dilakukan petani secara turun-temurun dan merupakan mata pencaharian dan sumber pendapatan terbesar keluarga responden, disamping mengusahakan padi
gogo dilahan usahatani mereka. Sementara untuk pengelolaan pola lalang hanyalah untuk merehabilitasi lahan alang-alang dimana masyarakat hanya
memperoleh insentif pemeliharaan dan hasil kayu pada akhir daur tanam.
1.6. Status Sosial
Dalam penelitian ini status sosial para respondenpetani pada kegiatan agroforestri dibagi ke dalam 3 kelas umur, yaitu kelas rendah 2 , kelas
sedang 2-4 , dan kelas tinggi 4 . Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan dilapangan terkait dengan status sosial para respondenpetani
pelaksana kegiatan agroforestri, baik untuk pola tembawang, kebun karet, bawas, dan lalang diperolaeh didtribusi responden berdasarkan status sosial petani,
rekapitulasi distribusi status sosial petani disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan status sosial
Pola Agroforestri Status Sosial
Tembawang Karet
Bawas Lalang
Total N
N N
N N
Rendah 2 Sedang 2-4
Tinggi 4 27
3 90
10 27
3 90
10 28
2 93
7 28
2 93
7 110
10 92
8 Kisaran
2 - 6 Rata-rata
2,7
Status sosial menunjukkan tingkat penghargaan masyarakat kepada individu yang bersangkutan dalam kelompok organisasi atau masyarakat. Status
sosial responden dibagi dalam tiga kategori yaitu rendah skor 2 , sedang 2 – 4 , dan skor tinggi skor 4 . Terlihat bahwa status sosial responden hampir
semuanya 110 orang 92 berada pada status sedang dan 10 orang 8 pada status tinggi, terbukti bahwa dalam penerapan sistim agroforestri dengan berbagai
pola yang ada tidak melihat dari status sosial, dimana semua masyarakat ikut terlibat didalam kelembagaan baik lembaga formal atau informal yang ada di
tingkat desa maupun di tingkat proyek. Dengan status sosial yang dimiliki responden hal ini akan mempengaruhi
petani dalam menerima masukan dan dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan penerapan model agroforestri baik yang telah diusahakan maupun yang
akan dikembangkan selanjutnya. Umumnya petani memutuskan sesuatu berdasarkan pengalaman yang mereka miliki dan untuk menerima masukan yang
baru mereka sangat selektif dan biasanya ada ketidak percayaan terhadap sesuatu yang baru, tetapi sebaliknya mereka akan menerima inovasi yang baru jika hal ini
sudah terbukti manfaatnya kepada petani lain. Biasanya dalam pengambilan keputusan dan dalam menerima inovasi yang baru dalam pengelolaan model
agroforestri ditentukan oleh petani yang memiliki posisi atau status sosial yang tinggi.
1.7. Sifat Kosmopolitan