Batasan Pasar Perbankan Syariah

81

VI. DINAMIKA STRUKTUR PASAR DAN TINGKAT PERSAINGAN INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA

Dalam paradigma SCP, kinerja bank dipengaruhi oleh struktur pasar dan perilaku bersaing bank. Sejauhmana paradigma tersebut berlaku untuk industri perbankan syariah Indonesia akan didalami pada Bab ini. Bagian pertama akan mengklarifikasi keterkaitan antara industri perbankan syariah dengan industri perbankan konvensional yang secara konseptual saling bersaing satu sama lain. Pada bagian kedua akan digunakan pendekatan struktural untuk menilai tingkat persaingan dalam industri perbankan syariah Indonesia. Bagian terakhir ditujukan untuk melihat hal yang sama namun dengan menggunakan pendekatan non-struktural.

6.1. Batasan Pasar Perbankan Syariah

Pada model ini digunakan model FE karena model RE tidak valid pada saat diuji dengan Uji Hausman. Hasil estimasi yang diringkas dari Lampiran 2, disajikan pada Tabel 7. Secara kesuluruhan model menunjukkan goodness of fit yang baik dengan P-value untuk F-stat lebih kecil dari 0.1. R 2 Banyak studi yang telah mengindikasikan bahwa sebagian besar nasabah perbankan syariah bukan merupakan nasabah yang loyal Fahmi 2010 sehingga kuat dugaan pasar perbankan syariah tidak terpisah secara tegas dengan perbankan secara umum. Tabel 7 memperlihatkan bahwa perbankan mencapai tingkat 0.93 yang berarti 93 persen keragaman variabel DPK dapat dijelaskan oleh keragaman variabel independen yang digunakan. DW stat 1.84 walaupun tidak ideal tetapi tidak mengindikasikan terjadinya masalah autokorelasi yang serius. Seluruh koefisien signifikan berbeda dengan nol dengan tingkat kepercayaan 99 persen kecuali untuk koefisien pertumbuhan ekonomi RGDP. 82 konvensional bahkan masih bersifat komplementer dengan perbankan syariah. Hal ini diperlihatkan oleh tanda positif dan signifikan koefisen variabel rasio tingkat bunga bank konvensional dengan tingkat bagi hasil bank syariah IRRR yang berarti semakin meningkatnya tingkat bunga secara relatif juga akan ikut meningkatkan dana pihak ketiga pada perbankan syariah. Temuan ini bukan merupakan hal yang mengejutkan karena Chong dan Liu 2009 serta Zainol dan Kassim 2010 menemukan indikasi yang sama pada industri perbankan syariah Malaysia dan Kasri dan Kassim 2007 membuktikan terjadinya co- movement antara tingkat rate of return bank syariah dengan tingkat bunga pada perbankan konvensional di Indonesia. Agenda berkelanjutan penelitian BI tentang Model Indeksasi Return Sektor Riil sebagai Benchmark Pricing dan Informasi Kinerja Sektor Ekonomi bagi Perbankan Syariah Bank Indonesia 2011 memperkuat dugaan bahwa infrastruktur untuk penentuan tingkat bagi hasil bagi perbankan syariah belum terbangun dengan mapan sehingga tingkat bunga bank konvensional masih dijadikan referensi oleh bank syariah untuk menentukan tingkat marjin dan bagi hasil. Tabel 7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Dana Pihak Ketiga Perbankan Syariah Variabel Koefisien P-value OFFICE 0.509900 0.0012 D1RR 0.146715 0.0028 D2IR -0.360544 0.0003 IRRR 1.475678 0.0017 RGDP -0.045923 0.7308 C 12.48806 0.0000 R-squared 0.933798 Adjusted R-squared 0.907317 F-statistic 35.26327 ProbF-statistic 0.000000 Durbin-Watson stat 1.849029 83 Co-movement yang terjadi antara rate of return dengan tingkat bunga diduga kuat sejalan dengan fakta pada Gambar 7 tentang kecenderungan porsi pembiayaan berdasarkan jenis skema. Masih dominannya porsi pembiayaan yang menggunakan instrumen fixed rate seperti murabahah menyebabkan perbankan syariah harus selalu merujuk tingkat bunga bank konvensional dalam menetapkan marjin agar tetap kompetitif terhadap perbankan konvensional. Sampai akhir tahun 2010, porsi pembiayaan murabahah perbankan syariah, walaupun cenderung menurun dari tahun ke tahun, masih berada pada tingkat lebih dari 55 persen Bank Indonesia 2011a. Oleh karena itu, untuk menghilangkan kecenderungan ini perbankan syariah harus semakin meningkatkan porsi pembiayaan yang berdasarkan skema bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah. Dengan skema bagi hasil yang semakin mendominasi, maka rate of return otomatis akan semakin independen dari pergerakan suku bunga bank konvensional karena terbebas dari keuntungan ataupun kerugian yang terjadi pada sektor keuangan. Sayangnya data pada Gambar 7 memperlihatkan bahwa porsi skema pembiayaan mudharabahmusyarakah hanya fluktuatif pada tingkat 30-an persen dan belum terlihat mampu mengambil alih kecenderungan pembiayaan murabahah yang semakin menurun. Koefisien IRRR sebesar 1.47 menunjukkan bahwa kenaikan harga relatif rasio tingkat bunga dengan tingkat bagi hasil sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai DPK sebesar 1.47 persen. Angka koefisien ini merupakan koefisien yang terbesar yang diperoleh dibandingkan dengan koefisien dari variabel-variabel penjelas perubahan DPK lainnya. Sayangnya belum diperoleh informasi berapa elastisitas nilai DPK bank konvensional terhadap perubahan rasio IRRR ini sehingga dapat dibandingkan nilai DPK bank syariah atau 84 konvensional yang lebih responsif terhadap perubahan IRRR. Dugaan awal dengan melihat laju pertumbuhan bank syariah yang selalu lebih tinggi, bank syariah mendapatkan manfaat lebih besar dari volatilitas rasio IRRR. Dugaan ini diperkuat dengan strategi bank syariah seperti diindikasikan dan dijelaskan pada saat mengulas Gambar 6. Faktor berikutnya yang secara signifikan berpengaruh positif terhadap nilai DPK adalah jangkauan pelayanan dalam bentuk jumlah kantor cabang OFFICE. Koefisien sebesar 0.51 menunjukkan bahwa kenaikan jumlah kantor cabang sebesar 1 persen akan menaikkan nilai DPK sebesar 0.51 persen, ceteris paribus. Memang pengaruh jumlah cabang tersebut tidak elastis, tetapi OFFICE merupakan variabel dengan pengaruh terbesar kedua setelah rasio IRRR. Jika dilihat lebih dalam pada internal industri perbankan syariah, variabel interaksi D1 dengan RR menunjukkan bahwa BUS mendapatkan tambahan tingkat DPK yang lebih besar dibandingkan dengan UUS untuk setiap kenaikan tingkat bagi hasil yang sama, yaitu 0.15 persen lebih tinggi. Selain itu, variabel interaksi D2 dengan IR yang bertanda negatif memperlihatkan bahwa dua bank terbesar dalam industri perbankan syariah BMI dan BSM mendapat pengaruh 0.36 persen lebih kecil dari perubahan tingkat bunga bank konvensional dibandingkan dengan dengan bank syariah yang kecil. Hasil ini mengindikasikan kemampuan BSM dan BMI sebagai bank besar mengikat nasabahnya lebih baik dibandingkan bank syariah lainnya yang relatif kecil. Selain berbeda kemiringan antar kelompok bank dalam hal pengaruh IR dan RR, perbedaan konstanta masing-masing bank juga terjadi pada model ini, sesuai dengan model yang digunakan yaitu model FE. Tabel 8 memperlihatkan perbedaan konstanta masing-masing bank yang dimasukkan dalam model 85 dibandingkan dengan konstanta keseluruhan yang terlihat pada Tabel 7. Sejalan dengan ukuran bank, BSM dan BMI mempunyai konstanta yang tertinggi, lalu diikuti secara berturut-turut oleh Bank Syariah Bukopin, Syariah Mega Indonesia, DKI Syariah dan terakhir BRI Syariah. Secara keseluruhan terlihat bahwa BSM dan BMI berada dalam satu kelompok tersendiri dan empat bank lainnya juga berada dalam satu kelompok tersendiri. Hal inilah yang menjustifikasi penggunaan variabel dummy D2 dimana relevan pada berbagai model dalam penelitian ini. Sebagaimana diungkapkan pada Bab IV, bahwa D2 dengan nilai 1 untuk BSM dan BMI dan bernilai 0 untuk bank lainnya. Tabel 8. Perbedaan Konstanta Masing-masing Bank yang Termasuk dalam Model Bank Perbedaan Konstanta Konstanta Sesungguhnya Syariah Mega Indonesia -1.20829 11.27977 BRI Syariah -1.91541 10.57266 Syariah Bukopin - 0.71029 11.77778 Muamalat Indonesia 2.57317 15.06123 Syariah Mandiri 2.98043 15.46849 DKI Syariah -1.71963 10.76843 Satu-satunya variabel makroekonomi yang dimasukkan, yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi RGDP ternyata menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan pada tingkat kepercayaan 90 persen. Tanda yang diperoleh juga meragukan karena seharusnya positif. Dengan demikian, tidak signikannya koefisien RGDP menjadi blessing in disguised secara statistika, jika melihat tandanya yang tidak sesuai harapan tersebut. Tidak signifikannya pengaruh RGDP yang diperoleh pada model ini belum tentu disebabkan memang tidak berpengaruhnya variabel ini, tetapi juga dapat disebabkan kurangnya variasi untuk variabel ini. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab IV, bahwa variabel makroekonomi hanya bervariasi dengan waktu tetapi secara cross-section tidak 86 bervariasi. Dalam simulasi, invariance ini sudah dicoba untuk diatasi dengan merasiokan RGDP dengan RR, misalnya, yang menggambarkan strategi bank syariah dalam merespon pertumbuhan ekonomi, akan tetapi hasilnya membuat model secara keseluruhan menjadi lebih buruk. Upaya memasukkan variabel dummy kebijakan D4 juga dilakukan dan berhasil menyebabkan variabel RGDP signifikan dan positif, tetapi menyebabkan variabel-variabel lain yang menjadi fokus utama pada persamaan ini IRRR tidak signifikan dan model secara keseluruhan lebih buruk, yang ditunjukkan oleh Adjusted-R 2 yang lebih rendah. Alasan lain kenapa tidak signifikannya peran RGDP ini akhirnya tidak begitu dipermasalahkan karena memang penekanan model ini adalah pada pengaruh variabel IRRR untuk melihat keterkaitan industri perbankan syariah dengan perbankan konvensional. Pada model pertumbuhan industri, variabel ini akan didalami lebih lanjut karena pengaruhnya tidak dapat diabaikan begitu saja.

6.2. Hubungan Struktur Pasar dan Tingkat Keuntungan