72 sesama bank syariah dan tidak perlu khawatir nasabah akan berpindah ke bank
konvensional. Namun dengan berjalannya waktu, segmen nasabah kategori ini yang diperkirakan tidak lebih dari 25 persen dari seluruh jumlah nasabah Fahmi
2010 akan semakin habis digarap oleh bank syariah yang ada. Bank syariah harus memperluas target pasarnya kepada kelompok nasabah yang tidak lagi
loyal hanya kepada bank syariah. Berubahnya karakter nasabah ini menyebabkan batas persaingan bank syariah tidak hanya dengan sesama bank
syariah yang jumlahnya semakin banyak, tetapi juga dengan bank konvensional yang secara relatif mempunyai berbagai keuntungan dari segi jangkauan
layanan, ukuran, dan pengalaman.
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, berbagai tahun, diolah.
Gambar 5. Kecenderungan Perubahan CR2 dan Pangsa Pasar Dua Bank Terbesar BSM dan BMI Periode 2005-2010
5.4. Dinamika Perilaku Bank Syariah Indonesia
Dinamika pada struktur pasar secara konseptual juga akan menyebabkan dinamika pada perilaku bank. Namun untuk perilaku bank ini agak sulit diamati
73 dengan hanya melihat data sekunder. Diperlukan pendalaman dengan
mengolahnya lebih jauh dan dukungan data primer untuk mendapatkan indikasi perilaku bank yang berlangsung. Secara prinsip bank syariah seharusnya tetap
bersaing secara sempurna terlepas dari struktur pasar yang terjadi. Namun sampai sekarang belum tersedia prosedur dan belum muncul urgency dari pihak
pengawas untuk secara efektif memperhatikan tingkat kepatuhan terhadap prinsip bersaing secara islami tersebut. Akibatnya dapat terjadi baik disadari
atau tidak bank syariah menerapkan perilaku bersaing yang tidak islami, terutama oleh bank dominan yang secara riil mempunyai kekuatan pasar.
Oleh karena itu beberapa indikasi awal dapat merujuk kepada beberapa studi terdahulu, walaupun belum tentu masih menggambarkan kondisi terkini
yang mungkin sudah berubah. Sebagaimana diungkapkan pada Bab III, kajian Amalia dan Nasution 2007 mengindikasikan bahwa bank syariah bersaing
dengan mengandalkan efisiensi bukan perilaku kolutif, terutama dari bank-bank dominan, walaupun hasil estimasinya tidak sepenuhnya meyakinkan. Hasil studi
Weill 2009 berdasarkan data cross-country, walaupun tidak spesifik untuk kasus Indonesia, sejalan dengan hasil yang diperoleh oleh Amalia dan Nasution
2007 dengan menyimpulkan bahwa dalam industri perbankan syariah ditemukan struktur pasar persaingan monopolistik seperti halnya pada industri
perbankan konvensional. Padahal pada awalnya Weill 2009 menduga perbankan syariah akan mengindikasikan kekuatan pasar yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan perbankan konvensional karena tingkat loyalitas nasabahnya. Temuan ini sebenarnya malah memberikan bukti awal akan prinsip
persaingan yang islami, yaitu terlepas dari struktur pasar yang terbentuk, bank syariah harus menunjukkan tingkat persaingan tinggi.
74 Salah satu indikator perilaku yang diduga menunjukkan tekanan
persaingan baik sesama bank syariah maupun dengan bank konvensional adalah perilaku bank syariah dalam menetapkan tingkat bagi hasil. Hasil studi
Kasri 2007 menunjukkan terjadinya co-movement antara tingkat bagi hasil rate of return dengan tingkat bunga bank konvensional. Hal ini ternyata juga
ditemukan oleh Chong dan Liu 2009 dan Zainol dan Kassim 2010 di Malaysia. Kecenderungan ini berarti bank syariah selalu memperhatikan tingkat bunga
dalam menetapkan tingkat bagi hasil. Gambar 6 mengkonfirmasi kecenderungan tersebut walaupun terlihat volatilitas tingkat bagi hasil relatif lebih kecil
dibandingkan dengan volatilitas tingkat bunga di perbankan konvensional.
Gambar 6. Perbandingan Pergerakan Rate of Return Perbankan Syariah dengan Pergerakan Tingkat Bunga Perbankan Konvensional
Periode Tahun 2005-2010
Hal lain yang dapat dibaca dari Gambar 6 adalah strategi bank syariah yang cenderung segera ikut menaikkan RR pada saat IR naik, namun tidak
mengikuti dengan kecepatan dan ketajaman yang sama pada saat IR menurun.
75 Strategi ini diperkirakan harus dilakukan oleh bank syariah untuk menjaga agar
nasabahnya yang bukan syariah loyalist tidak memindahkan dana mereka ke bank konvensional. Tentu saja strategi bank syariah untuk selalu mengikuti
pergerakan IR ini walaupun efektif juga beresiko merusak pencitraan perbankan syariah yang terkesan menjadi tidak berbeda dengan bank konvensional. Jika
strategi ini hendak terus dilakukan diperlukan proses edukasi secara terus menerus kepada masyarakat untuk menjelaskan bahwa itu hanya sekedar
strategi bersaing tanpa mengganggu kesyariahan akad yang telah disepakati. Kecenderungan co-movement antara tingkat bagi hasil dengan tingkat
bunga bank konvensional diduga terkait dengan struktur pembiayaan industri perbankan syariah yang masih didominasi skema murabahah yang merupakan
skema jual beli dengan marjin yang tetap. Untuk skema jenis ini, memang bank syariah harus selalu memperhatikan tingkat bunga yang berlaku pada perbankan
konvensional untuk tetap kompetitif. Data pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa skema pembiayaan murabahah masih mendominasi dengan porsi di atas
55 persen sampai akhir tahun 2010, walaupun cenderung menurun dari tahun ke tahun. Sayangnya kecenderungan penurunan murabahah tidak diikuti oleh
kenaikan porsi mudharabahmusyarakah yang hanya fluktuatif di sekitar angka 30-an persen.
Persistennya proporsi yang rendah pada skema pembiayaan yang berdasarkan bagi hasil bukan hanya terjadi di Indonesia. Hal ini merupakan
gejala umum pada bank Islam di berbagai negara lain. Jika dibandingkan dengan proporsi pembiayaan berbasis bagi hasil di negara lain seperti Malaysia, Pakistan
dan negara-negara Timur Tengah, sebenarnya proporsi yang dicapai Indonesia sudah lebih baik Ascarya, 2011. Dalam kajiannya menggunakan metode ANP
76 dengan responden 20 praktisi dan 15 ahli perbankan syariah, Ascarya
menemukan bahwa masalah utama yang menyebabkan persistensi rendahnya skema pembiayaan berbasis bagi hasil adalah:
1. kurangnya pengetahuan nasabah tentang skema pembiayaan berbasis bagi hasil,
2. kurangnya komitmen dari pihak otoritas untuk menerapkan skema pembiayaan berbasis bagi hasil,
3. sistem nilai yang kurang mendukung penerapan skema pembiayaan berbasis bagi hasil,
4. orientasi bisnis atau keuntungan dari manajemen puncak perbankan syariah, dan
5. kurangnya dukungan dari pihak pemerintah.
Sumber: Bank Indonesia, Berbagai Tahun, Diolah
Gambar 7. Kecenderungan Persentase Pembiayaan Berdasarkan Skema Tahun 2005-2010
77 Untuk mengatasi masalah utama di atas, beberapa solusi dirumuskan
oleh Ascarya 2011, yaitu edukasi tentang skema pembiayaan berbasis bagi hasil kepada nasabah, meningkatkan komitmen manajemen puncak perbankan,
merumuskan protokal dan grand strategy, mengeluarkan regulasi yang mendukung dan meningkatkan komitmen, kemauan serta serta keberanian politik
pemerintah. Agar solusi tersebut dapat terwujud diperlukan strategi pengembangan produk, peningkatan pelayanan, dan pemetaan pasar serta
kebijakan perlakuan yang adil dan profesionalisme pelaku perbankan syariah.
5.5. Kinerja Industri Perbankan Syariah Indonesia