Ketersediaan Sarana Produksi Analisis kelayakan finansial dan faktor-faktor yang memotivasi petani dalam kegiatan agroforestri (kasus pada proyek pengembangan hutan kemasyarakatan SFDP-PPHK di kabupaten Sanggau, provinsi Kalimantan Barat)

Mobilitas petani dari desa ke kota Kecamatan dan Kabupaten cukup tinggi walaupun kondisi jalan penghubung dari desa ke kota Kecamatan kurang baik. Aksesibilitas dari desa ke kota cukup lancar dan mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua dan empat, untuk memperoleh informasi harga pasar, inovasi baru dalam berusahatani dan dalam memasarkan hasil usahataninya. Sentuhan dengan sumber-sumber informasi petani mudah memperoleh lewat saluran media televisi, siaran radio, dan dari para penyuluh, kondisi ini sangat membantu petani dalam memperoleh informasi dan untuk meningkatkan kekosmopolitan dari petani itu sendiri.

2. Karakteristik Eksternal

Berdasarkan hasil identifikasi terhadap karakteristik eksternal dari respondenpetani yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri, baik agroforestri pola tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang ditemukan 7 unsur karkteristik eksternal petani yang terkait dengan motivasi respondenpetani dalam pelaksanaan kegiatan agroforestri tersebut yaitu: ketersedian saprodi, penyuluhan, bantuan modal, penggunaan tenaga kerja, pendapatan, peluang pasar dan aktivitas usahatani. Untuk lebih jelasnya tentang unsur-unsur karakteristik eksternal petani pada berbagai pola agroforestri diuraikan sebagai berikut:

2.1. Ketersediaan Sarana Produksi

Ketersediaan saprodi merujuk pada kesesuaian saprodi yang dimiliki oleh responden dalam penerapan model agroforestri, baik dilihat dari jenis dan jumlah peralatan yang tersedia, jenis dan jumlah pupuk yang tersedia, jenis dan jumlah obat-obatan dan jenis dan jumlah bibit yang akan ditanam, baik untuk tanaman pertanian maupun untuk tanaman kehutanan. Untuk itu kepemilikan saprodi di kategorikan menjadi tingkatan tidak sesuai skor 8, kurang sesuai skor 8-16 dan sangat sesuai dengan dengan skor 16. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk setempat dalam berusahatani model agroforestri yang selama ini diterapkan dari segi kepemilikan dan penggunaan sarana produksi baik peralatan, pupuk, obat-obatan masih kurang sesuai atau dalam tataran masih konvensional dan penggunaan bibit disesuaikan dengan kebiasaan yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka dan kadang kadang mengikuti anjuran dari penyuluh. Selanjutnya dari hasil penelitian ditemukan distribusi responden berdasarkan kepemilikan saprodi yang rinciannya disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan ketersediaan saprodi Pola agroforestri Ketersediaan Saprodi Lalang Tembawang Bawas Karet Total N N N N N Rendah 8 Sedang 9-16 Tinggi 16 24 6 80 20 28 2 93 7 26 4 87 13 27 3 90 10 105 15 88 12 Kisaran 9 – 24 Rata-rata 13 Data pada Tabel 14 memperlihatkan bahwa secara umum dari 120 responden ternyata 105 responden 88 terdapat ketersediaan saprodi yang termasuk dalam kategori sedang, 15 responden 12 termasuk kategori tinggi. Sementara petani yang memiliki saprodi berkisar antara sedang sampai tinggi dengan skor antara 9 sampai 24, dan rata-ratanya adalah 13. Selanjutnya masing- masing pola agroforestri dari aspek ketersediaan saprodi menunjukkan data yang relatif sama, dimana secara umum termasuk dalam kategori sedang yaitu dengan tingkat ketersediaan saprodi berkisar antara 9 sampai 16. Bagi petani yang memiliki saprodi pada kategori tinggi lebih dikarenakan para petani tersebut mempunyai pendapatan yang relatif tinggi, sehingga tersedianya biaya untuk pengadaan kebutuhan saprodi tersebut. Disamping itu memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, sehingga memiliki pemahaman tentang pentingnya kebutuhan saprodi dalam upaya peningkatan pertumbuhan tanaman yang terdapat pada setiap pola agroforestri yang mereka miliki, yang pada akhirnya akan menghasilkan produksi yang maksimal, dan memperoleh pendapat yang maksimal pada akhir daur.

2.2 Intensitas Penyuluhan

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-faktor yang Memotivasi Pengusaha dalam Memutuskan Berbisnis

0 37 126

Respon Masyarakat terhadap Perubahan Kelembagaan dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN (Studi Kasus pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat)

0 8 166

Identifikasi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kemandirian Petani dalam Melakukan Usaha Agroforestri (Kasus Usaha Agroforestri Pohpohan di Hutan Pinus dan Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)

1 9 142

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Partisipasi Dalam Proyek Reboisasi Pola Hutan Kemasyarakatan (Hkm). Kasus Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan

0 12 130

Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas pada Perusahaan X di Kabupaten Subang Jawa Barat

0 8 170

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MINAT MAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA Analisis Faktor-Faktor Yang Memotivasi Minat Mahasiswa Dalam Berwirausaha (Studi Kasus Mahasiswa FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 4 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MINATMAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA Analisis Faktor-Faktor Yang Memotivasi Minat Mahasiswa Dalam Berwirausaha (Studi Kasus Mahasiswa FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 3 13

TAP.COM - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN ... 22245 47675 1 PB

1 4 3

Struktur dan komposisi vegetasi agroforestri tembawang di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat

1 2 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL PADA INSPEKTORAT DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

0 0 19