SCP pada Industri Perbankan Syariah Indonesia

39 awal yang perlu didalami lebih lanjut apakah tidak digunakannya kekuatan yang dimiliki oleh bank yang dominan karena dimotivasi oleh landasan normatif syariah Islam atau karena tingkat contestability yang tinggi menyebabkan bank syariah tidak mungkin menggunakan kekuatan pasar yang dimilikinya. Untuk itu, tingkat konsentrasi yang dihitung hanya dalam cakupan industri perbankan syariah saja perlu diuji terlebih dahulu validitasnya. Jika market boundary perbankan syariah juga mencakup perbankan konvensional, maka bahkan bank syariah yang paling besarpun mungkin tidak masuk ke dalam urutan sepuluh besar bank yang ada dalam suatu negara. Untuk kasus Indonesia, pada akhir tahun 2010 aset bank syariah terbesar masih jauh dari nilai aset sepuluh bank konvensional terbesar, bahkan jika seluruh aset perbankan syariah digabungkan hanya berada pada urutan ke-delapan dibandingkan dengan aset perbankan konvensional secara individual.

3.3. SCP pada Industri Perbankan Syariah Indonesia

Sejalan dengan umur industri yang masih relatif muda dan perkembangan yang lebih lambat dibandingkan dengan perkembangan di negara lain, kajian organisasi industri perbankan syariah di Indonesia relatif masih terbatas dibandingkan dengan dengan kajian perbankan Islam di negara lain. Perbankan syariah pertama yang berdiri di Indonesia adalah tahun 1992 dan pertumbuhannya relatif lambat sampai akhir dekade 1990-an karena Bank Mu’amalat pada dasarnya harus berjuang tanpa dukungan mitra yang cukup berarti. Perkembangan industri perbankan syariah baru signifikan setelah berdirinya Bank Syariah mandiri pada tahun 1999. Oleh karena itu industri perbankan syariah di Indonesia masih merupakan laboratorium yang menarik untuk dikaji berbagai aspeknya, termasuk masalah tingkat persaingan dan 40 hubungannya dengan tingkat pertumbuhan industri yang dirasakan oleh berbagai pemangku kepentingan masih berada di bawah potensi terbaiknya. Beberapa studi yang paling relevan dapat disebutkan diantaranya adalah Izhar dan Asutay 2007 untuk kasus satu bank, yaitu bank Mu’amalat Indonesia, Kasri 2011 dan Kasri dan Kassim 2009 untuk lingkup BUS dan UUS di Indonesia, Hutapea dan Kasri 2010 serta Amalia dan Nasution 2007 untuk kasus perbandingan industri perbankan syariah dan perbankan konvensional di Indonesia, serta Mukhlisin 2010 dan Weill 2009 yang menggunakan data cross-country, termasuk Indonesia di dalamnya. Secara ringkas gambaran beberapa penelitian terpilih tersebut disajikan pada Tabel 3. Kajian pada tingkat bank dengan mengambil Bank Mu’amalat Indonesia BMI sebagai bank syariah tertua dan salah satu yang terbesar di Indonesia Izhar dan Asutay, 2007 ternyata menunjukkan bahwa tingkat kinerja yang diproksi dengan ROA dipengaruhi secara signifikan oleh faktor makroekonomi seperti tingkat inflasi dan CPI serta faktor struktur keuangan internal bank seperti income from financing activities, pembiayaan total, total liabilities, dan total earning assets yang seluruhnya dalam bentuk rasio dengan total assets. Sementara dana pihak ketiga, pendapatan dari aktivitas jasa, modal inti dan overhead cost tidak berpengaruh secara signifikan kepada ROA BMI. Hasil studi ini juga mengkonfirmasi pengetahuan umum bahwa BMI, seperti halnya kebanyakan bank syariah lainnya, masih berkonsentrasi pada pembiayaan jangka pendek dalam bentuk pembiayaan murabahah. Walaupun hal ini tidak bertentangan dengan landasan normatif, akan tetapi komposisi portofolio tersebut belum ideal. Masih ada insentif yang besar untuk mendongkrak kinerja dengan memperbesar portofolio dengan resiko lebih tinggi tetapi juga 41 menjanjikan keuntungan yang lebih besar, yaitu skema pembiayaan mudharabah. Tabel 3. Ringkasan Beberapa Penelitian Empiris Tentang SCP Perbankan Syariah yang Relevan dengan Penelitian Studi Industri Data dan Metode Variabel yg Digunakan Hasil Izhar dan Asutay 2007 Bank Muámalat Indonesia BMI • Bulan an 1996- 2001 • Regre si • Dependen: ROA • Independen:Third party funds TPF, Income from financing activities IFIN, Income from service activities ISA, Total financing L, Total liabilities LB, Interest free earning assets EA, Total equity core capital EQ, Overhead costs OC, and CPI. • ROA berhubungan signi- fikan dan positif dengan IFIN, CPI, EA dan negatif dengan L dan LB. • TPF, ISA, EQ dan OC tdk berpengaruh signifikan . • BMI terlalu tergantung pada short-term financing murabahah dan mempu-nyai insentif untuk beralih kepada portofolio yang lebih beresiko dan jangka panjang mudharabah. Kasri 2011 dan Kasri dan Kassim 2009 Perbankan syariah Indonesia BUS dan UUS • Maret 2000 – Agust us 2007 • VAR • Dependen: Log Deposito Mudharabah • Independen: Real Rate of Return, Lag- 1 Deposito mudharabah, Real interest rate of conv.bank, log jumlah cabang, log Industrial production index. • Deposito dipengaruhi positif oleh rate of return dan negatif oleh interest rate yang menunjukkan nasabah adalah rasional bukan idiologis. • Variabel lain tdk berpengaruh signifikan. • Ada co-movement antara real rate of return dengan tingkat bunga. Hutapea dan Kasri 2010 Sampel Bank Syariah 2 dan Bank Konvensio nal 3 • Januar i 1996- Febru ari 2006 • ARDL • Dependen: Bank Margin BM • Independen: Default risk of financing DEF, Market interest rate volatility MKT, Liquidity risk LIQ, Capital base or solvency ratio SOLV, Implicit return to the Depositors IMPL, Opportunity cost of bank reserves OCBR, dan Management quality QM. BM dipengaruhi positif oleh DEF, SOLV, OCBR, dan IMPL. BM dipengaruhi negatif oleh MKT, LIQ dan QM Sesuai dengan harapan, variabel MKT mempe- ngaruhi bank syariah dan bank konvensional de- ngan arah yang berla- wanan. 42 Tabel 3. Lanjutan Studi Industri Data dan Metode Variabel yg Digunakan Hasil Amalia dan Nasution 2007 Bank Syariah 3 BUS dan bank Konvensional 6 bank • Januari 2002- Nopembe r 2005 • Data Panel dengan Fixed Effects. • Dependen: ROA • Independen: Rasio konsentrasi CR3, Pangsa pasar MS, Finance to Deposit ratio FDR, ASSET, Total expenditure TOTALEXP, Pertumbuhan DPK, GROWTHDPK . dan variabel interaksi CR dan MS • Bank syariah mengikuti hipotesis Efficient Structure karena MS berpengaruh positif dan signiifikan terhadap ROA, sedangkan CR3 dan variabel interaksi MSCR tidak signifikan. • Bank konvensional mengikuti hipotesis Product Differentitation karena MS dan variabel inetraksi MSCR berpengaruh signifikan dan positif, sednagkan CR3 tidak signifikan. Weill 2009 Industri perbankan Syariah dan Konvensional • Tahunan 2000- 2007 untuk 17 negara yang menerapk an dual banking system • Model Lerner dan Panzar and Ross e • Panel data dengan random effects • Dependen: Total Costs • Independen: Total assets, Price of labour, Price of physical capital, Price of borrowed funds, Dummy variable Islam vs Conv. Banks, Ratio of loans to investment assets, Ratio of equity to total assets, Size log total assets, Dummy country and Years. • Tidak ada perbedaan yang signifikan antara Bank Islam dan Bank Konvensional karena market power dan tingkat persaingan yang dapat disimpulkan sama persaingan monopolistik. • Size dan rasio equity berpengaruh positif terhadap biaya total, sedangkan rasio loan to investment assets tidak signifikan. Hasil kajian Hutapea dan Kasri 2010 yang menekankan pada pengaruh variabel internal struktur keuangan perbankan menunjukkan bahwa marjin bank yang diukur dengan variabel rasio net financing incomeaverage earning assets variabel yang setara dengan NIM pada bank konvensional berhubungan positif dengan default risk, solvency ratio, implicit cost dan opportunity cost cadangan 43 bank. Sementara volatilitas tingkat bunga, resiko likuiditas dan kualitas manajemen berpengaruh negatif. Khususnya untuk respon terhadap volatilitas tingkat bunga hasil tersebut berbeda dengan bank konvensional yang merespon secara positif. Studi ini juga menemukan bahwa perilaku marjin bank berubah pada saat operasi bank berubah dari konvensional menjadi bank syariah. Pada tingkat industri perbankan syariah Indonesia diperoleh hasil yang tidak konsisten mendukung antara satu sama lain sehingga diperlukan kehati- hatian dalam mengambil kesimpulan atau studi lanjutan yang lebih banyak untuk dapat mengambil kesimpulan secara lebih kuat. Kajian Amalia dan Nasution 2007 yang menggunakan pendekatan strukturalis menunjukkan bahwa pola SCP pada industri perbankan syariah berbeda dengan pola SCP pada industri perbankan konvensional. Pola SCP pada perbankan syariah lebih mengikuti pola Efficient Structure Hypothesis dimana tingkat keuntungan lebih bersumber dari tingkat efisiensi daripada tingkat konsentrasi pasar dan penguasaan pasar. Sebaliknya pola SCP pada perbankan konvensional cenderung lebih mengikuti pola Product Differentiation Hypothesis dimana kemampuan bank yang besar untuk mendiferensiasi produknya menimbulkan kekuatan untuk meningkatkan keuntungannya. Hasil ini mendukung hipotesis awal bahwa perbankan syariah walaupun mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi, tetap tidak menggunakan kekuatannya untuk mengeksploitasi pasar. Hanya saja kajian ini tidak membuktikan lebih jauh apakah tidak berhubungannya antara tingkat konsentrasi pasar terhadap keuntungan karena didorong oleh landasan normatif syariah atau karena tingkat contestability dalam industri tersebut. Hasil studi Amalia dan Nasution perlu dicerna secara hati-hati jika disandingkan dengan studi Kasri 2011 dan Kasri dan Kassim 2007. Studi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi nilai deposito mudharabah ini ternyata 44 memberikan informasi penting yang mempunyai implikasi signifikan dalam kajian SCP industri perbankan syariah. Salah satu hasil kajian ini memperlihatkan bahwa tingkat deposito mudharabah selain dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat real rate of return atau tingkat bagi hasil yang diterima oleh nasabah, juga dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat bunga riil perbankan konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa, paling tidak sebagian, nasabah perbankan syariah adalah nasabah yang rasional dan tidak murni idiologis atau emosional. Jika hasil ini valid, maka implikasinya adalah tidak relevannya menggunakan pendekatan strukturalis dalam mengkaji hubungan persaingan dengan kinerja jika tingkat konsentrasi hanya dihitung dengan penguasaan pangsa pasar dalam lingkup industri perbankan syariah saja. Konsumen ternyata mempersepsikan bahwa bank syariah dan konvensional berada pada pasar yang sama. Sayangnya studi ini tidak sampai mengestimasi seberapa besar elastisitas tingkat deposito mudharabah terhadap perubahan tingkat bunga bank konvensional sehingga dapat diperkirakan seberapa besar nasabah bank konvensional yang bersifat rasional dan tidak loyal. Hasil beberapa kajian tentang perilaku nasabah perbankan syariah seperti yang dirangkum oleh Fahmi 2010 juga mendukung indikasi tidak dominannya kelompok konsumen yang syariah loyalist sehingga batas pasar antara perbankan syariah dan perbankan konvensional perlu dikaji lebih dalam. Kelemahan studi kualitatif preferensi konsumen seperti yang dilakukan oleh BI 2005 adalah kesulitan untuk menggunakan hasilnya untuk menentukan berapa besar persentase konsumen yang mempersepsikan bank syariah dan bank konvensional berada pada pasar yang sama atau berbeda. Hasil studi Kasri 2011 dan Kasri dan Kassim 2007 juga hanya sampai indikasi adanya respon tingkat deposito perbankan syariah terhadap perubahan tingkat bunga bank konvensional, tetapi tidak sampai 45 menghitung lebih jauh seberapa sensitif respon tersebut sehingga dapat digunakan untuk menyimpulkan ada tidaknya market boundary yang jelas antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Temuan lain studi Kasri dan Kassim 2007 juga sebenarnya tidak begitu mengejutkan tetapi sangat penting untuk mengkonfirmasi pandangan umum, yaitu terjadi co-movement antara tingkat bunga dan tingkat bagi hasil riil. Hal ini menunjukkan perbankan syariah, diakui atau tidak, terbukti masih melakukan referensi terhadap tingkat bunga dalam menentukan tingkat bagi hasil. Akibatnya tidak terlalu mengherankan banyak kalangan masyarakat yang masih melihat bank syariah tidak lain dari bank yang beroperasi berdasarkan tingkat bunga namun dengan baju syariah. Hal ini juga ditemukan oleh Chong and Liu 2009 di Malaysia.

3.4. Kerangka Pemikiran Penelitian