594.270
Total 30
7535 570
318 1568,76
- 235.313.723
Rata per Ha 1
251,1666667 19
10,6 52,29
7.843.791 Volume kayu total selama masa analisis 8 tahun dengan asumsi Riap diameter rata-rata pertahun
2,375 cm dan riap tinggi rata-rata 1,325 meter pertahun Volume 8 Thn
M3 Harga
RpM3 Nilai Kayu 8 Thn Rp
No Luas ha
Jum.Pohon Batangha
Diameter cm
Tinggi Bebas Cab.
M
3
81
Lampiran 7. Analisis Finansial Pola Tembawang Tahun
Biaya Rp Pendapatan
Rp Biaya
DF14 Pendapatan DF
14 Cash Flow
Cash Flow DF = 14
1 3345000
- 2.934.211
- 3.345.000
2.934.211 2
150000 -
115.420 -
150.000 115.420
3 -
- -
- -
4 -
- -
- -
5 -
- -
- -
6 565000
456.667 257.406
208.051 108.333
49.355 7
325000 456.667
129.882 182.501
131.667 52.619
8 325000
4.996.333 113.932
1.751.510 4.671.333
1.637.578 9
325000 4.996.333
99.940 1.536.412
4.671.333 1.436.472
10 325000
24.169.333 87.667
6.519.528 23.844.333
6.431.861 11
565000 24.169.333
133.689 5.718.884
23.604.333 5.585.195
12 325000
24.169.333 67.457
5.016.565 23.844.333
4.949.108 13
325000 24.169.333
59.173 4.400.496
23.844.333 4.341.323
14 325000
24.169.333 51.906
3.860.084 23.844.333
3.808.178 15
325000 24.169.333
45.531 3.386.039
23.844.333 3.340.507
16 565000
24.169.333 69.434
2.970.209 23.604.333
2.900.775 17
325000 24.169.333
35.035 2.605.447
23.844.333 2.570.412
18 325000
24.169.333 30.732
2.285.480 23.844.333
2.254.747 19
325000 24.169.333
26.958 2.004.807
23.844.333 1.977.848
20 325000
24.169.333 23.648
1.758.602 23.844.333
1.734.955 21
565000 24.169.333
36.062 1.542.634
23.604.333 1.506.572
22 325000
24.169.333 18.196
1.353.187 23.844.333
1.334.991 23
325000 24.169.333
15.961 1.187.006
23.844.333 1.171.045
24 325000
24.169.333 14.001
1.041.234 23.844.333
1.027.232 25
325000 24.169.333
12.282 913.363
23.844.333 901.081
26 565000
24.169.333 18.729
801.196 23.604.333
782.466 27
325000 24.169.333
9.450 702.803
23.844.333 693.353
28 325000
24.169.333 8.290
616.494 23.844.333
608.204 29
325000 24.169.333
7.272 540.784
23.844.333 533.512
30 325000
24.169.333 6.379
474.372 23.844.333
467.993 31
565000 24.169.333
9.727 416.116
23.604.333 406.388
32 325000
24.169.333 4.908
365.014 23.844.333
360.106 33
325000 24.169.333
4.305 320.188
23.844.333 315.882
34 325000
24.169.333 3.777
280.866 23.844.333
277.090 35
325000 151.720.475
3.313 1.546.587
151.395.475 1.543.274
Jumlah 14.685.000
766.859.800 4.454.673
56.306.458 752.174.800
51.851.785
Ket : 0,14
NPV DF 14 = 51.851.785
BCR DF 14 = 12,64
IRR = 44
Discount Factor DF = 14 =
Lampiran 8. Analisis Finansil Pola Karet Tahun
Biaya Rp Pendapatan
Rp Biaya DF 14
Pendapatan DF 14
Cash Flow Cash Flow
DF = 14
1 3665000
3.214.912 -
3.665.000 3.214.912
2 120000
92.336 -
120.000 92.336
3 -
- -
- 4
- -
- -
5 -
- -
- 6
1395000 3.726.000
635.543 1.697.515
2.331.000 1.061.972
7 1125000
3.726.000 449.592
1.489.049 2.601.000
1.039.457 8
1125000 3.726.000
394.379 1.306.183
2.601.000 911.804
9 1125000
3.726.000 345.946
1.145.775 2.601.000
799.828 10
1125000 3.726.000
303.462 1.005.065
2.601.000 701.604
11 1395000
3.726.000 330.081
881.636 2.331.000
551.555 12
1125000 3.726.000
233.504 773.365
2.601.000 539.861
13 1125000
3.726.000 204.828
678.391 2.601.000
473.562 14
1125000 3.726.000
179.674 595.079
2.601.000 415.406
15 1125000
6.856.000 157.609
960.501 5.731.000
802.893 16
1395000 6.856.000
171.434 842.545
5.461.000 671.111
17 1125000
6.856.000 121.275
739.075 5.731.000
617.800 18
1125000 6.856.000
106.381 648.311
5.731.000 541.930
19 1125000
6.856.000 93.317
568.694 5.731.000
475.377 20
1125000 6.856.000
81.857 498.854
5.731.000 416.997
21 1395000
6.856.000 89.037
437.592 5.461.000
348.554 22
1125000 4.521.000
62.986 253.121
3.396.000 190.135
23 1125000
4.521.000 55.251
222.036 3.396.000
166.785 24
1125000 4.521.000
48.466 194.768
3.396.000 146.302
25 1425000
21.069.550 53.851
796.222 19.644.550
742.371 Jumlah
27.665.000 116.158.550
7.425.722 15.733.777
88.493.550 8.308.056
Ket : 0,14
NPV DF 14 = 8.308.056
BCR DF 14 = 2,12
IRR = 28
Discount Factor DF = 14 =
83
Lampiran 9. Analisis Finansil Pola Bawas Tahun
Biaya Rp Pendapatan
Rp Biaya DF
14 Pendapatan
DF 14 Cash Flow
Cash Flow DF = 14
1 3302000
2.896.491 -
3.302.000 2.896.491
2 120000
92.336 -
120.000 92.336
3 120000
80.997 -
120.000 80.997
4 -
- -
- 5
- -
- -
6 210000
95.673 -
210.000 95.673
7 -
- -
- 8
- -
- -
9 -
- -
- 10
- -
- -
11 210000
49.690 -
210.000 49.690
12 -
- -
- 13
- -
- -
14 -
- -
- 15
- -
- -
16 210000
25.807 -
210.000 25.807
17 -
- -
- 18
- -
- -
19 -
- -
- 20
- -
- -
21 210000
13.403 -
210.000 13.403
22 -
- -
- 23
- -
- -
24 -
- -
- 25
- -
- -
26 210000
6.961 -
210.000 6.961
27 -
- -
- 28
- -
- -
29 -
- -
- 30
- -
- -
31 210000
3.616 -
210.000 3.616
32 -
- -
- 33
- -
- -
34 -
- -
- 35
300000 122.235.039
3.058 1.246.023
9.470.451.975 96.538.581
Jumlah 5.102.000
122.235.039 3.268.032
1.246.023 9.465.649.975
93.273.606
Ket : 0,14
NPV DF 14 = 93.273.606
BCR DF 14 = 0,38127608
IRR = 26
Discount Factor DF = 14 =
Lampiran 10. Analisis Finansil Pola Lalang Tahun
Biaya Rp Pendapatan
Rp Biaya DF
14 Pendapatan
DF 14 Cash Flow
Cash Flow DF = 14
1 3055000
2.679.825 -
3.055.000 2.679.825
2 -
- -
- 3
- -
- -
4 -
- -
- 5
- -
- -
6 -
- -
- 7
- -
- -
8 300000
7843791 105.168
2.749.712 7.543.791
2.644.544 Jumlah
3.355.000 7.843.791
2.784.992 2.749.712
4.488.791 35.280
Ket : 0,14
NPV DF 14 = 35.280
BCR DF 14 = 0,99
IRR = 14
Discount Factor DF = 14 =
85 Lampiran 11. Potensi dan Nilai Rupiah hasil Non Kayu pada Pola Tembawang
Durian 573 Buah
0 100 100 100 100 100 100 2.600
1.489.800 2.000
2.979.600.000
Cempedak 215 Buah
15 15
15 15
15 15
420 90.300
1.500 135.450.000
Manggis 250 Buah
0 100 100 100 100 100 100 2.600
650.000 3.000
1.950.000.000
Langsat 185 Kg
25 25
25 25
25 25
650 120.250
2.000 240.500.000
Mentawa 345 Buah
50 50
50 50
50 50
1.400 483.000
1.500 724.500.000
Peluntan 198 Buah
75 75
75 75
75 75
2.100 415.800
1.000 415.800.000
Petai Papan 123 karung
2 2
2 2
2 2
56 6.888
65.000 447.720.000
Jengkol 137 Karung
2 2
2 2
2 2
56 7.672
50.000 383.600.000
Rambutan 167 Kg
0 100 100 100 100 100 100 2.600
434.200 1.000
434.200.000
Tampui 274 Kg
0 50 50
50 50
50 50
50 1.500
411.000 1.000
411.000.000
Pekawai 325 Buah
75 75
75 75
75 75
2.100 682.500
2.500 1.706.250.000
Asam kalimantan 145 Karung
2 2
2 2
2 2
52 7.540
60.000 452.400.000
Asam Mawang 158 Karung
2 2
2 2
2 2
52 8.216
60.000 492.960.000
Tengkawan Tungkul 450 Kg
56 56
56 56
56 56
1.460 657.000
9.000 5.913.000.000
Tengkawang Terindak 240 Kg
50 50
50 50
50 50
1.250 300.000
7.500 2.250.000.000
Nyatuh 374 Getah
- -
-
Belian 475 Bibit
- -
-
Rambai 162 Kg
40 40
40 40
40 40
1.040 168.480
1.000 168.480.000
Benuang 257 Bibit
- -
-
Potensi pohon
Potensi Total pohon
Harga satuan x
1000 Harga Total Per
Individu Daur 30 ha
31 35
16 21
26 No
Nama Jenis Jumlah
individu Satuan
1 Tahun ke -
6 11
Lampiran 12. Potensi dan Nilai Rupiah Getah pada Pola Karet
1 1
275 688
688 1.265
1.265 825
18.343 5.000
91.712.500 2
1 305
763 763
1.403 1.403
915 20.344
5.000 101.717.500
3 1
325 813
813 1.495
1.495 975
21.678 5.000
108.387.500 4
1 250
625 625
1.150 1.150
750 16.675
5.000 83.375.000
5 1
282 705
705 1.297
1.297 846
18.809 5.000
94.047.000 6
1 260
650 650
1.196 1.196
780 17.342
5.000 86.710.000
7 1
250 625
625 1.150
1.150 750
16.675 5.000
83.375.000 8
1 324
810 810
1.490 1.490
972 21.611
5.000 108.054.000
9 1
297 743
743 1.366
1.366 1.188
20.998 5.000
104.989.500 10
1 285
713 713
1.311 1.311
855 19.010
5.000 95.047.500
11 1
360 900
900 1.656
1.656 1.080
24.012 5.000
120.060.000 12
1 380
950 950
1.748 1.748
1.140 25.346
5.000 126.730.000
13 1
365 913
913 1.679
1.679 1.095
24.346 5.000
121.727.500 14
1 245
613 613
1.127 1.127
735 16.342
5.000 81.707.500
15 1
225 563
563 1.035
1.035 675
15.008 5.000
75.037.500 16
1 378
945 945
1.739 1.739
1.134 25.213
5.000 126.063.000
17 1
352 880
880 1.619
1.619 1.056
23.478 5.000
117.392.000 18
1 267
668 668
1.228 1.228
801 17.809
5.000 89.044.500
19 1
220 550
550 1.012
1.012 660
14.674 5.000
73.370.000 20
1 385
963 963
1.771 1.771
1.155 25.680
5.000 128.397.500
21 1
345 863
863 1.587
1.587 1.035
23.012 5.000
115.057.500 22
1 317
793 793
1.458 1.458
951 21.144
5.000 105.719.500
23 1
294 735
735 1.352
1.352 882
19.610 5.000
98.049.000 24
1 217
543 543
998 998
651 14.474
5.000 72.369.500
25 1
316 790
790 1.454
1.454 948
21.077 5.000
105.386.000 26
1 324
810 810
1.490 1.490
972 21.611
5.000 108.054.000
27 1
278 695
695 1.279
1.279 834
18.543 5.000
92.713.000 28
1 263
658 658
1.210 1.210
789 17.542
5.000 87.710.500
29 1
247 618
618 1.136
1.136 741
16.475 5.000
82.374.500 30
1 312
780 780
1.435 1.435
936 20.810
5.000 104.052.000
Total 30
8.943 22.358
22.358 41.138
41.138 27.126
597.686 2.988.430.500
Rata rata per ha 298
745 745
1.371 1.371
904 19.923
99.614.350
3.726 3.726
6.856 6.856
4.521 99.614
-
No
Luas lahan ha Jumlah
pohon Daur I batangha
Harga per Kg
Rp 21
25 Harga Karet Rp
Hasil Karet Daur Rp
Tahun ke- 1
6 11
16
No X11
X12 X13
X14 X15
X16 X17
X21 X22
X23 X24
X25 X26
X27 Y
1 45
6 8
30 17
4 13
12 14
14 1,8
275.000 8
35 27
2 73
6 9
45 15
3 9
17 13
11 2,2
420.000 8
27 26
3 45
6 9
30 16
2 10
12 13
15 2,2
375.000 8
35 24
4 38
6 9
15 29
3 10
12 13
12 1,8
450.000 8
45 26
5 51
5 7
2 34
2 7
9 14
11 1,8
360.000 8
36 22
6 43
8 9
25 30
3 10
18 14
11 2,6
450.000 11
43 23
7 69
4 8
25 31
2 9
17 15
7 1,8
385.000 11
32 26
8 48
6 8
12 30
2 12
12 13
15 2,2
525.000 11
30 25
9 22
8 6
11 35
2 10
15 13
6 1,8
375.000 10
33 24
10 65
6 12
17 25
2 11
16 15
8 1,8
425.000 11
37 25
11 27
5 8
13 23
2 10
16 16
10 1,8
600.000 11
32 26
12 39
9 6
15 16
2 10
17 15
7 1,8
325.000 10
37 25
13 42
5 7
20 15
2 12
15 13
8 1
225.000 11
32 26
14 45
4 5
20 18
2 12
16 15
8 1,8
375.000 10
33 24
15 46
5 5
20 35
2 11
16 16
12 2,2
425.000 10
37 25
16 40
5 11
10 37
2 11
12 13
15 1,8
350.000 10
30 25
17 39
10 7
18 37
2 11
15 13
7 2,2
275.000 8
39 27
18 30
11 8
8 38
2 10
9 17
7 1,8
350.000 11
42 29
19 38
8 6
14 38
2 8
16 12
9 1,8
475.000 10
41 29
20 40
5 4
20 37
2 6
8 12
10 1,8
400.000 8
33 24
21 35
11 5
5 36
2 9
12 14
8 1,8
500.000 9
42 30
22 43
6 4
20 37
2 12
16 15
8 2,6
450.000 8
32 26
23 49
6 4
23 35
3 6
8 9
8 2,8
375.000 8
38 27
24 58
5 8
33 35
2 11
16 16
10 2,6
350.000 8
39 24
25 56
5 3
30 36
6 5
8 13
10 2,2
525.000 9
37 25
26 40
5 11
10 37
2 7
8 11
8 1,8
650.000 7
44 22
27 42
10 10
18 35
6 9
17 15
7 1,8
700.000 12
43 28
28 45
7 8
10 36
2 7
17 12
7 2,6
450.000 9
33 25
29 48
5 9
27 34
2 6
8 15
8 1,8
280.000 12
30 25
30 50
5 8
30 35
2 7
11 10
8 1
300.000 12
42 24
Lampiran 16. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Lalang
87
No X11
X12 X13
X14 X15
X16 X17
X21 X22
X23 X24
X25 X26
X27 Y
1 43
7 9
23 56
4 9
16 17
11 2,2
300.000 8
32 24
2 45
5 13
20 36
3 10
16 13
13 2,8
450.000 7
30 24
4 50
8 8
20 55
2 12
12 12
8 2,2
324.000 9
32 23
5 51
7 10
25 55
3 6
11 10
8 2
275.000 7
35 24
6 62
4 9
13 55
3 10
13 11
9 2,8
650.000 10
34 18
7 31
6 7
9 55
3 11
16 16
10 1,8
450.000 8
34 24
8 40
7 8
15 57
3 6
11 14
7 1,8
375.000 9
37 25
9 31
6 6
5 55
3 6
11 10
8 1,8
425.000 9
39 24
10 50
5 7
20 56
3 6
8 15
8 2,8
575.000 10
30 25
11 51
8 4
25 56
5 6
11 10
8 2,2
600.000 8
35 24
12 54
7 7
20 55
4 11
16 16
10 2,2
550.000 9
37 25
13 65
6 7
20 57
3 10
13 11
9 2,8
625.000 11
30 25
14 48
6 8
12 56
3 6
11 14
7 1,8
425.000 9
39 24
15 43
8 6
11 55
3 6
11 10
8 1,8
450.000 9
34 18
16 40
5 11
10 56
3 6
8 15
8 2,8
575.000 12
30 25
17 43
6 4
20 57
2 12
16 15
8 2,8
450.000 8
32 26
18 58
5 8
33 55
2 11
16 16
10 1
350.000 8
39 24
19 56
5 3
30 57
6 7
8 13
10 2,8
525.000 9
37 25
20 45
7 8
10 56
2 7
17 12
7 2,2
450.000 9
33 25
21 48
5 9
27 55
2 6
8 15
8 1,8
280.000 11
30 25
22 50
5 8
30 55
2 6
11 10
8 1,8
300.000 10
39 24
23 59
5 9
30 57
2 6
17 15
11 1,8
450.000 9
40 22
24 52
4 10
30 55
2 6
10 9
9 3,6
800.000 9
33 24
25 56
6 7
24 55
2 10
13 11
9 1
425.000 11
40 23
26 32
5 8
13 54
2 5
14 16
10 1,8
650.000 12
38 25
27 50
4 10
25 56
2 6
9 14
9 1,8
550.000 11
38 31
28 57
7 5
20 57
5 10
11 15
6 2,2
250.000 11
39 25
29 35
5 8
8 57
3 6
11 14
7 1,8
350.000 10
34 24
30 57
5 8
37 58
2 7
8 13
6 2,8
475.000 8
34 18
Lampiran 13. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Tembawang
88
No
X11 X12
X13 X14
X15 X16
X17 X21
X22 X23
X24 X25
X26 X27
Y
1 37
5 5
10 57
2 6
16 12
8 1,8
450.000 8
36 22
2 32
5 8
15 56
4 9
16 16
8 2,8
570.000 8
36 22
3 36
6 6
6 56
2 9
14 11
8 1
600.000 8
37 24
4 43
6 8
15 30
2 10
10 16
9 1,8
400.000 9
38 23
5 39
5 7
1 33
2 11
18 16
9 1,8
450.000 7
44 22
6 48
5 5
17 58
3 8
16 16
9 1,8
400.000 9
39 24
7 34
6 8
15 57
2 11
14 16
10 3,8
450.000 7
44 22
8 32
6 6
10 54
2 8
16 15
9 2,4
700.000 8
40 22
9 43
5 7
20 57
2 8
16 14
7 2,2
375.000 8
34 23
10 53
7 6
25 47
2 10
16 13
9 2,2
400.000 9
34 22
11 54
5 6
21 45
2 10
10 15
8 1,8
950.000 10
40 22
12 49
5 5
25 57
2 9
16 16
9 1,8
1.200.000 8
38 21
13 45
7 6
17 57
2 8
14 16
7 1,8
750.000 10
37 25
14 49
6 4
20 57
6 11
16 16
10 2,2
500.000 8
41 23
15 43
9 5
15 57
4 8
14 15
7 1,8
500.000 8
39 22
16 48
5 5
15 57
2 6
8 13
10 2,8
1.250.000 7
37 24
17 32
11 5
7 57
2 14
12 16
8 2,8
1.000.000 9
38 28
18 36
5 5
8 57
2 11
16 12
8 1,8
600.000 8
42 21
19 34
5 6
8 54
2 12
11 15
8 1
450.000 10
48 22
20 36
10 5
7 57
5 11
19 13
7 1,8
1.250.000 8
41 27
21 42
12 5
12 58
6 13
18 13
10 1,8
1.200.000 10
34 24
22 37
7 5
6 56
2 9
8 12
8 2,8
975.000 6
41 22
23 47
5 4
12 56
2 9
8 11
7 1,8
600.000 9
40 26
24 46
5 6
8 55
3 8
11 16
8 1
450.000 9
38 24
25 35
4 5
6 56
4 8
8 15
8 1
500.000 5
29 22
26 38
10 7
7 56
4 11
8 9
7 1,8
875.000 11
42 25
27 45
5 7
12 56
2 9
8 14
8 1,8
475.000 10
42 23
28 43
5 5
15 56
2 8
16 9
7 1,8
300.000 6
38 20
29 53
5 4
30 54
2 9
16 12
10 1,8
325.000 8
40 20
30 29
5 5
5 57
2 10
10 11
9 1
650.000 8
38 19
Lampiran 14. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Kebun Karet
89
No X11
X12 X13
X14 X15
X16 X17
X21 X22
X23 X24
X25 X26
X27 Y
1 45
6 9
30 58
4 13
12 14
11 2,2
375.000 7
35 25
2 47
5 6
25 56
3 10
16 16
9 1,8
750.000 9
36 29
3 73
6 10
45 31
3 9
17 13
10 2,8
800.000 8
26 25
4 45
6 9
30 32
2 10
12 13
12 2,2
675.000 9
27 25
5 38
6 10
15 55
3 10
12 13
10 1,8
575.000 8
35 22
6 51
5 7
30 45
2 7
9 12
10 1,8
500.000 8
36 25
7 34
5 6
9 57
2 10
12 14
10 1,8
450.000 7
34 29
8 31
6 7
8 56
2 10
12 13
10 1,8
475.000 8
32 28
9 40
7 10
15 56
3 12
12 13
12 1,8
525.000 10
23 25
10 34
9 7
12 56
2 12
12 13
10 1,8
425.000 10
36 25
11 52
7 8
24 56
3 11
16 16
9 1
475.000 7
37 29
12 56
5 7
13 55
3 11
12 13
12 2,8
750.000 8
35 22
13 65
6 7
14 57
2 11
12 14
11 2,8
600.000 10
26 28
14 48
6 7
12 57
2 10
12 13
10 2,2
575.000 9
40 22
15 65
6 11
17 55
2 12
16 16
9 1,8
450.000 7
32 22
16 30
11 7
8 58
2 10
9 17
7 2,2
350.000 10
42 29
17 49
6 4
23 56
3 7
8 9
8 3,8
900.000 7
38 27
18 56
5 4
30 57
6 8
8 13
10 2,8
500.000 7
37 25
19 40
5 12
10 57
2 7
8 11
8 2,8
650.000 7
44 22
20 42
10 9
18 56
6 9
17 15
7 2,8
700.000 11
43 28
21 42
6 9
10 56
2 9
8 10
10 2,8
700.000 12
44 25
22 50
5 13
30 55
2 5
9 16
10 2,8
375.000 11
42 23
23 54
5 11
25 55
3 9
11 10
11 1,8
200.000 8
38 22
24 58
7 6
36 56
2 8
9 14
9 2,8
650.000 7
46 22
25 55
5 6
20 57
2 8
11 13
7 2,8
600.000 7
47 24
26 58
6 7
11 56
2 9
11 15
9 2,8
950.000 8
30 25
27 65
5 5
35 55
2 9
24 9
8 2,8
750.000 9
38 20
28 60
5 11
30 56
2 10
23 13
8 2,8
575.000 8
34 23
29 38
5 4
14 56
2 9
16 8
6 1,8
425.000 7
37 18
30 43
6 7
10 56
2 11
12 14
11 2,8
600.000 9
39 22
Lampiran 15. Data Sosial Petani Hasil Quisioner pada Pola Bawas
91
Lampiran 17. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Tembawang
16 21 26 31 Kebutuhan Alat
Cangkul 1 UnitHa
50000 50000
50000 50000
1 1
1 1
150007 7.500.350.000
ParangGolok 2 UnitHa
20000 40000
40000 40000
2 2
2 2
120014 2.400.280.000
KarungKeranjang 25 UnitHa
1000 25000
25000 25000 25 25 25 25
25000 100225
100.225.000 Polibag
500 LbrHa 50
25000 25500
1.275.000 Sprayer
1 UnitHa 75000
75000 75001
5.625.075.000
Kebutuhan Pupuk
NPK 36 Kg
5000 180000
180036 900.180.000
Round Up 3 Liter
60000 180000
180003 10.800.180.000
Kebutuhan Tenaga Kerja
Persiapan Lahan 80 HOK
15000 1200000 1200080
18.001.200.000 Persemaian
42 HOK 15000
630000 630042
9.450.630.000 Penanaman
16 HOK 15000
240000 240016
3.600.240.000 Pemeliharaan
10 HOK 15000
150000 150000 150000 150000 10 10 10 10 600080
9.001.200.000 Pemanenan
10 HOK 15000
150000 150000 10 10 10 10 150000 450080
6.751.200.000 Pasca Panen
10 HOK 15000
150000 150000 10 10 10 10 150000 450080
6.751.200.000
Kebutuhan Bibit
Durian 50 BatangHa
2000 100000
100050 200.100.000
Cempedak 25 BatangHa
1000 25000
25025 25.025.000
Manggis 25 BatangHa
1000 25000
25025 25.025.000
Langsat 15 BatangHa
1000 15000
15015 15.015.000
Mentawa 40 BatangHa
1000 40000
40040 40.040.000
Peluntan 25 BatangHa
1000 25000
25025 25.025.000
Petai Papan 10 BatangHa
1000 10000
10010 10.010.000
Jengkol 15 BatangHa
1000 15000
15015 15.015.000
Rambutan 30 BatangHa
1000 30000
30030 30.030.000
Tampui 45 BatangHa
1000 45000
45045 45.045.000
Pekawai 30 BatangHa
1000 30000
30030 30.030.000
Asam kalimantan 15 BatangHa
1000 15000
15015 15.015.000
Asam Mawang 10 BatangHa
1000 10000
10010 10.010.000
Tengkawan Tungkul 50 BatangHa
1000 50000
50050 50.050.000
Tengkawang Terindak 20 BatangHa
1000 20000
20020 20.020.000
Nyatuh 25 BatangHa
1000 25000
25025 25.025.000
Belian 50 BatangHa
1000 50000
50050 50.050.000
Rambai 5 BatangHa
1000 5000
5005 5.005.000
Benuang 15 BatangHa
1000 15000
15015 15.015.000
3345000 150000 565000 565000 325000
4951664 81.533.785.000
Jumlah Jumlah Biaya
6 11
Total Tahun ke-
35 Uraian
Satuan Harga
1 2
22,81818
92 Lampiran 18. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Kebun Karet
Kebutuhan Alat
Cangkul 1 Unitha
50000 50000
50000 50000
50000 50000
ParangGolok 1 Unitha
20000 20000
20000 20000
20000 20000
Alat Sadap 1 Unitha
15000 15000
15000 15000
15000 15000
Galon 25 Liter 2 Unitha
25000 50000
50000 50000
50000 Sabit
1 Unitha 15000
15000 15000
15000 15000
15000 Polibag
400 Lbrha 100
40000 Sprayer
1 Unitha 75000
75000
Kebutuhan Pupuk
NPK 36 Kg
5000 180000
Round Up 3 Liter
60000 180000
Kebutuhan Tenaga Kerja
Persiapan Lahan 80 HOK
15000 1200000 Persemaian
42 HOK 15000
630000 Penanaman
16 HOK 15000
240000 Pemeliharaan
8 HOK 15000
120000 120000 120000
120000 120000
120000 Penyadapan
75 HOK 15000
1125000 1125000 1125000
1125000 1125000 1125000 Pemanenan
10 HOK 15000
150000 150000
Pasca Panen 10 HOK
15000 150000
150000
Kebutuhan Bibit
Bibit Karet Okulasi 400 Batang
1500 600000
3665000 120000 1395000 1125000 1395000
1395000 1395000 1425000 Total
1 2
6 7
11 Tahun Ke -
Uraian Satuan
Harga 16
21 25
93 Lampiran 19. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Bawas
11 16
21 26
31 Kebutuhan Alat
Cangkul 1 UnitHa
50000 50000
50000 50000
50000 50000
50000 50000
ParangGolok 2 UnitHa
20000 40000
40000 40000
40000 40000
40000 40000
Polibag 500 LbrHa
100 50000
Sprayer 1 UnitHa
75000 75000
Kebutuhan Pupuk
NPK 36 Kg
5000 180000
Round Up 3 Liter
60000 180000
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan
80 HOK 15000 1200000
Persemaian 42 HOK
15000 630000
Penanaman 16 HOK
15000 240000
Pemeliharaan 8 HOK
15000 120000 120000 120000
120000 120000 120000 120000 120000 Pemanenan
10 HOK 15000
150000 Pasca Panen
10 HOK 15000
150000
Kebutuhan Bibit
Damar Toncua 25 BatangHa
1000 25000
Damar Tunam 25 BatangHa
1000 25000
Kayu Raya 75 BatangHa
1000 75000
Keladan 30 BatangHa
1000 30000
Keruing 30 BatangHa
1000 30000
Meranti 75 BatangHa
1000 75000
Nyatu Karas 30 BatangHa
1000 30000
Omang 25 BatangHa
1000 25000
Penyauk 25 BatangHa
1000 25000
Ramin 20 BatangHa
1000 20000
Tekam 30 BatangHa
1000 30000
Tengkawang 35 BatangHa
1000 35000
Belian 50 BatangHa
1000 50000
Benuang 10 BatangHa
1000 10000
Durian 15 BatangHa
2000 30000
Mentawa 22 BatangHa
1000 22000
3302000 120000 210000 210000 210000 210000 210000 210000 300000
Total Tahun Ke
Uraian Satuan
Harga 1
2 6
35
94 Lampiran 20. Kebutuhan Biaya Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani di Desa Idas dengan Pola Lalang
1 2
3 4
5 6
7 8
Kebutuhan Alat Cangkul
1 UnitHa 50000
1 -
- -
- -
- -
1 50.000
ParangGolok 2 UnitHa
20000 2
- -
- -
- -
- 2
40.000 Polibag
1100 LbrHa 100
1100 -
- -
- -
- -
1100 110.000
Sprayer 1 UnitHa
75000 1
- -
- -
- -
- 1
75.000 Kebutuhan Pupuk
NPK 36 Kg
5000 36
- -
- -
- -
- 36
180.000 Round Up
3 Liter 60000
3 -
- -
- -
- -
3 180.000
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan
80 HOK 15000
80 -
- -
- -
- -
80 1.200.000
Persemaian 42 HOK
15000 42
- -
- -
- -
- 42
630.000 Penanaman
16 HOK 15000
16 -
- -
- -
- -
16 240.000
Pemeliharaan 8 HOK
15000 8
8 -
- -
- -
- 16
240.000 Pemanenan
10 HOK 15000
- -
- -
- -
- 10
10 150.000
Pasca Panen 10 HOK
15000 -
- -
- -
- -
10 10
150.000 Kebutuhan Bibit
Bibit Acasia 1100 Batang
100 1100
- -
- -
- -
- 1100
110.000 3.355.000
Jumlah Rp
Uraian Satuan
Harga Tahun ke-
Kebutuhan
95
1 6
11 16
21 26
31 35
Kebutuhan Alat
Cangkul 1 UnitHa
30 30
30 30
30 30
30 210
ParangGolok 2 UnitHa
60 60
60 60
60 60
60 420
KarungKeranjang 25
UnitHa 750
750 750
750 750
750 750
22500 Polibag
500 LbrHa 15000
15000 Sprayer
1 UnitHa 30
30
Kebutuhan Pupuk
NPK 3 Kg
1080 1080
Round Up 3 Liter
270 270
Kebutuhan Tenaga Kerja
Persiapan Lahan 80 HOK
2400 2400
Persemaian 42 HOK
1260 1260
Penanaman 13 HOK
390 390
Pemeliharaan 10 HOK
300 300
300 300
300 1500
Pemanenan 10 HOK
300 300
300 300
300 300
300 9000
Pasca Panen 10 HOK
300 300
300 300
300 300
300 9000
Kebutuhan Bibit
Durian 50 Batangha
1500 1500
Cempedak 25 Batangha
750 750
Manggis 25 Batangha
750 750
Langsat 15 Batangha
450 450
Mentawa 40 Batangha
1200 1200
Peluntan 25 Batangha
750 750
Petai Papan 10 Batangha
300 300
Jengkol 15 Batangha
450 450
Rambutan 30 Batangha
900 900
Tampui 45 Batangha
1350 1350
Pekawai 30 Batangha
900 900
Asam kalimantan 15 Batangha
450 450
Asam Mawang 10 Batangha
300 300
Tengkawan Tungkul 50 Batangha
1500 1500
Tengkawang Terindak 20 Batangha
600 600
Nyatuh 25 Batangha
750 750
Belian 50 Batangha
1500 1500
Rambai 5 Batangha
150 150
Benuang 15 Batangha
450 450
35820 1740
1740 1740
1740 1440
1440 1350
78060 Lampiran 21. Kebutuhan Material dan HOK Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani dengan Pola Tembawang
Uraian Satuan
Total Tahun ke-
Jumlah
96 Lampiran 22. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja HOK Pengadaan Tanaman dengan Pola Kebun Karet
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Kebutuhan Alat
Cangkul 1 Unitha
1 1
1 1
1 5
ParangGolok 1 Unitha
1 1
1 1
1 5
Alat Sadap 1 Unitha
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 Galon 25 Liter
2 Unitha 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 20
Sabit 1 Unitha
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
20 Polibag
400 Lbrha 400
400 Sprayer
1 Unitha 1
1
Kebutuhan Pupuk
NPK 36 Kg
36 36 72
Round Up 3 Liter
3 3 6
Kebutuhan Tenaga Kerja
Persiapan Lahan 80 HOK
80 80
Persemaian 42 HOK
42 42
Penanaman 12 HOK
12 12
Pemeliharaan 8 HOK
8 8 8 8
8 8
8 56
Pemanenan 10 HOK
10 10
Pasca Panen 10 HOK
10 10
Penyadapan 75 HOK
75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 75 1500
Kebutuhan Bibit Bibit Karet Okulasi
400 Batang 12000
12000
Uraian Satuan
Tahun Ke - Jumlah
97
1 6
11 16
21 26
31 35
Kebutuhan Alat Cangkul
1 Unitha 30
30 30
30 30
30 30
210 ParangGolok
2 Unitha 60
60 60
60 60
60 60
420 Polibag
500 Lbrha 1500
1500 Sprayer
1 Unitha 30
30 Chainshaw
1 Unitha 1
1 Kebutuhan Pupuk
NPK 3 Kg
1080 1080
Round Up 3 Liter
270 270
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan
80 HOK 2400
2400 Persemaian
42 HOK 1260
1260 Penanaman
13 HOK 390
390 Pemeliharaan
8 HOK 240
240 240
240 240
240 240
1680 Pemanenan
10 HOK Pasca Panen
10 HOK Kebutuhan Bibit
Damar Toncua 25 Batangha
750 750
Damar Tunam 25 Batangha
750 750
Kayu Raya 75 Batangha
2250 2250
Keladan 30 Batangha
900 900
Keruing 30 Batangha
900 900
Meranti 75 Batangha
2250 2250
Nyatu Karas 30 Batangha
900 900
Omang 25 Batangha
750 750
Penyauk 25 Batangha
750 750
Ramin 20 Batangha
600 600
Tekam 30 Batangha
900 900
Tengkawang 35 Batangha
1050 1050
Belian 50 Batangha
1500 1500
Benuang 10 Batangha
300 300
Durian 15 Batangha
450 450
Mentawa 22 Batangha
660 660
Uraian Satuan
Tahun ke- Jumlah
Lampiran 23. Kebutuhan Material dan HOK Pengadaan Tanaman pada Kegiatan wanatani dengan Pola Bawas
98
Lampiran 24. Kebutuhan Material dan Tenaga Kerja HOK Pengadaan Tanaman dengan Pola Lalang
1 2
3 4
5 6
7 8
Kebutuhan Alat Cangkul
1 UnitHa 30
30 ParangGolok
2 UnitHa 60
60 Polibag
1100 LbrHa 33000
33000 Sprayer
1 UnitHa 30
30 Kebutuhan Pupuk
NPK 3 Kg
1080 1080
Round Up 3 Liter
270 270
Kebutuhan Tenaga Kerja Persiapan Lahan
80 HOK 2400
2400 Persemaian
42 HOK 1260
1260 Penanaman
13 HOK 390
390 Pemeliharaan
8 HOK 240
240 Pemanenan
10 HOK 300
300 Pasca Panen
10 HOK 300
300 Kebutuhan Bibit
Bibit Acasia 1100 Batang
33000 33000
Tahun ke- Uraian
Satuan Jumlah
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.967
a
.934 .873
.443 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja,
Kepemilikan Lahan, Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Pengalaman Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Kekosmopolitan,
Pendapatan, Presepsi, Umur, Ketersediaan Modal, Peluang Pasar, Intensitas Penyuluhan
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
41.761 14
2.983 15.224
.000
a
Residual 2.939
15 .196
Total 44.700
29 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Ketersediaan
Saprodi, Status Sosial Petani, Pengalaman Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Kekosmopolitan, Pendapatan, Presepsi, Umur, Ketersediaan Modal, Peluang Pasar, Intensitas Penyuluhan
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri.
Lampiran 25. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Tembawang
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant 15.102
2.460 6.139
.000 Umur
-.035 .019
-.244 -1.890
.078 Tingkat Pendidikan
.033 .107
.027 .305
.765 Kepemilikan Lahan
-.013 .055
-.021 -.234
.818
Pengalaman Usaha Tani .041
.018 .253
2.243 .040
Presepsi .019
.041 .061
.466 .648
Status Sosial Petani .090
.133 .072
.679 .508
Kekosmopolitan -.044
.071 -.059
-.617 .547
Ketersediaan Saprodi .074
.053 .141
1.403 .181
Intensitas Penyuluhan .332
.098 .571
3.375 .004
Ketersediaan Modal .126
.078 .228
1.613 .128
Tenaga Kerja .149
.240 .059
.619 .545
Pendapatan .666
.000 .085
.822 .024
Peluang Pasar .032
.119 .039
.273 .789
Aktivitas Usaha Tani -.013
.062 -.032
-.216 .832
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.827
a
.684 .389
1.560 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tingkat Pendidikan,
Intensitas Penyuluhan, Umur, Ketersediaan Saprodi, Tenaga Kerja, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Status Sosial Petani,
Peluang Pasar, Kekosmopolitan, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
78.981 14
5.642 2.319
.059
a
Residual 36.485
15 2.432
Total 115.467
29 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tingkat Pendidikan, Intensitas Penyuluhan,
Umur, Ketersediaan Saprodi, Tenaga Kerja, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Status Sosial Petani, Peluang Pasar, Kekosmopolitan, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri
Lampiran 26. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Karet
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant 17.007
9.068 1.876
.080 Umur
.142 .091
.500 1.557
.140 Tingkat Pendidikan
.173 .290
.178 .594
.561 Kepemilikan Lahan
-.321 .433
-.185 -.743
.469
Pengalaman Usaha Tani .222
.091 -.760
2.447 .027
Presepsi .026
.070 .087
.371 .715
Status Sosial Petani .006
.330 .004
.018 .986
Kekosmopolitan .078
.256 .071
.303 .766
Ketersediaan Saprodi .005
.098 .009
.052 .959
Intensitas Penyuluhan .249
.156 .275
1.596 .131
Ketersediaan Modal -.591
.355 -.305
-1.663 .117
Tenaga Kerja 1.460
.775 .462
1.885 .010
Pendapatan .788
.000 .053
.279 .004
Peluang Pasar .621
.376 .418
1.651 .120
Aktivitas Usaha Tani -.136
.106 -.248
-1.277 .221
Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan agroforestri
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.962
a
.925 .855
1.033 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja,
Ketersediaan Saprodi, Status Sosial Petani, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan, Kekosmopolitan,
Peluang Pasar, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Umur
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestri
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
196.968 14
14.069 13.191
.000
a
Residual 15.999
15 1.067
Total 212.967
29 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Tenaga Kerja, Ketersediaan Saprodi, Status
Sosial Petani, Kepemilikan Lahan, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Ketersediaan Modal, Pendapatan, Tingkat
Pendidikan, Umur
Lampiran 27. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Bawas
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant 3.012
3.278 .919
.373 Umur
.137 .092
.299 1.487
.158 Tingkat Pendidikan
.108 .251
.060 .431
.673 Kepemilikan Lahan
.121 .101
.096 1.202
.248 Pengalaman Usaha Tani
-.016 .046
-.039 -.355
.727 Presepsi
.039 .047
.101 .835
.417 Status Sosial Petani
.174 .240
.063 .726
.479 Kekosmopolitan
.119 .201
.070 .592
.562 Ketersediaan Saprodi
-.039 .070
-.057 -.551
.590 Intensitas Penyuluhan
.046 .118
.038 .390
.702 Ketersediaan Modal
.295 .181
.215 1.628
.124
Tenaga Kerja .048
.509 .009
.095 .026
Pendapatan 3.193E-6
.000 .140
.813 .429
Peluang Pasar -.086
.382 -.032
-.226 .824
Aktivitas Usaha Tani .205
.103 .295
1.993 .047
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri
Lampiran 28. Analisis Regresi Linear Berganda Pola Lalang
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
Constant 10.416
2.156 4.831
.000
Umur -.079
.031 -.351
-2.560 .022
Tingkat Pendidikan .085
.113 .073
.751 .464
Kepemilikan Lahan .166
.107 .142
1.549 .142
Pengalaman Usaha Tani .074
.032 .319
2.315 .035
Presepsi .076
.059 .155
1.298 .214
Status Sosial Petani -.026
.160 -.015
-.165 .871
Kekosmopolitan .250
.123 .232
2.026 .061
Ketersediaan Saprodi -.104
.085 -.145
-1.223 .240
Intensitas Penyuluhan .187
.125 .215
1.494 .156
Ketersediaan Modal .029
.065 .043
.442 .665
Tenaga Kerja .172
.594 .030
.290 .776
Pendapatan 5.495E-6
.000 .173
1.627 .125
Peluang Pasar -.205
.162 -.151
-1.264 .225
Aktivitas Usaha Tani .256
.079 .585
3.232 .006
a. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate 1
.963
a
.928 .860
.713 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Status Sosial Petani,
Tenaga Kerja, Kepemilikan Lahan, Tingkat Pendidikan, Pendapatan, Umur, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Saprodi, Kekosmopolitan,
Peluang Pasar, Presepsi, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry
ANOVA
b
Model Sum of Squares
Df Mean Square
F Sig.
1 Regression
97.847 14
6.989 13.759
.000
a
Residual 7.620
15 .508
Total 105.467
29 a. Predictors: Constant, Aktivitas Usaha Tani, Status Sosial Petani, Tenaga Kerja, Kepemilikan
Lahan, Tingkat Pendidikan, Pendapatan, Umur, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Saprodi, Kekosmopolitan, Peluang Pasar, Presepsi, Pengalaman Usaha Tani, Intensitas Penyuluhan
b. Dependent Variable: Tingkat Motivasi Petani dalam Kegaiatan Agroforestry
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI PETANI
DALAM KEGIATAN AGROFORESTRI
Kasus Pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan SFDP-PPHK Di Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan Barat
SUMIATI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Undang-undang ini memberi arahan bahwa pendayagunaan sumberdaya alam berupa tanah, air dan
termasuk sumber daya hutannya sebagai sumber kemakmuran rakyat harus dimanfaatkan secara terencana, rasional, optimal, bertanggungjawab dan sesuai
daya dukungnya dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan berkelanjutan.
Pesatnya laju pembangunan ekonomi dan pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia terhadap barang dan jasa, bagi
sumber daya hutan kenyataan ini menuntut peningkatan fungsi hutan itu sendiri. Sementara disisi lain luas areal dan potensi hutan alam semakin berkurang akibat
eksploitasi hutan, pengkonversian areal hutan ke bentuk penggunaan lain, kebakaran hutan, perambahan hutan dan kurang baiknya praktek pengelolaan
hutan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka upaya pemenuhan kebutuhan hasil
hutan dan konservasi sumber daya hutan dan lingkungan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat merupakan hal yang mutlak. Salah satu alternatif yang
mempunyai prospek yang baik untuk memenuhi kebutuhan akan hasil hutan dan kelestarian hutan adalah melalui pengembangan hutan kemasyarakatan Kadir,
2005. Hutan kemasyarakatan merupakan sebuah konsepsi yang mencerminkan interaksi positif antara masyarakat dan hutan melalui pengelolaan partisipatif dan
pengembangan produksi hasil hutan yang manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan sekaligus terbukanya peluang dan
adanya kepercayaan bagi masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hutan untuk meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat
dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian.
2 Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin
dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul akibat adanya alih guna lahan yaitu penurunan kesuburan tanah, banjir, kekeringan, kepunahan
flora fauna, dan perubahan iklim global serta sekaligus juga untuk mengatasi masalah pangan.
Agroforestri ini mengandung arti sebagai istilah kolektif untuk system- sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana
dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu pohon, perdu, palem, bambu, dan lain-lain dengan tanaman pertanian danatau
hewan ternak danatau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomi antar bebagai
komponen yang ada Lundgren dan Raintree, 1982 dalam Sebagaimana pemanfaatan lahan lainnya, agroforestri dikembangkan untuk
memberikan manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agroforestri diharapkan dapat memecahkan berbagai masalah
pengembangan pedesaan dan seringkali sifatnya mendesak. Agroforestri utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk
penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan hidup masyarakat. Sistem berkelanjutan ini dicirikan antara lain oleh
tidak adanya penurunan produksi tanaman dari waktu ke waktu dan tidak adanya pencemaran lingkungan. Kondisi tersebut merupakan refleksi dari adanya
konservasi sumber daya alam yang optimal oleh sistem penggunaan lahan yang diadopsi.
ICRAF, 2003.
Dalam upaya mendukung kebijakan pemerintah, Departemen Kehutanan menerapkan praktek-praktek pengelolaan sumberdaya hutan secara lestari dimana
Pemerintah Republik Indonesia dan Republik Federal Jerman telah menyepakati proyek kerjasama yang disebut “ Social Forestry Development Project - SFDP”
Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan yang melakukan pembuatan model dan uji coba pengelolaan hutan secara terpadu yang langsung melibatkan
masyarakat.
3 Proyek ini dalam pelaksanaannya memiliki wilayah kerja yang ditetapkan
oleh Departemen Kehutanan sebagai “Pengembangan Kawasan Hutan Partisipatif- PKHP” dengan luas wilayah kerja 102.250 Ha mencakup 8 Desa, 59 Dusun, 4
Kecamatan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Penyelenggaraan proyek ini terdiri dari 4 tahap yaitu : I Tahap Orientasi, II Tahap Implementasi, III Tahap
Konsolidasi, IV Tahap Pengembangan dan Replikasi. Maksud dan tujuan proyek adalah meningkatkan kesejateraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di
sekitar wilayah hutan secara berkesinambungan dan mandiri dengan kelestarian sumber daya hutan tetap terjaga dan masyarakat menerapkan sistem pengelolaan
hutan terpadu yang secara ekonomis dan ekologis lestari. Dalam rangka pemberdayaan dan pelibatan masyarakat maka proyek
memfasilitasi masyarakat setempat untuk mengembangkan kegiatan agroforestri berbagai pola yaitu pola tembawang pola tradisional Sundawati 1993 dan yang
diperkenalkan oleh proyek pola kebun karet, bawas, dan lalang Pola tembawang merupakan budaya bertani tradisional masyarakat Dayak
yang sudah dilakukan turun temurun. Pola ini memadukan pencampuran tanaman buah lokal dan jenis tengkawang Dipterocarp pada kegiatan perladangan
berpindah dengan membuka hutan primer dan lokasinya banyak ditemukan pada tepi sungai yang merupakan tanah yang subur.
Pola kebun karet yaitu kegiatan berusahatani dengan pencampuran tanaman karet, tanaman semusim, dan tanaman buah lokal. Tanaman karet
sebagai tanaman inti dan tanaman semusim serta buah-buahan sebagai tanaman tambahan untuk pemenuhan ekonomi jangka pendek. Pola ini dikembangkan
pada lahan bekas perladangan di areal Usahatani Hutan Menetap UTHM berdasarkan Tata Guna Lahan Desa Kesepakatan TGLDK. Pola kebun karet
dimasyarakat sudah lama dikenal untuk disadap getahnya dan masih diusahakan secara tradisional, proyek memperkenalkan pola kebun karet dengan penggunaan
karet unggul yang berproduksi tinggi. Selain hasil getah yang lebih banyak petani juga memperoleh hasil kayu, dan cara ini lebih menguntungkan jika dibandingkan
dengan kebun karet tradisional
4 Pola bawas yaitu kegiatan berusahatani dengan pencampuran tanaman
kayu-kayuan lokal khususnya jenis meranti Shorea spp dengan tanaman buah lokal. Pola ini dikembangkan di kawasan hutan produksi dan hutan lindung pada
LOA Log over area, kegiatan ini sifatnya untuk pengayaan tanaman enrichment planting.
Pola lalang yaitu berusahatani dengan pencampuran tanaman akasia Acacia mangium di areal bekas kebakaran atau lahan kritis berupa padang
ilalang Imperata Cylindrica pada kawasan hutan produksi dan kawasan lindung. Pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan agroforestri dengan berbagai
pola, baik yang tradisional maupun yang diperkenalkan oleh proyek kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan belum menampakkan hasil yang menggembirakan
dan banyak mengalami hambatan walaupun pola-pola yang dikembangkan tersebut secara sosial, ekologis dan ekonomis telah disesuaikan dengan kondisi
lokal setempat.
Permasalahan
Pengelolaan hutan alam di Indonesia yang berlangsung sejak tahun 1970- an selama ini dilakukan oleh pihak swastapara pemegang konsesi hutan HPH
dengan tujuan untuk memperoleh devisa, dalam pelaksanaannya HPH hanya memusatkan pada pemanfaatan hasil hutan eksploitasi kayu saja tanpa
memperhatikan kelestarian hutan. Praktek-praktek pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan
kurang memperhatikan hak dan keterlibatan masyarakat perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya hutan dan
berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan perkembangan tuntutan kebutuhan dan peraturan perundangan yang berlaku terbuka peluang dan
keberpihakan serta pelibatan masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan Sehubungan dengan itu Departemen Kehutanan melalui Direktorat
Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Dirjen RRL bersama Pemerintah Republik Federal Jerman RFJ-GTZ menandatangani kesepakatan MoU Proyek
Perhutanan Sosial di Kabupaten Sanggau sejak tahun 1990 yang bertujuan
5 meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan
dengan kelestarian sumberdaya hutan terjaga dimana masyarakat menerapkan sistim pengelolaan sumberdaya hutan terpadu dan lestari secara ekonomis dan
ekologis. Dalam pelaksanaannya proyek ini mencoba mengeliminir permasalahan-
permasalahan yang timbul pada proyek-proyek yang bersifat top down, dengan : a memperhatikan dan mengakomodir nilai-nilai dan aturan yang ada
dimasyarakat; b memperhatikan dan mengakui hak-hak penguasaan lahan tradisional; c memperhatikan keikutsertaan masyarakat lokal; dan d
menciptakan alternatif sumber pendapatan yang memadai bagi peningkatan ekonomi masyarakat
Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan untuk menanggulangi kerusakan sumberdaya hutan dan lahan kritis dan sekaligus untuk mendukung
terpenuhinya kebutuhan hidup masyarakat sekitar hutan melalui kegiatan pengelolaan hutan yang mampu mengakomodasikan antara kepentingan sosial,
ekonomi serta kelestarian lingkungan. Untuk mewujudkan keselarasan pengelolaan sumber daya hutan yang mampu mengakomodasikan berbagai
kepentingan tersebut, dilakukan melalui hutan kemasyarakatan dengan kegiatan agroforestri berbagai pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang
Secara konseptual kegiatan ini sangat baik dan tepat sasaran, namun kenyataannya dalam pelaksanaan kegiatan ini belum memberikan hasil yang
memuaskan dan masih jauh dari harapan. Pelaksanan kegiatan ini tidak lepas dari berbagai hambatan meskipun sudah banyak dana dan tenaga yang dicurahkan
untuk pemberdayaan dimaksud. Hal ini tidak lepas dari kondisi kehidupan sosial ekonomi petani yang
mencerminkan kualitas sumberdaya masyarakat yang berpengaruh terhadap, respon, peran serta dan motivasi petani dalam pembangunan. Kegiatan ini akan
bermanfaat dan berhasilguna tergantung pada sejauh mana petani termotivasi untuk berusahatani agroforestri dan merespon kegiatan yang ada. Petani dikatakan
termotivasi apabila dengan sadar melakukan dan mau berpartisipasi dalam setiap tahap kegiatan berusahatani agroforestri, adapun motivasi itu sendiri dipengaruhi
6 berbagai faktor baik dari dalam diri maupun dari luar diri petani. Petani yang
mempunyai motivasi tinggi cenderung lebih berhasil dan senantiasa terdorong untuk mencoba sesuatu yang baru dalam pengembangan usahataninya untuk
pencapaian tujuan. Pelaksanaan proyek demikian perlu dikaji keberadaannya dalam hal
kelayakan secara finansial dan motivasi petani dengan faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan kegiatan agroforestri. Untuk itu
diperlukan suatu penelitian mengenai analisis kelayakan finasial dan faktor-faktor yang memotivasi petani melakukan kegiatan agroforestri dalam pengembangan
hutan kemasyarakatan dimasa yang akan datang.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik faktor internal dan eksternal yang memotivasi
petani agroforestri 2. Menemukan korelasi peubah internal dan eksternal terhadap motivasi petani
agroforestri. 3. Mengetahui kelayakan finansial setiap pola agroforestri
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada masyarakat diwilayah kerja dan Pemerintah Daerah khususnya di bidang
kehutanan dalam perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pilihan pengembangan pola agroforestri di Sanggau dimasa yang akan datang.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada pengembangan agroforestri pola tembawang, pola kebun karet, pola bawas, dan pola lalang yang dilakukan
oleh petani peserta kegiatan hutan kemasyarakatan di wilayah kerja Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat.
7
Kerangka Penelitian dan Hipotesis
Hutan di Indonesia dalam dekade terakhir ini mengalami degradasi yang cukup parah, baik yang disebabkan pengelolaan hutan oleh HPH, penebangan liar
maupun oleh kebakaran hutan sehingga mengakibatkan semakin banyaknya lahan kritis, berkurangnya sumberdaya alam, semakin memperbesar kesenjangan sosial
dan minimnya tingkat ekonomi masyarakat disekitar hutan. Kondisinya yang ada tersebut pada prinsipnya dapat dipulihkan dan
dibangun kembali dengan melakukan kegiatan hutan kemasyarakatan. Hutan kemasyarakatan dilihat sebagai salah satu cara yang efektif untuk menjawab
permasalahan yang ada melalui kerjasama agroforestri dengan berbagai pola yang dikembangkan yaitu; kebun karet, tembawang, bawas, dan lalang.
Kegiatan tersebut dibangun berdasarkan spesifik lokal yang ada dimana secara ekologis, ekonomis dan sosial layak dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan
ini diharapkan dapat mencapai sasaran sesuai dengan tujuan, yaitu meningkatkan pendapatan, diperolehnya keuntungan ekonomi, terpeliharanya kelestarian
lingkungan dan yang pada akhirnya meningkatnya kesejahteraan petani. Untuk pencapaian pelaksanaan kegiatan pola-pola agroforestri dipengaruhi
banyak faktor, diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal yang memotivasi petani untuk ikut dalam pengembangan agroforestri. Motivasi
menurut Padmowihardjo 1994 dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan dari
dalam diri sendiri, sedangkan motovasi ekstrinsik yaitu tindakan yang timbul karena adanya dorongan atau ransangan dari luar.
Berdasarkan konsep teori motivasi yang telah dikemukakan di atas, maka motivasi petani menerapkan suatu teknologi dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik yang berasal dari dalam diri faktor internal meliputi: umur, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman berusahatani agroforestri, persepsi,
status sosial, kekosmopolitan dan faktor yang berasal dari luar faktor eksternal. Meliputi: ketersediaan saprodi, intensitas kegiatan penyuluhan, kelembagaan,
ketersediaan modal, tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar, dan aktivitas berusahatani.
8 Dari uraian yang diutarakan diatas, maka dibuat kerangka pikir
hubungan antar variabel karakteristik internal dan karakteristik eksternal yang memotivasi petani dalam melakukan kegiatan agroforestri pola-pola
tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang di Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kerangka pemikiran
penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan perumusan permasalahan yang ada, maka disusun hipotesa
sebagai berikut : 1. Pengelolaan hutan kemasyarakatan melalui kegiatan agroforestri secara
finansial layak untuk dilaksanakan. 2. Kegiatan agroforestri dapat meningkatkan pendapatan keluarga
3. Terdapat hubungan yang nyata antara motivasi petani dengan aktivitas petani dalam melakukan usaha agroforestri.
4. Tingkat motivasi petani melakukan kegiatan agroforestri dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor-internal maupun eksternal yang ada pada
petani
9
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumberdaya Hutan Kritis
PENERAPAN HKM - AF
Tembawang Kebun Karet
Pola Bawas Pola Lalang
• Peningkatan Kesejahteraan • Keuntungan Ekonomi
•
Kelestarian Ekologi
DEPHUT -GTZ
Funding Fasilitator
MASYARAKAT
Karakteristik Internal
Umur
Tingkat Pendidikan
Kepemilikan lahan
Pengalaman usaha tani AF
Persepsi
Status Sosial Petani
Kekosmopolitan
Karakteristik Eksternal
Ketersediaan Saprodi Intensitas Penyuluhan
Ketersediaan modal Tenaga kerja
Pendapatan Peluang pasar
Aktivitas usahatani AF
Motivasi
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kemasyarakatan
Hutan kemasyarakatan atau Social Forestry terdiri dari kata Social dan Forestry. Forestry mengandung makna kehutanan atau perhutanan sebagai isinya,
perhutanan dalam hal ini adalah merupakan tatanan sistem rangkaian kegiatan pembangunan hutan, tanah, air dan masyarakatnya melalui tata nilai dan tata
aturan tertentu baik teknis, ekonomis, politis dan sebagainya dengan fungsi-fungsi tertentu yaitu perencanaan, pengorganisasian, maupun pengawasan seperti yang
tersurat dalam Undang-undang Pokok Kehutanan. Istilah hutan kemasyarakatan untuk pertama kali digunakan oleh Westoby
di India pada tahun 1968 dalam Kongres Persemakmuran Kehutanan IX Ninth Commonwealth Forestry Congress. Menurut Tiwari 1984 mendefinisikan hutan
kemasyarakatan sebagai ilmu pengetahuan dan seni menumbuhkan pohon-pohon dan atau vegetasi lain pada semua lahan yang tersedia, di dalam dan di luar areal
hutan tradisional, dan mengelola hutan yang ada dengan melibatkan masyarakat secara intim dan kurang lebih terintegrasi dengan kegiatan-kegiatan lain, untuk
tujuan menghasilkan tataguna lahan yang seimbang dan saling melengkapi untuk memberikan barang-barang dan jasa-jasa secara luas kepada individu-individu
maupun masyarakat. Selanjutnya dikatakan bahwa hutan kemasyarakatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dipedesaan dari hutan yaitu:
bahan bakar, pakan ternak, makan, kayu, pendapatan dan lingkungan. Suharjito dan Darusman 1998 memberikan 3 strategi umum hutan
kemasyarakatan dan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut : Community or Communal Forestry yaitu: hutan yang dikelola oleh masyarakat
secara kolektif dan dapat dilaksanakan pada lahan komunal, lahan milik, maupun lahan negara.
Farm Forestry yaitu; hutan yang dikelola oleh individu atau perorangan, dapat dilaksanakan pada lahan yang dikuasai oleh masyarakat secara kolektif,
lahan milik perorangan maupun lahan negara.
Publicly-managed forestry for local community development yaitu ; hutan
yang dikelola oleh negara untuk pembangunan masyarakat lokal, dapat
dilaksanakan pada lahan milik komunal, lahan milik perorangan maupun lahan negara.
Manurung 1989 menyatakan hutan kemasyarakatan berbeda dalam beberapa aspek dengan kehutanan yang bersifat komersial yaitu : a Hutan
kemasyarakatan untuk sebagian besar mencakup pemanfaatan hasil hutan dalam ekonomi non keuangan; b Hutan kemasyarakatan melibatkan partisifasi
langsung pihak penerima manfaat yang bersangkutan; c Dalam pelaksanaan hutan kemasyarakatan diperlukan perubahan sikap dan ketrampilan rimbawan dari
sebagai “pelindung hutan” dari ganguan manusia menjadi “bekerjasama” dengan masyarakat dalam membudidayakan pohon-pohon, baik secara perorangan
maupun kelompok. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 31Kpts-II2001 tentang
Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan dijelaskan bahwa hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk
diusahakan oleh masyarakat setempat dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitik beratkan pada kepentingan
mensejahterakan rakyat. Prinsip pengelolaan yang dianut oleh hutan kemasyarakatan adalah; a
Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaat; b Masyarakat sebagai pengambil keputusan dan menentukan sistim pengelolaan; c Pemerintah
sebagai fasilitator dan pemantau kegiatan; d Adanya kepastian hak dan kewajiban semua pihak; e Kelembagaan penggelolaan ditentukan oleh
masyarakat; f Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan budaya. Adapun tujuan
pengelolaan hutan
kemasyarakatan bertujuan
untuk; a Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas
ekonomi dan sosial masyarakat; b Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat pengelola hutan kemasyarakatan; c Mengembangkan keanekaragaman hasil
hutan yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat hutan; d Meningkatkan mutu, produktivitas dan keamanan hutan; e Menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara; f Mendorong serta mempercepat pengembangan wilayah.
Agroforestri
Pengertian agroforestri menurut Nair 1993 yaitu suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan dan teknologi, dimana tanaman keras
berkayu pohon-pohonan, perdu, jenis jenis palem, bambu dsb ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian, danatau hewan, dengan suatu tujuan
tertentu dalam suatu bentuk pengaturan ruang spasial dan waktu temporal dan didalamnya terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara
berbagai komponen yang bersangkutan. King dan Chandler 1978 menjelaskan bahwa agroforestri merupakan
bentuk pemanfaatan lahan atau pola pengelolaan lahan yang dapat mempertahankan dan bahkan menaikkan produktivitas lahan secara keseluruhan,
yang merupakan kegiatan campuran antara kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik secara bersamaan ataupun bergiliran, dengan
menggunakan manajemen praktis yang disesuaikan dengan pola budaya masyarakat setempat.
Lundgren dan Raintree 1982 dalam
a. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih tanaman danatau hewan. Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.
Pangihutan 2003 mengemukakan beberapa ciri penting dari agroforestri, yaitu :
b. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun. c. Ada interaksi ekonomi dan ekologi antara tanaman berkayu dengan tanaman
tidak berkayu. d. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih.
e. Memiliki mempunyai satu fungsi pelayanan jasa, misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga menjadi pusat berkumpulnya
keluargamasyarakat. f. Untuk system pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri
tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
Suharjito dan Darusman 2000 mengatakan bahwa dalam mencampur berbagai jenis tanaman pohon-pohon dengan tanaman pertanian secara bersama-
sama atau dalam satu rotasi maka akan diperoleh beberapa keuntungan sebagai berikut ;
a Keuntungan ekologis, yaitu penggunaan sumberdaya alam dengan lebih
efisien. b
Keuntungan ekonomis, yaitu jumlah produksi yang dicapai akan lebih tinggi, kenaikan produksi kayu dan pengurangan biaya pemeliharaan
tegakan kayu c
Keuntungan sosial, yaitu memberikan kesempatan kerja sepanjang tahun, menghasilkan panenan kayu pada waktu paceklik pertanian, produksi yang
diarahkan kepada keperluan sendiri atau pasar d
Keuntungan psikologis, yaitu perubahan yang relatif kecil dari cara produksi tradisional dan lebih mudah untuk dapat diterima oleh penduduk
daripada teknik-teknik pertanian yang berlandaskan sistem monokultur e
Keuntungan politis, yaitu sebagai alat untuk memberikan pelayanan sosial yang lebih baik dan kondisi yang baik bagi petani atau masyarakat
Watanabe 1999 menyatakan manfaat dari agroforestri yaitu : 1 Suplai bahan bangunan, kayu bakar, dan pakan ternak, 2 Penggunaan lahan
secara optimal, 3 Pemanfaatan energi matahari dalam luasan yang maksimal, mencegah aliran permukaan, dan pemanfaatan sumberdaya air lebih efisien.
Tujuan agroforestri adalah : 1 Penghutanan kembali, 2 Penyediaan sumber makanan dan pakan ternak, 3 penyediaan kayu bahan bangunan dan kayu
bakar, 4 Pencegahan migrasi penduduk ke kota dan 5 Berkontribusi dalam fiksasi C0
2
Kartasubrata 1992 menegaskan bahwa agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan dengan suatu tujuan tertentu dalam jangka panjang
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Pohon sebagai salah satu komponen utama di dalam agroforestri, dapat menghasilkan
beberapa produk antara lain : kayu, buah-buahan, pakan ternak, kayu bakar, serat, mulsa, obat-obatan, bahan kosmetik, minyak dan damar. Selain
menghasilkan berbagai produk. Pepohonan juga menyediakan jasa-jasa antara lain; cadangan pangan, mempertahankan tanah, mempertinggi kesuburan
tanah, memperbaiki iklim mikro, sebagai pagar hidup bagi tanaman pertanian sehingga dapat mengurangi pemanasan global.
dan pohon buah-buahan, menstabilkan daerah aliran sungai DAS, melindungi keanekaragaman hayati, mereklamasi lahan-lahan yang terdegradasi, dan
mengontrol rumput-rumput liar. Sistem agroforestri yang dikembangkan oleh masyarakat di wilayah kerja
proyek ini didasarkan pada komoditi yang dikembangkan, yaitu agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas, dan pola lalang. Pola agroforestri ini dibedakan
berdasarkan pencampuran penanaman pohon kayu-kayuan dan buah-buahan lokal serta pada lokasi lahan yang memiliki ciri khas masing-masing.
Tembawang
Momberg 2000 menyebutkan agroforestri tembawang adalah kegiatan yang memadukan pohon-pohon buah dengan tanaman tengkawang, dan
merupakan salah satu contoh keberhasilan budidaya Dipterocarpaceae oleh masyarakat Dayak di Kalimantan Barat. Kegiatan peladang berpindah yang
memadukan tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian pada lahan-lahan yang diberakan membuat sistim agroforestri bersiklus atau menetap dan dapat dilihat
pada budidaya karet dan tembawang. Regenerasi alam merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem
agroforestri Dayak berupa tembawang yang dinamis serta dengan menanam jenis tanaman hutan dilahan bera, makin tua suatu tembawang maka akan semakin
mirip struktur dan komposisinya dengan hutan alam, dan jenis-jenis pohon tanaman awal semakin tidak dominan, dengan luas bidang dasar LBDS lebih
besar dari pada yang ditemukan dihutan alam. Susunan strata tembawang biasanya terdiri dari : 1 pohon kempas dan
tualang yang kadang-kadang mencuat di atas kanopi sampai 70 m; 2 penyusun tajuk utama berada ketinggian 35-45 m dan didominasi jenis tengkawang dan
nyatoh serta pohon buah tinggi durian dan mangga; 3 dibawah lapisan utama terdapat jenis pohon buah cempedak, sukun, rambutan, manggis dan tampui,
serta berbagai jenis kayuan, atau karet yang membentuk tajuk bawah; dan 4 Dipterocarpaceae lantai hutan berupa tanaman muda dan semak menyerupai
susunan lapisan diatasnya. Komposisi struktur tembawang tidak homogen dan dapat dibedakan
kedalam 5 tipe yaitu : tengkawang dan pohon tua; tengkawang dan nyatoh serta
pohon buah; tengkawang dan karet dan pohon buah; tengkawang, coklat dan pohon buah; dan tengkawang, pohon kayu dan pohon buah.
Sundawati 1993 menyatakan tembawang dibedakan berdasarkan kepemilikan lahannya yaitu ;
1. Tembawang pribadi: tembawang yang dibangun oleh kepala keluarga pada saat muda dan dimiliki dan dimanfaatkan hanya oleh keluarga tersebut.
Dimasa depan tembawang ini dapt menjadi tembawang waris. 2. Tembawang waris: tembawang yang diperoleh dari warisan leluhur dan
dimiliki dan dimanfaatkan oleh beberapa keluarga. Tembawang waris dapat dilihat dari beberapa generasi yang memiliki yaitu : tembawang
waris tua : berusia 3-6 generasi yang dimiliki oleh kelompok keturunan Sanjan; tembawang waris muda : berusia 1-2 generasi dan hak
pemanfaatannya dimiliki bersama-sama keluarga besar Gok Tanjung dan Embaong
Tabel 1. Jenis produk yang dapat di peroleh dari Tembawang No
Jenis Produk Spesies pohon
1. Buah-buahan
Mangifera sp., Durio, sp. Baccaurea sp., Lansium sp., Artocarpus sp., Nephelium sp.,
Garcinia selebica, Garcinia candicula, Garcinica mangostama, Willughbeia firma
liana
2. Biji
Shorea macrophyla, S. Pinanga,S. Stenomtera 3.
Kayu Eusideroxylon zwageri, Shorea plaviflora,
Hopea sangal, Hopea dryobalanoides 4.
Lateks Havea brasilensis
5. Getah
Palaquium gutta, Styrax benzoin, Dyera costulata
6. Damar
Hopea dryobalanoides 7.
Serat Horfieldia sp. Sterculia macrophyla
8. Obat
Orophea sp.:daun untuk obat demam; Psycotria viridifolia: daun untuk obat mata, Pasak bumi
9. Rotan
Calamus, Daemonorops, Ceralolobus, Callospatha, Plectocomia, Plectocomiopsis dan
Korthailsia
10. Gula Merah, ijuk Arenga porphyrocarpa
11. Kerajinan Anyaman Pandan
12. Racun Dehaasia elmeri Merr
13. Kayu bakar dan arang Vitex glabarata
Sumber : Sundawati dalam ICRAF 2003
Kebun Karet
Menurut Gouyon et al 1993 kebun karet merupakan sistem berusahatani yang seimbang dan berisi beranekaragam jenis tumbuhan dimana petani dapat
menganekaragamkan penghasilannya dengan biaya yang murah serta pembuatan dan perawatan yang mudah. Selanjutnya dikatakan struktur kebun karet
mendekati struktur hutan sekunder, dengan pohon karet menggantikan tempat ekologi pepohonan pionir dan tumbuhan bawah berisi jenis semak-semak serta
anakan spesies kanopi termasuk karet. Joshi et al 2001 dalam
1. Rubber Agroforestry System RAS I merupakan sistem agroforestri dimana karet lokal yang biasa digunakan diganti dengan bibit karet klon berproduksi
tinggi. Penyiangan dilakukan pada jalur tanaman karet saja, perpohonan dan semak dibiarkan tumbuh diantara barisan karet. Pola penyiangan yang
terbatas dan tidak intensif sangat mudah diterapkan serta tidak banyak membutuhkan tenaga dan biaya
[ICRAF] merekomendasikan beberapa model alternatif untuk pola agroforestri berbasiskan karet yaitu :
2. Rubber Agroforestry System RAS II merupakan sistem dimana tanaman semusim ditanam secara bersamaan dengan tanaman tahunan. Karet
mendapat keuntungan dari penyiangan tanaman semusim dan pohon-pohonan membantu untuk mengendalikan gulma karena tingkat naungannya yang
tinggi. Sistem ini sangat fleksibel dalam implementasinya karena petani dapat memilih tanaman yang disukai dan bernilai ekonomi tinggi.
Agroforestri kebun karet ini merupakan pencampuran tanaman karet sebagai pohon inti dan tanaman semusim sebagai tanaman sela ataupun tanaman
buah-buahan. Lokasi pengembangan agroforestri kebun karet adalah pada areal bekas perladangan atau pada kawasan Usaha Tani Hutan Menetap UTHM.
Adapun karet yang ditanam merupakan bibit hasil okulasi yang diperoleh dari kebun entris proyek perkebunan karet rakyat PPKR yang ada di Kalimantan
Barat dengan jenis PB. 260. Dari kedua pola RAS yang ada sudah sangat umum dilakukan oleh petani karena dari segi pengelolaannya tidak memerlukan tenaga
dan biaya yang banyak.
Pola Bawas
Pola Bawas yaitu kegiatan berusahatani yang dilakukan pada lahan hutan sekunder dengan menanam jenis tanaman buah-buahan lokal dan kayu-kayuan
lokal berupa jenis Diptherocarp dan Shorea sp tengkawang tungkul, keladan, kayu raya, nyatoh, penyauk, ulin dsb. Jumlah tanaman yang ditanam pada pola
bawas sebanyak 500 batangha dan komposisi jenis tanaman pada kawasan lindung 70 buah-buahan dan 30 tanaman kayu-kayuan, sedangkan pada
kawasan hutan produksi sebaliknya 70 kayu-kayuan dan 30 buah-buahan. Bawas berasal dari bahasa Dayak yang artinya hutan sekunder, bawas terbentuk
dari kegiatan berladang berpindah shifting cultivation secara tradisional yaitu dengan membuka lahan pada hutan primer.
Pola Lalang
Cara bertani dari masyarakat lokal dengan berladang secara berpindah shifting cultivation, kebakaran hutan dan adanya pembukaan lahan akibat
pertambahan penduduk menyebabkan berkurangnya kawasan hutan dan banyak bertambahnya lahan kritis dan lahan terlantar. Berdasarkan kondisi yang ada
maka perlu untuk dilakukan penanaman kembali kawasan hutan yang sudah kritis Pola lalang yaitu kegiatan berusahatani dengan menanami kembali lahan-
lahan kritis berupa padang ilalang Imperatta cylindrica akibat dari perlandangan berpindah dan kebakaran hutan dengan pencampuran tanaman akasia Accacia
mangium pada lahan kritis yang terdapat dikawasan hutan produksi maupun hutan lindung di wilayah kerja. Berdasarkan petunjuk teknis reboisasi partisipatif
1994 jumlah tanaman pada pola ini yaitu 1.000 batangha. Kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif dan difasilitasi
oleh proyek berupa bantuan bibit, saprodi, bantuan penyuluhan dan pemberian insentif. Kegiatan ini dilaksanakan sejak tahun 1994 sampai saat ini dengan
beberapa pola tanam yang disesuaikan dengan kondisi lokasi. Dalam pelaksanaan kegiatan pola bawas dan pola lalang petani diberikan
insentif berupa insentif pemeliharaan tanaman sebanyak 4 kali yaitu pada umur tanaman 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 24 bulan, adapun besarnya insentif yang
diterima didasarkan pada : jenis tanaman yang ditanam, tumbuh tanaman, jarak
lokasi kegiatan dari pemukiman dan pembayaran dilakukan setelah petani melakukan pemeliharaan terhadap tanamannya.
Analisis Finansial Menurut Kadariah 1986 analisis finansial adalah analisis dimana suatu
proyek dilihat dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dalam proyek. Gittingger
1986 mengemukakan bahwa analisis finansial hampir sama dengan analisis ekonomi, hanya saja variabel yang dipakai adalah harga riil dari apa yang benar-
benar terjadi. Data penerimaan dan pengeluaran yang telah dikumpulkan dilakukan analisis anggaran arus tunai cash flow analysis dan ditetapkan faktor
diskonto discount factor. Cash flow analisis yaitu membandingkan penerimaan dan pengeluaran pada kondisi harga riil, sedangkan discount factor yaitu suatu
bilangan yang menggambarkan weight pembuat pada setiap nilai discount factor.
Cara menilai suatu proyek yang paling banyak diterima untuk penilaian proyek jangka panjang adalah dengan menggunakan analisis aliran kas yang
didiskonto Discounted Cash Flow Analysis atau DCF dalam Darusman 1981. Besarnya faktor diskonto dipilih diantara variasi bunga bank yang berlaku
didaerah tersebut. Angka faktor diskonto ini digunakan dengan pertimbangan agar perhitungan yang dipakai dalam evaluasi proyek terlepas dari pengaruh
distorsi pasar. Artinya dengan menggunakan angka faktor diskonto maka diharapkan hasil analisis dapat menunjukkan apa yang sebenarnya terjadi. Besar
kecilnya faktor diskonto sangat menentukan besar kecilnya angka benefit cost BC, internal rate of return IRR, dan net present value NPV.
Motivasi
Asnawi 2002 menyatakan bahwa motivasi berasal dari kata motive yang berarti sesuatu pernyataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk
bertindak atau bergerak, baik langsung ataupun melalui saluran perilaku yang mengarah kepada sasaran. Dari kata dasar motive lahir kata ”motivasi yang
berarti dorongan dari dalam diri seseorang untuk berbuat dalam mencapai
tujuannya. Motivasi itu tidak dapat dilihat akan tetapi hanya dapat diamati dari
perilaku yang dihasilkannya, yaitu dari cara atau pola pemenuhan kebutuhan atau pencapaian tujuan yang dikehendaki. Motivasi dapat menjelaskan tentang
alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan, karena motivasi merupakan daya pendorong yang menyebabkan seseorang berbuat maupun tidak berbuat
sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Handoko 1995 menyatakan bahwa motivasi sebagai suatu tenaga atau
faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motif adalah suatu alasandorongan yang
menyebabkan seseorang berbuat sesuatu atau melakukan suatu tindakan. Motif terdapat dua unsur pokok yaitu dorongan dan tujuan yang ingin dicapai, proses
interaksi antar kedua unsur ini di dalam diri manusia dipengaruhi oleh faktor dari dalam internal dan faktor dari luar eksternal diri manusia sehingga
menimbulkan motivasi untuk bertindak atau melakukan sesuatu. Perubahan motivasi dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat, apabila motivasi yang
pertama mendapat hambatan atau tidak terpenuhi. Kekuatan relatif motif-motif yang menguasai seseorang pada umumnya
dapat dilihat melalui ; 1 kuatnya kemauan untuk berbuat, 2 jumlah waktu yang
disediakan, 3 kerelaan meninggalkan kewajiban atau tugas yang lain, 4
kerelaan untuk mengeluarkan biaya demi perbuatan itu, dan 5 ketekunan dalam mengerjakan tugas tersebut. Ada dua cara untuk mengukur motivasi, yaitu: 1
mengukur faktor-faktor luar tertentu yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang, dan 2 mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin
menjadi ungkapan dari motif tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri seseorang dapat juga dilihat dari beberapa segi tingkah lakunya, antara lain :
kekuatan tenaga yang dikeluarkan usahanya, kecepatan reaksinya, dan yang menjadi perhatiannya. Selanjutnya sesuatu yang diterima itu diberi oleh orang
yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya. Ada beberapa kajian teori yang dikemukakan oleh para ahli berkenaan
dengan motivasi, diantaranya oleh Handoko 1995 yaitu teori kognitif, teori hedonitis, teori insting, teori psikonalistis, teori keseimbangan dan teori dorongan.
Berdasarkan teori-teori tersebut terjadinya tingkah laku disebabkan oleh adanya kebutuhan yang dirasakan oleh manusia yang mana kebutuhan ditimbulkan oleh
suatu dorongan tertentu.
Faktor Internal dan Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi sangatlah beragam. Menurut Petri 1981 motivasi disebabkan oleh lima faktor, yaitu : 1 kekuatan dalam
tubuh yang menimbulkan rangsangan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu, 2 keturunan yang menimbulkan keinginan-keinginan naluriah, 3 hasil proses
belajar, 4 hasil dan interaksi sosial dan 5 sebagai bagian dari proses kognisi. Wijaya 1986 menyebutkan kematangan, latar belakang kehidupan, usia,
kelebihan fisik, mental dan pikiran, sosial budaya serta lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang.
Berbagai teori yang telah dikemukakan mengenai motivasi dan faktor- faktor yang mempengaruhi motivasi, maka hal itu digunakan sebagai titik
perhatian dan penelitian ini yakni motivasi petani dalam menerapkan agroforestri, maka faktor-faktor penting dan yang berperan dalam mempengaruhi
motivasi petani tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor- faktor internal terdiri dari : 1 umur, 2 tingkat pendidikan, 3 luas lahan
garapan, 4 pengalaman berusahatani agroforestri, 5 persepsi, 6 status sosial petani dan, 7 kekosmopolitan. Faktor-faktor ekstemal terdiri dari : 1
Ketersedian sarana produksi, 2 intensitas penyuluhan, 3 bantuan modal, 4 penggunaan tenaga kerja, 5 pendapatan, 6 peluang pasar, dan 7 aktifitas
berusahatani agroforestri. Kesemua faktor ini pada hakekatnya merupakan perincian dari faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi yang telah
digabungkan dari pendapat beberapa para ahli seperti yang telah dikemukakan diatas.
Faktor Internal yang Mempengaruhi Motivasi Umur
Bakir dan Manning 1984 mengemukakan bahwa umur produktif untuk bekerja di negara-negara berkembang umumnya adalah 15-55 tahun.
Kemampuan kerja seseorang petani juga sangat dipengaruhi oleh tingkat umur
petani tersebut, karena kemampuan kerja produktif akan terus menurun dengan semakin lanjutnya usia petani.
Susantyo 2001 menyatakan bahwa petani-petani yang lebih tua tampaknya cenderung kurang aktif melakukan difusi inovasi berusahatani
daripada mereka yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih muda biasanya akan lebih bersemangat dibandingkan dengan petani yang lebih tua.
Dengan demikian ada kecenderungan bahwa umur petani akan mempengaruhi motivasi dalam mengikuti kegiatan.
Pendidikan
Pendidikan yang ditempuh seseorang baik secara formal dan non formal akan sangat mempengaruhi perilakunya baik pengetahuan, keterampilan maupun
sikap. Rukka 2003 menyatakan bahwa pendidikan umumnya akan mempengaruhi cara dan pola pikir petani. Pendidikan yang relatif tinggi dan
umur yang muda menyebabkan petani lebih dinamis. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin efisien dia bekerja dan semakin banyak juga dia
mengikuti serta mengetahui cara-cara berusahatani yang lebih produktif dan lebih menguntungkan.
Selanjutnya dikemukakan, bahwa tingkat pendidikan yang dipunyai seseorang tenaga kerja bukan saja dapat meningkatkan produktivitas dan mutu
kerja yang dilakukan, tetapi sekaligus mempercepat proses penyelesaian kerja yang diusahakan. Berdasarkan pendapat di atas maka terdapat kecenderungan
bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani dengan motivasi mereka dalam menerapkan agroforestri
Kepemilikan Lahan
Lahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan suatu sumber daya alam fisik yang mempunyai peranan sangat panting dalam berbagai segi
kehidupan manusia. Luas lahan merupakan asset yang dimiliki petani yang dapat mempengaruhi produksi total yang dihasilkan dan akhirnya juga akan
mempengaruhi terhadap total pendapatan yang diterima petani. Petani yang memiliki lahan yang lebih luas, dapat memberikan posisi atau status sosial yang
lebih tinggi di lingkungannya.
Bryant 1990 menyatakan bahwa luas kepemilikan dan status lahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kegairahan petani untuk
meningkatkan produktivitas lahan mereka, juga mempengaruhi kecepatan petani mengadopsi teknologi baru. Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan bahwa
rendahnya kecepatan petani mengadopsi teknologi antara lain dipengaruhi oleh luas pemilikan, status dan penguasaan lahan. Sehingga bila dikaitkan dengan
penelitian ini maka terdapat kecenderungan bahwa perbedaan luas pemilikan lahan petani akan mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan agroforestri
Pengalaman Berusahatani Agroforestri
Padmowihardjo 1994 mengemukakan bahwa pengalaman, baik yang menyenangkan maupun yang mengecewakan berpengaruh terhadap proses
belajar. Orang yang telah berpengalaman terhadap sesuatu yang menyenangkan, apabila pada suatu saat diberi kesempatan untuk mempelajari hal yang sama,
maka ia telah memiliki perasaan optimis untuk berhasil. Sebaliknya jika orang yang mempunyai pengalaman mengecewakan suatu saat diberi kesempatan untuk
mempelajari hal tersebut lagi, maka ia sudah memiliki perasaan pesimis untuk berhasil, disamping itu petani yang lebih lama pengalaman dalam berusahatani
agroforestri akan lebih selektif dan tepat dalam memilih jenis inovasi yang akan diterapkan dibandingkan dengan petani yang pengalaman usahataninya relatif
masih muda. Oleh karena itu, besar kemungkinan bahwa pengalaman dalam berusahatani agroforestri dapat mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan
agroforestri pada hutan kemasyarakatan.
Persepsi
Persepsi merupakan pandangan seseorang terhadap suatu objek sehingga individu memberikan reaksi tertentu yang diperoleh dari kemampuan
mengorganisasikan pengamatan dan berhubungan dengan penerimaan atau penolakan. David 1992 menyatakan proses persepsi terbagi dalam dua hal, 1
proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanik dan cenderung hanya
memantulkan sifat manusia yang memberikan stimulus, 2 proses persepsi yang
berada di bawah dominasi perasaan dan evaluasi, dan bukan berasal dari pikiran atau kognisi.
Status Sosial Petani
Dalam kehidupan bermasyarakat, biasanya status sosial merupakan salah satu wahana untuk lebih mendekatkan terhadap akses kegiatan
pembangunan. Soekanto 1990 mengartikan status sosial sebagai kedudukan sosial seseorang dalam suatu kelompok sosial, dimana kedudukan sosial
seseorang tidak terlepas dari lingkungan, prestise, hak dan kewajiban. Lebih lanjut dinyatakan bahwa status sosial seseorang umumnya dikembangkan dari
dua cara, yaitu 1 status asal ascribed status adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan
kemampuan. Kedudukan ini didapatkan melalui kelahiran 2 status pemberian achieved status merupakan kedudukan yang didapatkan oleh seseorang
dengan usaha-usaha yang disengaja
Kekosmopolitan
Rogers 1983 menyatakan kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang membedakan mereka dari orang-orang lain di dalam
komunitasnya, yaitu : 1 individu tersebut memiliki status sosial-ekonomi yang lebih tinggi, 2 partisipasi sosial yang lebih tinggi, 3 lebih banyak berhubungan
dengan pihak luar, 4 lebih banyak menggunakan media massa, dan 5 memiliki lebih banyak hubungan dengan orang lain maupun lembaga yang
berada di luar komunitas.
Wiriaatmadja 1983 menyatakan bahwa melalui sifat kosmopolit, dimungkinkan terjadinya peningkatan wawasan dan belajar di kalangan petani
atas keberhasilan orang yang berada di luar daerahnya sehingga petani tersebut dapat terpacu, dan tanggap terhadap peluang pasar yang berpotensi dapat
meningkatkan pendapatan dengan banyaknya output produksi yang dihasilkan. Kekosmopolitan membuat petani menjadi lebih terbuka terhadap inovasi
dibanding dengan petani yang kekosmopolitannya rendah, maka terdapat kecenderungan bahwa tingkat kekosmopolitan akan mempengaruhi petani dalam
menerapkan agroforestri dalam hutan kemasyarakatan.
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Motivasi Ketersediaan Sarana Produksi
Tersedianya sarana produksi seperti benih, pupuk, peralatan dan lain- lain, dalam jumlah, mutu, harga dan waktu yang tepat akan sangat menunjang
keberhasilan agroforestri. Keberadaan lembaga perkreditan, lembaga pengadaan sarana produksi, dan lembaga pemasaran hasil kehutanan, yang secara efektif
memberikan pelayanan kepada petani adalah fakta yang menjadi pengalaman bagi mereka. Hal ini akan menghasilkan persepsi positif yang mendorong
motivasi petani dalam menerapkan suatu teknologi baru. Tetapi apabila keadaan yang sebaliknya dialami petani, maka persepsi mereka akan negatif.
Intensitas Penyuluhan
Kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam teknologi berusahatani, memungkinkan petani untuk meningkatkan hasil usahataninya. Namun, dalam
penerapan teknologi tersebut para petani banyak menemukan kendala-kendala Salah satu sebabnya adalah keterbatasan pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh petani tentang teknologi tersebut. Untuk mengurangi kendala- kendala yang dihadapi petani maka salah satu caranya adalah dengan memberikan
penyuluhan kepada petani. Menurut Kartasapoetra 1988 menyatakan bahwa tugas ideal seorang
penyuluh adalah : 1 menyebarkan informasi yang bermanfaat, 2 mengajarkan pengetahuan, keterampilan dan kecakapan sesuai bidang penyuluhannya, 3
memberikan rekomendasi yang lebih menguntungkan untuk perbaikan kehidupan sasaran penyuluhan, 4 membantu mengikhtiarkan sarana produksi, fasilitas kerja
serta bahan informasi pertanian yang diperlukan para petani 5 mengembangkan swakarya dan swasembada para petani agar taraf kehidupannya dapat lebih
meningkat. Oleh sebab itu, tugas penyuluh dinilai berhasil apabila penyuluhan yang dilakukan menimbulkan perubahan dalam aspek perilaku sasaran
penyuluhan yang mengarah keperbaikan taraf kehidupan. Penyuluh dalam menyampaikan inovasi kepada petani ada beberapa
metode dan media yang digunakan agar suatu teknologi dapat diterima dengan baik oleh petani. Penyuluh yang ahli mampu memilih metode secara tepat sesuai
dengan situasi, dan mencakup kemampuan sasaran penyuluhan dan petugas
penyuluhan, materi penyuluhan, situasi belajar sosial dan fisik, serta saranafasilitas yang tersedia dengan tujuan perubahan perilaku yang diinginkan.
Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa intensitas penyuluhan akan dapat mempengaruhi motivasi petani dalam menerapkan wanatani
Bantuan Modal
Modal usaha merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan produksi pertanian. Tanpa modal yang memadai sulit bagi petani untuk mengembangkan
usahatani hingga mencapai produksi yang optimal dan keuntungan yang maksimal. Modal diartikan sebagai persediaan stok barang-barang dan jasa yang
tidak segera digunakan untuk komsumsi, namun digunakan untuk meningkatkan volume konsumsi di masa mendatang melalui proses produksi. Pembentukan
modal diartikan sebagai suatu proses beberapa bagian pendapatan yang ada disisihkan atau diinvestasi untuk memperbesar output di kemudian hari.
Hermanto 1989 menyatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya menghasilkan barang baru.
Penciptaan modal oleh petani biasanya dilakukan dengan menyisihkan sebagian hasil pertanian musim lalu menabung untuk tujuan yang produktif. Modal usaha
yang digunakan petani dalam berusahatani dapat berasal dari dirinya sendiri maupun dari pinjaman pada pihak lain, seperti pada pedagang dan lembaga
keuangan baik koperasi maupun bank yang berada di tingkat desa atau kecamatan.
Penggunaan Tenaga Kerja Bryant 1990 menyatakan ukuran, komposisi dan struktur keluarga
menentukan kepemilikan tenaga kerja dalam keluarga petani yang akan dicurahkan dalam berusahatani. Tenaga kerja merupakan modal keluarga yang
diivestasikan dalam berusaha tani dan besar kecilnya tenaga kerja yang dimiliki oleh petani akan mempengaruhi motivasi petani untuk melakukan kegiatan
agroforestri.
Pendapatan Keluarga Petani
Bryant 1990 menyatakan setiap keluarga dalam setiap aktifitas kehidupan ekonominya senantiasa berusaha untuk meningkatkan serta
memaksimalkan perolehan pendapatan dari aktifitas yang dijalaninya. Demikian pula dengan petani akan senantiasa berupaya untuk selalu memaksimalkan
pendapatannya, upaya ini tidak terlepas dari kondisi harga yang berlaku pada waktu dan ruang tertentu. Selanjutnya dikatakan bahwa total penerimaan yang
diperoleh petani merupakan hasil perkalian antara total produksi dengan harga yang berlaku dipasar. Untuk meningkatkan total penerimaan harus ditingkatkan
kedua faktor ini, yaitu produksi dan harga produksi.
Peluang Pasar
Produksi melimpah yang telah dicapai petani tidak begitu banyak artinya kalau tidak terjamin pemasarannya dan harganya rendah. Pasar bagi hasil
pertanian sangat penting dan menentukan keberlanjutan produktivitas dari usahatani. Mosher 1987 mengelompokkan pasar untuk hasil pertanian sebagai
unsur pertama syarat pokok dalam pembanguna pertanian. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pasar bagi hasil pertanian dalam memajukan suatu sistem
pertanian pada suatu daerah tertentu. Pasar bagi hasil pertanian yang baik akan menjamin bahwa produksi yang mereka hasilkan tidak sia-sia dan dapat
meningkatkan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya.
Aktivitas Berusahatani Agroforestri
Aktivitas berusaha tani adalah usahatani yang dilakukan dengan memadukan tanaman pertanian dan kehutanan. King dan Chandler 1978
menjelaskan bahwa agroforestri merupakan bentuk pemanfaatan lahan atau pola pengelolaan lahan yang dapat mempertahankan dan bahkan menaikkan
produktivitas lahan secara keseluruhan, yang merupakan kegiatan campuran antara kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik secara
bersamaan ataupun bergiliran, dengan menggunakan manajemen praktis yang disesuaikan dengan pola budaya masyarakat setempat dalam jangka waktu
panjang.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua tahapan, yang mana tahap pertama dimulai bulan Juni sampai Agustus 2005 dan tahap kedua pada bulan Agustus
2009 sampai bulan Pebruari 2010. Penelitian dilakukan di lokasi proyek pengembangan hutan kemasyarakatan Kabupaten Sanggau, Provinsi Kalimantan
Barat. Pemilihan sampel wilayah dilakukan pada Desa Idas Kecamatan Noyan yang terdapat kegiatan agroforestri.
Metode Pengambilan Contoh dan Pengumpulan Data
Pengumpulan data di lakukan dengan cara : 1. Studi literatur untuk pengumpulan data sekunder dalam wilayah penelitian
2. Wawancara dan kuisioner dilakukan kepada responden peserta agroforestri 3. Pengamatan langsung dengan mengamati dan mencatat perilaku petani
pengelola hutan secara sosial ekonomis 4. Pengambilan contoh dilapangan dilakukan dengan purposif.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah petani peserta yang melakukan kegiatan agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas dan lalang di Desa Idas
Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau. Jumlah populasi adalah 120 dimana dimana terbagi atas 30 orang melakukan agroforestri tembawang, 30 orang
agroforestri kebun karet, 30 orang agroforestri bawas, 30 orang agroforestri lalang, seluruh anggota populasi dijadikan responden, dengan demikian penilitian
dilakukan secara sensus Sevilla. 1993.
Analisis Data Analisa Potensi
Analisa potensi tegakan dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan pada setiap kegiatan yang dilakukan dengan cara sensus. Parameter yang diukur dan
diamati adalah melihat jenis, jumlah diameter, dan tinggi pohon yang terdapat
pada masing-masing pola agroforesti. Pendugaan potensi tegakan dilakukan
dengan menghitung volume pohon untuk setiap jenis pohon yang terdapat pada masing-masing pola agroforestri. Formula untuk menghitung Volume pohon
sebagai berikut :
V = ¼ π D
2
x
Keterangan :
Lx f
V : Volume pohon
D
:
L Diameter pohon
f : Faktor koreksi 0,7
: Tinggi pohon
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif analisis terhadap data-data yang telah di kumpulkan melalui wawancara dan pengamatan. Data-data
yang dikumpulkan meliputi umur, pekerjaan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan, luas lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi petani hutan
kemasyarakatan, persepsi masyarakat terhadap kegiatan yang dilakukan, keanggotaan dalam kelompok tani, tujuan utama ikut serta dalam kegiatan,
pemeliharaan tanaman, penyerapan tenaga kerja dan multiplier effectnya.
Analisis Kelayakan Finansial
Analisis kelayakan hutan kemasyarakatan ini digunakan analisis financial dengan menghitung Nilai Sekarang Bersih Net Present Value, NPV, Tingkat
Pengembalian Internal Internal Rate of Return, IRR, dan Rasio Manfaat Biaya Benefit Cost Ratio, BC dengan rumus sebagai berikut :
Net Present Value NPV =
∑
=
+ −
n t
t t
t
i C
B
1
1 dimana :
B
t
C = penerimaan kotor petani JPS pada tahun t;
t
n = umur ekonomis JPS tersebut;
= biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t; i
= discount rate.
Internal Rate of Return IRR =
1
1
= +
−
∑
= =
n t
t t
t t
i C
B
dimana : i’
= nilai percobaan pertama untuk discount rate; i”
= nilai percobaan kedua untuk discount rate; B
t
C = penerimaan kotor petani JPS pada tahun t;
t
Benefit Cost Ratio BC =
= biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t;
∑ ∑
= =
+ −
+ −
n t
t t
t n
t t
t t
i B
C i
C B
1 1
1 1
dimana : B
t
C = penerimaan kotor petani JPS pada tahun t;
t
n = umur ekonomis JPS tersebut;
= biaya kotor dalam usaha tani JPS pada tahun t; i
= discount rate. Asumsi-asumsi yang digunakan untuk analisis finansial pola-pola
agroforestri : 1 Daur analisis untuk masing-masing pola adalah, pola tembawang 35 tahun, kebun karet 25 tahun, bawas 35 tahun dan pola lalang 8 tahun; 2
Volume yang digunakan adalah volume akhir daur; 3 Harga yang digunakan berdasarkan harga pasar yang berlaku diwilayah penelitian; 4 Discount factor
yang digunakan adalah 14 .
Analisis Korelasi
Siegel 1997 menyatakan dalam ilmu-ilmu sosial untuk mengetahui apakah ada korelasi atau tingkat hubungan antara dua variabel dari himpunan
data yang didasarkan atas rangking jenjang, maka untuk model pengolahan data sangatlah tepat menggunakan koefiesien korelasi nonparametrik. Dalam
mendeskripsikan sebagian karakteristik sosial ekonomi masyarakat baik internal dan eksternal, yang memotivasi responden melakukan kegiatan agroforestri, maka
digunakan skala Likert yaitu : a rendah, b sedang, dan c tinggi. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan berkaitan dengan karakteristik internal
dan eksternal yang memotivasi petani melakukan kegiatan agroforestri yaitu digunakan metode analisis regresi linear berganda. Selanjutnya untuk
kemudahan dan ketepatan pengolahan data digunakan program SPSS, dengan rumus :
Y = βo + β1X11 + β1X12 + β1X13 + ……… + β1X27 dimana :
Y = Tingkat Motivasi Petani dalam Kegiatan Agroforestri βo = Koefisien Regresi
X11 = Umur X12 = Tingkat Pendidikan
X13 = Kepemilikan Lahan X14 = Pengalaman Usaha Tani
X15 = Presepsi X16 = Status Sosial Petani
X17 = Kekosmopolitan X21 = Ketersediaan Saprodi
X22 = Intensitas Penyuluhan X23 = Ketersediaan Modal
X24 = Tenaga Kerja X25 = Pendapatan
X26 = Peluang Pasar X27 = Aktivitas Usaha Tani
KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN
Letak, Luas dan Topografi dan Penggunaan Lahan
Desa Idas merupakan salah satu Desa yang terdapat di Kabupaten Sangau Kecamatan Noyan yang merupakan jalur transportasi penting yang
menghubungkan Kecamatan Kembayan dan Kecamatan Noyan melalui Desa Sejuah. Aksesibilitas dari Ibu Kota Kecamatan dan Kabupaten dapat ditempuh
dengan menggunakan kendaraan roda empat sampai ke pusat Desa Idas. Adapun jarak tempuh dari Desa Idas ke Ibu Kota Kecamatan Noyan 22 Km dan ke Ibu
kota Kabupaten Sanggau 66 Km. Luas wilayah Desa Idas adalah 6.170 ha, meliputi dusun Idas, Minsok,
Entawa Mata, Telogah, Kobuk dan Kumpai Merah, TGLDK 1995. Secara administratif , wilayah Desa Idas berbatasan dengan :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sungai Dangin - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Majel
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sejuah - Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kembayan
Topografi desa Idas bervariasi yaitu dataran hingga berbukit. Penggunaan lahan berdasarkan TGLDK Tata Guna Lahan Desa Kesepakatan yang ada adalah
sebagai berikut, UTHM Usaha tani hutan menetap seluas 1.593 ha, HPT Hutan Produksi Terbatas seluas 4.053 ha dan HL Hutan Lindung 524 ha. Lahan hutan
yang masih tersisa di desa ini kurang lebih 200 ha, Hutan Tembawang masih terdapat kurang lebih 620 ha, lainnya merupakan hutan yang sudah dikonversi
menjadi lahan pertanian.
Kondisi Sosial Ekonomi
Berdasarkan data statistik Kantor Desa Idas tahun 2006 jumlah penduduk Desa Idas sebanyak 1.954 jiwa yang terdiri dari 1.007 jiwa laki-laki dan 947
jiwa perempuan dengan jumlah 327 KK. Sex ratio penduduk seimbang. Kepadatan penduduk 2 JiwaHa dan rata-rata jiwa per KK 5,97 Jiwa.
Kondisi penduduk yang demikian, menunjukkan bahwa perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas lahan yang tersedia untuk dikelola masih
tinggi, artinya setiap orang penduduk masih memiliki kesempatan mengusahakan sebidang lahan untuk berbagai aktivitas produksi dengan layak.
Tingkat umur seseorang sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik dalam bekerja dan cara berfikir seseorang. Pada umumnya petani yang berumur
muda memiliki kemampuan fisik yang lebih kuat dan lebih kreatif dibanding yang lebih tua.
Berdasarkan komposisi umur terdapat jumlah tenaga produktif sebanyak 943 orang 48 dari total penduduk , hal ini menggambarkan cukup tersedianya
tenaga kerja produktif untuk mendukung kegiatan agroforest . Tabel 2. Komposisi penduduk menurut tingkat umur dan jenis kelamin di Desa
Idas. Golongan Umur
Jenis Kelamin Jumlah
tahun Laki-laki
Perempuan 0 - 6
7 - 12 13 - 18
19 - 25 26 - 35
36 - 45 46 - 55
56 - 65 66 - 75
75 112
146 127
119 134
122
87 81
58 21
102 87
116 95
149 128
99 82
54 25
214 233
243 214
283 260
186 163
112
46 Jumlah
1.007 947
1.954
Sumber; Desa Idas 2006
Dari pengumpulan data sekunder yang dilakukan di Desa Idas sebagian besar penduduk yang bermukim di desa ini bemata pencaharian sebagai petani,
walaupun mereka mempunyai profesi yang lain sebagai pedagang, ataupun pegawai negeri, tetapi kegiatan bertani tetap dilakukan sebagai kegiatan utama di
waktu luang mereka. Mayoritas penduduk Desa Idas 95 adalah Suku Dayak adapun yang
lainnya adalah pendatang yang merupakan Suku Melayu. Kekhasan dari Suku Dayak mereka tidak bisa lepas dari Budaya Hutan Tembawang dan pohon pohon
besar, yang mengindikasikan tempat bersemayamnya roh-roh leluhur mereka.
Tabel 3. Komposisi kepala keluarga berdasarkan mata pencaharian di Desa Idas : Jenis Mata Pencaharian
Jumlah KK
Persentase Petani
Pedagang besarkecil Pegawai Negeri Sipil
Sopir Ojek Pengrajin Rotan
Tukang Lain-lain
252 24
12 6
8 6
19 77,07
7,34 3,67
1,83 2,45
1,83 5,81
Jumlah 327
100,00
Sumber ; Desa Idas 2006
Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk Desa Idas yang sumber penghasilannya diperoleh dari kegiatan usaha tani bawas, karet,
lalang, tembawang, tani padi maupun petani lahan kering memiliki persentase yang sangat besar, yaitu 70,07 tediri atas 252 KK, sedangkan mata pencaharian
lain yaitu pedagang besarkecil pada umumnya menjual sembako dan sebagai penampung hasil panen karet 7,34 atau 24 KK, adapun pegawai negeri sipil
terdiri dari Pegawai Kantor Desa dan Guru 3,67 atau 12 KK. Karena keterbatasan lapangan pekerjaan, selain dari bertani banyak
penduduk desa khususnya kaum wanita usia produktif yang mengadu nasib ke ibu Kota Kabupaten atau ke Malaysia sebagai tenaga pembantu rumah tangga.
Dari segi pendidikan formal menunjukkan kemampuan daya intelektual dari setiap individu diketahui bahwa kondisi sebagian besar penduduk di Desa
Idas rata- rata berpendidikan yang masih rendah atau setara sekolah dasar sampai sekolah lanjutan pertama, penduduk yang berpendidikan setara sekolah menengah
umum dan perguruan tinggi masih bisa dihitung. Kondisi yang demikian tetap penting diperhatikan karena mengingat peran pendidikan formal sangat besar
pengaruhnya terhadap perilaku sumberdaya manusia khususnya aspek pengetahuan dan peningkatan pola berpikir yang lebih rasional dan kepada
individu untuk termotivasi dan memotivasi dirinya terhadap penerimaan suatu kegiatan atau perubahan.
Tabel 4. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Idas Lama mengikuti pendidikan
Tahun Jumlah
jiwa Persentase
0 – 6 belum sekolahbuta huruf 7 – 12 tingkat SD
13 – 15 tingkat SMP 16 – 18 tingkat SLTA
Diploma dan Sarjana 922
526 268
184
54 47,18
26,92 13,72
9,42 2,78
Jumlah 1.954
100
Sumber ; Desa Idas 2006
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Potensi Tegakan
Berdasarkan hasil analisis potensi tegakan pada pola agroforestri tembawang, kebun karet, bawas dan lalang yang dilakukan oleh 30
petaniresponden diperoleh persentase tumbuh jenis pohon yang terdapat pada masing-masing pola agroforestri tersebut seperti tertera pada Tabel 5.
Tabel 5. Persentase tumbuh jenis pohon pada berbagai pola agroforestri Pola
Agroforestri Jumlah
Jenis Jumlah pohon
Tumbuh Awal Penanaman
Saat Penelitian Tembawang
16 500
168,0 33,60
Kebun Karet 1
400 298,1
74,53 Bawas
19 400
202,0 50,50
Lalang 1
1.100 251,0
22,82 Data pada Tabel 5 terlihat bahwa jumlah jenis tanaman dan jumlah batang
tanaman yang ditanam pada kegiatan agroforestri di Desa Idas adalah sangat bervariasi, dimana pada pola tembawang ditanami 16 jenis tanaman yang terdiri
dari jenis tanaman pohon dan jenis tanaman buah dengan jumlah tanaman yang ditanam adalah 500 batangha. Begitu juga halnya pada pola bawas terdapat 19
jenis tanaman dengan jumlah tanaman 400 batangha. Sedangkan pada kebun karet hanya jenis pohon karet yang ditanam dengan jumlah 400 batangha.
Sementara untuk pola lalang hanya jenis pohon akasia yang ditanam dengan jumlah 1.100 batanghektar. Data dan jenis pohon tiap pola terlampir pada
Lampiran 2. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase tumbuh pohon pada
masing-masing pola agroforestri adalah yang tertinggi ditemui pada pola agroforestri kebun karet yaitu 74,53, diikuti pola bawas 50,50, dan pola
tembawang 33,60, sedangkan persentase tumbuh terendah terdapat pada pola lalang hanya 22,82. Dengan rendahnya persentase tumbuh tanaman pada pola
lalang antara lain dikarenakan para respondenpetani tidak dan kurang melakukan pemeliharaan terhadap tanaman akasia yang terdapat pada pola lalang yang
disebabkan oleh kurang tertariknya minat masyarakat untuk melakukan kegiatan agroforestri pola lalang yang merupakan pola yang diintroduksi oleh pihak projek
SFDP-PPHK. Disamping itu kondisi lahan yang digunakan untuk kegiatan agroforestri lalang ini merupakan lahan marginal yang didominasi oleh vegetasi
alang-alang dengan tingkat kesuburan tanah yang sangat rendah. Sementara persentase tumbuh pohon tertinggi ditemukan pada pola agroforestri kebun karet,
hal ini dikarenakan pola ini sudah dilakukan oleh petani dalam waktu yang relatif lama, dimana para petani sudah mendapatkan penghasilan dari kebun karet, baik
dari getahnya maupun dari pohon karet pada akhir daur. Pendapatan yang diperoleh dari kebun karet merupakan sebagai penghasilan keluarga. Untuk itu
para petani akan selalu melakukan kegiatan pemeliharaan terhadap pohon karet tersebut dari berbagai gangguan hama penyakit dan kebakaran.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis diperoleh rata-rata potensi tegakan seperti tertera pada Tabel 6. Rincian untuk potensi tegakan untuk masing-masing
pola agroforestri tersebut disajikan pada Lampiran 3, 4, 5, dan Lampiran 6. Tabel 6. Potensi Tegakan Akhir Daur Per Hektar pada Berbagai Pola Agroforestri
Pola Agroforestri Daur
thn Jumlah
Batang Diameter
Pohon cm Tinggi
Pohon m Volume
m
3
Tembawang 35
168,0 35
15 170,07
K. Karet 25
298,1 35
5,5 110,30
Bawas 35
202,0 35
12 163,00
Lalang 8
251,0 19,0
10,60 52,29
Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa luas lahan untuk setiap petani pada berbagai pola agroforestri adalah hanya 1 hektar, sementara untuk jumlah
pohon per hektar, diameter pohon, tinggi pohon dan volume pohon per hektar untuk setiap pola agroforestri memperlihatkan hasil yang sangat bervariasi.
Potensi tegakan terbesar adalah terdapat agroforestri tembawang yaitu 170,07 m
3
ha, diikuti pola bawas yaitu 163,00 m
3
ha, dan pola kebun karet sebesar 110,30 m
3
ha, sedangkan potensi tegakan terkecil adalah pada agroforestri pola lalang hanya 52,29 m
3
Bervariasinya potensi tegakan pada berbagai pola agroforestri yang terdapat di Desa Idas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat ditentukan oleh
karakteristik pohon yang terdapat pada setiap pola tersebut, yaitu jumlah batang pohon per hektar, diameter pohon, dan tinggi pohon bebas cabang. Semakin
banyak jumlah pohon per hektar, semakin besar volume pohonnya, dan semakin tinggi pohon bebas cabang tentunya akan menghasilkan volume kayu per hektar
juga akan semakin besar. Dalam hal ini dilihat dari aspek jumlah batang perhektar terbanyak adalah pada agroforestri pola kebun karet yaitu 298,1 batang, diikuti
ha.
oleh pola lalang 251 batang, dan pola bawas 202 batang, serta pola tembawang 168 batang, namun jika dilihat dari potensi tegakan perhektar ternyata berbanding
terbalik dengan jumlah pohonha, dimana pada pola agroforestri yang jumlah pohonha lebih banyak, tapi diameter pohonnya sama seperti pada pola
tembawang, kebun karet, dan bawas yaitu 35 cm ternyata menghasilkan potensi tegakan yang berbedada, dimana potensi tegakan pada pola tembawang lebih
besar dibandingkan dengan pola-pola agroforestri lainnya. Pada kondisi ini ternyata yang paling berpengaruh terhadap potensi tegakan perhektar adalah
tinggi dari pohon-pohon yang terdapat pada setiap pola agroforestri tersebut. Pada pola tembawang terdapat rata-rata tinggi pohon bebas cabang lebih dominan yaitu
15 m, pola bawas 12 m, pola lalang 10,60 m, dan rata-rata tinggi pohon terendah yaitu pada pola kebun karet hanya 5,5 m.
Selanjutnya Daur atau siklus tebang yang digunakan dalam penelitian ini merupakan daur ekonomis. Dalam penentuan daur ekonomis ini ditentukan pada
tujuan akhir dari penggunaan dari setiap jenis kayu yang diproduksi dari masing- masing pola agroforestri. Pohon-pohon yang dihasilkan dari agroforestri
tembawang dan bawas secara umum digunakan untuk kayu pertukangan, sehingga daur yang ditetapkan adalah 35 tahun, dimana pada daur ini pohon pada
tembawang diperkirakan sudah mempunyai diameter pohon lebih kurang 35 cm. Untuk jenis-jenis pohon yang terdapat pada tembawang dan bawas didominasi
oleh jenis-jenis yang termasuk dalam famili Dipterocarpaceae yang pertambahan riap diameter lebih kurang 1 cmtahun. Foto tegakan pohon pada pola tembawang
dan pola bawas dapat dilihat pada pada Gambar 2 dan Gambar 3. Sementara untuk pola kebun karet daur ekonomis yang digunakan yaitu 35
tahun, yaitu setelah mempertimbang potensi kayu disatu sisi, dan poroduksi getah optimal disisi lain. Produktivitas getah yang tinggi justru dapat mengurangi
kualitas dan kuantitas kayu yang dihasilkan, karena keduanya merupakan komoditi yang terintegrasi secara vertical Andayani, 2006. Lamanya daur sangat
mempengaruhi kinerja keuangan yang ditunjukkan dalam cashflow tentang arus pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Klemperer, 1996. Dengan adanya
keterkaitan yang erat antara daur ekonomi disatu pihak dan keuntungan usaha dilain pihak, akan memberikan gambaran bahwa dalam pengelolaan hutan
Gambar 2. Agroforestri pola Tembawang
Gambar 3. Agroforestri pola Bawas tanaman faktor jangka waktu antara investasi awal dengan investasi akhir
merupakan unsur penentu untuk mengetahui kinerja ekonomi perusahaan Gregory, 1987. Apabila kedua unsur tersebut disandingkan, yaitu daur ekonomi
dan keuntunganrentabilitas kelak akan menghasilkan parameter efisiensi yang bisa digunakan sebagai kriteria keberhasilan suatu unit usaha Gregory, 1987.
Foto tegakat karet yang terpada pada agroforestri pola kebun karet disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Agroforestri pola kebun karet Daur ekonomis yang digunakan pada pola lalang adalah 8 tahun, karena
jenis pohon yang ditanam pada pola lalang ini yaitu acacia mangium Wild. Sementara tujuan memperoduksi jenis pohon ini adalah untuk kebutuhan bahan
baku pulp dan kertas Disamping itu secara umum pertambahan dimetar untuk tanaman akacia mangium lebih kurang 2 sampai 2,5 cmtahun, maka dengan daur
8 tahun diperkirakan akan menghasilkan diameter pohon lebih besar dari 18 cm, dan dengan dimeter tersebut pohon akacia mangium sudah dapat digunakan
sebagai bahan baku kertas tersebut. Foto tegakan acacia mangium Wild pada agroforestri pola lalang dapat dilihat pada Gambar 5.
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat
Pengamatan terhadap karakteristik sosial ekonomi terdiri atas faktor-faktor internal dan faktor eksternal petani yang diduga akan berpengaruh terhadap
motivasi berdasarkan manfaat yang akan diperoleh petani dalam sistem agroforestri. Berdasarkan hasil penelitian dari masing-masing faktor internal dan
eksternal adalah sebagai berikut :
Gambar 5. Agroforestri pola lalang
1 Karakteristik Internal
Berdasarakan hasil identifikasi terhadap karakteristik faktor internal para petani yang terkait dengan kegiatan agroforestri pola tembawang, kebun karet,
bawas dan lalang di Desa Idas, Kecamatan Noyan, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, ternyata ditemukan 7 unsur internal yang terkait dengan
motivasi petani untuk melaksanakan kegiatan agroforestri pada berbagai pola tersebut yaitu: umur petani, tingkat pendidikan, kepemilikan lahan, pengalaman
berusahatani, persepsi petani terhadap kegiatan agroforestri, status sosial, dan sifat kosmopolitan. Untuk lebih jelasnya tentang unsur karakteristik internal petani
pada berbagai pola agroforestri diuraikan sebagai berikut:
1.1. Umur petani