Intensitas Penyuluhan Analisis kelayakan finansial dan faktor-faktor yang memotivasi petani dalam kegiatan agroforestri (kasus pada proyek pengembangan hutan kemasyarakatan SFDP-PPHK di kabupaten Sanggau, provinsi Kalimantan Barat)

kadang mengikuti anjuran dari penyuluh. Selanjutnya dari hasil penelitian ditemukan distribusi responden berdasarkan kepemilikan saprodi yang rinciannya disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Distribusi responden berdasarkan ketersediaan saprodi Pola agroforestri Ketersediaan Saprodi Lalang Tembawang Bawas Karet Total N N N N N Rendah 8 Sedang 9-16 Tinggi 16 24 6 80 20 28 2 93 7 26 4 87 13 27 3 90 10 105 15 88 12 Kisaran 9 – 24 Rata-rata 13 Data pada Tabel 14 memperlihatkan bahwa secara umum dari 120 responden ternyata 105 responden 88 terdapat ketersediaan saprodi yang termasuk dalam kategori sedang, 15 responden 12 termasuk kategori tinggi. Sementara petani yang memiliki saprodi berkisar antara sedang sampai tinggi dengan skor antara 9 sampai 24, dan rata-ratanya adalah 13. Selanjutnya masing- masing pola agroforestri dari aspek ketersediaan saprodi menunjukkan data yang relatif sama, dimana secara umum termasuk dalam kategori sedang yaitu dengan tingkat ketersediaan saprodi berkisar antara 9 sampai 16. Bagi petani yang memiliki saprodi pada kategori tinggi lebih dikarenakan para petani tersebut mempunyai pendapatan yang relatif tinggi, sehingga tersedianya biaya untuk pengadaan kebutuhan saprodi tersebut. Disamping itu memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, sehingga memiliki pemahaman tentang pentingnya kebutuhan saprodi dalam upaya peningkatan pertumbuhan tanaman yang terdapat pada setiap pola agroforestri yang mereka miliki, yang pada akhirnya akan menghasilkan produksi yang maksimal, dan memperoleh pendapat yang maksimal pada akhir daur.

2.2 Intensitas Penyuluhan

Intensitas penyuluhan merupakan jumlah pertemuan antara penyuluh dengan responden yang membicarakan tentang masalah usahatani dan tanaman kehutanan dari model agroforestri. Penyuluhan memilki arti penting bagi petani, karena melalui kegiatan penyuluhan mereka dapat mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan menuju praktek agroforestri yang lebih baik dan secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya dapat diterima dan tidak bertentangan dengan budaya dan kearifan lokal masyarakat setempat. Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara dengan para respondenpetani terkait dengan karakteristik eksternal petani dari aspek intensitas penyuluhan ditemukan distribusi responden yang rekapitulasinya disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Distribusi responden berdasarkan intensitas penyuluhan Pola agroforestri Intensitas Penyuluhan Tembawang Karet Bawas Lalang Total N N N N N Rendah 7 Sedang 7-14 Tinggi 14 18 12 60 40 15 15 50 50 24 6 80 20 19 11 83 37 76 44 63 37 Kisaran 8 - 17 Rata-rata 13,6 Data pada Tabel 15 menunjukkan bahwa intensitas penyuluhan yang didapatkan oleh responden masuk dalam kategori sedang yaitu sebanyak 76 orang 63 , kategori tinggi sebanyak 44 orang 37 dan semua responden pernah mengikuti penyuluhan dan pelatihan ataupun magang dalam meningkatkan pengetahuan petani dalam berusahatani. Penyuluhan dilakukan secara rutin dan sesuai kebutuhan baik oleh penyuluh Kecamatan maupun oleh penyuluh Kabupaten dari instansi terkait dengan materi penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan atau model usahatani yang dilakukan petani. Kualitas dari penyuluh dipandang mampu oleh petani dalam menyampaikan materi penyuluhan dan jalannya penyuluhan cukup interaktif dimana petani dan penyuluh sama-sama berbagi pengalaman disamping menyampaikan pengalaman yang baru kepada petani dan aplikatif karena langsung dipraktekkan dilapangan. Keikutsertaan petani dalam penyuluhan termasuk cukup tinggi hal ini disebabkan adanya keingintahuan petani akan sesuatu yang baru dalam meningkatkan usahatani mereka dan juga untuk mendiskusi permasalahan yang dihadapi serta pemecahan masalah dan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang ada.

2.3. Bantuan Modal

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-faktor yang Memotivasi Pengusaha dalam Memutuskan Berbisnis

0 37 126

Respon Masyarakat terhadap Perubahan Kelembagaan dalam Pembangunan Hutan Kemasyarakatan PEMBANGUNAN HUTAN KEMASYARAKATAN (Studi Kasus pada Proyek Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat)

0 8 166

Identifikasi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kemandirian Petani dalam Melakukan Usaha Agroforestri (Kasus Usaha Agroforestri Pohpohan di Hutan Pinus dan Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)

1 9 142

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Partisipasi Dalam Proyek Reboisasi Pola Hutan Kemasyarakatan (Hkm). Kasus Desa Tiwingan Baru, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan

0 12 130

Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas pada Perusahaan X di Kabupaten Subang Jawa Barat

0 8 170

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MINAT MAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA Analisis Faktor-Faktor Yang Memotivasi Minat Mahasiswa Dalam Berwirausaha (Studi Kasus Mahasiswa FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 4 16

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI MINATMAHASISWA DALAM BERWIRAUSAHA Analisis Faktor-Faktor Yang Memotivasi Minat Mahasiswa Dalam Berwirausaha (Studi Kasus Mahasiswa FEB Universitas Muhammadiyah Surakarta).

0 3 13

TAP.COM - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN ... 22245 47675 1 PB

1 4 3

Struktur dan komposisi vegetasi agroforestri tembawang di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat

1 2 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS AUDIT INTERNAL PADA INSPEKTORAT DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT

0 0 19