Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas pada Perusahaan X di Kabupaten Subang Jawa Barat

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara bahari dan kepulauan yang dikelilingi oleh perairan laut dan perairan tawar yang sangat luas, yaitu 5,8 juta km2 atau meliputi sekitar dua per tiga dari keseluruhan wilayah Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010). Dengan luas perairan tersebut, negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar, baik potensi sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu asset nasional yang harus dikelola dengan baik.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), sumberdaya perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor perikanan telah berkontribusi sebesar Rp 48.253,2 milyar pada tahun 2009 dari sebelumnya sebesar Rp 45.866,2 milyar. Kenaikan rata-rata sebesar 5,20 persen merupakan terbesar dibanding dengan subsektor pertanian lainnya.

Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000 menurut subsektor tahun 2008*-2009**

No Subsektor

Tahun (Rp milyar)

2008* 2009** Kenaikan rata-rata(%)

1 Perikanan 45.866,2 48.253,2 5,20

2 Peternakan 35.425,3 36.743,6 3,72

3 Kehutanan 16.543,3 16.793,8 1,51

4 Tanaman Perkebunan 44.785,5 45.887,1 2,46

5 Tanaman Pangan 142.000,4 148.691,6 4,71

Total PDB Pertanian 284.620,70 296.369,3 4,13

Keterangan : *) Angka Sementara

**) Angka Sangat Sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, 2009 (diolah)

Indonesia memiliki beraneka ragam potensi perikanan. Saat ini ada 12 jenis komoditas perikanan budidaya yang menjadi primadona, selain karena


(2)

permintaannya meningkat, namun juga karena teknologi dan informasi budidaya yang semakin maju dan mendukung keberhasilan budidayanya. Jenis-jenis komoditi tersebut bisa dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi perikanan budidaya menurut komoditas utama (ton)

No Rincian 2006 2007 2008 2009

Rata-rata Produksi (ton/th) Pertmbuhan 2008-2009 (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Ikan mas Patin Rumput laut Nila Gurame Bandeng Lele Kerapu Kekerangan Udang Kakap Kepiting 247.633 31.490 1.374.462 169.390 28.710 212.883 77.272 4.022 18.896 327.610 2.183 5.525 285.100 36.260 1.620.200 195.000 31.600 345.100 88.970 3.600 21.760 352.220 2.600 6.360 375.000 51.000 2.713.200 233.000 52.000 433,098 162.000 24.000 78.000 470.000 11.000 8.800 446.800 75.000 4.389.300 337.000 78.000 543.761 250.000 30.000 97.000 540.000 12.500 9.600 338.633 48,438 3.524.291 233.598 47.578 383.711 144.561 15.406 53.914 422.458 7.071 7.571 19,15 47,06 61,78 44,64 50,00 25,55 54,32 25,00 24,36 14,89 13,64 9,09 Total 2.682.597 3.088.800 5.018.000 7.394.000 15,14 47,35 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan, 2010

Mengingat potensi yang besar, salah satu kegiatan ekonomi yang dapat dikembangkan adalah perikanan budidaya. Dengan dikembangkannya perikanan budidaya maka diharapkan dapat memenuhi pasokan kebutuhan ikan konsumsi dimasa yang akan datang. Saat ini pemerintah telah menerapkan kebijakan dalam pengembangan perikanan budidaya melalui pengembangan kawasan komoditas unggulan, tujuannya adalah untuk memacu budidaya bagi 12 komoditas perikanan yang menjadi primadona termasuk di dalamnya ikan mas.

Ikan mas (Cyprinus carpio, L) merupakan jenis ikan yang sangat mudah ditemui di pasar. Di antara jenis ikan air tawar, ikan mas merupakan ikan yang termasuk paling digemari oleh para konsumen karena hasil olahannya memiliki rasa yang gurih dan harga yang relatif tinggi dibandingkaan denggan harga jual ikan air tawar lainnya (Khairuman dkk, 2008).


(3)

Produksi ikan mas menempati urutan pertama dari segi jumlah diantara budidaya ikan air tawar lainnya. Perkembangannya dari tahun 2006 hingga 2009 mencapai produksi rata-rata 338.633 ton per tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 19,15% pada tahun 2009. Dari aspek budidaya, komuditas ikan mas memiliki keunggulan-keunggulan. Dari sisi teknis, sifat ikan mas yang mudah untuk beradaptasi menyebabkan budidaya lebih mudah dengan resiko kematian ikan lebih kecil. Dari sisi ekonomi, biaya perawatan yang relatif kecil dan permintaan yang selalu tinggi menyebabkan usaha budidaya ikan mas menjadi usaha yang menjanjikan keuntungan.

Pola produksi ikan mas disesuaikan dengan konsep agribisnis, yakni mengandalkan kegiatan pada subsistem yang ada. Setiap subsistem tersebut saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Dikenal tiga subsistem pola intensifikasi budidaya ikan mas, yakni subsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan subsistem pembesaran. Benih ikan mas yang dipelihara di tempat pembesaran berasal dari hasil pendederan. Sementara itu, benih yang didederkan merupakan hasil dari kegiatan pembenihan (Khairuman dkk, 2008).

Sebagian besar kebutuhan ikan mas ukuran konsumsi di Jakarta dan beberapa kota lainnya di Jawa barat dipenuhi dari sentra pembesaran budidaya ikan mas yang dilakukan di waduk Jatiluhur dan Cirata yang berada di kabupaten Purwakarta Jawa barat (Khairuman dkk, 2008). Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan benih ikan mas yang siap untuk pembesaran di Jatiluhur dan Cirata sebagian besar harus didatangkan dari luar daerah. Hal ini dilakukan karena kebutuhan benih ikan mas di Kabupaten Purwakarta rata-rata sebanyak 5 ton per hari, tetapi hanya dapat dipenuhi sebanyak 20 persen dari total permintaan oleh petani ikan di Purwakarta. Salah satu wilayah yang memiliki kontribusi dalam memenuhi kebutuhan benih hasil pendederan untuk budidaya pembesaran ikan mas di waduk Jatiluhur adalah Kabupaten Subang (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2010).

Kabupaten Subang merupakan wilayah yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan usaha budidaya ikan mas, karena hampir sebagian luas lahan terdiri atas lahan basah (sawah) seluas 84.167 Ha atau sekitar 41,71% dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Selain itu, potensi pengembangan budidaya ikan


(4)

mas juga mendapatkan dukungan Pemerintah Kabupaten Subang, yaitu dengan menerapkan pola produksi ikan mas ke dalam beberapa sentra produksi yang disesuaikan dengan potensi daerah masing-masing. Sentra produksi budidaya ikan mas tersebut adalah sentra pembenihan, pendederan, dan pembesaran ikan mas yang kesemuanya itu saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya pembagian sentra tersebut diharapkan potensi daerah dapat dimanfaatkan secara optimal (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, 2003).

Dari sisi iklim, Kabupaten Subang sangat cocok untuk dijadikan sebagai lokasi pengembangan ikan mas, karena secara umum kabupaten Subang beriklim tropis dengan temperatur dikawasan perairan berkisar antara 25-32 0C. Kondisi ini mendukung keberadaan ekosistem perairan di Kabupaten Subang (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, 2003). Potensi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Subang terdiri dari kolam air tenang seluas 900 ha terdapat di seluruh kecamatan, salah satunya terdapat Kecamatan Pagaden.

Pagaden merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Subang yang memiliki potensi kolam pendederan ikan mas. Di Kecamatan Pagaden terdapat 50 Kelompok Unit Pembenihan Rakyat (UPR) dan di daerah ini dijadikan senta pembenihan ikan mas untuk kawasan subang (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, 2003). Tentu saja hal ini sangat menguntungkan karena UPR ini bisa memenuhi kebutuhan benih yang akan dipelihara untuk usaha pendederan ikan mas. Kecamatan Pagaden terdiri dari 10 Desa dan beberapa diantanya telah mengembangkan usaha budidaya ikan mas. Salah satu Desa yang saat ini telah mengembangkan usaha budidaya ikan mas adalah Desa Jabong.

Desa Jabong merupakan wilayah yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan usaha budidaya pendederan ikan mas, karena daerah ini dilalui oleh sumber air yang cukup besar yang mengalir sepanjang tahun. Selain itu daerah ini mempunyai akses untuk mendapatkan benih lebih mudah, karena lokasinya tidak begitu jauh dengan unit pembenihan rakyat (UPR) yang berada dalam satu Kecamatan Pagaden. Dari sisi pemasarana, ikan mas hasil usaha pendederan di daerah ini boleh dikatakan mudah karena pihak pembeli dan pedagang perantara langsung datang ke lokasi usaha sehingga tidak membutuhkan biaya pengiriman dan pemasaran.


(5)

Subsistem pendederan merupakan kelanjutan pemeliharaan benih ikan mas dari hasil kegiatan subsistem pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu yang siap dibesarkan. Di Desa Jabong subsistem ini adalah tahapan produksi yang paling populer untuk dijadikan usaha, karena lebih mudah dari segi teknis, modal yang digunakan lebih rendah dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan lebih sederhana. Total jumlah kolam yang berada di sentra pendederan Desa Jabong adalah sebanyak 98 unit kolam. Untuk memenuhi kekurangan permintaan akan benih ikan hasil pendederan, sentra pendederan ikan mas di Desa Jabong hanya mampu memenuhi permintaan rata-rata 1,5 ton per hari (Forum Masyarakat Petani Ikan Desa Jabong, 2007).

Perusahaan X merupakan salah satu usaha budidaya pendederan ikan mas yang terdapat di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang Jawa Barat. Perusahaan ini berdiri pada bulan Februari 2010 hingga sekarang. Perusahaan X memiliki luas areal usaha yang cukup besar, yaitu sebesar 3000 m2, yang terdiri dari 2 kolam budidaya. Perusahaan X berada persis di sentra pendederan ikan mas di Desa Jabong. Perusahaan X didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang pasar yang ada, yaitu untuk memenuhi kebutuhan benih ikan mas pada subsistem pembesaran yang berada di waduk Jatiluhur Kabupaten Purwakarta. Dengan meningkatnya jumlah permintaan benih ikan mas hasil pendederan, perusahaan X bertujuan mengambil peluang yang ada dengan cara melakukan suatu pengembangan usaha. Pengembangan yang dimaksudkan adalah dengan menambah jumlah kolam pemeliharaan pendederan ikan mas, sehingga diharapkan akan dapat meningkatkan keuntungan usaha.

Dalam rangka mengembangkan usaha pendederan ikan mas sebagai salah satu usaha budidaya, perlu dilakukan pengkajian mengenai kelayakan pengembangan usaha pendederan ikan mas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha pendederan ikan mas yang dilakukan mampu memberikan keuntungan serta menganalisis apakah usaha telah memenuhi kriteria investasi, sehingga layak dikembangkan di masa yang akan datang.

Selain itu perusahaan X merupakan usaha yang bergerak dalam bidang agribisnis, dimana dalam pengelolaan usahanya sangat tergantung dengan alam atau lingkungan. Perubahan lingkungan sangat mempengaruhi produksi ikan mas,


(6)

sehingga akan berdampak pada penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional pada usaha yang akan dijalankan. Fluktuasi harga baik input budidaya ikan mas maupun harga output yang akan dipasarkan dapat pula berdampak terhadap terhadap biaya dan pendapatan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas terhahap perubahan input dan output produksi pada pengembangan usaha budidaya ikan mas di perusahaan X.

1.2. Perumusan Masalah

Beberapa permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini meliputi: 1) Bagaimana kelayakan pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas

pada perusahaan X dilihat dari sisi nonfinansial yaitu dari aspek pasar, teknis, dan manajemen?

2) Bagaimana kelayakan finansial pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas pada perusahaan X?

3) Bagaimana tingkat kepekaan (sensitivitas) pengembangan budidaya usaha pendederan ikan mas pada perusahaan X?

1.3. Tujuan Penelitan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kelayakan pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas pada perusahaan X, dilihat dari sisi nonfinansial yaitu dari aspek pasar, teknis, dan manajemen.

2) Menganalisis kelayakan finansial pengembangan budidaya usaha pendederan ikan mas pada perusahaan X.

3) Menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) pengembangan budidaya usaha pendederan ikan mas pada perusahaan X.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada perusahaan X yang berada di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang Jawa Barat. Adapun Analisis yang dilakukan pada penelitian ini di fokuskan pada analisis dari aspek kelayakan finansial dan nonfinansial (aspek pasar, aspek teknis/operasional, dan manajemen).


(7)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ikan Mas

Ikan mas (cyprinus carpio, L) berasal dari Cina dan Rusia. Dari Negara asalnya ikan ini kemudian menyebar ke daerah Eropa serta Negara-negara Asia Timur dan Selatan pada abad pertengahan. Di Indonesia, ikan mas mulai dikenal pertama kali di daerah Galuh, Ciamis, Jawa Barat sekitar tahun 1810, kemudian berkembang di beberapa daerah di Indonesia. Penyebaran ikan mas ke berbagai daerah di Indonesia begitu cepat. Cepatnya proses penyebaran ini tidak terlepas dari cara pemeliharaan dan pembudidayaan ikan mas yang tergolong mudah. Selain itu, didukung oleh sifatnya yang tahan terhadap berbagai kondisi lingkungan (Khairuman dkk, 2008).

Berdasarkan ilmu taksonomi hewan (system pengelompokan hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya), ikan mas memiliki klasifikasi sebagai berikut (Khairuman dkk, 2008):

Filum (Phyllum) : Chordata Anak Filum (Subphyllum) : Vertebrata Induk Kelas (Superclass) : Pisces Kelas (Class) : Osteichthyes Anak Kelas (Subclass) : Actinopterygii Bangsa (Ordo) : Cypriniformes Anak Bangsa (Subordo) : Cyprinoidea Suku (Family) : Cyprinidea

Marga (Genus) : Cyprinus

Jenis (Species) : Cyprinus carpio, L


(8)

Habitat ikan mas adalah di perairan tawar, terutama yang tidak terlalu dalam dengan aliran air yang tidak terlalu deras, seperti misalnya di tepi sungai atau danau. Ikan mas dapat tumbuh dengan baik pada tempat dengan ketinggian 150-600 m di atas permukaan laut (dpl) dan pada suhu 25-30 0C. Meskipun termasuk kategori ikan air tawar, ikan mas kadang-kadan juga ditemukan di perairan payau.

Secara umum ikan mas mempunyai bentuk tubuh agak memanjang dan memipih tegak (compressed). Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan (prootaktil). Di bagian anterior mulut terdapat dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan (pharyngeal teeth) yang bersusun dari tiga baris gigi geraham. Hampir seluruh bagian tubuh ikan mas ditutupi sisik, kecuali beberapa varietas yang memiliki sedikit sisik. Sisik ikan mas berukuran relatif besar dan digolongkan ke dalam sisik tipe lingkaran (sikloid). Sirip punggung (dorsal) berukuran memanjang dan bagian belakangnya berjari keras. Sementara itu, sirip ketiga dan keempat bergerigi. Letak sirip punggung berseberangan dengan permukaan sirip perut (ventral). Tipe sirip dubur (anal) mirip dengan sirip punggung, yakni berjari keras dan bagian akhirnya bergerigi. Garis rusuk atau gurat sisi (linea lateralis) pada ikan tergolong lengkap, berada di pertengahan tubuh melintang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Khairuman dkk, 2008).

Saat ini, banyak sekali jenis ras ikan mas yang beredar dikalangan petani, baik jenis ras yang berkualitas tidak terlalu tinggi hingga jenis ras unggul. Setiap daerah memiliki ras ikan mas favorit, misalnya di Jawa Barat, ikan mas yang paling digemari adalah jenis ikan mas majalaya. Secara umum ras-ras ikan mas dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu ras ikan mas konsumsi dan ras ikan mas hias. Ras ikan mas konsumsi dikelompokan menjadi ras ikan mas bersisik penuh dan ras ikan mas bersisik sedikit, sedangkan ras ikan mas hias terdiri dari ras ikan mas kumpay, kancra domas, fancy carp dan ikan mas koi. Ras ikan mas bersisik penuh terdiri dari ras punten, ras sinyonya, ras merah, ras majalaya dan ras yamato. Adapun ras ikan mas bersisik sedikit memiliki sisik sangat jarang dan sangat sedikit, misalnya pada ikan mas karper kaca. Dari


(9)

beberapa jenis ikan mas yang telah dikenal dimasyarakat, varietas majalaya termasuk jenis unggul (Suseno, 2004).

2.2. Budidaya Ikan Mas

Budidaya perikanan dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan dalam pengertian luas, membesarkan dan memperoleh ikan, baik ikan itu masih hidup liar di alam atau yang sudah dibuatkan tempat tersendiri, dengan adanya campur tangan manusia. Budidaya ikan mas yang berkembang di masyarakat sejak tahun 1990-an telah mengarah kepada konsep agrobisnis, yaitu kegiatatan dibagi menjadi beberapa subsistem. Subsistem pada budidaya ikan mas terdiri atas subsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan subsistem pembesaran. Masing-masing subsistem tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, bahkan saling berhubungan dan berkaitan erat (Khairuman dkk, 2008).

1) Subsistem Pembenihan

Subsistem pembenihan meliputi semua kegiatan dari pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan telur, dan perawatan larva hingga menjadi benih ikan mas berukuran 1-3 cm. Untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan waktu pemeliharaan selama 2-3 minggu. Pembenihan dapat dilakukan di kolam yang dasarnya berupa tanah dan pematangnya ditembok. Selain itu, bisa juga dilakukan di kolam yang dasar dan pematangnya berupa tanah.

2) Subsistem Pendederan

Kegiatan pada subsistem pendederan adalah pemeliharaan benih ikan mas yang berukuran 1-3 cm yang berasal dari kegiatan pembenihan. Ikan seukuran ini dipelihara hingga mencapai ukuran 5-8 cm per ekor. Untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan waktu pemeliharaan selama 4-6 minggu. Pendederan bisa dilakukan di kolam yang dasarnya berupa tanah dengan pematang yang ditembok atau kolam yang dasar dan pematangnya berupa tanah.

3) Subsistem Pembesaran

Usaha pada subsistem pembesaran dimulai dari usaha pemeliharaan benih ikan mas yang berukuran 5-8 cm hingga mencapai ukuran tertentu sesuai dengan yang diharapkan atau sesuai dengan permintaan pasar. Biasanya, konsumen


(10)

menyenangi ikan mas berukuran 6-8 ekor per kilogram. Untuk mencapai ukuran tersebut diperlukan waktu pemeliharaan selama 3-4 bulan. Lokasi pembesaran secara intensif bisa dilakukan di dua tempat, yaitu di jaring apung dan di kolam air deras. Sementara itu, pemeliharaan di kolam-kolam konvensional biasanya bersifat tradisional dan semi-intensif.

Setiap subsistem tersebut saling berhubungan dan tidak dapat terpisahkan. Pengusaha yang berminat membudidayakan ikan mas dapat memilih tahapan mana saja yang akan dilaksanakan sebagai usaha sesuai dengan ketersediaan modal, kondisi geografis, sumber air dan prasarana yang tersedia.

2.3. Teknik Usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas

Pendederan adalah kelanjutan pemeliharaan benih ikan mas dari hasil kegiatan pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu yang siap dibesarkan. Menutut Khairuman, dkk. (2008), pendederan adalah pemeliharaan benih berukuran 1-3 cm selama 4-6 minggu hingga ukurannya menjadi 5-8 cm per ekornya. Ukuran ikan yang dihasilkan rata-rata 10 gram per ekor. Ikan seukuran tersebut selanjutnya dipelihara untuk usaha pembesaran ikan mas di kolam air deras atau jaring apung. keberhasilan pendederan kedua ditentukan oleh kualitas benih yang akan dipelihara dan teknik pemeliharaan, seperti persiapan kolam, penebaran benih, pemberian pakan, dan kegiatan pengendalian hama dan penyakit. 2.3.1 Pemilihan Lokasi dan Lahan

Pemilihan lokasi dan lahan untuk usaha budidaya pendederan ikan mas harus memenuhi beberapa kriteria yang meliputi aspek teknis, biologis, sosial ekonomi, dan legal. Adapun persyaratan lokasi untuk usaha budidaya pendederan ikan mas menurut Khairuman, dkk. (2008) adalah sebagai berikut:

1) Tanah yang baik untuk usaha pendederan ikan mas adalah liat berpasir dengan perbandingan tanah liat dan pasir 3 : 2. Tanah jenis ini umumnya bersifat padat (tidak mudah retak ketika kering), kedap air, dan tidak bersifat asam. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tanah yang dipilih harus terbebas dari bahan beracun dan tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air sehingga dapat mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan dan biota air lainnya. 2) Air yang digunakan untuk usaha pendederan ikan mas dapat menggunakan air


(11)

sumur terbuka, air sumur pantek, dan air sumur artesis. Dari berbagai sumber air tersebut, air waduk dianggap yang terbaik karena endapannya cukup sedikit dan kandungan oksigen serta unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan pakan alami cukup tinggi.

3) Lokasi pendederan harus aman dari kemungkinan terjadinya banjir dan daerah industri yang dapat memicu terjadinya pencemaran

4) Dari aspek sosial, lokasi usaha pendederan ikan mas harus memenuhi unsur aman dari segala gangguan dan tidak berdampak negatif terhadap masyarakat sekitarnya atau dengan kata lain usaha pendederan ikan mas tersebut tidak bertentangan dengan norma sosial yang dianut oleh masyarakat disekitar lingkungan lokasi usaha.

5) Dari aspek ekonomi, usaha pendederan ikan mas dilakukan jika memberikan keuntungan dari sisi penggunaan lahan, tenaga kerja, dan finansial.

6) Dari aspek legal, status lahan usaha pendederan ikan mas harus jelas, yakni termasuk tanah negara, tanah garapan, tanah sewa, tanah hak milik, tanah adat, atau tanah lainnya.

2.3.2 Persiapan Benih

Menurut Khairuman, dkk. (2008), ukuran benih yang didederkan diusahakan seragam untuk menghindari terjadinya persaingan makanan. Jika induk yang dipijahkan berkualitas unggul, benih ikan mas yang dipelihara juga akan tumbuh dengan baik. Menurut pengalaman beberapa petani, setiap 1 kg induk betina yang dipijahkan diperoleh hasil sebanyak 50.000-60.000 ekor benih. Untuk lebih jelasnya, berikut ini dipaparkan pertumbuhan benih ikan mas berdasarkan umur, panjang, dan bobot tubuhnya.

Tabel 3. Pertumbuhan benih ikan mas

Umur (minggu) Panjang (cm) Berat (gram)

2-3 3-4 4-6 6-9 9-12

1-3 3-5 5-8 8-12 12-20

0,1-0,5 0,5-2,5 2,5-10 10-20 100-200


(12)

Benih ikan mas terdiri dari berbagai ukuran. Pemberian nama benih biasanya berdasarkan pada ukuran benih. Sampai sekarang belum ada nama baku benih ikan mas berdasarkan ukurannya. Setiap daerah biasanya memiliki nama atau istilah tersendiri untuk menggambarkan ukuran benih ikan mas. Nama-nama umum benih ikan mas berdasarkan ukurannya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4. Nama benih ikan mas berdasarkan ukuran tubuhnya

Ukuran (cm) Istilah (nama)

Menetas 0,6-1,0 1,0-3,0 3,0-5,0 5,0-8,0 8,0-12,0

Larva

Kebul (larva stadia akhir) Burayak

Putihan Ngaramo Ngaramo lepas

Sumber: Khairuman dkk, 2008

Ukuran benih yang akan ditebar untuk dibudidayakan pada subsistem pendederan sebaiknya disesuaikan dengan tujuan pemasaran. Penanaman ikan yang direncanakan untuk dipanen lebih cepat harus menggunakan ukuran benih yang lebih besar. Menurut Suseno (2004), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian benih adalah benih ikan harus dipilih yang sehat, air yang dipakai untuk media pengangkutan harus bersih, sehat, bebas hama dan penyakit serta bahan organik lainnya.

2.3.3 Persiapan Kolam

Luas kolam yang biasa ditemukan, baik di petani maupun di lembaga pemerintahan berkisar 1.000-2.000 m2. Ukuran tersebut dianggap cukup efektif karena sangat mudah dalam pengelolaannya. Jarang petani mendederkan ikan mas di kolam yang terlalu luas, karena akan menyulitkan dalam pemeliharaan dan pengawasan. Kolam yang akan digunakan harus dapat menahan air dan tidak bocor. Selain itu komponen yang harus ada adalah saluran pemasukan dan pintu pengeluaran air serta saringan di kedua pintu tersebut. Tujuan dibuatnya saringan adalah agar ikan-ikan liar tidak dapat masuk atau ikan mas yang dipelihara tidak dapat keluar dari dalam kolam. Langkah selanjutnya adalah mengeringkan kolam


(13)

hingga tanah dasarnya menjadi retak. Tujuannya adalah untuk membunuh bibit-bibit penyakit di dalam kolam (Khairuman dkk, 2008).

Setelah kering, kolam harus dipupuk untuk menumbuhkan pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan mas. Pakan alami yang paling disukai benih ikan adalah plankton, misalnya daphnia, rotifera dan moina. Umumnya petani menggunakan pupuk kotoran ayam dengan takaran 250-500 gram/m2, TSP dan urea masing-masing 8-10 gram/m2, dan kapur pertanian sebanyak 15-25 gram/m2. kapur pertanian berfungsi untuk menaikan derajat keasaman tanah dan membunuh bibit penyakit. Pupuk dicampur secara merata, kemudian ditebarkan keseluruh dasar kolam. Setelah ditebar, supaya pupuk bereaksi sempurna, kolam diisi air secara bertahap hingga ketinggian mencapai 75 cm dari dasar kolam. Setelah dipupuk, kolam dibiarkan selama 5-7 hari dari awal pemupukan (Khairuman dkk, 2008).

2.3.4 Penebaran Benih

Penebaran benih dilakukan 5-7 hari setelah pemupukan dan makanan alami sudah tersedia di dalam kolam. Benih ditebar ketika suhu sedang rendah, yaitu pada pagi atau sore hari. Tujuan penebaran pada pagi dan sore hari adalah agar benih yang ditebarkan tidak mengalami stres. Benih yang akan ditebar harus berkualitas unggul, tidak cacat, tidak terserang penyakit, dan panjangnya relatif sama. Jika pengangkutan menggunakan kantong plastik, ikan jangan langsung dimasukan ke dalam kolam, tetapi tambahkan sedikit demi sedikit air kolam ke dalam kantong plastik hingga kondisi suhu air di dalam kantong plastik sama dengan suhu air yang ada di dalam kolam. Biarkan benih-benih ikan mas keluar dengan sendirinya dari kantong plastik ke dalam kolam. Dengan demikian, benih yang ditebar tidak akan mengalami stres, idealnya padat penebaran benih adalah 75-100 ekor/m2 (Khairuman dkk, 2008).

2.3.5 Pemeliharaan

Menutut Khairuman, dkk. (2008), kegiatan penting yang perlu dilakukan selama masa pemeliharaan adalah pemberian makanan tambahan, pencegahan dan pengontrolan terhadap hama dan penyakit, pengontrolan kebocoran di pematang kolam, dan pengontrolan saringan di pintu pemasukan dan pengeluaran. Makanan tambahan harus diberikan setiap untuk mempercepat proses pertumbuhan benih.


(14)

Jenis makanan tambahan yang diberikan adalah pelet dalam bentuk tepung atau pelet yang dibasahi air. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 3-5% per hari dari total benih yang dipelihara.

Hama yang paling banyak menyerang benih ikan mas adalah burung, ular, dan ikan liar (misalnya ikan gabus). Pencegahan terhadap serangan hama dapat dilakukan dengan cara mengontrol atau menjaga kebersihan di sekitar kolam, terutama dari rumput dan semak-semak.

2.3.6 Pemanenan

Menutut Khairuman, dkk. (2008), pemanenan dilakukan setelah benih mencapai ukuran yang siap untuk didederkan di tempat lain, biasanya setelah benih berumur 4-6 minggu dari saat penebaran. Pemilihan waktu panen harus tepat, karena bisa menyebabkan ikan stres, terutama akibat sengatan panas matahari. Pemanenan sebaiknya dilakukan ketika suhu masih rendah, yakni pada pagi dan sore hari. Selain itu, waktu panen sebaiknya disesuaikan dengan harga. Walaupun jumlah yang dibutuhkan banyak tetapi harganya murah, sebaiknya panen ditunda hingga harganya menguntungkan.

Alat bantu yang biasa digunakan saat pemanenan adalah ayakan atau sair. Ukuran benih yang dipanen biasanya tidak seragam karena pertumbuhannya berbeda. Karena itu, sebelum masuk ke tahap pembesaran, benih harus diseleksi terlebih hulu. Proses penyeleksian sebaiknya dilakukakn dengan menggunakan ayakan seleksi. Mortalitas (tingkat kematian) selama pemeliharaan berkisar 10-20% dari total yang ditebarkan.

2.4. Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak suatu bisnis dibangun, tetapi juga dapat dioprasionalkan secara rutin dalam rangka pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan (umar, 2003). Studi kelayakan bisnis merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha yang direncanakan. Pengertian layak dalam penelitian ini adalah kemungkinan dari gagasan suatu usaha yang akan dilaksanakan memberikan mamfaat (benefit), baik dalam arti finansial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha dalam


(15)

arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit. Hal ini tergantung dari segi penilaian yang diilakukan (Ibrahim, 2003).

2.4.1 Aspek-Aspek Studi Kelayakan Bisnis

Menurut Umar (2003), belum ada keseragaman mengenai aspek bisnis apa yang harus dikaji dalam rangka studi kelayakan bisnis. Beberapa aspek yang perlu diteliti adalah :

a. Aspek Pasar

Pengkajian terhadap aspek ini penting dilakukan, karena tidak ada bisnis atau usaha yang berhasil tanpa adanya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan. Pada dasarnya, analisis aspek pemasaran (pasar) bertujuan untuk mengetahui berapa besar luas pasar, pertumbuhan permintaan, pangsa pasar dari produk bersangkutan, kondisi persaingan antara produsen dan siklus hidup produk. (Umar, 2003).

b. Aspek Teknis

Studi teknis akan mengungkapkan kebutuhan apakah yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Beberapa hal umum yang perlu diperhatikan adalah mengenai kapasitas produksi, pemakaian peralatan dan mesin, lokasi dan tata letak usaha yang paling menguntungkan (Umar, 2003).

c. Aspek Manajemen

Studi aspek manajemen meliputi penyusunan rencana kerja, siapa saja yeng terlibat,, bagaimana mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan usaha, jenis-jenis pekerjaan, struktur organisasi dan pengadaan tenaga kerja yang dibutuhkan (Umar, 2003).

d. Aspek Keuangan

Studi aspek keuangan dari suatu kelayakan bisnis bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan. Analisis aspek Keuangan dilakukan dengan mengerjakan serangkaian perhitungan kuantitatif. Analisis yang dilakukan dalam aspek keuangan mencakup rencana kebutuhan fisisk, indeks harga, rencana anggaran biaya, biaya penyusutan, struktur modal


(16)

dan rencana penerimaan, nilai arus tunai (cash flow), kemudian dilakukan perhitungan beberapa kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Per Cost (B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR) dan Payback Period (PP) (Umar, 2003).

2.4.2 Manfaat Studi Kelayakan Bisnis

Manfaat studi kelayakan bisnis (Umar, 2003) adalah :

1. Pihak Investor. Calon investor memiliki kepentingan langsung terhadap keuntungan yang akan diperoleh dan jaminan keselamatan atas modal yang ditanamnya.

2. Pihak Kreditor. Pihak bank sebagai pemberi pinjaman perlu mengkaji ulang studi kelayakan bisnis yang telah dibuat, misalnya mengenai bonafiditas dan tersedianya anggunan yang dimiliki perusahaan.

3. Pihak Manajemen Perusahaan. Studi kelayakan bisnis dapat dibuat oleh pihak eksternal perusahaan maupun pihak internal perusahaan (sendiri). Terlepas dari siapa yang membuat, pembuatan proposal merupakan upaya dalam rangka merealisasikan ide proyek yang ujung-ujungnya bermuara pada peningkatan usaha untuk meningkatkan laba perusahaan. Sebagai pihak yang menjadi project leader, sudah tentu pihak manajemen perlu mempelajari studi kelayakan ini, misalnya dalam hal pendanaan, berapa yang dialokasikan dari modal sendiri, rencana pendanaan dari investor dan dari kreditor.

4. Pihak Pemerintah dan Masyarakat. Penyusunan studi kelayakan bisnis memperhatikan dan membantu kebijakan pemerintah dalam prioritas yang akan dibantu, misalnya dengan subsidi dan keringanan lain.

5. Bagi Tujuan Pembangunan Ekonomi. Dalam penyusunan studi kelayakan bisnis perlu dianalisis manfaat yang akan didapat dan biaya yang akan ditimbulkan terhadap perekonomian nasional.

2.5. Penelitian Terdahulu

Rosiah (2005) meneliti mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan Mas di Desa Sumurgintung, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kegiatan usaha pembenihan ikan mas di Desa Sumurgintung, menganalisis usaha


(17)

pembenihan ikan mas, menganalisis kelayakan investasi yang ditanamkan, dan menganalisis sensitivitas terhadap perubahan input dan output produksi, dalam hal ini adalah harga pupuk dan kapur pertanian. Dalam penelitian ini diterapkan dua skenario, yaitu skenario modal sendiri (skenario I) dan skenario modal pinjaman dari bank (skenario II). Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai berdasarkan investasi yang terdiri atas NPV, Net B/C, dan IRR.

Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa kelompok unit pembenihan rakyat (UPR) Harapan Jaya I adalah kelompok usaha pembenihan ikan mas yang berada di Desa Sumurgintung, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan perhitungan hasil analisis usaha per kuartal memperlihatkan keuntungan sebesar Rp 8.757.3999.92, R-C ratio sebesar 1,41 dan payback period 4,5 tahun. Hal ini berarti usaha pembenihan ikan mas di Desa Sumurgintung menguntungkan dan modal investasi yang ditanamkan akan dapat diperoleh kembali dalam waktu 4,5 tahun.

Analisis kriteria investasi usaha pembenihan ikan mas di Desa Sumurgintung dengan waktu 5 tahun (15 kuartal) pada tingkat suku bunga 8% menunjukan bahwa usaha ini layak dijalankan, dengan nilai NVP sebesar Rp 13.205.659,22, Net B/C sebesar 1,13 dan IRR sebesar 9,54%. Sedangkan skenario adanya pinjaman dari lembaga keuangan menurunkan nilai kriteria investasi walaupun masih layak untuk dikembangkan. Pada skenario dengan pinjaman menunjukan nilai NVP sebesar Rp 2.284.388,04, Net B/C sebesar 1,03 dan IRR sebesar 8,27%.

Apabilah dilihat dari sensitivitasnya terhadap kenaikan harga pupuk (TSP sebesar 11,11%, PK sebesar 4,76%, Kapur pertanian sebesar 3,7%) menunjukan nilai NVP sebesar Rp 11.230.498,59, Net B/C sebesar 1,11 dan IRR sebesar 9,30%. Dapat disimpulkan bahwa investasi yang ditanamkan pada usaha pembenihan ikan mas di Desa Sumurgintung dapat memberikan kelayakan secara finansial, sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan. Pada skenario dengan pinjaman menurunkan nilai kriteria investasi yang ditunjukan dengan nilai NVP sebesar Rp 309.227,00, Net B/C sebesar 1,00 dan IRR sebesar 8,04%, tetapi usaha ini masih layak untuk diimplementasikan.


(18)

Wijayanto (2005) melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas Kolam Air Deras (Studi Kasus MN Fish Farm, Kabupaten Subang, Jawa Barat). Dalam penelitian ini juga diterapkan dua skenario, yaitu skenario modal sendiri (skenario I) dan skenario sebagian modal pinjaman dari bank, yaitu sebesar 70% dari total biaya investasi (skenario II). Selanjutnya, skenario II dibagi menjadi dua, antara lain dengan menggunakan tingkat suku bunga 6%, yaitu rata-rata suku bunga deposito berjangka dari 10 bank besar di Indonesia dan tingkat suku bunga 15% yaitu suku bunga kredit rata-rata dari bank komersial di Indonesia.

Pada skenario pertama dengan tingkat diskonto 6% diperoleh hasil NVP sebesar Rp 823.606.812,00, Net B/C 3.06, IRR 26%, dan payback period 4,5 tahun. Pada skenario II dengan dengan tingkat diskonto 6% diperoleh hasil NVP sebesar Rp 682.145.459,00, Net B/C 4,41, IRR 32%, dan payback period 4 tahun 1 bulan. Pada skenario II dengan dengan tingkat diskonto 15% diperoleh hasil NVP sebesar Rp 324.433.731,00, Net B/C 2,62, IRR 22%, dan payback period 6 tahun 1 bulan. Apabilah dilihat dari sensitivitasnya, usaha tidak peka terhadap kenaikan harga input, yaitu benih sebesar 30,4% dan kenaikan harga pakan sebesar 7,91%. Dapat disimpulkan bahwa investasi yang ditanamkan pada pembesaran ikan mas kolam air deras di MN Fish Farm dapat memberikan kelayakan secara finansial, sehingga usaha ini layak untuk dikembangkan.

Dari dua penelitian yang menggunakan analisis kelayakan tersebut, penulis berpendapat bahwa penelitian dengan menggunakan objek ikan mas dengan menggunakan tahapan produksi yang berbeda layak untuk di angkat. Penelitian yang dilakukan Rosiah adalah analisis kelayakan finansial usaha ikan mas yang fokus membahas tahapan produksi pada subsistem pembenihan, sedangkan penelitian yang dilakukan Wijayanto yaitu analisi kelayakan finansial usaha ikan mas yang fokus membahas tahapan produksi pada subsistem pembesaran. Karena subsistem dalam tahapan produksi budidaya ikan mas terdiri atas sebsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan sebsistem pembesaran maka penulis berinisiatif untuk membahas analisis kelayakan usaha budidaya ikan mas yang fokus membahas tahapan produksi pada subsitem pendederan.


(19)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Potensi sumberdaya perikanan, salah satunya dapat dimanfaatkan melalui usaha budidaya ikan mas. Budidaya ikan mas yang terus berkembang di masyarakat, kegiatan budidaya dibagi ke dalam beberapa subsistem, yang terdiri atas subsistem pembenihan, subsistem pendederan, dan subsistem pembesaran. Salah satu perusahaan yang mengembangkan usaha budidaya ikan mas adalah perusahaan X yang terdapat di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Perusahaan X merupakan usaha budidaya ikan mas pada subsistem pendederan. Usaha budidaya ikan mas pada subsistem pendederan merupakan usaha yang cukup penting bagi usaha budidaya ikan mas pada subsistem pembesaran. Benih ikan mas hasil pendederan didistribusikan di lingkup Jawa Barat, Khususnya untuk memenuhi permintaan dari Jatiluhur yang melakukan pembesaran ikan mas.

Dalam rangka mengembangkan komoditas ikan mas sebagai salah satu usaha budidaya, perlu dilakukan pengkajian mengenai kelayakan usaha pendederan ikan mas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana usaha pendederan ikan mas yang dilakukan mampu memberikan keuntungan serta menganalisis apakah usaha telah memenuhi kriteria investasi, sehingga layak dikembangkan di masa yang akan datang. Untuk mengetahui apakah usaha budidaya pendederan ikan mas layak atau tidak layak untuk dikembangkan, maka diperlukan adanya analisis kelayakan bisnis, yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keuangan.

Hal-hal yang diteliti dalam aspek pemasaran adalah besarnya pertumbuhan permintaan dan penawaran ikan mas, pangsa pasar dari ikan mas, dan bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, lokasi pemasaran, dan promosi. Setelah aspek pasar diteliti berikutnya adalah aspek teknis yaitu mengenai kebutuhan apakah yang diperlukan dan bagaimana secara teknis proses produksi akan dilaksanakan. Beberapa hal umum yang perlu diteliti adalah mengenai kapasitas produksi, pemakaian peralatan, lokasi dan tata letak usaha.


(20)

Aspek lain yang akan diteliti adalah aspek sumberdaya manusia yang mencakup organisasi perusahaan, kebutuhan tenaga kerja, deskripsi kerja dan sistem kompensasi. Setelah aspek sumberdaya manusia diteliti selanjutnya diteliti aspek finansial yang mencakup beberapa analisis kriteria investasi, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C, dan Payback Period (PP). Apabila hasil dari analisis kriteria investasi menunjukan bahwa usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan maka sebaiknya perlu dilakukan evaluasi kegiatan usaha. Apabila usaha tersebut layak maka dilakukan analisis sensitivitas, yaitu untuk mengetahui kepekaan usaha budidaya pendederan ikan mas terhadap kemungkinan perubahan input ataupun output produksi.

Keseluruhan analisis tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pengambilan keputusan mengenai kelangsungan usaha budidaya pendederan ikan mas pada perusahaan X. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan pemilihan usaha bagi calon Investor. Penjelasan kerangka pemikiran tersebut disajikan pada Gambar 2.


(21)

Keterangan : --- : Ruang lingkup penelitian

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

Potensi Sumberdaya Perikanan

Budidaya Ikan Mas

Pengembangan usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas pada Perusahaan

X di Kabupaten Subang Jawa Barat

Layak Tidak Layak

Aspek Finansial:

Analisis Kelayakan Investasi: NPV

Net B/C IRR

Payback Period

Analisis Sensitivitas

Aspek Nonfinansial:

Aspek Pemasaran Aspek Teknis (operasional) Aspek Manajemen

Re-evaluasi

Implementasi Analisis Kelayakan Usaha


(22)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan X di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa perusahaan X berada di Desa Jabong yang merupakan salah satu sentra usaha budidaya pendederan ikan mas di Kabupaten Subang. Waktu pelaksanaan penelitian untuk pengambilan data berlangsung sejak bulan Maret sampai dengan bulan Juli 2011. 3.3. Pengumpulan Data

Untuk keperluan analisis data dalam membahas permasalahan, akan dilakukan pencarian dan pengumpulan data. Pengumpulan data ini dilakukan dengan tiga metode yaitu:

1) Wawancara

Wawancara atau interview dilakukan secara langsung kepada pengusaha ikan mas di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang Jawa Barat. Pertanyaan yg ditanyakan adalah aspek-aspek yang di teliti dan dikaji yang meliputi aspek pemasaran, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek finansial dari usaha tersebut yang sesuai dengan tujuan penelitian.

2) Observasi

Metode observasi dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan atau pengamatan secara langsung pada obyek penelitian. Pengamatan mencakup keadaan atau situasi sebenarnya yang dilakukan obyek penelitian dalam menjalankan usaha untuk mengetahui kelayakan usahanya.

3) Kepustakaan

Menelaah referensi dan bahan-bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti agar diperoleh landasan teori. Data sekunder dipergunakan sebagai data tambahan dalam menunjang analisa. Data sekunder mencakup data-data kuantitatif dan kalitatif yang diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan penelitian, yaitu seperti buku, jurnal-jurnal ilmiah, majalah, Dinas atau Instansi terkait, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang dan Instansi lainnya yang dapat membantu untuk ketersediaan data.


(23)

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis secara kualitatif adalah menganalisis kelayakan usaha budidaya pendederan ikan mas dilihat dari aspek pemasaran, aspek manajemen, serta aspek teknis dan produksi. Metode analisis secara kuantitatif dilakukan dengan cara menganalisis kelayakan usaha dari aspek finansial, dengan menghitung kriteria-kriteria investasi, yaitu NVP, Net B/C, IRR, Payback Period (PP), Profitability Ratio (PR) dan Analisis sensitivitas. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah Microsoft Excel tahun 2003.

3.4.1 Aspek Pasar

Analisis aspek pasar dalam usaha budidaya pendederan ikan mas meliputi peluang pengembangan usaha di pasar, kebijakan bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi yang direncanakan oleh perusahaan pendederan Ikan Mas.

3.4.2 Aspek Teknis

Aspek teknis dinilai dengan cara menganalisis masalah proses produksi dan operasi, yaitu meliputi lokasi berdirinya usaha, skala usaha, peralatan dan fasilitas produksi, proses produksi, dan penyediaan bahan baku.

3.4.3 Aspek Manajemen

Aspek ini bertujuan untuk mengetahui apakah pembangunan dan implementasi usaha dapat direncaanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan. Hal yang dianalisis pada aspek manajemen meliputi fungsi manajemen yang terdiri perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengendalian (controlling). Keempat fungsi ini semuanya terkait dengan usaha budidaya pendederan ikan mas pada perusahaan X di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang.

3.4.4 Aspek Keuangan

Analisis aspek Keuangan dalam usaha budidaya pendederan ikan mas dilakukan dengan mengerjakan serangkaian perhitungan kuantitatif. Analisis yang dilakukan dalam aspek Keuangan mencakup rencana kebutuhan fisik, indeks harga, rencana anggaran biaya, biaya penyusutan, struktur modal dan rencana penerimaan, nilai arus tunai (cash flow), kemudian dilakukan dengan perhitungan


(24)

t i) 1 (

1

beberapa kriteria investasi, yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Per Cost (B/C Ratio), Internal Rate Return (IRR) dan Payback Period (PP). Analisis ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan usaha dilihat dari segi keuangan pelaku usaha. Analisis dilanjutkan dengan analisis sensitivitas menggunakan metode switching value. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana kelayakan proyek apabila terjadi perubahan. Metode switching value dilakukan dengan cara mengubah beberapa bagian dalam arus tunai sampai proyek yang dijalankan tidak layak.

1) Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa mendatang, merupakan selisih nilai kini dari benefit dengan nilai kini dari biaya (Kadariah et al. 1999). Secara matematis Net Present Value dapat dirumuskan sebagai berikut :

n

t t

t t

i C B NVP

1 (1 )

) (

...(1) Keterangan :

Bt = Benefit yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t

Ct = Biaya tahunan yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t

i = Tingkat suku bunga pinjaman

t = Umur proyek suatu usaha (t = 0, 1, 2, 3, …, n)

= Discount Rate (menggunakan rata-rata suku bunga deposito berjangka dari 10 bank besar di Indonesia, yaitu 6,2 %)

Kriteria kelayakan pada metode NPV adalah : NPV > 0 ; maka usaha layak dijalankan

NPV = 0 ; maka usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang ditanamkan

NPV < 0 ; maka usaha tidak layak dijalankan 2) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Menurut Husnan S, E Pudjiastuti (2004) Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif dengan jumlah present value yang negatif. Net B/C merupakan perbandingan sedemikian rupa, sehingga pembilangnya terdiri atas present value (PV) total dari benefit bersih dalam


(25)

tahun-0 ) ( 0 ) ( ) 1 ( ) ( ) 1 ( ) ( / 0 0 t t t t n t t t t n t t t t C B C B i C B i C B C NetB t i) 1 ( 1

)

'

"

(

'

x

i

i

NPV

NPV

NPV

i

IRR

tahun dimana benefit bersih tersebut bersifat positif, sedangkan penyebutnya terdiri atas present value (PV) total dari biaya (cost) bersih dalam tahun-tahun dimana benefit bersih bersifat negatif, yaitu biaya lebih besar dari benefit (Kadariah et al. 1999). Secara umum rumus perhitungan rasio ini adalah sebagai berikut :

...(2)

Keterangan :

Bt = Benefit yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t

Ct = Biaya tahunan yang disebabkan adanya investasi pada tahun ke-t

i = Tingkat suku bunga

t = Umur proyek suatu usaha (t = 0, 1, 2, 3, …, n)

= Discount Rate (menggunakan rata-rata suku bunga deposito berjangka dari 10 bank besar di Indonesia, yaitu 6,2 %)

Kriteria kelayakan pada metode Net B/C adalah : Net B/C ≥ 1 ; maka usaha layak dilakukan Net B/C ≤ 1 ; maka usaha tidak layak dilakukan 3) Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga yang menyamakan present value (PV) kas masuk dengan present value (PV) kas keluar (Husnan S, E Pudjiastuti 2004). Menurut Kadariah et al. (1999) IRR adalah nilai discount rate (i) yang membuat NPV (Net Present Value) dari suatu proyek sama dengan nol. IRR juga dapat digunakan untuk mendiskonto seluruh net cash flow dan salvage value, sehingga akan menghasilkan jumlah present value yang sama dengan investasi proyek. Nilai IRR yang lebih besar atau sama dengan bunga yang berlaku menunjukkan bahwa usaha layak untuk dilaksanakan. Khusus untuk usaha agribisnis, batas minimum IRR adalah sebesar 20 – 35 % (AIA & Associates, 2007). Secara matematis IRR dapat dirumuskan sebagai berikut :


(26)

Keterangan :

i’ = Tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV > 0 i” = Tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai NPV < 0 NPV+ = NPV pada i’

NPV- = NPV pada i“ Kriteria yang berlaku :

IRR i ; maka usaha layak dilanjutkan

IRR i ; maka usaha tidak layak dilanjutkan atau lebih baik dihentikan 4) Payback Period

Menurut Husnan dan Muhamad (2000) Payback period adalah alat analisis untuk mengukur seberapa cepat investasi dapat kembali, karena itu satuan hasilnya bukan persentase, tetapi satuan waktu. Kalau periode waktu ini lebih pendek dari yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan jika lebih lama proyek ditolak. Problem utama dari payback period adalah sulitnya menentukan periode payback periode maksimum yang disyaratkan, untuk digunakan sebagai angka pembanding. Secara normatif memang tidak ada pedoman yang dapat digunakan untuk menentukan payback maksimum ini. Pada umumnya perusahaalah yang menentukannya sndiri, berdasarkan pertimbangan strategi yang akan digunakan. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah

Ab I

PP ...………(4)

Keterangan :

PP = Jumlah waktu (tahun/Periode) yang diperlukan untuk untuk mengembalikan modal investasi

I = Jumlah modal investasi

Ab = Benefit atau hasil bersih pertahun/ periode 5) Profitability Ratio (PR)

Metode Profitability Ratio (PR) dipergunakan untuk mengukur rentabilitas suatu kegiatan investasi di atas titik netral sebesar 1,0 dimana NPV sama dengan 0 (nol). Metode ini merupakan indeks rentabilitas yang berhubungan dengan biaya


(27)

modal saja, membandingkan PV arus kas sisa benefit dikurangi biaya rutin dengan PV biaya modal. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

n

t

t n

t

t

i

i

Kt

OM Bt PR

0 1

)

1

(

)

1

(

) (

...(5)

Dimana:

OM = Biaya rutin Kt = Biaya modal

Jika Profitability Ratio (PR) ≥ 0 maka proyek layak untuk dijalankan, sebaliknya jika PR ≤ 0 maka proyek tidak layak untuk dijalankan (Firdaus, 2008) 3.4.5 Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu analisis yang dilakukan untuk menelaah kembali, sehingga dapat diketahui pengaruh-pengaruh yang terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat tingkat kepekaan usaha tersebut apabila terjadi perubahan-perubahan terhadap variabel-variabel harga dan perhitungan biaya maupun benefit (Kadariah et al. 1978). Metode analisis sensitivitas yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode switching value. Metode switching value adalah metode mengubah salah satu atau lebih nilai variabel yang dianggap paling sensitif dalam usaha budidaya pendederan ikan mas sampai usaha tidak layak dijalankan atau variabel-variabel keyakan telah melewati titik impas usaha seperti berikut :

NPV = 0 Net B/C = 1

IRR = i (Discont Rate)

Apabila dalam proses perhitungan telah diperoleh hasil kelayakan telah melewati titik impas, maka analisis sensitifitas dihentikan dan artinya usaha yang sedang dianalisis tidak layak dijalankan. Pada umumnya variabel yang diubah dalam switching value adalah harga input dan output, kuantitas produksi dengan cara menaikkannya.


(28)

3.4.6 Asumsi Dasar

Beberapa asumsi yang digunakan dalam analisis aspek keuangan sebagai berikut:

1. Periode analisis adalah 10 tahun (2011-2020) yang ditentukan berdasarkan umur teknis kolam ikan.

2. Perhitungan menggunakan basis harga tetap (fixed proce) dan penentuan harga menggunakan harga yang berlaku pada tiga kali periode panen terhitung dari bulan Maret 2011 sampai Juli 2011.

3. Biaya investasi untuk investasi barang-barang tidak bergerak dikeluarkan pada tahun ke nol, yaitu sebelum proses produksi dimulai.

4. Luas lahan yang digunakan untuk pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas adalah lahan sewa. Lahan yang digunakan adalah seluas kurang lebih 3.000 m2.

5. Kolam produksi membutuhkan bahan baku ikan mas ukuran 1 kg/1000 ekor sebanyak 100 kg/kolam dalam satu periode produksi.

6. Hasil produksi dianggap konstan untuk setiap periode, yaitu dengan benih 100 kg/kolam akan menghasilkan 500 kg/kolam.

7. Penjualan diasumsikan selalu habis sesuai dengan jumlah produksi yang dihasilkan.

8. Pakan yang dihabiskan dalam satu kali periode produksi adalah 800 kg/kolam, yang disesuaikan dengan rata-rata jumlah pakan yang dihabiskan oleh setiap petani ikan sentra pendederan di Desa Jabong. 9. Setiap kolam memiliki masa tanam hingga lima minggu, sehingga

diasumsikan masing-masing kolam memiliki 8 kali waktu panen setiap tahunnya.

10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah 6,20 persen, yaitu rata-rata suku bunga deposito berjangka (12 bulan) dari 10 bank besar di Indonesia.

(www.seputarforex.com, 2011). Suku bunga deposito digunakan karena perusahaan menggunakan modal sendiri.

11. Selama tahun analisis proyek terjadi inflasi sebesar 6,16 persen (http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Data+Inflasi/).


(29)

12. Pembayaran gaji untuk karyawan ditetapkan berdasarkan aturan yang berlaku pada sentra pendederan ikan mas di Desa Jabong. Gaji dibayar sesuai hasil produksi, yaitu sebesar Rp 100.000/100 kg hasil panen.

13. Sumber modal yang digunakan adalah modal sendiri.

14. Analisis sensitivitas dilakukan dengan dua perubahan, yaitu peningkatan harga input produksi dan penurunan volume penjualan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa besar pengaruh peningkatan dan penurunan tersebut terhadap kriteria-kriteria investasi.


(30)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah prusahaan X yang berlokasi di Desa Jabong, RT 21 RW 05, Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang, Jawa Barat. Hal yang menjadi latar belakang berdirinya perusahaan tersebut adalah karena adanya peluang pasar yang cukup besar pada usaha pendederan ikan mas. Mulai pada tahun 2010, usaha pendederan ikan mas ini berdiri. Pemilik memutuskan untuk membangun usaha agribisnis di bidang budidaya pendederan ikan mas, dengan pertimbangan bahwa lokasi yang ada kondisi lingkungannya cukup mendukung. Adanya kali Cikalong yang mengalir sepanjang tahun sehingga dapat mendukung usaha ini dalam pemenuhan kebutuhan air. Selain itu, Desa Jabong merupakan sentra budidaya pendederan ikan mas yang merupakan salah satu sentra dalam memenuhi kebutuhan ikan mas untuk subsistem pembesaran yang berada di Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta. Oleh sebab itu maka didirikanlah usaha pendederan ikan mas dengan menggunakan modal awal dari pemilik sendiri.

Berdasarkan karakteristik yang ada usaha budidaya pendederan ikan mas ini termasuk kategori industri kecil, dimana bentuk perusahaannya adalah perseorangan, tidak berbadan hukum, dan skala usaha yang dimiliki masih tergolong kecil. Sesuai dengan karakteristik industri kecil, lokasi perusahaan ini berada di pedesaan dengan sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sekitar tempat usaha dan sitem administrasinya yang sangat sederhana. Meskipun masih bersifat sederhana tetapi pemilik perusahaan ini berusaha untuk memisahkan antara konsumsi rumah tangga dengan biaya produksi yaitu dengan mencatat segalah aktivitas keuangan perusahaan.

4.2. Gambaran Umum Budidaya Pendederan Ikan Mas

Pendederan adalah kelanjutan pemeliharaan benih ikan mas dari hasil kegiatan pembenihan untuk mencapai ukuran tertentu yang siap dibesarkan. Setelah melalui proses pendederan, selanjutnya benih ikan mas dipelihara di tempat pembesaran. Dalam usaha pendederan ini, perusahaan X mendapatkan


(31)

benih dari unit pembenihan rakyat (UPR) yang berada di Desa Sumur Gintung, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Selanjutnya, hasil dari pendederan ikan mas yang dilakukan oleh perusahaan X akan dijual pada tempat pembesaran ikan mas yang berada di waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dari pengamatan rangkaian proses distribusi benih ikan mas yang dilakukan oleh perusahaan X, maka dapat disusun sebuah diagram rangkaian proses penyaluran benih ikan mas seperti terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rangkaian proses penyaluran benih ikan mas di perusahaan X 4.3. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan Usaha

Analisis kelayakan pengembangan usaha pendederan Ikan Mas di perusahaan X, dikaji melalui aspek-aspek yang terdapat dalam analsis kelayakan usaha. Aspek-aspek analisia kelayakan usaha yang dibahas adalah meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keuangan. Peubah-peubah yang dibahas disesuaikan dengan kondisi usaha pendederan Ikan Mas di perusahaan X. Keempat aspek analisis tersebut menjelaskan layak atau tidaknya pengembangan usaha tersebut.

4.3.1 Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar dalam usaha budidaya pendederan Ikan Mas meliputi peluang pengembangan usaha di pasar, kebijakan bauran pemasaran (marketing mix) yang terdiri dari produk, harga, distribusi dan promosi yang direncanakan oleh perusahaan pendederan X.

a. Peluang Pasar

Desa Jabong merupakan wilayah yang memiliki potensi besar untuk mengembangkan usaha budidaya pendederan ikan mas, karena daerah ini merupakan salah satu sentra pendederan ikan mas yang dilalui oleh sumber air yang cukup besar yang mengalir sepanjang tahun. Selain itu daerah ini mempunyai akses untuk mendapatkan benih lebih mudah, karena lokasinya tidak begitu jauh dengan unit Pembenihan

(UPR Sumur Gintung)

Pendederan (Perusahaan X)

Pembesaran (Waduk Jatiluhur)


(32)

pembenihan rakyat (UPR) yang berada dalam satu Kecamatan Pagaden. Selama ini hasil produksi dari perusahaan X selalu terserap oleh pasar, karena budidaya pembesaran Ikan Mas di Jatiluhur membutuhkan benih hasil pendederan rata-rata 5 ton per hari dan baru terpenuhi sebanyak 20 persen dari petani purwakarta (Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Purwakarta, 2010). Untuk memenuhi kekurangan permintaan akan benih ikan hasil pendederan, sentra pendederan ikan mas di Desa Jabong hanya mampu memenuhi permintaan rata-rata 1,5 ton per hari. Total jumlah kolam yang berada di sentra pendederan Desa Jabong adalah sebanyak 98 unit kolam, yang mempunyai kafasitas produksi 0,3-1,5 ton per periode panen (Forum Masyarakat Petani Ikan Desa Jabong, 2007).

Pemasaran hasil produksi pendederan Ikan Mas dapat dilakukan melalui pemasaran secara aktif yaitu dengan cara pemilik menghubungi pedagang perantara yang ada atau para pelanggan datang secara langsung karena telah mengenal pemilik dan mengetahui lokasi usaha. Daerah pemasaran Ikan Mas dari Desa Jabong meliputi daerah Jatiluhur, Cirata, Saguling Purwakarta dan subang. Daerah tersebut merupakan daerah potensial untuk pembesaran Ikan Mas (Khairuman dkk., 2008).

b. Kebijakan Bauran Pemasaran

Menurut Umar (2003), manajemen pemasaran produk barang dibagi atas empat kebijakan pemasaran yang disebut bauran pemasaran. Kebijakan bauran pemasaran tersebut yaitu produk, harga, distribusi, dan promosi. Berikut ini dijelaskan mengenai kebijakan masing-masing komponen yang disesuaikan dengan kebutuhan budidaya pendederan ikan mas dalam perencanaan pengembangan usaha.

1) Produk

Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dibeli, untuk digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan (Kasmir dan Jakfar 2003). Produk yang dihasilkan oleh perusahaan X adalah benih hasil


(33)

produksi pendederan ikan mas dengan ukuran 1 kg/100 ekor atau 5-8 cm/ekor. Untuk mendapatkan ukuran panen tersebut dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 5 minggu.

Ukuran benih ikan mas yang akan digunakan untuk proses pendederan adalah 1 kg/1000 ekor. Benih yang akan digunakan untuk proses pendederan ini didapat dari salah satu unit pembenihan rakyat (UPR) yang berlokasi di Desa Sumurgintung Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang dengan harga Rp. 30.000/kg. Alasan perusahaan menggunakan Ikan Mas ukuran tersebut adalah benih Ikan Mas dengan ukuran 1 kg/1000 ekor memiliki resiko kematian yang relatif kecil untuk dipelihara dikolam pendederan, ukuran tersebut juga memiliki tingkat ketahanan yang kuat terhadap penyakit. Tidak hanya itu, ukuran tersebut hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 minggu untuk dilakukan pemanenan.

Selain ukuran, mutu dari benih ikan mas perlu diperhatikan, seperti bentuk fisik ikan, sisik lengkap, kelincahan pergerakan, warna tidak terlalu hitam dan tidak ada cacat lainnya (Khairuman dkk, 2008). Kualitas ikan sangat dipengaruhi oleh faktor teknik budidaya yang dilakukan, dimulai dari pemilihan benih, pemberian pakan, proses pemeliharaan sampai pemanenan. Selain itu, usaha budidaya pendederan yang dilakukan oleh perusahaan X memiliki usaha sampingan. Usaha sampingan tersebut adalah Ikan nila dan ikan mujair, ikan ini diperoleh ketika proses pengeringan kolam yang dilakukan setiap setelah tiga periode panen. Ikan nila dan ikan mujair di sentra pendederan ikan mas dianggap sebagai hama bagi ikan mas.

2) Harga

Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat memiliki atau menggunakan produk yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Pada usaha ini penetapan harga jual dilandasi oleh harga pasar yang berkembang saat ini dan kondisi pemasaran disekitar usaha budidaya


(34)

pendederan ikan mas. Harga jual pruduk hasil pendederan yang dipilih adalah rata-rata harga yang ada di pasar, yaitu Rp. 21,500/kg. Selain itu, dalam pengembangan usaha yang dilakukan oleh perusahaan X akan menghasilkan produk sampingan, yaitu berupa ikan nila dan mujair. Ikan nila dan mujair tersebut dijual dengan harga Rp. 6000/kg. 3) Distribusi

Saluran distribusi adalah suatu jaringan dari organisasi dan fungsi-fungsi yang menghubungkan produsen kepada konsumen akhir (Kasmir dan Jakfar, 2003). Dalam hal memasarkan produksi benih hasil pendederan (ukuran 1 kg/100 ekor) perusahaan X tidak merasa kesulitan, karena para pembudidaya telah memiliki langganan. Calon pembeli akan datang sendiri mencari pembudidaya benih ikan mas yang memiliki benih (ukuran 1 kg/100 ekor) yang siap dipanen. Para pembeli bibit ini merupakan pedagang perantara yang akan menjual benih hasil pendederan kepada pembudidaya pembesaran ikan mas. Secara jelas mengenai saluran distribusi pemasaran pendederan ikan mas di perusahaan X dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 . Saluran pemasaran pendederan ikan mas di perusahaan X Integrasi antara subsistem dalam agribisnis ikan mas begitu terlihat dalam aspek pasar contohnya, permintaan benih dipengaruhi oleh kondisi disetiap rantai subsistem. Saat awal musim hujan permintaan benih dari waduk Jatiluhur dapat berkurang sampai 16 persen. Hal ini disebabkan karena terjadinya up welling di industri hilir budidaya ikan mas subsistem pembesaran waduk Jatiluhur.

Up welling adalah proses perputaran air karena terjadi perubahan suhu dipermukaan air sehingga semua materi yang awalnya mengendap di dasar perairan berpindah kepermukaan air, termasuk limbah, sampah, beserta zat-zat polutan yang menggangu proses Perusahaan

X Pedagang perantara

Pembudidaya pembesaran Ikan


(35)

budidaya. Up welling biasanya terjadi diperairan tenang dan dalam seperti rawa, waduk, dan danau. Kejadian ini berlangsung berulang setiap tahun, biasanya terjadi antara bulan Oktober sampai Desember. Bagi usaha budidaya pendedera kan mas fenomena ini tentu mempengaruhi proses pemasaran karena permintaan berkurang sehingga mengurangi out put yang diproduksi. Untuk mengatasi masalah ini, saat up weilling terjadi di waduk Jatiluhur penjualan produk dialihkan ke pasar lain yaitu ke budidaya kolam air deras yang ada di sentra-sentra pembesaran ikan mas di daerah Subang.

4) Promosi

Promosi adalah salah satu alat strategi memasarkan produk dengan cara memberikan informasi yang benar dan tepat agar konsumen dapat mengenalnya dan akhirnya diharapkan dapat menjadi konsumen dari produk yang dijual (Prawirosentono, 2002). Dalam memasarkan benih ikan mas perusahaan tidak menemukan masalah yang berarti, karena Desa Jabong merupakan sentra budidaya pendederan ikan mas yang sudah lama dikenal oleh para pelanggan yang merupakan pembudidaya lanjutan (pembesaran). Oleh karena itu, pembudidaya pada subsistem pendederan hampir tidak mengeluarkan biaya promosi, karena para pembeli datang langsung ke lokasi usaha. 4.3.2 Analisis Aspek Teknis

Setelah dilihat dari aspek pasar dalam rencana kelayakan bisnis, tahap berikutnya yang akan dianalisis adalah menggenai aspek teknis. Aspek teknis merupakan aspek utama yang perlu diperhatikan, karena dalam aspek ini perhitungan input usaha dan output berupa barang dan jasa dilakukan berdasarkan alur produksi sebenarnya, sehingga aspek-aspek lain dari analisa usaha hanya akan dapat berjalan bila analisa secara teknis dapat dilakukan (Umar, 2003). Aspek teknis dari pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas adalah meliputi pemilihan lokasi usaha, ketersediaan bahan baku, besar skala operasi, dan tahap-tahap proses produksi.


(36)

1) Lokasi Usaha

Pemilihan lokasi usaha merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk menunjang keberhasilan budidaya pendederan ikan mas. Faktor utama dalam pemilihan lokasi usaha adalah lahan, karena berkaitan langsung dengan manajemen budidaya, penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil.

Dalam pengembangan usaha pendederan ikan mas, aspek lingkungan cukup mendukung dimana lokasi jauh dari pemukiman penduduk dan merupakan area persawahan dengan kondisi air yang cukup baik dengan adanya aliran sungai Cikalong. Kualitas air cukup baik dan selama ini tidak pernah ada polusi. Hal ini disebabkan karena aliran sungai tidak melewati kawasan industri sehingga tidak terdapat limbah industri yang masuk kealiran sungai tersebut. Luas tempat usaha kurang lebih 3.000 m2 meliputi dua unit kolam ikan dan saung jaga. Lokasi usaha terletak di tepi jalan desa sehingga cukup mudah menjangkau lokasi baik menggunakan sepeda motor maupun mobil. 2) Ketersediaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan yaitu benih ikan mas ukuran 1 kg/1000 ekor dan pakan ikan mas. Kebutuhan benih untuk 3000 m2 (dua unit kolam) adalah 200 kg benih. Pemenuhan kebutuhan benih dipenuhi dari UPR di Desa Sumur Gintung, Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Untuk pemenuhan kebutuhan pakan ikan mas perusahaan membeli langsung ke CV. Satrio Mas yang ada didekat lokasi usaha pendederan ikan mas. Harga dari pakan ikan mas untuk proses pendederan ini adalah Rp 6.000/kg.

3) Skala Operasi

Dengan lahan seluas 3000 m2, usaha budidaya pendederan ikan mas menghasilkan benih ikan mas rata-rata sebanyak satu ton per periode panen. Menurut pengamatan di lapangan, angka tersebut sudah sesuai yang diharapkan karena untuk setiap unit kolam ukuran 1500 m2 menghasilkan benih ikan mas rata-rata 500 kg/periode panen. Untuk setiap satu unit kolam, pemeliharaan pendederan ikan mas tersebut


(37)

perusahaan dapat menghabiskan pakan ikan mas sebanyak 800 kg/periode panen. Jadi, setiap satu kali periode panen perusahaan dapat menghabiskan pakan sebanyak 1600 kg.

4) Tahap-Tahap Proses Produksi

Kegiatan pendederan ikan mas yang dilakukan pada usaha ini adalah dengan menebarkan benih ukuran 1 kg/1000 ekor atau benih berumur 3-4 minggu dan melakukan panen setelah benih berukuran 1 kg/100 ekor (5-8 cm/ekor). Pendederan ikan mas membutuhkan benih sebanyak 100 kg untuk luasan kolam 1500 m2. Benih ditebar setiap setelah dilakukan panen sehinggaa usaha pendederan ini dapat dilakukan secara terus menerus. Panen dilakukan setelah 5 minggu pemeliharaan, jadi dalam setahun dapat dilakukan panen sebanyak 8 kali. Proses pendederan ikan mas dilakukan dengan teknik sebagai berikut.

a) Persiapan Kolam Pendederan

Kolam pendederan merupakan wadah pemeliharaan benih ikan mas. Dalam kolam ini, pemeliharaan benih dilakukan sampai mencapai ukuran benih yang siap untuk dijual. Kolam yang digunakan untuk pendederan merupakan kolam tanah. Total luas kolam yang dipakai dalam pendederan ikan mas ini adalah kurang lebih 3000 m2. Persiapan kolam untuk pendederan sama halnya dengan persiapan kolam pada pembenihan. Kolam terlebih dahulu dikeringkan setelah dicangkul dan dibersihkan dari rumput-rumputan. Pengeringan kolam dilakukan selama 2-3 hari. Setelah kering, dilakukan pencangkulan dan perbaikan pematang. Kolam kemudian diisi air sampai dengan 30 cm, kemudian masukan obat (akodan) ke dalam kolam tersebut yang bertujuan untuk membunuh hama dan bibit penyakit. Selanjutnya, kolam tersebut didiamkan sampai 2-3 hari, setelah itu dilakukan pengisian air secara maksimum sampai dengan 60 cm.

b) Penebaran Benih

Penebaran benih dilakukan setelah persiapan kolam selesai. Benih ditebarkan pada hari keenam sejak pemberian obat. Penebaran


(38)

benih pada usaha pendederan ikan mas dilakukan pada saat suhu masih rendah, yakni pada pagi atau sore hari. Padat penebaran benih pada usaha penederan ikan mas adalah 60-70 ekor/m2.

c) Pemeliharan

Dalam pemeliharaan benih ikan mas tidak dilakukan pemeliharaan secara khusus, hanya saja setelah benih ditebar akan ada pemberian pakan untuk benih berupa tepung pelet dengan merek CPP Pertiwi 888-2 dengan dosis yang diberikan sebanyak 3-5 % dari bobot biomasa yang ada. Pemberian pakan tersebut berlangsung selama dua minggu pertama. Hal ini dimaksudkan agar kebutuhan pakan bagi benih cukup terpenuhi. Pemberian pakan ini dilakukan dengan cara ditebarkan secara merata ke seluruh permukaan air kolam. Setelah dua minggu, kemudian pemberian pakan untuk benih yang didederkan menggunakan pelet kasar dengan merek Sinta SR 21 sebanyak 5-9 % dari bobot biomasa. Pakan ini diberikan selama 2 minggu, sebanyak 2 kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari. Selanjutnya selama 10 hari benih ikan mas diberi pakan apung merek CV. Pertiwi 779-4 yang diberikan dalam dosis 20-50 gram/ekor. Pakan diberikan secara adlibitum atau selama ikan mau makan.

Hama yang biasa ditemukan pada pemeliharaan benih adalah keong mas. Hama tersebut dapat merusak pematang kolam dan menyaingi benih dalam perolehan pakan. Tindakan pencegahan dilakukan dengan pemberian obat-obatan pada kolam saat persiapan kolam. Penyakit pada Ikan Mas selama dilakukan pada usaha budidaya di perusahaan X belum ditemukan. Untuk mencegah penyakit, pengobatan dapat dilakukan dengan cara memberikan kunyit yang sudah digiling halus ke dalam kolam. Pemberian kunyit ini dimaksudkan untuk menjaga daya tahan tubuh dan nafsu makan ikan. d) Pemanenan

Setelah benih didederkan selama 5 minggu, kemudian dilakukan pemanenan. Pemilihan waktu panen harus tepat, karena bisa menyebabkan ikan stres, terutama akibat sengatan panas matahari.


(1)

Lanjutan Lampiran 15.

6 PERHITUNGAN PR = (PROFITABILITY RATIO) :

JUM GBi. = 1,280,212 ( JML sampai th ke 10) (JUM GBi. ) - (JML OMi. )

JUM OMi.= 1,007,405 ( JML sampai th ke 10) PR = JUM TI = Total Investasi 3,780

( yaitu pd th ke

0 ) (GB)

(JUM TIi. )

Asumsi : Operating Cost pada Tabel 9. sudah termasuk PR =

72.2

Maintainance Cost. (GB)


(2)

Lampiran 16. Analisis sensitivitas pengembangan budidaya pendederan ikan mas dalam skenario penurunan volume penjualan 16% dan Pada tingkat inflasi 6,16%

PERHITUNGAN CASH FLOW & NET PRESENT VALUE (NPV)

(Dalam : 000Rp)

NO I T E M TAHUN ANALISA

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A PENERIMAAN

1 Penjualan Ikan Mas - 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222 144,222

2 Penjualan Ikan Nila - 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019 3,019

B PENERIMAAN KOTOR (GBi.) 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241 147,241

C PENGELUARAN

1 INVESTASI AWAL 3,780

2 OPERATING COST - 143,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256

D TOTAL BIAYA (Ci.) 3,780 143,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256 146,256

E KEUNTUNGAN KOTOR (Bi.) -3,780 3,985 985 985 985 985 985 985 985 985 985

F KEUNTUNGAN BERSIH (NBi.) -3,780 3,985 985 985 985 985 985 985 985 985 985

G DF (n ; r = 6,2%); n=1,2……10 1.0000 0.9416 0.8866 0.8349 0.7861 0.7402 0.6970 0.6563 0.6180 0.5819 0.5479

H PV NET BENEFIT ( NBi. ) -3,780 3,752 873 822 774 729 686 646 609 573 540


(3)

Lampiran 17. Perhitungan IRR dan Net B/C pengembangan budidaya pendederan ikan mas dalam skenario penurunan volume penjualan 16% dan pada tingkat inflasi 6,16%

PERHITUNGAN IRR DAN NET B/C

NO URAIAN

TAHUN

ANALISA NPV

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A KEUNTUNGAN BERSIH -3,780 3,985 985 985 985 985 985 985 985 985 985

B DF (n = 10, r = 6,2%) 1.0000 0.9416 0.8866 0.8349 0.7861 0.7402 0.6970 0.6563 0.6180 0.5819 0.5479

C NPV1 (r1 = 6,2%) -3,780 3,752 873 822 774 729 686 646 609 573 540 6,225

D DF (n = 10, r = 24%) 1.0000 0.8065 0.6504 0.5245 0.4230 0.3411 0.2751 0.2218 0.1789 0.1443 0.1164

E NPV2 ( r2 = 24%) -3,780 3,214 641 517 417 336 271 218 176 142 115 2,266

1 PERHITUNGAN IRR :

r1 = Tk suku bunga/thn = 0.062 6.2% IRR = r1 + (NPV1 / (NPV1-NPV2))*(r2-r1)

r2 = Tk suku bunga/thn = 0.24 24%

NPV1 = 6,225 6,225

NPV2 = 2,266 2,266 IRR = 0.34 34 %

2 PERHITUNGAN NET B/C :

NET B/C = (JUMLAH NPV YANG POSITIV)

(JUMLAH NPV YANG NEGATIV) NET B/C = 2.65

NPV POSITIV = 10,005 NPV NEGATIV = 3,780


(4)

Lampiran 18. Analisis switching value pengembangan budidaya pendederan ikan mas dalam skenario kenaikan harga input produksi 18% dan penurunan volume penjualan 8,22%

PERHITUNGAN CASH FLOW & NET PRESENT VALUE (NPV)

(Dalam : 000Rp)

NO I T E M TAHUN ANALISA

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A PENERIMAAN

1 Penjualan Ikan Mas - 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859 157,859

2 Penjualan Ikan Nila - 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304 3,304

B PENERIMAAN KOTOR (GBi.) 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163 161,163

C PENGELUARAN

1 INVESTASI AWAL 3,780

2 OPERATING COST - 158,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032

D TOTAL BIAYA (Ci.) 3,780 158,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032 161,032

E KEUNTUNGAN KOTOR (Bi.) -3,780 3,131 131 131 131 131 131 131 131 131 131

G KEUNTUNGAN BERSIH (NBi.) -3,780 3,131 131 131 131 131 131 131 131 131 131

H DF (n ; r = 6,2%); n=1,2……10 1.0000 0.9416 0.8866 0.8349 0.7861 0.7402 0.6970 0.6563 0.6180 0.5819 0.5479

I PV NET BENEFIT ( NBi. ) -3,780 2,948 116 109 103 97 91 86 81 76 72


(5)

Lampiran 19. Analisis switching value pengembangan budidaya pendederan ikan mas dalam skenario kenaikan harga input produksi 18% dan penurunan volume penjualan 8,22%.

PERHITUNGAN IRR DAN NET B/C

NO URAIAN

TAHUN

ANALISA NPV

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

A KEUNTUNGAN BERSIH -3,780 3,131 131 131 131 131 131 131 131 131 131

B DF (n = 10, r = 6,2%) 1.0000 0.9416 0.8866 0.8349 0.7861 0.7402 0.6970 0.6563 0.6180 0.5819 0.5479

C NPV1 (r1 = 6,2%) -3,780 2,948 116 109 103 97 91 86 81 76 72 0

D DF (n = 10, r = 24%) 1.0000 0.8065 0.6504 0.5245 0.4230 0.3411 0.2751 0.2218 0.1789 0.1443 0.1164

E NPV2 ( r2 = 24%) -3,780 2,525 85 69 55 45 36 29 23 19 15 -878

1 PERHITUNGAN IRR :

r1 = Tk suku bunga/thn = 0.062 6.2% IRR = r1 + (NPV1 / (NPV1-NPV2))*(r2-r1)

r2 = Tk suku bunga/thn = 0.24 24%

NPV1 = 0 0

NPV2 = -878 -878 IRR = 0.062 6.2 %

2 PERHITUNGAN NET B/C :

NET B/C = (JUMLAH NPV YANG POSITIV)

(JUMLAH NPV YANG NEGATIV) NET B/C = 1.00

NPV POSITIV = 3,780 NPV NEGATIV = 3,780


(6)

RINGKASAN

DAVY SEXTON S. H24096012. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Budidaya Pendederan Ikan Mas Pada Perusahaan X di Kabupaten Subang Jawa Barat. Di bawah bimbingan ABDUL KOHAR IRWANTO.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2009), sumberdaya perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor perikanan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 5,20 persen pertahun dan merupakan terbesar dibanding dengan subsektor pertanian lainnya. Produksi ikan mas menempati urutan pertama dari segi jumlah diantara budidaya ikan air tawar lainnya. Perkembangannya dari tahun 2006 hingga 2009 mencapai produksi rata-rata 338.633 ton per tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 19,15% pada tahun 2009. Hal ini yang melatar belakangi perusahaan mengembangkan usaha budidaya pendederan ikan mas di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang Jawa Barat.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1). menganalisis kelayakan pengembangan usaha budidaya pendederan ikan mas pada perusahaan X di Kabupaten Subang dilihat dari sisi nonfinansial yaitu dari aspek pasar, teknis, dan manajemen; (2). menganalisis kelayakan finansial pengembangan budidaya usaha pendederan ikan mas pada perusahaan X di Kabupaten Subang; (3). menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) pengembangan budidaya usaha pendederan ikan mas pada perusahaan X di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Penelitian dilakukan pada perusahaan X di Desa Jabong, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan langsung (observasi) pada obyek penelitian. Data sekunder diperoleh dari literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan penelitian. Aspek-aspek yang diteliti dalam penelitian ini adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek keungan. Analisis kelayakan investasi dilakukan secara kuantitatif dan yang lainnya secara kualitatif dan dipaparkan secara deskriptif. Pada aspek pasar, selama ini hasil produksi pendederan selalu terserap oleh pasar karena budidaya pembesaran Ikan Mas di Jatiluhur dan Cirata membutuhkan benih hasil pendederan rata-rata 5 ton per hari dan baru terpenuhi sebanyak 20 persen dari petani ikan di Kabupaten Purwakarta. Perusahaan juga telah menjalankan fungsi manajemen dari sisi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

Secara teknis, proses budidaya pendederan ikan mas terdiri dari: (1). Persiapan kolam; (2). Penebaran benih; (3). Pemeliharaan benih; (4) pemenenan; (5). Penyeleksian ikan. Penilaian atas aspek keuangan menunjukan NPV sebesar Rp.238.779.000; IRR 42%; Net B/C 64,17; Gross B/C 1,26; Paybeck Period 1 tahun; serta Profitability Ratio (PR) 44,1. Berdasarkan analisis kelayakan usaha aspek finansial dan nonfinansial, usaha ini layak untuk dijalankan. Analisis sensitivitas dengan metode switching value menunjukan bahwa, usaha budidaya pendederan ikan mas di Desa Jabong diambang batas kelayakan apabila terjadi kenaikan pada harga input produksi sebesar 17,74 persen dan penurunan volume penjualan sebesar 8,11 persen.